You are on page 1of 22

Materi Teach Other Peminatan IGD

TRANSPORTASI DAN STABILISASI


Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Profesi Stase Peminatan IGD

Disusun Oleh:
1. Arifin
2. Ayu Minasari
3. Diana Nurlita
4. Kusnul Hasanah 14/375151/KU/17479

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

PROSEDUR TETAP OPERASIONAL AMBULANS GAWAT DARURAT


I. PERSIAPAN AMBULANS GAWAT DARURAT
Sebuah ambulans modern yang dilengkapi dengan berbagai perlengkapan canggih
sekalipun tidak akan bernilai apa-apa kecuali jika selalu dalam keadaan siap untuk memberikan
pelayanan kapanpun dan di manapun terjadi kasus emergensi. Suatu program preventif yang
terencana pasti mencakup perbaikan ambulans secara periodik.
A. Pemeriksaan Ambulans (mesin mati)
Berikut ini adalah langkah-langkah pemeriksaan yang dapat dilakukan ketika ambulans
berada di pangkalan:
1. Periksa seluruh badan ambulans
2. Periksa roda dan ban.
3. Periksa spion dan jendela.
4. Periksa fungsi setiap pintu dan kunci.
5. Periksa bagian-bagian sistem pendingin
6. Periksa jumlah cairan kendaraan
7. Periksa aki.
8. Periksa kebersihan permukaan
9. Periksa fungsi jendela
10. Tes fungsi klakson
11. Tes fungsi sirine
12. Periksa sabuk pengman.
13. Posisikan kursi pengemudi
14. Periksa jumlah bahan bakar.
B. Pemeriksaan Ambulans (mesin menyala)

Nyalakan mesin terlebih dahulu untuk memulai pemeriksaan selanjutnya. Keluarkan


ambulans dari ruangan penyimpanan jika mesin mengeluarkan asap yang mungkin bisa menjadi
masalah. Set rem parkir, pindahkan perseneling ke posisi parkir dan minta rekan mengganjal
roda sebelum melakukan tahapan berikut :
1. Tes fungsi indikator
2. Periksa meteran yang terletak di dashboard untuk pengoperasian ambulans yang optimal.
3. Tes fungsi rem,
4. Tes fungsi rem parkir (rem tangan).
5. Tes fungsi setir. Periksa fungsi alat penyapu kaca (wiper)
7. Tes fungsi lampu peringatan (warning lights) ambulans.
8. Tes fungsi lampu ambulans lainnya.
9. Periksa fungsi perlengkapan pemanas dan pendingin
10. Periksa cairan perseneling.
11. Operasikan perlengkapan komunikasi
C. Pemeriksaan Persediaan dan Perlengkapan Kompartemen Pasien
Periksa persediaan dan perlengkapan perawatan serta perlengkapan life support.
Pastikan bahwa telah dilakukan pemeriksaan atas setiap peralatan yang harus dibawa dalam
ambulans, dengan mencatat setiap temuan pada laporan pemeriksaan. Peralatan tersebut tidak
sekedar diidentifikasi, namun harus diperiksa pula kelengkapan, keadaan, dan fungsinya.
Beberapa hal yang perlu dilakukan pemeriksaan meliputi:
1. Periksa tekanan tabung oksigen.
2. Pompa bidai udara dan periksa apakah ada kebocoran.
3. Pastikan semua perlengkapan oksigen dan ventilasi berfungsi dengan baik.
4. Periksa juga apakah peralatan penyelamatan berdebu dan berkarat.
5. Nyalakan semua peralatan bertenaga aki untuk memastikan bahwa setrum aki berfungsi
dengan baik.
6. Untuk perlengkapan khusus, seperti defibrilator eksterna otomatis (AED) membutuhkan
pemeriksaan tambahan.
7. Lengkapilah laporan pemeriksaan Anda. Perbaiki segala kekurangan. Ganti barangbarang
yang hilang.
3

8. Di akhir pemeriksaan, bersihkan unit ambulans untuk mengendalikan kemungkinan


adanya infeksi dan untuk memperbaiki tampilan.
II. MENERIMA DAN MENANGGAPI PANGGILAN EMERGENSI
Di berbagai daerah di beberapa negara, seseorang hanya butuh menghubungi 911 untuk
mendapatkan akses ambulans, pemadam kebakaran, atau layanan polisi dalam 24 jam sehari.
Seorang EMD (Emergency Medical Dispathcer/Pengirim Pesan Medis Emergensi) yang
berpengalaman akan mencatat seluruh informasi dari penelepon, mananyakan layanan apa yang
dibutuhkan. Di Jogjakarta diharapkan dengan menelpon 118 maka akan diterima oleh call center
(diharapkan RS Sardjito-sebagai pusat rujukan) sehingga akan dilakukan koordinasi di seluruh
AGD 118 Jogjakarta sehingga layanan ambulance emergency akan segera datang ke lokasi
dengan waktu kurang dari 10 menit.
A. Peran EMD (Pengirim Kabar Medis Emergensi)
Tugas seorang EMD adalah sebagai berikut :
Menanyakan informasi secara lengkap dari penelepon dan menilai tingkat prioritas panggilan
emergensi tersebut.
Memberikan instruksi medis kepada penelepon sebelum ambulans datang dan menyampaikan
informasi adanya panggilan emergensi kepada kru ambulans.
Mengirimkan kabar dan melakukan koordinasi petugas pelayanan kesehatan (termasuk
ambulans gawat darurat)
Berkoordinasi dengan agen keselamatan masyarakat lainnya
Saat menerima panggilan emergensi, seorang EMD harus mampu memperoleh informasi
sebanyak mungkin mengenai situasi dan kondisi kejadian untuk membantu menentukan tingkat
prioritas panggilan. Pertanyaan yang harus diajukan oleh EMD adalah :
1. Di mana lokasi tepat pasien?
2. Nomor telepon yang dapat dihubungi untuk melakukan panggilan balik?
3. Apa masalahnya?
4. Berapa usia pasien?
5. Apakah pasien sadar?

