Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di
dalam darah (Harijanto, 2006). Pada tahun 2012, insiden malaria di seluruh dunia
diperkirakan sebanyak 207 juta dengan jumlah kematian sekitar 627.000 (WHO,
2014). Di Indonesia, dari 2010-2012, kasus malaria terus meningkat, yaitu
berturut-turut 3.089.222, 3.174.612, dan 3.534.331 dengan jumlah kematian
berturut-turut 432, 388, dan 252 kasus. Walaupun jumlah kematian yang tercatat
relatif membaik, sebuah penelitian memperkirakan bahwa kematian lebih dari
10.000 per tahun (Herdiana et al, 2013 dalam Paisal dan Indriyati, 2014).
Selama ini dikenal empat jenis plasmodium yang dapat menginfeksi
manusia, yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium
malariae, dan Plasmodium ovale (Harijanto, 2006). Tetapi beberapa dekade
terakhir, ditemukan jenis plasmodium kelima yang dapat menginfeksi manusia
yaitu Plasmodium knowlesi. Gejala klinis akibat infeksi P. knowlesi mirip dengan
gejala malaria lainnya, tetapi pada malaria knowlesi keluhan gastrointestinal dan
trombositopenia lebih menonjol. Parasit ini juga memiliki kemampuan untuk
bereproduksi setiap 24 jam di dalam darah dan hal ini dapat berpotensi
menyebabkan kematian (Singh et al., 2004). Angka kematian malaria knowlesi
berkisar 1-2% (Lee et al., 2011). Penegakan diagnosis malaria ini masih tergolong
sulit karena gejala yang ditimbulkan mirip dengan malaria yang disebabkan oleh
P. falciparum sedangkan pemeriksaan apusan darah tipis dan tebal menunjukkan
penampakan yang mirip dengan P. malariae. Sehingga biasanya dilakukan
pemeriksaan lanjutan secara molekuler dengan menggunakan PCR untuk
memastikannya (Lee et al., 2011).
Penyebaran P. knowlesi pada manusia yang dapat menyebabkan
komplikasi fatal mengharuskan diagnosis dan pengobatan dilakukan secara cepat.
Sehingga referat ini penting untuk mengetahui morfologi P. knowlesi hingga
tatalaksananya.
BAB II
PLASMODIUM KNOWLESI
2.1
yang mirip secara morfologi dapat dibedakan dengan deteksi molekular. Sejak
2004, terjadi peningkatan kasus P. knowlesi pada manusia di beberapa negara Asia
Tengggara, termasuk Malaysia, Thailand, Singapura, Pilipina, Vietnam, Myanmar,
dan Indonesia (Vytilingam et al., 2008).
2.2
: Protista
: Apicomplexa
: Aconoidasida
: Haemosporida
: Plasmodiidae
: Plasmodium
: P. knowlesi
Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Plasmodium_knowlesi
Plasmodium ini sebenarnya ditemukan pada kera ekor panjang (Macaca
fascicularis), kera ekor babi (Macaca nemestrina), dan langur (Presbytis
melalophos) (Alias et al., 2014). Vektor P. knowlesi adalah nyamuk grup
Leucosphyrus yaitu Anopheles latens dan Anopheles cracens (Coatney et al,
2003). Peningkatan penularan P. knowlesi pada manusia terjadi di seluruh negara
di Asia Tenggara, kecuali Laos. Di Indonesia, hingga tahun 2012 telah ditemukan
empat kasus malaria P. knowlesi pada manusia di Kalimantan Selatan. Penelitian
tahap pertama telah dilakukan pada tahun 2013 di Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Selatan dengan hasil yang menunjukkan angka infeksi malaria P.
knowlesi pada manusia di kedua provinsi tersebut adalah 0,7 % (2 positif di antara
290 yang diperiksa) (Ompusunggu, 2014).
