You are on page 1of 25

1

BAB I
PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di
dalam darah (Harijanto, 2006). Pada tahun 2012, insiden malaria di seluruh dunia
diperkirakan sebanyak 207 juta dengan jumlah kematian sekitar 627.000 (WHO,
2014). Di Indonesia, dari 2010-2012, kasus malaria terus meningkat, yaitu
berturut-turut 3.089.222, 3.174.612, dan 3.534.331 dengan jumlah kematian
berturut-turut 432, 388, dan 252 kasus. Walaupun jumlah kematian yang tercatat
relatif membaik, sebuah penelitian memperkirakan bahwa kematian lebih dari
10.000 per tahun (Herdiana et al, 2013 dalam Paisal dan Indriyati, 2014).
Selama ini dikenal empat jenis plasmodium yang dapat menginfeksi
manusia, yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium
malariae, dan Plasmodium ovale (Harijanto, 2006). Tetapi beberapa dekade
terakhir, ditemukan jenis plasmodium kelima yang dapat menginfeksi manusia
yaitu Plasmodium knowlesi. Gejala klinis akibat infeksi P. knowlesi mirip dengan
gejala malaria lainnya, tetapi pada malaria knowlesi keluhan gastrointestinal dan
trombositopenia lebih menonjol. Parasit ini juga memiliki kemampuan untuk
bereproduksi setiap 24 jam di dalam darah dan hal ini dapat berpotensi
menyebabkan kematian (Singh et al., 2004). Angka kematian malaria knowlesi
berkisar 1-2% (Lee et al., 2011). Penegakan diagnosis malaria ini masih tergolong
sulit karena gejala yang ditimbulkan mirip dengan malaria yang disebabkan oleh
P. falciparum sedangkan pemeriksaan apusan darah tipis dan tebal menunjukkan
penampakan yang mirip dengan P. malariae. Sehingga biasanya dilakukan
pemeriksaan lanjutan secara molekuler dengan menggunakan PCR untuk
memastikannya (Lee et al., 2011).
Penyebaran P. knowlesi pada manusia yang dapat menyebabkan
komplikasi fatal mengharuskan diagnosis dan pengobatan dilakukan secara cepat.
Sehingga referat ini penting untuk mengetahui morfologi P. knowlesi hingga
tatalaksananya.

BAB II
PLASMODIUM KNOWLESI
2.1

Sejarah Ditemukannya Plasmodium knowlesi


Plasmodium knowlesi pertama kali ditemukan oleh Giuseppe Franchiti

(1927) ketika dilakukan pemeriksaan darah Macaca fascicularis dan terdapat


perbedaan dengan Plasmodium cynomolgi dan Plasmodium inui (Singh et al.,
2004). Kemudian dilanjutkan penelitian oleh Campbell (1931) terhadap Macaque
berekor panjang yang diimpor dari Singapura ke Calcutta School of Tropical
Medicine and Hygiene di India. Campbell bekerja sama dengan Napier. Napier
menginokulasikan strain ke 3 ekor monyet, dimana salah satunya mempunyai
rhesus macaque (Macaca mullata), yang menjadi terinfeksi. Mengetahui hal
tersebut Protozoological Department mencari strain malaria pada monyet tersebut.
Mereka mengirimkan monyet yang terinfeksi ke Biraj Mohan Das Gupta, asisten
dari Robert Knowles. Tahun 1932, Knowles dan Das Gupta mendeskripsikan
species ini untuk pertama kalinya dan ditunjukkan bahwa bisa ditransmisikan ke
manusia melalui darah, tetapi tidak memberikan nama untuk species ini. Species
ini dinamai oleh Sinton dan Mulligan (1932) sebagai P. knowlesi. Awal tahun
1930-1955, P. knowlesi digunakan sebagai agen piretik untuk mengobati pasien
dengan neurosifilis (Singh et al., 2004).
Tahun 1957, Garnham et al. mengatakan bahwa P. knowlesi bisa menjadi
species kelima yang menyebabkan endemik malaria pada manusia. Pada tahun
1965, kasus infeksi pertama malaria knowlesi terhadap manusia dilaporkan terjadi
pada warga Amerika yang baru kembali bekerja dari hutan di Peninsular Malaysia
(Haynes et al., 1988). Awalnya parasit ini diidentifikasi sebagai P. falciparum,
baru satu hari kemudian diidentifikasi sebagai P. malariae dan terakhir
dikonfirmasi menjadi P. knowlesi, setelah darah yang terinfeksi diinokulasi ke
rhesus monyet (Singh et.al, 2004).
Tahun 1971, kasus kedua, dilaporkan warga Malaysia terinfeksi P.
knowlesi yang kemudian infeksi menyebar ke daerah Kapit, Sarawak, Malaysia
Borneo (Singh et al., 2004). Seiring perkembangan, P. knowlesi dan P. malariae

yang mirip secara morfologi dapat dibedakan dengan deteksi molekular. Sejak
2004, terjadi peningkatan kasus P. knowlesi pada manusia di beberapa negara Asia
Tengggara, termasuk Malaysia, Thailand, Singapura, Pilipina, Vietnam, Myanmar,
dan Indonesia (Vytilingam et al., 2008).
2.2