6. Apakah pasien bisa bernafas? Jika pasien sadar dan bisa bernafas, EMD akan mengajukan
pertanyaan tambahan mengenai keluhan utama untuk menentukan tingkat tanggap darurat
yang tepat, hal ini menentukan apakah jenis panggilan termasuk dalam kategori
EMERGENCY atau Non EMERGENCY sehingga menentukan apakah akan dikirim
ambulans respon non emergency dengan kecepatan kendaraan normal atau ambulans
respon emergency (keadaan darurat, lampu dan sirine dinyalakan). Jika pasien tidak bernafas
atau penelepon tidak yakin, EMD akan mengirimkan ambulans tanggap darurat maksimum
dan akan memberikan instruksi medis sebelum ambulans datang termasuk instruksi RJP via
telepon jika didapatkan denyut nadi pasien tidak teraba. Jika panggilan darurat adalah untuk
kecelakaan lalu lintas, serangkaian pertanyaan kunci harus diajukan untuk membantu
menentukan prioritas dan besarnya tanggapan. Melalui interogasi yang baik dengan
penelepon, EMD bisa saja mengirimkan sekaligus satu atau lebih unit ambulans respon
emergency dan beberapa unit ambulans pembantu respon untuk penanganan korban.
7. Berapa banyak dan apa sajakah jenis kendaraan yang terlibat?
8. Berapa banyak kemungkinan korban cedera? Ketika EMD memperoleh informasi dari
penelepon bahwa ada lima orang yang cedera, maka EMD akan mengirimkan dua atau tiga
ambulans dalam saat yang bersamaan. Waktu dan mungkin nyawa, dapat diselamatkan dengan
mengetahui jumlah korban cedera pada kecelakaan/tabrakan.
9. Apakah korban terjebak? Jika korban terjebak, maka dibutuhkan pula pengiriman unit
penyelamat.
III. MENGOPERASIKAN AMBULANS GAWAT DARURAT
A. Syarat Pengemudi Ambulans
1. Sehat secara fisik.
2. Sehat secara mental.
3. Bisa mengemudi di bawah tekanan
4. Memiliki keyakinan positif atas kemampuan diri
5. Bersikap toleran dengan pengemudi lain.
6. Tidak dalam pengaruh obat-obat yang berbahaya.
7. Mempunyai Surat Izin mengemudi yang masih berlaku.
8. Pakai selalu kaca mata atau lensa kontak jika dibutuhkan saat menyetir.
5

9. Evaluasi kemampuan diri dalam menyetir berdasarkan respon diri Anda terhadap
tekanan perorangan, penyakit, kelelahan, dan mengantuk.
B. Aturan ambulans gawat darurat di jalan raya
Setiap negara memiliki undang-undang yang mengatur pengoperasian kendaraan
emergensi. Pengemudi ambulans umumnya dibebaskan dari aturan kecepatan, parkir, larangan
menerobos lampu lalu lintas, dan arah jalan. Namun demikian, peraturan juga menggariskan
bahwa

jika

seorang

pengemudi

ambulans

mengemudikan

kendaraannya

tanpa

memperdulikan keselamatan orang lain, maka harus siap membayar konsekuensinya - bisa
berupa surat tilang, gugatan pengadilan, atau bahkan ditahan untuk beberapa waktu. Berikut
adalah beberapa hal yang mencakup peraturan pengoperasian ambulans:
1. Pengemudi ambulans harus memiliki lisensi mengemudi yang sah dan harus
menyelesaikan program pelatihannya.
2. Hak-hak khusus memperbolehkan pengemudi ambulans untuk tidak mematuhi
peraturan ketika ambulans digunakan untuk respon emergency atau untuk transportasi
pasien darurat. Ketika ambulans tidak dalam respon emergency, maka peraturan yang
berlaku bagi setiap pengemudi kendaraan non-darurat, juga berlaku untuk ambulans.
3. Walaupun memiliki hak istimewa dalam keadaan darurat, hal tersebut tidak
menjadikan pengemudi ambulans kebal terhadap peraturan terutama jika mengemudikan
ambulans dengan ceroboh atau tidak memperdulikan keselamatan orang lain.
4. Hak istimewa selama situasi darurat hanya berlaku jika pengemudi menggunakan alat
alat peringatan (warning devices) dengan tata cara yang diatur oleh peraturan.
5. Sebagian besar undang-undang memperbolehkan pengemudi kendaraan emergensi
untuk:
Memarkir kendaraannya di manapun
Melewati lampu merah dan tanda berhenti.
Melewati batas kecepatan maksimum yang diperbolehkkan selama tidak membahayakan
nyawa dan hak milik orang lain.
Mendahului kendaraan lain di daerah larangan mendahului setelah memberi sinyal yang
tepat, memastikan jalurnya aman, dan menghindari hal-hal yang membahayakan nyawa
dan harta benda.
6