2.3
Epidemiologi
Infeksi P. knowlesi banyak terdapat di Asia Tenggara (Singh et al., 2013).
hidup terbagi menjadi dua, yaitu fase seksual eksogen (sporogoni) yang terjadi
pada tubuh nyamuk Anopheles, dan fase aseksual endogen (skizogoni) yang
berlangsung di dalam tubuh inang vertebrata. Perbedaan utama P.knowlesi dengan
spesies Plasmodium manusia lainnya adalah siklus replikasi pada eritrosit. Jika P.
falciparum dan P. vivax adalah 48 jam, P. malariae adalah 72 jam, dan P. ovale
adalah 50 jam, maka P. knowlesi memiliki siklus terpendek yaitu 24 jam. Oleh
karena itu, P. knowlesi disebut juga malaria quotidian. Akibat replikasi pada sel
darah merah yang 24 jam maka akan menghasilkan densitas parasit yang banyak
di dalam darah dengan periode waktu yang pendek (Cox Singh et al., 2008). Hal
ini bisa berpotensi kematian jika tidak diobati dengan cepat. Tetapi siklus ini dapat
menjadi tidak jelas jika perkembangan parasit pada eritrosit terjadi secara
asinkronous (Singh et al., 2013).
Siklus hidup P. knowlesi (Manson, 1987): merozoite trophozoite
schizont merozoite. Tahap-tahap ini secara mikroskopis tidak bisa dibedakan
dari P. malariae dan fase trophozoit awal mirip dengan P.falciparum. Fase pada
tubuh nyamuk: Nyamuk akan menghisap gametosit, yang telah dibentuk di tubuh
host. Ada microgametosit (gametosit jantan) dan makrogametosit (gametosit
betina). Gametosit matur ini kemudian akan berfertilisasi membentuk zigot
didalam lambung nyamuk. Zigot yang matur akan menjadi ookinet, kemudian
menjadi ookista. Akhirnya, ookista yang matur akan melepaskan sporozoit dan
dibawa ke kelenjar ludah nyamuk. Kesimpulan: gametocyte (microgamete or
macrogamete) zygote ookinete oocyst sporozoites.
Pada tubuh manusia: tahap eksoeritrosit (di hepar), sporozoit masuk ke
tubuh manusia ketika nyamuk mulai menggigit manusia tersebut kemudian
sporozoit dibawa ke hepar melalui aliran darah dan terjadi reproduksi aseksual
menjadi merozoit melalui schizont di sel hepar. Hipnozoit pada hepar tidak
ditemukan. Kesimpulan: sporozoites schizonts merozoites. Pada tubuh
manusia: tahap eritrosit, merozoite dilepaskan ke aliran darah untuk menginfeksi
eritrosit. Didalam sel darah merah, merozoit berkembang menjadi trophozoit,
yang kemudian akan menjadi matur menjadi schizon yang ruptur kemudian
melepaskan merozoit dan yang lain berkembang menjadi microgametosit atau
makrogametosit. Gametosit ini akan tetap di dalam darah hingga manusia itu
digigit oleh nyamuk. Kesimpulan: Merozoite trophozoite schizont
merozoites.
2.5
Morfologi
Morfologi P. knowlesi mempunyai gambaran yang mirip dengan P.
malariae.
Trophozoit:
Schizont:
Stadium skizon dari sediaan darah penderita merozoit 6-12 (rata-rata 8),
tersusun simetris, pigmen coklat kekuningan.
Schizont immatur: mirip dengan P. vivax, hanya lebih kecil dan
mengandung sentral granul.
Schizont matur: 6 sampai 12 merozoites tersusun rossette atau clusters
tidak teratur, brown-green pigment kemungkinan terlihat.
Gametosit:
10
Pada gametosit matang berbentuk bulat, mengisi dua pertiga dari sel darah
merah. Sel merah sedikit diperbesar, berbintik, dan berisi pigmen yang memiliki
pengaturan yang berbeda rodlets konsentris, terutama di pinggiran.
Sitoplasma halus
11
Trophozoit:
Sitoplasma kompak
Cromatin besar
Schizont:
Kadang-kadang rosettes
Gametosit:
Chromatin kompak
Eksentrik (makrogametosit)
12
13
Vektor
Vektor P. knowlesi adalah nyamuk Anopheles dari grup Leucosphyrus.