Gambaran Umum Plasmodium knowlesi


Plasmodium knowlesi merupakan parasit dari genus Plasmodium yang

menginfeksi monyet berekor panjang (Macaca fascicularis). Studi terbaru


melaporkan bahwa telah ditemukan kasus P. knowlesi yang menginfeksi manusia.
Sehingga parasit ini merupakan parasit kelima yang dapat menyerang manusia.
Tabel 1. Taksonomi
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Protista
: Apicomplexa
: Aconoidasida
: Haemosporida
: Plasmodiidae
: Plasmodium
: P. knowlesi

Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Plasmodium_knowlesi
Plasmodium ini sebenarnya ditemukan pada kera ekor panjang (Macaca
fascicularis), kera ekor babi (Macaca nemestrina), dan langur (Presbytis
melalophos) (Alias et al., 2014). Vektor P. knowlesi adalah nyamuk grup
Leucosphyrus yaitu Anopheles latens dan Anopheles cracens (Coatney et al,
2003). Peningkatan penularan P. knowlesi pada manusia terjadi di seluruh negara
di Asia Tenggara, kecuali Laos. Di Indonesia, hingga tahun 2012 telah ditemukan
empat kasus malaria P. knowlesi pada manusia di Kalimantan Selatan. Penelitian
tahap pertama telah dilakukan pada tahun 2013 di Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Selatan dengan hasil yang menunjukkan angka infeksi malaria P.
knowlesi pada manusia di kedua provinsi tersebut adalah 0,7 % (2 positif di antara
290 yang diperiksa) (Ompusunggu, 2014).

2.3

Epidemiologi
Infeksi P. knowlesi banyak terdapat di Asia Tenggara (Singh et al., 2013).

Kasus terbanyak terdapat di Malaysia, terutama di negara bagian yang terletak di


pulau Kalimantan. Bahkan, lebih dari 50% kasus malaria akibat infeksi P.
knowlesi dirawat di rumah sakit di Wilayah Kapit, Negara Bagian Serawak (Singh
et al., 2010). Pada mulanya berdasarkan pemeriksaan mikroskopis, kasus malaria
tersebut diduga disebabkan oleh P. malariae. Tetapi ketika diperiksa dengan
pemeriksaan PCR, diketahui bahwa sebagian besar kasus disebabkan oleh P.
knowlesi (Singh et al., 2004). Selain di Malaysia, di negara Asia Tenggara lainnya
juga dilaporkan terjadi kasus malaria akibat infeksi P. knowlesi. Negara tersebut
adalah Indonesia, Thailand, Kamboja, Vietnam, Filipina, dan Singapura
(Luchavez et al., 2008). Penderita malaria knowlesi umumnya adalah orang-orang
yang beraktifitas di dalam hutan maupun yang tinggal di sekitar hutan (Jiram et
al., 2012). Ditinjau dari jenis pekerjaan, yang banyak terserang adalah petani atau
pekerja perkebunan. Sedangkan dari segi usia, dilaporkan dapat mengenai bayi
berusia 6 bulan sampai dengan orang tua berusia 82 tahun (Singh et al., 2004).
Walaupun demikian, usia yang banyak terinfeksi adalah antara 16-45 tahun (Singh
et al., 2004). Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak menderita malaria
knowlesi dibandingkan dengan wanita. Hal ini disebabkan oleh aktifitas di hutan
atau kebun lebih banyak dilakukan oleh laki-laki dan mereka yang berusia
dewasa.

Gambar 1. Distribusi malaria knowlesi


Sumber: Singh, B., and Daneshvar, C. (2013). Human Infections and Detection of
Plasmodium knowlesi. Clinical Microbiology Reviews, 26(2), 165184.
doi:10.1128/CMR.00079-12
2.4

Siklus Hidup P. knowlesi


Siklus hidup P. knowlesi hampir sama dengan Plasmodium lainnya. Siklus

hidup terbagi menjadi dua, yaitu fase seksual eksogen (sporogoni) yang terjadi
pada tubuh nyamuk Anopheles, dan fase aseksual endogen (skizogoni) yang
berlangsung di dalam tubuh inang vertebrata. Perbedaan utama P.knowlesi dengan
spesies Plasmodium manusia lainnya adalah siklus replikasi pada eritrosit. Jika P.
falciparum dan P. vivax adalah 48 jam, P. malariae adalah 72 jam, dan P. ovale
adalah 50 jam, maka P. knowlesi memiliki siklus terpendek yaitu 24 jam. Oleh
karena itu, P. knowlesi disebut juga malaria quotidian. Akibat replikasi pada sel
darah merah yang 24 jam maka akan menghasilkan densitas parasit yang banyak
di dalam darah dengan periode waktu yang pendek (Cox Singh et al., 2008). Hal
ini bisa berpotensi kematian jika tidak diobati dengan cepat. Tetapi siklus ini dapat