Mengabaikan peraturan yang mengatur arah jalur dan aturan berbelok ke arah tertentu,
setelah memberi sinyal dan peringatan yang tepat.
Apabila terjadi kecelakaan/tabrakan ambulans, sebagian besar peraturan perundanganundangan yang menyidangkan pengemudi di pengadilan akan mengemukakan dua hal
penting. Apakah pengemudi telah memperdulikan keselamatan orang lain selama
mengemudi? Dan apakah saat itu panggilan benar-benar dalam keadaan darurat?
C. Menggunakan Alat-alat Peringatan
Pengoperasian kendaraan emergensi yang aman dapat dicapai hanya jika alat-alat
peringatan dan sirine emergensi digunakan dengan tepat dan dengan mengemudikan kendaraan
secara difensif/hati-hati. Penelitian menunjukkan bahwa supir kendaraan lain bisa saja tidak
melihat atau mendengar suara ambulans hingga berada dalam jarak 50 sampai 100 kaki. Jadi
jangan pernah beranggapan bahwa Anda berada dalam keadaan aman jika sudah menyalakan
lampu peringatan dan sirine.
Sirine. Sirine adalah alat peringatan audio yang paling banyak digunakan dalam pratek
ambulans dan juga paling sering disalahgunakan. Saat menyalakan sirine, pertimbangkan
efeknya yang bisa terjadi baik pada pengendara bermotor lainnya, pasien dalam ambulans,
maupun pengemudi ambulans itu sendiri.
Klakson. Klakson adalah perlengkapan standar pada setiap ambulans. Pengemudi yang
berpengalaman menyadari bahwa penggunaan klakson dengan bijak dapat membuka jalur lalu
lintas secepat sirine. Petunjuk penggunaan sirine diaplikasikan juga untuk penggunaan klakson.
Peralatan Peringatan Visual. Dimanapun ambulans berada di jalan, siang ataupun
malam, lampu depan harus selalu dinyalakan. Hal ini dapat meningkatkan jarak pandang
kendaraan terhadap pengemudi lain. Ketika ambulans berada pada keadaan emergensi untuk
pasien dengan prioritas tinggi, baik dalam perjalanan menuju lokasi kejadian maupun
transportasi ke rumah sakit, semua lampu emergensi harus digunakan. Kendaraan harus
bisa terlihat dari setiap sudut 360 derajat. GUNAKAN LAMPU DAN SIRINE HANYA
UNTUK KEADAAN DARURAT YANG MENGANCAM NYAWA ATAU BAGIAN TUBUH.
D. Kecepatan dan Keselamatan

Pengoperasian ambulan saat mengambil pasien melaju dengan kecepatan 60-80 km/jam
di jalan tol, 40-60 km/jam di jalan biasa, serta lampu rotary dan sirine dinyalakan Saat membawa
pasien
kecepatan 50-60 km/jam di jalan tol, 40-50 km/jam di jalan biasa, lampu rotray dihidupkan sirine
dimatikan. Perawat selalu mendampingi pasien serta komunikasi dengan tempat tujuan bila
mungkin
IV. MEMINDAHKAN PASIEN KE AMBULANS
Pada saat ambulans datang anda harus mampu menjangkau pasien sakit atau cedera tanpa
kesulitan, memeriksa kondisinya, melakukan prosedur penanganan emergensi di tempat dia
terbaring, dan kemudian memindahannya ke ambulans. Pada beberapa kasus tertentu, misalnya
pada keadaan lokasi yang berbahaya atau pasien yang memerlukan prioritas tinggi maka
proses pemindahan pasien harus didahulukan sebelum menyelesaikan proses pemeriksaan
dan penanganan emergensi diselesaikan. Jika dicurigai adanya cedera spinal, kepala harus
distabilkan secara manual dan penyangga leher (cervical collar) harus dipasang dan pasien harus
diimobilisasi di atas spinal board.
Pemindahan pasien ke ambulans dilakukan dalam 4 tahap berikut
1. Pemilihan alat yang digunakan untuk mengusung pasien.
2. Stabilisasi pasien untuk dipindahkan
3. Memindahan pasien ke ambulans
4. Memasukkan pasien ke dalam ambulans
Usungan ambulans beroda (wheeled ambulance stretcher) adalah alat yang paling banyak
digunakan untuk memindahkan pasien ke ambulans.
Stabilisasi merujuk pada urutan tindakan yang dibutuhkan untuk mempersiapkan pasien
sebelum dipindahkan. Pasien sakit atau cedera harus distabilkan agar kondisinya tidak
memburuk. Perawatan luka dan cedera lain yang diperlukan harus segera diselesaikan, benda
yang menusuk harus difiksasi, dan seluruh balut serta bidai harus diperiksa sebelum pasien
diletakkan di alat pengangkut pasien.
Jangan menghabiskan banyak waktu untuk merawat pasien dengan cedera yang sangat
buruk atau korban yang telah meninggal. Pada prinsipnya, kapanpun seorang pasien
dikategorikan dalam prioritas tinggi, segera transpor dengan cepat. Penyelimutan pasien
8