Nyamuk ini tersebar di negara Asia Tenggara (Collins et al., 2012). Nyamuk dari
grup lain sampai saat ini belum dilaporkan dapat menularkan P. knowlesi. Grup
Leucosphyrus terdiri dari kompleks Dirus (tujuh spesies) dan kompleks
Leucosphyrus (empat spesies). Nyamuk grup ini termasuk ke dalam golongan
14
Hospes
Hospes alami P. knowlesi adalah kera yang banyak ditemui di Asia
Tenggara, yaitu kera ekor panjang (Macaca fascicularis), kera ekor babi (Macaca
nemestrina), dan langur (Presbytis melalophos). Vythilingham et al., 2008
15
menemukan bahwa dari 145 kera yang tertangkap di wilayah Kuala Lipis,
Malaysia Semenanjung, 10 ekor positif P. knowlesi melalui PCR. Sedangkan Lee
et al., 2011 menemukan bahwa di wilayah Kapit, Serawak, Malaysia Timur, dari
108 kera (82 ekor panjang, 26 ekor babi), 101 ekor terinfeksi malaria dari 5
spesies, yaitu Plasmodium inui (82%), Plasmodium knowlesi (78%), Plasmodium
coatneyi (66%), Plasmodium cynomolgi (56%), and Plasmodium Fieldi (4%).
Sebuah penelitian yang mencoba menginfeksikan P. knowlesi ke kera rhesus,
menyebabkan gejala klinis yang berat pada kera tersebut. Terjadi hemolisis akut
pada hari kelima dan semua kera mati pada hari keenam dan ketujuh (Lee et al.,
2011).
BAB III
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA
3.1
Manifestasi Klinis
Penularan P.knowlesi ke manusia ada 2 cara, dari monyet terinfeksi ke
manusia atau dari manusia yang terinfeksi ke manusia lainnya. Gejala awal yang
16
ditimbulkan oleh infeksi P. knowlesi mirip dengan jenis malaria lainnya. Gejala
biasanya timbul 11 hari setelah nyamuk yang terinfeksi mengigit manusia dan
parasit di dalam darahnya bisa terlihat 10-12 hari setelah terinfeksi (Bronner et al.,
2009). Menurut Ompusunggu et al., 2014 gejala malaria knowlesi yang pernah
dilaporkan agak beragam mulai dari gejala ringan hingga kematian. Demam
menggigil dan kaku terjadi pada hampir semua pasien, disertai dengan gejala non
spesifik seperti sakit kepala, mialgia, arthralgia, anoreksia, dan batuk. Keluhan
gastrointestinal juga sering ditemukan (Lee et al., 2011). Pada infeksi sinkronous
tunggal, pola demam P. knowlesi adalah quotidian (harian), berbeda dengan P.
vivax, P. ovale, dan P. malariae, dimana pola demamnya adalah tertiana dan
quartana. Pola demam quotidian disebabkan oleh pelepasan merozoit saat skizon
ruptur dari sel darah merah yang terjadi setiap 24 jam. Tetapi, pola ini dapat tidak
spesifik, terutama pada awal terjadinya peyakit atau jika ada infeksi campuran
bersama spesies plasmodium lain (Singh et al., 2013). Siklus parasit yang terjadi
sangat cepat menyebabkan jumlah parasit P. knowlesi dalam tubuh juga meningkat
dengan cepat. Hal ini menjadi penyebab gejala klinis infeksi P. knowlesi dapat
berat dan fatal. Angka mortalitasnya sekitar 1-2% (Singh et al., 2008). Pada kasus
yang parah, gejala klinis yang timbul antara lain adalah distres pernapasan,
hemolisis, ikterus, gagal ginjal, hipotensi, hipoglikemia, dan trombositopenia
(Vladivelan et al., 2014). Oleh karena itu, trombositopenia dapat dipertimbangkan
sebagai penanda adanya infeksi P. knowlesi karena lebih dari 90% pasien
diketahui mengalami trombositopenia. Trombositopenia diduga berperan pada
perdarahan intraserebral yang mengakibatkan kematian. Malaria knowlesi tidak
mengalami relaps seperti halnya P. vivax atau P. ovale karena tidak ada fase
hipnozoit pada hepar. Tetapi, seorang pasien dapat terinfeksi dua kali oleh P.
knowlesi berbeda pada selang waktu tertentu (Lau et al., 2011).
Dua kasus malaria knowlesi yang ditemukan pada tahun 2013 dalam
penelitian Ompusunggu (2014) tidak menunjukkan gejala yang berat, hanya
berupa demam dan disertai dengan kondisi badan yang ngilu-ngilu (myalgia).
Kedua kasus mencari pengobatan ke Puskesmas yang berbeda dalam selang waktu
hampir satu bulan. Pemeriksaan darah rutin hanya dilakukan pada kasus pertama
17
Diagnosis
Infeksi P.knowlesi didiagnosis dengan pemeriksaan apusan darah tebal dan
tipis, yang merupakan cara yang sama untuk mendiagnosis malaria lainnya.