menjadi tidak jelas jika perkembangan parasit pada eritrosit terjadi secara
asinkronous (Singh et al., 2013).
Siklus hidup P. knowlesi (Manson, 1987): merozoite trophozoite
schizont merozoite. Tahap-tahap ini secara mikroskopis tidak bisa dibedakan
dari P. malariae dan fase trophozoit awal mirip dengan P.falciparum. Fase pada
tubuh nyamuk: Nyamuk akan menghisap gametosit, yang telah dibentuk di tubuh
host. Ada microgametosit (gametosit jantan) dan makrogametosit (gametosit
betina). Gametosit matur ini kemudian akan berfertilisasi membentuk zigot
didalam lambung nyamuk. Zigot yang matur akan menjadi ookinet, kemudian
menjadi ookista. Akhirnya, ookista yang matur akan melepaskan sporozoit dan
dibawa ke kelenjar ludah nyamuk. Kesimpulan: gametocyte (microgamete or
macrogamete) zygote ookinete oocyst sporozoites.
Pada tubuh manusia: tahap eksoeritrosit (di hepar), sporozoit masuk ke
tubuh manusia ketika nyamuk mulai menggigit manusia tersebut kemudian
sporozoit dibawa ke hepar melalui aliran darah dan terjadi reproduksi aseksual
menjadi merozoit melalui schizont di sel hepar. Hipnozoit pada hepar tidak
ditemukan. Kesimpulan: sporozoites schizonts merozoites. Pada tubuh
manusia: tahap eritrosit, merozoite dilepaskan ke aliran darah untuk menginfeksi
eritrosit. Didalam sel darah merah, merozoit berkembang menjadi trophozoit,
yang kemudian akan menjadi matur menjadi schizon yang ruptur kemudian
melepaskan merozoit dan yang lain berkembang menjadi microgametosit atau
makrogametosit. Gametosit ini akan tetap di dalam darah hingga manusia itu
digigit oleh nyamuk. Kesimpulan: Merozoite trophozoite schizont
merozoites.

Gambar 2. Siklus Hidup


Sumber: http://www.cdc.gov/malaria/about/biology/

Gambar 3. Penularan P. knowlesi


Sumber: www. Link springer.com

2.5

Morfologi
Morfologi P. knowlesi mempunyai gambaran yang mirip dengan P.

malariae.

Gambar 4. Morfologi P. malariae


Sumber: http://diagnosticparasitology.weebly.com/malaria.html
Ring Form:

Ukuran lebih kecil dari P. vivax.

1/6 dari ukuran RBC

Chromatin dot penuh

Vacuole terlihat filled in.

Tahap awal pigment

Trophozoit:

Tropozoit muda ditemukan sebagai cincin kompak dalam sel-sel yang


mengandung titik James. Cincin trofozoit tetap kompak karena mereka
mengembangkan dan menunjukkan sedikit bagian amoeboid secara umum.
Butiran kecil pigmen yang tersebar dapat dilihat dalam mengembangkan trofozoit
sebagai trofozoit yang telah jatuh. Akhir trofozoit bulat dan konsolidasi dengan
peningkatan sitoplasma.

Non-ameboid solid sitoplasma berbentuk bulat, oval, band, atau bar.

Sitoplasma mengandung dark brown pigment kasar yang menyerupai


material chromatin material.

Vacuoles tidak terlihat pada tahap matur.

Schizont:

Stadium skizon dari sediaan darah penderita merozoit 6-12 (rata-rata 8),
tersusun simetris, pigmen coklat kekuningan.
Schizont immatur: mirip dengan P. vivax, hanya lebih kecil dan
mengandung sentral granul.
Schizont matur: 6 sampai 12 merozoites tersusun rossette atau clusters
tidak teratur, brown-green pigment kemungkinan terlihat.
Gametosit:

10

Pada gametosit matang berbentuk bulat, mengisi dua pertiga dari sel darah
merah. Sel merah sedikit diperbesar, berbintik, dan berisi pigmen yang memiliki
pengaturan yang berbeda rodlets konsentris, terutama di pinggiran.