membantu menjaga suhu tubuh, mencegah paparan cuaca, dan menjaga privasi. Alat angkut
(carrying device) pasien harus memiliki tiga tali pengikat untuk menjaga posisi pasien tetap
aman. Yang pertama diletakkan setinggi dada, yang kedua setinggi pinggang atau panggul, dan
yang ketiga setinggi tungkai. Kadang-kadang digunakan empat tali pengikat di mana dua tali
disilangkan di dada. Jika pasien Anda tidak mungkin diangkut dengan tandu misalnya pada
penggunaan spinal board dan hanya bisa diletakkan di atas tandu/usungan ambulans (ambulance
stretcher), maka disyaratkan untuk menggunakan tali kekang yang dapat mencegah pasien
tergelincir ke depan jika ambulans berhenti mendadak.
V. TRANSPORTASI PASIEN KE RUMAH SAKIT
Tranportasi bukanlah sekedar mengantar pasien ke rumah sakit. Serangkaian tugas harus
dilakukan sejak pasien dimasukkan ke dalam ambulans hingga diambil alih oleh pihak rumah
sakit.
A. Mempersiapkan Pasien untuk Transportasi
Tindakan di bawah ini harus diperhatikan dalam mempersiapkan pasien yang akan ditransport:
1). Lakukan pemeriksaan menyeluruh.
2). Amankan posisi tandu di dalam ambulans.
3). Posisikan dan amankan pasien. Selama pemindahan ke ambulans, pasien harus diamankan
dengan kuat ke usungan. Bukan berati bahwa pasien harus ditransport dengan posisi seperti
itu. Perubahan posisi di dalam ambulans dapat dilakukan tetapi harus disesuaikan dengan
kondisi penyakit atau cederanya. Pada pasien tak sadar yang tidak memiliki potensi cedera
spinal, ubah posisi ke posisi recovery (miring ke sisi) untuk menjaga terbukanya jalan
nafas dan drainage cairan. Pada pasien dengan kesulitan bernafas dan tidak ada
kemungkinan cedera spinal akan lebih nyaman bila ditransport dengan posisi duduk.
Pasien syok dapat ditransport dengan tungkai dinaikkan 8-12 inci. Pasien dengan potensi
cedera spinal harus tetap diimobilasasi dengan spinal board dan posisi pasien harus diikat
erat ke usungan.
4). Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu. Tali ikat keamanan digunakan ketika
pasien siap untuk dipindahkan ke ambulans, sesuaikan kekencangan tali pengikat sehingga

dapat menahan pasien dengan aman tetapi tidak terlalu ketat yang dapat mengganggu
sirkulasi dan respirasi atau bahkan menyebabkan nyeri.
5). Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung. Jika kondisi pasien
a. cenderung berkembang ke arah henti jantung, letakkan spinal board pendek atau papan

RJP di bawah matras sebelum ambulans dijalankan. Ini dilakukan agar tidak perlu
membuang banyak waktu untuk meletakkan dan memposisikan papan seandainya jika
benar terjadi henti jantung.
6). Melonggarkan pakaian yang ketat. Pakaian dapat mempengaruhi sirkulasi dan pernafasan.
Longgarkan dasi dan sabuk serta buka semua pakaian yang menutupi leher. Luruskan
pakaian yang tertekuk di bawah tali ikat pengaman. Tapi sebelum melakukan tindakan
apapun, jelaskan dahulu apa yang akan Anda lakukan dan alasannya, termasuk
memperbaiki pakaian pasien.
7). Periksa perbannya.
8). Periksa bidainya. Periksa alat-alat traksi untuk memastikan bahwa traksi yang benar masih
tetap terjaga. Periksa anggota gerak yang dibidai perihal denyut nadi bagian distal, fungsi
motorik, dan sensasinya
9). Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien.
10). Naikkan barang-barang pribadi.
11). Tenangkan pasien. Kecemasan dan kegelisahan seringkali menerpa pasien ketika
dinaikkan ke ambulans. Tidak hanya karena diikat dengan tali pengaman yang kuat atau
karena berada dalam ruangan yang sempit, tapi juga karena merasa tiba-tiba dipisahkan
dari anggota keluarga dan teman-temannya. Ucapkan beberapa patah kata dan
tenangkan pasien dengan cara yang simpatik. Perlu diingat bahwa mainan seperti
boneka beruang dapat berarti banyak untuk menenangkan pasien anak yang ketakutan.
B. Perawatan Pasien selama Perjalanan
Setidaknya minimal seorang perawat yang terlatih PPGD pada ruang pasien dalam satu
ambulans, walaupun sebenarnya dua orang lebih baik. Terkadang Anda hanya akan berada
sendiri bersama pasien. Dalam keadaan ini Anda harus melakukan sejumlah aktivitas berikut
selama dalam perjalanan :
1. Beritahu EMD bahwa Anda telah meninggalkan lokasi kejadian
10

2. Lanjutkan perawatan medis emergensi selama dibutuhkan.


3. Gabungkan informasi tambahan pasien.
4. Lakukan pemeriksaan menyeluruh dan monitor terus vital sign.
5. Beritahu fasilitas medis yang menjadi tujuan Anda.
6. Periksa ulang perban dan bidai.
7. Bersiap untuk menampung muntahan jika pasien merasa mual.
8. Bicaralah dengan pasien, tapi kendalikan emosi Anda.
9. Beri saran kepada pengemudi ambulans untuk mengubah cara menyetirnya.
10. Jika terdapat tanda-tanda henti jantung, minta pengemudi untuk menghentikan
ambulans sementara Anda melakukan Resusitasi dan memberikan AED (defibrilator).
Beri tahu pengemudi untuk menjalankan