Gambaran P.knowlesi mirip dengan P. malaria sehingga sering salah diagnosis
kecuali
didiagnosis
dengan
molekular
assay.
Morfologi
P.malaria
dikarakteristikan dengan adanya compact parasit (semua stage) dan tidak terjadi
perubahan ukuran atau bentuk eritrosit host. Tropozoit yang memanjang dan
melewati eritrosit disebut bentuk band. Schizont memiliki 8-10 merozoit dan
tersusun dalam bentuk rosette dengan pigmen yang menggumpal di bagian tengah
(Vytilingam et al., 2008). Pada pemeriksaan mikroskop, morfologi tahap awal P.
knowlesi tidak dapat dibedakan dengan P. falciparum, yaitu titik kromatin ganda,
infeksi multipel per eritrosit, dan tidak ada pembesaran sel darah merah yang
terinfeksi, dan tahap selanjutnya mirip dengan P. malariae, contohnya trofozoit
yang berbentuk pita.
18
Pengobatan
Infeksi P.knowlesi tanpa komplikasi dapat diobati dengan obat malaria
yang ada saat ini. Obat yang paling sensitif adalah artemisin, disusul dengan
klorokuin. Sedangkan meflokuin terbukti kurang sensitif (Vadivelan et al., 2014).
Pengobatan dengan primakuin tidak diperlukan, karena P.knowlesi tidak
mempunyai bentuk residual di hepar, seperti halnya malaria vivax atau ovale
(Collins et al., 2012). Infeksi P. knowlesi dengan komplikasi sebaiknya ditangani
sesuai dengan panduan pengobatan malaria berat dari WHO (Singh et al., 2010).
Komplikasi biasanya terjadi jika jumlah parasit 35,000/l atau jumlah trombosit
45,000/l (Wilmann et al., 2012).
19
No. of
cases
247
No. of
deaths
3
Artesunate
followed by
artemetherlumefantrinec
Quinine
58
48
Artemetherlumefantrine
Artemethermefloquined
Dihydroartemisin
in-piperaquine
Artesunate
Atovaquone-
36
10
Chloroquine
Parasite clearance
time(s)a
PCT50, 3 hb; PCT, 1 day
(n = 97); PCT, 2.5 days
(n = 15); PCT, 2 days
(n = 13)
PCT, 2 days
Reference(s)
3, 29, 3335,39, 43,
45,48, 52, 56, 59
43
PCT, 1 day
43
7
3
2
0
PCT, 2 days
PCT, 2 days (n = 1)
34, 35
42, 55, 64
35, 43
43
20
proguanil
Mefloquine
Atovaquoneproguanilartemetherlumefantrine
Chloroquinedoxycycline
Chloroquinesulfadoxinepyrimethamine
Chloroquinesulfadoxinepyrimethamineprimaquinequinine
Mefloquinequinineartemetherlumefantrine
Quinineartemetherlumefantrinedoxycycline
Sulfadoxinepyrimethamine
Quininechloroquinedoxycyclineprimaquine
1
1
0
0
NR
NR
31
36
NR
45
NR
28
NR
28
46
NR
45
NR
34
NR
34
Keterangan:
a PCT50, waktu pengurangan parasitemia; PCT (waktu untuk
menghilangkan parasit secara komplit). NR (tidak dilaporkan)
b fase gametosidal, PCT50 membutuhkan waktu 10.4 jam (95%
CI, 9.0 sampai 12.2 jam), dan PCT90 membutuhkan waktu 34.4
jam (95% CI, 29.9 sampai 40.4 jam).
c Pasien menerima sedikitnya satu dosis artesunate intravena.
d Tiga pasien juga menerima sedikitnya satu dosis artesunate
intravena.
21
Sumber: Balbir Singh and Cyrus Daneshvar. 2013. Human Indection and
Detection of Plasmodium Knowlesi. Clin. Microbiol. Rev. vol. 26 no. 2 165184 (http://cmr.asm.org/content/26/2/165.full)
BAB IV
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23
24
25
https://en.wikipedia.org/wiki/Plasmodium_knowlesi
http://www.cdc.gov/malaria/about/biology/
www. Link springer.com
http://diagnosticparasitology.weebly.com/malaria.html