Gambar 5. Morfologi dari P. knowlesi


Sumber: http://diagnosticparasitology.weebly.com/malaria.html
Ring Form:

Sitoplasma halus

1 sampai 2 chromatin dots

Kadang-kadang bentuk accole

11

Trophozoit:

Sitoplasma kompak

Cromatin besar

Kadang berbentuk band

Kasar, dark-brown pigment

Schizont:

Tahap matur sampai 16 merozoites dengan nukleus besar

Cluster disekitar massa kasar, dark-brown pigment

Kadang-kadang rosettes

Tahap matur merozoites terlihat segmented

Gametosit:

Bulat sampai oval

Kompak, hampir memenuhi RBC

Chromatin kompak

Eksentrik (makrogametosit)

Lebih diffus (mikrogametosit)

12

Scattered brown pigmen

Gambar 6. Morfologi P. knowlesi pada apusan darah tipis dengan


pewarnaan Giemsa.
Keterangan: Eritrosit yang terinfeksi tidak membesar, lacked Schuffner stippling,
dan mengandung banyak pigmen. Contoh gambaran trophozoite (AF), schizont
(G), dan gametosit (H). Scale bars = 5 m.
Sumber: Hellemond, Koelewijn, Verweij, and Cocken. 2009. Human Plasmodium
knowlesi Infection Detected by Rapid Diagnostic Tests for Malaria. Vol.
15 No 9. Emerging Infections Diseases.(www.cdc.gov/eid)

13

Gambar 7. Apusan darah sebelum pengobatan (A-C) dan 1 hari setelah


pengobatan (D)
Keterangan: Panah merah menunjukkan parasit dengan bagian chromatin dots,
panah hitam menunjukkan parasit dengan chromatin dot didalam ring form (A).
Ditemukan multipel infeksi (B). Panah biru menunjukkan Compacted band dari
trophozoit. P. knowlesi bentuk amoeboid ditunjukkan dalam gambar (C).
Karakteristik golden-brownish pigments bisa dilihat di dalam parasit.
Sumber: Lee et al. 2013. Hyperparasitaemic human Plasmodium knowlesi
infection with atypical morphology in peninsular Malaysia. Malaria
Journal, 12:88. (http://www.malariajournal.com/content/12/1/88).
2.6

Vektor
Vektor P. knowlesi adalah nyamuk Anopheles dari grup Leucosphyrus.

Nyamuk ini tersebar di negara Asia Tenggara (Collins et al., 2012). Nyamuk dari
grup lain sampai saat ini belum dilaporkan dapat menularkan P. knowlesi. Grup
Leucosphyrus terdiri dari kompleks Dirus (tujuh spesies) dan kompleks
Leucosphyrus (empat spesies). Nyamuk grup ini termasuk ke dalam golongan

14

nyamuk hutan, tetapi kadang-kadang ditemukan pada pinggiran hutan, lahan


pertanian, dan tempat yang lebih terbuka (Manguin et al., 2008). Spesies dari grup
Leucosphyrus yang terbukti dapat menularkan P. knowlesi ke manusia adalah
Anopheles latens dan Anopheles cracens. Tan et al., 2008 menemukan bahwa
Anopheles latens tertarik menggigit manusia maupun kera. Di hutan, waktu
menggigit mulai pukul 18.00 dan puncak waktu menggigit adalah pukul 19.0020.00. Sedangkan di pemukiman, Anopheles latens memiliki waktu puncak
gigitan di luar rumah dari pukul 23.00-02.00 dan di dalam rumah pada pukul
02.00. Vythilingam et al., 2008 menemukan bahwa Anopheles cracens mulai
menggigit manusia pada pukul 19.00 dan waktu puncak menggigit adalah 19.0021.00. Di dalam hutan, nyamuk ini mulai kurang menggigit setelah pukul 22.00,
tetapi di kebun, nyamuk ini terus menggigit sepanjang malam.

Gambar 8. Distribusi kelompok nyamuk Leucosphyrus di Asia Tenggara dan


Asia Selatan
Sumber: Indra Vytilingham dan Indra Hii. 2013. Simian Malaria Parasites: Special
Emphasis on Plasmodium knowlesi and Their Anopheles Vectors in
Southeast Asia.
2.7

Hospes
Hospes alami P. knowlesi adalah kera yang banyak ditemui di Asia

Tenggara, yaitu kera ekor panjang (Macaca fascicularis), kera ekor babi (Macaca
nemestrina), dan langur (Presbytis melalophos). Vythilingham et al., 2008

15

menemukan bahwa dari 145 kera yang tertangkap di wilayah Kuala Lipis,
Malaysia Semenanjung, 10 ekor positif P. knowlesi melalui PCR. Sedangkan Lee
et al., 2011 menemukan bahwa di wilayah Kapit, Serawak, Malaysia Timur, dari
108 kera (82 ekor panjang, 26 ekor babi), 101 ekor terinfeksi malaria dari 5
spesies, yaitu Plasmodium inui (82%), Plasmodium knowlesi (78%), Plasmodium
coatneyi (66%), Plasmodium cynomolgi (56%), and Plasmodium Fieldi (4%).
Sebuah penelitian yang mencoba menginfeksikan P. knowlesi ke kera rhesus,
menyebabkan gejala klinis yang berat pada kera tersebut. Terjadi hemolisis akut
pada hari kelima dan semua kera mati pada hari keenam dan ketujuh (Lee et al.,
2011).