ambulans lagi setelah memastikan bahwa

henti jantung telah teratasi. Pastikan bahwa UGD mengetahui adanya henti jantung. Adalah
hal yang sangat membantu jika Anda memang secara rutin selalu meletakkan bantalan keras
di antara matras pelbet (cot) dan punggung pasien yang memiliki resiko tinggi mengalami
henti jantung. Pengemudi yang terlatih Basic Life Support dapat membantu dalam tindakan
resusitasi jantung dan paru.
VI. MEMINDAHKAN PASIEN KE UNIT GAWAT DARURAT
Dampingi staf UGD bila dibutuhkan dan berikan laporan lisan atas kondisi pasien
Segera setelah Anda tidak lagi menangani pasien, siapkan laporan perawatan pra rumah
sakit.
Serahkan barang-barang pribadi pasien ke pihak rumah sakit.
Minta diri untuk meninggalkan rumah sakit
VII. MENGAKHIRI PANGGILAN
Pengoperasian ambulans belum dianggap berakhir hingga seluruh personil dan
perlengkapan yang terdiri dari sistem pengiriman perawatan emergensi pra rumah sakit
(prehospital emergency care delivery system) siap untuk pengiriman berikutnya. Fungsi EMT-Bs
di tahap akhir pekerjaan ini lebih dari sekedar mengganti usungan atau membersihkan ambulans.
Sejumlah tugas lain harus diselesaikan oleh EMT-B saat berada di rumah sakit, selama dalam
perjalanan ke pangkalan, dan setelah tiba di pangkalan.

11

A. Saat di Rumah Sakit


Sementara masih di rumah sakit, kru ambulans harus mulai menyiapkan ambulans untuk
pengiriman berikutnya. Keterbatasan waktu, peralatan, dan ruangan kadang-kadang menghambat
permbersihan ambulans saat berada di rumah sakit.
1. Bersihkan dengan cepat ruang pasien dengan menggunakan sarung tangan industry (heavy
duty-dishwahing style gloves).
Bersihkan darah, muntahan, dan cairan tubuh lainnya yang mengering di lantai.
Buang sampah-sampah seperti bungkus perban, balut yang sudah dibuka walaupun belum
dipakai, dan barang-barang sejenis.
Kain linen dan selimut besar yang kotor dapat dicuci dan digunakan kembali.
Gunakan pengharum ruangan untuk menetralisir bau muntah, urin, atau tinja.
Berbagai macam semprotan dengan berbagai tingkat tersedia untuk tujuan ini.
2. Siapkan perlengkapan pernafasan.
3. Ganti barang-barang yang telah digunakan
4. Memperbaiki usungan ambulans
B. Dalam Perjalanan ke Pangkalan
Perhatian harus lebih diberikan agar ambulans dapat kembali ke pangkalan dengan aman.
Pengemudi ambulans biasanya dapat melaksanakan semua saran untuk mengoperasikan
kendaraan dalam perjalanan ke rumah sakit dengan aman tetapi mengabaikannya saat perjalan
kembali ke pangkalan.
1. Kabarkan lewat radio bahwa ambulans Anda dalam perjalanan kembali ke pangkalan
dan bahwa anda siap (atau tidak siap) untuk pengiriman selanjutnya.
2. Alirkan udara terbuka ke dalam ambulans jika diperlukan.
3. Perhatikan indikator bahan bakar, isi ulang bahan bakar jika indicator menunjukan
batas tertentu.
C. Di Pangkalan
1. Letakkan linen yang terkontaminasi berat pada wadah bahan-bahan berbahaya dan letakkan
linen yang tidak terkontaminasi di wadah biasa.
2. Jika memang dibutuhkan, bersihkan segala perlengkapan yang disentuh pasien.
12

3. Bersihkan dan disinfeksi perlengkapan bantuan pernafasan dan perawatan inhalasi yang
tidak sekali pakai tetapi sudah dipakai.
4. Bersihkan dan sanitasi kompartemen pasien.
5. Ganti pakaian yang ternoda.
6. Ganti perlengkapan dalam ambulans yang telah digunakan dengan barangbarang serupa
yang diambil dari ruang logistik di pangkalan.
7. Ganti atau isi ulang silinder oksigen tergantung pada prosedur layanan anda.
8. Ganti perlengkapan perawatan pasien.
9. Lakukan prosedur pemeliharaan kendaraan pasca pemakaian apabila disyaratkan.
masalahnya atau jika tidak mungkin diperbaiki langsung, segera minta yang memilki otoritas
untuk menyadari hal tersebut.
10. Bersihkan kendaraan.
11. Lengkapi form laporan yang belum selesai sesegera mungkin
12. Laporkan kesiapan unit ambulans untuk memberikan pelayanan
TRANSPORTASI PADA PASIEN KRITIS
Transportasi pasien atau memindahkan pasien dari satu tempat ke tempat lain
seringkali diperlukan, namun perlu diingat bahwa pasien dengan sakit yang kritis tidak
mempunyai atau hanya mempunyai sedikit cadangan fisiologik. Sehingga pemindahan
pasien kritis dapat menimbulkan problem yang besar. Alasan itulah maka pemindahan
pasien kritis memerlukan perencanaan yang cermat serta pengawasan yang ketat.

Pedoman Transportasi Pasien Kritis


Pemindahan pasien kritis dengan aman didasarkan atas 5 pedoman, yaitu:

1.

perencanaan

2.

sumber daya manusia

3.

peralatan

4.

prosedur

5.

lintasan.

Kategori Transportasi Pasien


13

1.

Transportasi intra mural (pemindahan dalam satu lingkup RS).

2.

Transportasi ekstra mural (pemindahan di luar RS). Ada 3 jenis pemindahan:

3.

a.

Pre RS (primer): dari tempat kejadian ke RS.

b.

Inter RS (sekunder) Pemindahan dari RS ke RS lain.

c.

International : Jarak Iebih dari 5.000 km.

Kategori Transportasi lainnya.


a.

Transportasi Neonatus/anak.

b.

Transportasi pada pasien yang mengalami kecelakaan sewaktu menyelam.

c.

Transportasi pasien ICU pada saat kebakaran.

A. Transportasi Intra Mural


Pemindahan pasien dalam lingkungan RS seringkali diperlukan, sebagai
contoh dari UGD, kamar operasi atau dan ruangan lain yang akan masuk ke ICU,
ataupun untuk keperluan diagnostik. Pemindahan pasien dalam lingkungan RS
relatif

sederhana,

meskipun

pada

keadaan

darurat

tetap

harus

diperhatikan/diantisipasi.
Keuntungan dan intervensi pemindahan pasien harus mempertimbangkan
resiko dan pemindahan tersebut, lebih-lebih pada pasien kritis. Langkah-langkah
pemindahan pasien harus ditata dengan baik, sehingga dapat terhindar dan bahaya
baru atau resiko lain.

Perencanaan
Perencanaan harus ditetapkan sebagai protokol dan dibuat sejelas mungkin.
Perawatan selama pemindahan harus sebanding dengan perawatan selama di
ruangan. Waktu pemindahan harus ditetapkan. Termasuk rute perjalanan yang
akan dilewati. Komunikasi antar petugas untuk koordinasi mempunyai
peranan penting. Perencanaan yang salah akan menyebabkan ketidak efektifan
dan memperpanjang atau memperlama perjalanan pemindahan.

Sumber Daya Manusia


Jumlah tenaga, ketrampilan/skill petugas harus dipertimbangkan sesuai dengan
kondisi pasien yang dipindahkan. Tim transportasi merupakan kombinasi dari
14

dokter, perawat dan profesi lain yang terkait. Setiap anggota tim harus
familiar terhadap peralatan yang digunakan, mempunyai kemampuan serta
berpengalaman mengenali dan mengatasi masalah, seperti kemampuan untuk
pembebasan jalan nafas, ventilasi, resusitasi ataupun tindakan kedaruratan lain.
Di dalam tim harus ada pembagian tugas yang jelas, sehingga memudahkan
prosedur.

Peralatan
Peralatan selama pemindahan harus tetap berfungsi sampai tempat tujuan.
Peralatan harus mudah penggunaannya, dan tidak dibenarkan peralatan
diletakkan pada pasien atau dibawa oleh petugas. Peralatan yang dibawa
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pasien. Monitor EKG, denyut nadi
dan tensi diperlukan oleh setiap pasien (kecuali pada pemindahan pasien
dalam proses penyembuhan ke bangsal perawatan biasa).
Monitor respirasi, oksimetri, alat defebrilasi dan suction harus disediakan
pada pasien yang tergantung pada ventilator atau pasien yang unstabil. Ventilator
portable akan memberikan ventilasi yang lebih konsisten dibandingkan
dengan kantong Resusitator manual.
Monitor tekanan darah otomatis non invasif dan pompa imfus sangat
dibutuhkan. Kotak emergency kit berisi obat-obat emergency analgetik, sedatif,
pelumpuh otot dan intubasi set sangat membantu untuk mengatasi masalah
masalah darurat yang mungkin terjadi selama tindakan transportasi pasien.
Peralatan yang menggunakan arus listrik harus tetap berfungsi. Selama
perjalanan, bila perlu membawa baterai cadangan.
Peralatan yang terpasang pada pasien seperti drainage, WSD, infus line,
catheter harus dipastikan dalam keadaan aman selama perjalanan. Semua
peralatan tersebut harus siap pakai dan diperiksa secara teratur.

Prosedur
Tim transport harus terbebas dari tugas lain. Petugas penerima telah siap sebelum
pemindahan dimulai, waktu kedatangan diketahui dengan jelas. Sebelum
15

berangkat alat-alat siap, perbaikan pasien dapat dilakukan misalnya, pemberian


sedatif, mengganti cairan infus, transfusi yang habis, memastikan obat-obat
motorik telah masuk ke dalam infus, dan sebagainya. Pemberian transpot
tidak boleh mengabaikan pengobatan dan perawatan dasar pasien.

Lintasan
Tempat tidur/brancard, peralatan dan petugas dengan aman dapat
melewati seluruh rute perjalanan. Jika tempat tidur tidak dapat melewati rute
misal pintu/lift gunakan brancard. (Kelemahan brancard tidak cukup membawa
alat yang dibutuhkan). Hindari trauma pada pasien atau petugas selama
memindahkan pasien.
Lift barus digunakan selain pengunjung/wartawan sebelum memindahkan
pasien sehingga tidak menghambat perjalanan. Gerakan dan getaran yang kasar
harus diminimalkan. Status pasien diperiksa setiap interval tertentu. Segala
perubahan keadaan pasien atau kondisi kritis yang mungkin terjadi dicatat.
Pemindahan pasien dapat menggunakan temapat tidur dengan catatan
tempat tidur beserta petugas dapat masuk lift dan dengan aman dapat melewati
seluruh rute.

B.