Gambar 9. Macaca fascicularis


Sumber: http://www.discoverlife.org/mp/20q?search=Macaca+fascicularis

BAB III
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA
3.1

Manifestasi Klinis
Penularan P.knowlesi ke manusia ada 2 cara, dari monyet terinfeksi ke

manusia atau dari manusia yang terinfeksi ke manusia lainnya. Gejala awal yang

16

ditimbulkan oleh infeksi P. knowlesi mirip dengan jenis malaria lainnya. Gejala
biasanya timbul 11 hari setelah nyamuk yang terinfeksi mengigit manusia dan
parasit di dalam darahnya bisa terlihat 10-12 hari setelah terinfeksi (Bronner et al.,
2009). Menurut Ompusunggu et al., 2014 gejala malaria knowlesi yang pernah
dilaporkan agak beragam mulai dari gejala ringan hingga kematian. Demam
menggigil dan kaku terjadi pada hampir semua pasien, disertai dengan gejala non
spesifik seperti sakit kepala, mialgia, arthralgia, anoreksia, dan batuk. Keluhan
gastrointestinal juga sering ditemukan (Lee et al., 2011). Pada infeksi sinkronous
tunggal, pola demam P. knowlesi adalah quotidian (harian), berbeda dengan P.
vivax, P. ovale, dan P. malariae, dimana pola demamnya adalah tertiana dan
quartana. Pola demam quotidian disebabkan oleh pelepasan merozoit saat skizon
ruptur dari sel darah merah yang terjadi setiap 24 jam. Tetapi, pola ini dapat tidak
spesifik, terutama pada awal terjadinya peyakit atau jika ada infeksi campuran
bersama spesies plasmodium lain (Singh et al., 2013). Siklus parasit yang terjadi
sangat cepat menyebabkan jumlah parasit P. knowlesi dalam tubuh juga meningkat
dengan cepat. Hal ini menjadi penyebab gejala klinis infeksi P. knowlesi dapat
berat dan fatal. Angka mortalitasnya sekitar 1-2% (Singh et al., 2008). Pada kasus
yang parah, gejala klinis yang timbul antara lain adalah distres pernapasan,
hemolisis, ikterus, gagal ginjal, hipotensi, hipoglikemia, dan trombositopenia
(Vladivelan et al., 2014). Oleh karena itu, trombositopenia dapat dipertimbangkan
sebagai penanda adanya infeksi P. knowlesi karena lebih dari 90% pasien
diketahui mengalami trombositopenia. Trombositopenia diduga berperan pada
perdarahan intraserebral yang mengakibatkan kematian. Malaria knowlesi tidak
mengalami relaps seperti halnya P. vivax atau P. ovale karena tidak ada fase
hipnozoit pada hepar. Tetapi, seorang pasien dapat terinfeksi dua kali oleh P.
knowlesi berbeda pada selang waktu tertentu (Lau et al., 2011).
Dua kasus malaria knowlesi yang ditemukan pada tahun 2013 dalam
penelitian Ompusunggu (2014) tidak menunjukkan gejala yang berat, hanya
berupa demam dan disertai dengan kondisi badan yang ngilu-ngilu (myalgia).
Kedua kasus mencari pengobatan ke Puskesmas yang berbeda dalam selang waktu
hampir satu bulan. Pemeriksaan darah rutin hanya dilakukan pada kasus pertama

17

dengan hasilnya adalah bahwa kasus tersebut disertai gejala trombositopenia,


leukositosis, dan kadar hemoglobin normal. Gejala yang agak berat adalah gejala
yang ditunjukkan oleh kasus ketiga yang ditemukan pada tahun 2014 di
Kalimantan Selatan dan terpaksa dirawat di rumah sakit. Pada kasus ketiga ini
disamping gejala umum yang hampir sama dengan dua kasus pertama, juga
disertai dengan tekanan darah di atas normal, gangguan pernafasan, ulu hati nyeri,
dan abdomen sedikit distensi. Beberapa gejala klinis yang ditunjukkan dalam
penelitian Ompusunggu (2014) tidak berbeda jauh dengan yang dikemukakan
oleh peneliti lain, dimana demam, ngilu-ngilu dan trombositopenia merupakan
gejala umum pada malaria, termasuk yang disebabkan oleh P. knowlesi. Laporan
lain menyebutkan bahwa semua (100%) kasus malaria P. knowlesi mengalami
demam dan 83,2% mengalami ngilu-ngilu. Meskipun demikian, komplikasi yang
lebih berat pada kasus malaria P. knowlesi seperti tekanan darah di bawah normal
(< 70 mmHg) dan kollaps, bahkan kematian, bisa terjadi, seperti yang dilaporkan
dari Malaysia. Dalam suatu publikasi kajian dikemukakan bahwa kurang lebih 19
kasus kematian akibat infeksi P. knowlesi telah dilaporkan dari berbagai negara.
3.2

Diagnosis
Infeksi P.knowlesi didiagnosis dengan pemeriksaan apusan darah tebal dan

tipis, yang merupakan cara yang sama untuk mendiagnosis malaria lainnya.
Gambaran P.knowlesi mirip dengan P. malaria sehingga sering salah diagnosis
kecuali

didiagnosis

dengan

molekular

assay.