Transportasi Ekstra Mural

Perencana
Koordinasi dan komunikasi yang baik antar tim evaluasi, tim ambulans dan
petugas pada kedua tujuan akhir adalah sangat penting. Komunikasi yang
kurang akan membatasi penyebaran informasi yang jelas dan memungkinkan
petugas spesialis kurang dapat mempertimbangkan dengan tepat akan adanya
situasi yang kritis. Saluran telepon dan faksimile mengenai resusitasi atau
pelaksanaan pasien kritis sebelum tim evaluasi tiba.

Sumber Daya Manusia


Semua anggota tim harus mempunyai kemampuan dan pengalaman dalam
diagnostik dan resusitasi. Petugas yang biasa terkena mabuk perjalanan sebaiknya
16

menghindari

misi

ini.

Mabuk

perjalanan

bagi

pasien

juga

perlu

diperhitungkan, karena dapat menyebabkan aspirasi. Medikasi yang paling


efektif untuk mabuk perjalanan adalah Hydrobromide Hyosine (Skopolamine)
berefek selama 4 jam pertama perjalanan. Suntikan transdermal dapat berefek
selama 8 jam. Efek sampingnya adalah sedasi, mulut kering dan distromia.

Peralatan
Peralatan secara umum yang diperlukan antara lain tempat tidur/brancard yang
aman selama perjalanan, kotak medis dengan berat di bawah 40 kg. Peralatan
untuk proteksi petugas seperti sarung tangan, masker, dan sebagainya.
Apabila menggunakan peralatan elektronika harus dilengkapi dengan baterai
cadangan untuk 2 kali perhitungan. Alat komunikasi jarak jauh. Peralatan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

Prosedur
Penilaian pasien di tempat kejadian meliputi Airway, Breathing,
Circulation dan resusitasi ditambah koreksi suhu dan biokimia. Lakukan intubasi
jika perlu di luar kendaraan. Tanda-tanda vital/data-data penting seperti AGD,
X Ray dilakukan sebelum berangkat dan dilakukan cross cek golougan darah.
Pasien yang gelisah mungkin perlu diberikan sedasi.
Perhatikan selang drainase ketika mengangkat pasien. Tercabutnya selang
drainase dapat menambah resiko pneumothoraks. Kateter IV lebih baik dipasang
jauh dari persendian dan terjamin keamanannya. Jalur vena sentral mungkin
dibutuhkan. Penggunaan infus pump dapat mengurangi terputusnya aliran infus.
Infus dengan tekanan dapat diindikasikan untuk penggantian volume cairan
yang darurat. Obat-obat IV dipersiapkan dan diberi label dengan baik
sebelum digunakan. Jika nanti dihentikan harus diperhitungkan kejadian
hipoglikemia harus dicegah dengan memberikan infus dekstrose 10 % dan
monitor gula darah. Syringe pump dapat mengontrol pengaturan obat dan cairan
dengan baik selama perjalanan.

17

Passage

Transportasi udara digunakan untuk lintas kota atau medan yang berat,
darat biasa digunakan untuk daerah perkotaan, atau daerah yang memungkinkan.
Pesawat udara menjadi pilihan untuk sebagian besar sistim medik darurat, baik
helikopter ataupun pesawat. Masalah utama penggunaan transport udara adalah
ketinggian

yang

menyebabkan

berkurangnya

tekanan

parsial

oksigen,

meningkatnya tekanan gas di ruang tertutup, dan menurunnya suhu udara.


Pasien yang mungkin terganggu dengan ketinggian (hipoksemia berat)
dapat diberikan oksigen 100 % dan diterbangkan dengan ketinggian serendah
yang diijinkan. Posisi melintang akan memberikan perubahan terkecil pada
cairan tubuh, tetapi hanya sedikit alat transportasi yang mempunyai ruang untuk
ini. Ada beberapa problem penting yang dapat terjadi dalam perjalanan antara
lain:

C.

Brankard pasien tidak sesuai dengan kendaraan yang digunakan.

Lingkungan atau cuaca yang tidak baik.

Ketidaknyamanan perjalanan, terik matahari, malam hari.

Getaran dan suara bising.

Transportasi Khusus
a.

Transportasi pada Neoratus


Inkubator biasanya besar dengan berat 80 kg, dan menggunakan tenaga 200 W
(menggunakan AC atau DC) untuk hemostatis suhu dan sekitar 20 W untuk
monitoring. Kegunaan dan gas medis serta energi listrik disediakan di kendaraan
adalah untuk mengurangi silinder gas dan tenaga baterai konservatif yang harus
dibawa.

Aeronudical

transport

adalah

penting

untuk

mengatur

Fi02,

meminimalkan resiko terjadinya fibroplasia retrolental.


b.

Transportasi pada Pasien yang mengalami kecelakaan sewaktu menyelam


Pasien dengan nyeri dikompresi atau emboli gas arterial tidak dapat ditolelir

walau kedalamannya rendah (100-200 m), karena gelembung yang meluas akan
mengakibatkan eksaserbasi gejala klinis. Untuk perjalanan udara, sebagian besar
18

pasien dengan kecelakaan di saat menyelam diberi oksigen 100 % dengan masker
wajah, dan dievaluasi dengan kecepatan penuh pada tekanan permukaan air laut ke
unit hiperbarik yang dapat dipindahkan, dapat dibawa ke tempat kejadian, tetapi
beberapa modelnya dapat menimbulkan beberapa masalah pembawaan, dan
kurangnya ruangan untuk membawa.
c.

Transportasi Pasien ICU bila terjadi kebakaran


Penyebab kematian terbesar adalah inhalasi asap dan keracunan CO serta
Sianida. Konsekuensmya, ketika timbul kebakaran di dalam/di dekat Ruang
ICU, pertama-tama petugas harus memindahkan pasien yang bernafas spontan.
Pasien

dengan

ventilasi

mempunyai

suplai

udara

sendiri

dan

dapat

dipindahkan belakangan dimana asap telah menginfiltrasi masuk. Lift tidak


boleh digunakan.
Beberapa hal prinsip dalam pemindahan pasien perlu mendapat perhatian, antara lain:
1.

Jelaskan pada pasien jika memungkinkan.

2.

Stabilisasi pasien seoptimal mungkin sebelum berangkat.

3.

Harus terencana,jangan tergesa-gesa.

4.

Pertahankan stabilitas selama perjalanan.

5.

komunikasi yang adekuat antara pengirim dan penerima.

LAMPIRAN

Alat-alat
Peralatan untuk transportasi intra mural, antara lain:
1.

Oksigen

2.

Ventilator manual

3.

Pleura drainase (WSD)


19

4.

Urin bag dan drai yang lain

5.

Defibrilator lengkap monitor EKG

6.

Pace maker biasanya external pacing

7.

Cairan infus

8.

Alat dialisis (CAVH, CVVH)

9.

Pulse oksimetri

10.

Termogulation (pelindung dari hawa dingin)

11.

Emergency kit

12.

Cadangan baterai

13.

Alat monitor (EKG, tekanan darah invasif, respirasi, oksimetri, suhu dll).

Peralatan untuk ekstra mural, antara lain:


1.

Respirasi
Airways, ambubag

dengan

mask, ventilator

portable lengkap,

simple spirometer.
Alat intubasi : ETT, laringskope, magil forceps, yunger suction, tracheostomi
tube.
Pleura drainase : kateter, trocar, kanul vena besar, scapel howard kelly forceps,
heimlich valves, drainase bag, set jahit kulit Nebulizer.
2.

Sirkulasi
Monitor, defibrilator, pulse oksimetri, spygnomanometer, tensimeter, kateter
vena perifer atau sentral, cairan kristaloid, kateter arteri dan set monitor, spuit,
infus pump atau syringe pump.

3.

Gastrointestinal: NGT dengan bag.

4.

Renal :Dower catheter/kondom dengan bag.

5.

Umum: Lampu senter, plester, label, gunting, antiseptik, pakaian dll.

6.

Obat-obatan

Obat-obatan sirkulasi.

Inotropik

Atropin

Beta bloker

Neostigmin
20

7.

Antri aritmia

Antiliipertensi

Deuretic

Potasium

Magnesium

Sodium bicarbonat

Calcium cloride

Glucosa hipertonic

Penisilin atau yang lam

Heparin

Vitamin K

Oxitocin

Bronchodilator

Narkotik

Narkotik antagonis

Antikonvulsi

Sedatif

Neuromuskuler bloker

Anti emetik

Anestesi lokal

General anestesi

Alat lain: Termometer dan alat lab sederhana.


DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeon, Advanced Trauma Life Support, Edisi 6. 1997


Barnes TA, Boudin MB, Cardiopulmonary Resuscitation in: Burton GG, Hpdgkin JE,
Ward JJ eds. Respiratory Care : a guide to clinical practice 4th ed. New York : JB Lippincot
Campany, 1997
Bisono, Pusponegoro AD, Luka, trauma, syok dan bencana, Dalam Sjamsuhidayat R,
Cummins, Richard O, MD, MPH, MSc, Advanced Cardiac Life Support, American Heart
Association, 1999
21

Carley S, Mackway-Jones K, 2005 : Major Incident Medical Management and Support,


Blackwell Publishing Ltd.
Departemen Kesehatan RI 2007 : Standar Internasional Penanganan Bencana Bidang Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI 2000, Standar Pelayanan Gawat Darurat RS.
Depkes RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu (SPGDT), Jakarta 2005
Eliastam M, Sternbach GL, Bresler MJ. Penuntun Kedaruratan Medis. Edisi 1. Jakarta: EGC,
2000
Forster SL. How the Law Affects the Practice of Emergency Medicine. In :
Emergency Medicine. The principles of practice ed. By Fulde GWO. Third edition. MacLennan
& Petty Oty Limited-Sydney 1998.
Jatremski MS, Dumas M, Penalver L. Penuntun Kedaruratan. Edisi 1. Jakarta: EGC, 1995
Jeff Jones 2006, NIMS Incident Command System Field Guide, Informed Tigard, Oregon
Knighton D, Locksley RM, Mills J. Tindakan-tindakan gawat darurat. Edisi 3. Jakarta: EGC,
1995
OKeefe MF, Limmer D, Grant HD, Murray RH, Bergeron JD, Emergency Unit, Brady, edisi 8,
1998
Purwadianto A, Sampurna B. Kedaruratan Medik. Jakarta: Bina Rupa Aksara, 2000
Pusat pendidikan dan Pelatihan RS Harapan Kita. Materi Kursus Advanced Cardiac Life
Support.
Samuel M. Keim. Emergency Medicine On Call. Lange Medical Books/McGraw-Hill2004.
Te oh, 1990, Sydney London Boston Singapore Toronto Wellington, Intensive Care Manual,
Third Edision.

22

You might also like