Morfologi

P.malaria

dikarakteristikan dengan adanya compact parasit (semua stage) dan tidak terjadi
perubahan ukuran atau bentuk eritrosit host. Tropozoit yang memanjang dan
melewati eritrosit disebut bentuk band. Schizont memiliki 8-10 merozoit dan
tersusun dalam bentuk rosette dengan pigmen yang menggumpal di bagian tengah
(Vytilingam et al., 2008). Pada pemeriksaan mikroskop, morfologi tahap awal P.
knowlesi tidak dapat dibedakan dengan P. falciparum, yaitu titik kromatin ganda,
infeksi multipel per eritrosit, dan tidak ada pembesaran sel darah merah yang
terinfeksi, dan tahap selanjutnya mirip dengan P. malariae, contohnya trofozoit
yang berbentuk pita.

18

PCR (Polymerase Chain Reaction) dan deteksi molekular merupakan


metode yang terpercaya untuk mendeteksi dan mendiagnosis infeksi P. knowlesi.
Metode ini terbukti sensitif dan spesifik dibandingkan dengan metode
mikroskopis, terutama pada kasus kepadatan parasit rendah (Yusof et al., 2014),
karena mampu mendeteksi sejumlah kecil DNA spesifik untuk DNA organisme
yang diperiksa. Teknik PCR yang sering digunakan adalah metode nested. Target
pemeriksaan ini adalah small subunit ribosomal RNA (SSU Rrna). Gen sitokrom
mitokondria b dari isolate dengan menggunakn PCR primer (mtPk-F.5-AGG
TATTATATTCTTTATACAAATATTAC- 3 dan rntPk-R. 5 TCT TTT ATA
ATGAACAAGTGTAAATAATC-3) memperlihatkan sekuens DNA P.knowlesi
strain H dari kera. Tetapi tekhnik ini tidak dapat digunakan untuk diagnosis cepat
dan tidak bisa digunakan sebagai pemeriksaan rutin sebab tidak dapat dilakukan di
fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas. Selain itu, PCR juga mahal dan
membutuhkan peralatan khusus (Singh et al., 2004). Oleh karena itu, untuk
kepentingan pengobatan jika fasilitas PCR tidak tersedia, gejala klinis yang berat,
parasitemia lebih dari 5000/l darah, pemeriksaan mikroskopis menunjukkan P.
malariae, dan ada riwayat bepergian ke hutan atau pinggiran hutan di daerah Asia
Tenggara, maka infeksi malaria yang terjadi patut dicurigai adalah malaria
knowlesi (Lee et al., 2009).
3.3

Pengobatan
Infeksi P.knowlesi tanpa komplikasi dapat diobati dengan obat malaria

yang ada saat ini. Obat yang paling sensitif adalah artemisin, disusul dengan
klorokuin. Sedangkan meflokuin terbukti kurang sensitif (Vadivelan et al., 2014).
Pengobatan dengan primakuin tidak diperlukan, karena P.knowlesi tidak
mempunyai bentuk residual di hepar, seperti halnya malaria vivax atau ovale
(Collins et al., 2012). Infeksi P. knowlesi dengan komplikasi sebaiknya ditangani
sesuai dengan panduan pengobatan malaria berat dari WHO (Singh et al., 2010).
Komplikasi biasanya terjadi jika jumlah parasit 35,000/l atau jumlah trombosit
45,000/l (Wilmann et al., 2012).

19

Penelitian Ompusunggu (2014) menunjukkan dari ketiga kasus yang ada,


seluruhnya sembuh dengan ACT dan primakuin dan tidak pernah kembali mencari
pengobatan ke Puskesmas atau ke rumah sakit. Ini menunjukkan bahwa malaria P.
knowlesi dapat sembuh dengan obat program malaria yang digunakan di Indonesia
dan tidak menunjukkan adanya kambuh. Meskipun secara filogenetik P. knowlesi
lebih berkerabat dengan P. vivax, tetapi P. knowlesi tidak memiliki stadium
dorman di hati dan siklusnya hanya 24 jam (Vytilingam et al., 2008). Dengan
demikian obat untuk penderita malaria P. knowlesi bisa menggunakan obat
program di Indonesia. Studi mengenai pengobatan malaria knowlesi menunjukkan
respon yang baik setelah 3 hari diberikan kloroquin oral (Cox Singh et al., 2008).
Ditemukan bahwa regimen ini berespon cepat untuk menghilangkan parasit
selama 3 jam. Hal ini lebih cepat dibandingkan P.vivax yang membutukan waktu
6-7 jam untuk menghilangkan parasit di dalam darah.

Tabel 2. Pengobatan antimalaria untuk infeksi P. knowlesi


Treatment

No. of
cases
247

No. of
deaths
3

Artesunate
followed by
artemetherlumefantrinec
Quinine

58

48

Artemetherlumefantrine
Artemethermefloquined
Dihydroartemisin
in-piperaquine
Artesunate
Atovaquone-

36

10

Chloroquine

Parasite clearance
time(s)a
PCT50, 3 hb; PCT, 1 day
(n = 97); PCT, 2.5 days
(n = 15); PCT, 2 days
(n = 13)
PCT, 2 days

Reference(s)
3, 29, 3335,39, 43,
45,48, 52, 56, 59

43

3, 28, 29, 33,35, 45,


47

PCT, 2 days (n = 3);


PCT, 2.5 days (n = 11);
PCT, 4 days (n= 16)
PCT, 1 day (n = 8); PCT,
2 days (n = 28)
NR

PCT, 1 day

43

7
3

2
0

PCT, 2 days
PCT, 2 days (n = 1)

34, 35
42, 55, 64

35, 43
43

20

proguanil
Mefloquine
Atovaquoneproguanilartemetherlumefantrine
Chloroquinedoxycycline
Chloroquinesulfadoxinepyrimethamine
Chloroquinesulfadoxinepyrimethamineprimaquinequinine
Mefloquinequinineartemetherlumefantrine
Quinineartemetherlumefantrinedoxycycline
Sulfadoxinepyrimethamine
Quininechloroquinedoxycyclineprimaquine

1
1

0
0

NR
NR

31
36

NR

45

NR

28

NR

28

Early treatment failure


with mefloquine

46

NR

45

NR

34

NR

34

Keterangan:
a PCT50, waktu pengurangan parasitemia; PCT (waktu untuk
menghilangkan parasit secara komplit). NR (tidak dilaporkan)
b fase gametosidal, PCT50 membutuhkan waktu 10.4 jam (95%
CI, 9.0 sampai 12.2 jam), dan PCT90 membutuhkan waktu 34.4
jam (95% CI, 29.9 sampai 40.4 jam).
c Pasien menerima sedikitnya satu dosis artesunate intravena.
d Tiga pasien juga menerima sedikitnya satu dosis artesunate
intravena.

21

Sumber: Balbir Singh and Cyrus Daneshvar. 2013. Human Indection and
Detection of Plasmodium Knowlesi. Clin. Microbiol. Rev. vol. 26 no. 2 165184 (http://cmr.asm.org/content/26/2/165.full)

BAB IV
KESIMPULAN

22

Plasmodium knowlesi merupakan parasit dari genus Plasmodium yang


menginfeksi monyet berekor panjang (Macaca fascicularis). P. knowlesi
merupakan parasit kelima yang dapat menginfeksi manusia. Siklus hidup P.
knowlesi hampir sama dengan Plasmodium lainnya akan tetapi memiliki siklus
terpendek yaitu 24 jam. Gejala awal yang ditimbulkan oleh infeksi P. knowlesi
mirip dengan jenis malaria lainnya akan tetapi keluhan gastrointestinal dan
trombositopenia lebih menonjol. Pola demam P. knowlesi adalah quotidian
(harian) sehingga gejala klinis infeksi P. knowlesi dapat berat dan fatal. Penegakan
diagnosis malaria knowlesi tergolong sulit karena gejala yang ditimbulkan mirip
dengan malaria falciparum sedangkan pemeriksaan apusan darah tipis dan tebal
menunjukkan penampakan yang mirip dengan P. malariae. Diagnosis pasti P.
knowlesi adalah secara molekuler dengan menggunakan PCR. Infeksi P.knowlesi
tanpa komplikasi dapat diobati dengan obat malaria yang ada saat ini. Obat yang
paling sensitif adalah artemisin, disusul dengan klorokuin.

DAFTAR PUSTAKA

23

Alias H, Surin J, Mahmud R, Shafie A, Mohd Zin J, et al. Spatial distribution of


malaria in Peninsular Malaysia from 2000 to 2009. Parasit Vectors 2014 Apr
15;7:186.
Balbir Singh and Cyrus Daneshvar. Human Indection and Detection of
Plasmodium Knowlesi. Clin. Microbiol 2013; 26 :2, 165-184.
Bronner U, Divis PCS, Farnert A, Singh B. Swedish traveller with Plasmodium
knowlesi malaria after visiting Malaysian Borneo: a case report. Malaria Journal
2009; 8:15.
Collins WE. Plasmodium knowlesi: A Malaria Parasite of Monkeys and Humans.
Annual Review of Entomology 2012;57.
Cox Singh J, Davis TME, Lee KS, Shamsul SSG, Matusop A, Ratnam S, et al.
Plasmodium knowlesi malaria in humans is widely distributed and potentially life
threatening. Clinical Infectious Diseases 2008; 46:165-71.
Garnham P. Malaria parasites and other haemosporidia. Oxford: Blackwell
Scientific Publications; 1966.
Harijanto, Paul N. 2006. Trofik Infeksi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Indra Vytilingham and Indra Hii. Simian Malaria Parasites: Special Emphasis on
Plasmodium knowlesi and Their Anopheles Vectors in Southeast Asia. 2013.
Jiram AI, Vythilingam I, NoorAzian YM, Yusof YM, Azahari AH, Fong MY.
Entomologic investigation of Plasmodium knowlesi vectors in Kuala Lipis,
Pahang, Malaysia. Malaria Journal 2012;11:213.
Lau YL, Tan LH, Chin LC, Fong MY, Noraishah MA, et al. Plasmodium knowlesi
reinfection in human. Emerg Infect Dis. 2011 Jul;17(7):1314-5.
Lee KS, Divis PCS, Zakaria SK, Matusop A, Julin RA, Conway DJ, et al.
Plasmodium knowlesi: reservoir hosts and tracking the emergence in humans and
macaques. PloS Pathogens 2011;7:e1002015.
Lee KS, Cox-Singh J, Singh B. Morphological features and differential counts of
Plasmodium knowlesi parasites in naturally acquired human infections. Malar J.
2009 Apr 21;8:73.
Luchavez J, Espino F, Curameng P, Espina R, Bell D, Chiodini P, et al. Human
infections with Plasmodium knowlesi, the Philippines. Emerging Infectious
Diseases 2008;14:811-3.

24

Manguin S, Garros C, Dusfour I, Harbach RE, Coosemans M. Bionomics,


taxonomy, and distribution of the major malaria vector taxa of Anopheles
subgenus Cellia in Simian Malaria Parasites: Special Emphasis on Plasmodium
knowlesi and Their Anopheles Vectors in Southeast Asia. Southeast Asia: An
updated review. Infection, Genetics and Evolution 2008;8:489-503.
Ompusunggu S, Rita MD, Rita Y, Boy AS, Rianty E, Hadjar SI, Siswanto1,
Basundari SU. First Finding of Human Plasmodium knowlesi Malaria Cases In
Central Kalimantan. Buletin Penelitian Kesehatan Juni 2015; 43:2, hal. 63-76.
Paisal dan Liestiana Indriyati. Epidemiology and zoonosis journal. Jurnal Buski
2014; 5:2, hal 87-94.
Singh, B., and Daneshvar, C. Human Infections and Detection of Plasmodium
knowlesi. Clinical Microbiology Reviews 2013, 26(2), 165184.
Singh B, Daneshvar C. Plasmodium knowlesi malaria in Malaysia. Med J
Malaysia 2010 Sep; 65(3):166-72.
Singh B, Sung LK, Matusop A, Radhakrishnan A, Shamsul SSG, Cox-Singh J, et
al. A large focus of naturally acquired Plasmodium knowlesi infections in human
beings. Lancet 2004; 363:1017-24.
Tan CH, Vythilingam I, Matusop A, Chan ST, Singh B. Bionomics of Anopheles
latens in Kapit, Sarawak, Malaysian Borneo in relation to the transmission of
zoonotic simian malaria parasite Plasmodium knowlesi. Malaria Journal
2008;7:52.
Vadivelan M, Dutta T. Recent advances in the management of Plasmodium
knowlesi infection. Trop Parasitol. 2014 Jan;4(1):31-4.
Vythilingam I, NoorAzian YM, Huat TC, Jiram AI, Yusri YM, Azahari AH, et al.
Plasmodium knowlesi in humans, macaques and mosquitoes in peninsular
Malaysia. Parasite Vectors 2008;1:26.
Willmann M, Ahmed A, Siner A, Wong IT, Woon LC, et al. Laboratory markers of
disease severity in Plasmodium knowlesi infection: a case control study. Malar J.
2012 Oct 30;11:363.
WHO. World Malaria Report 2013. Geneva: World Health Organization; 2014.
Yusof R, Lau YL, Mahmud R, Fong MY, Jelip J, et al. High proportion of
knowlesi malaria in recent malaria cases in Malaysia. Malar J. 2014 May
3;13:168.
http://www.discoverlife.org/mp/20q?search=Macaca+fascicularis

25

https://en.wikipedia.org/wiki/Plasmodium_knowlesi
http://www.cdc.gov/malaria/about/biology/
www. Link springer.com
http://diagnosticparasitology.weebly.com/malaria.html

You might also like