You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Pada usia bayi glan penis dan prepusium terjadi adesi sehingga lengket jika
terdapat luka pada bagian ini maka akan terjadi perlengketan dan terjadi Phimosis
biasanya pada bayi itu adalah hal yang wajar karena keadaan tersebut akan kembali
seperti normal dengan bertambahnya umur dan produksi hormon.
Kejadian phimosis saat lahir hanya 4 % bayi yang preputiumnya sudah bisa
ditarik mundur sepenuhnya sehingga kepala penis terlihat utuh. Selanjutnya secara
perlahan terjadi desquamasi sehingga perlekatan itu berkurang. Sampai umur 1 tahun,
masih 50% yang belum bisa ditarik penuh. Berturut-urut 30% pada usia 2 tahun, 10%
pada usia 4-5 tahun, 5% pada umur 10 tahun, dan masih ada 1% yang bertahan hingga
umur 16-17 tahun. Dari kelompok terakhir ini ada sebagian kecil yang bertahan secara
persisten sampai dewasa bila tidak ditangani.
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi
alamiah antara prepusium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan
berkembang dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul
didalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis. Ereksi
penis yang terjadi secara berkala membuat prepusium terdilatasi perlahan-lahan sehingga
prepusium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal. Pada usia 3 tahun, 90 %
prepusium sudah dapat diretraksi. Tapi pada sebagian anak, prepusium tetap lengket pada
glans penis, sehingga ujung preputium mengalami penyempitan dan akhirnya dapat
mengganggu fungsi miksi / berkemih. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan
glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada didalamnya.
Sebagai para medis harus mengetahui cara perawatan terhadap pasien
fimosis dengan prinsip steril dan perawat juga bisa memberikan saran untuk kesembuhan

fimosis dengan health education pada orangtua dan juga khitan pada anak yang
mengalami fimosis.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagi berikut :
Mempelajari cara memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan
penyakit fimosis.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Mahasiswa
a) Memperdalam pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien.
b) Menambah referensi bagi mahasiswa yang akan berguna ketika melaksanakan
praktik di pelayanan kesehatan.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
a) Menambah pengetahuan yang bersifat umum, khusunya tentang penyakit
fimosis.
b) Membantu dalam mengenali, melakukan deteksi dini terjadinya
fimosis di masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

penyakit

1.1 Definisi
Fimosis adalah suatu kelainan dimana prepusium penis yang tidak dapat di retraksi
(ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis dialami oleh sebagian besar
bayi baru lahir karena terdapat adhesi alamiah antara prepusium dan glands penis.
(Purnomo, Basuki ; 2000)
Fimosis adalah ketidakmampuan kulup zakar untuk diretraksi pada umur tertentu yang
secara normal dapat diretraksi. (Behram, Richard ; 2003)
Fimosis adalah penyempitan lubang prepusium sehingga tidak dapat ditarik ke atas
glands penis. (catzel, pincus ; 1990)
2.2 Anatomi Fisiologi
Struktur luar dari system reproduksi pria terdiri dari penis, skrotum (kantung
zakare), dan testis (buah zakar). Struktur dalamnya terdiri dari vas deferens, uretra,
kelenjar prostat, dan vesikula seminalis.
Sperma (pembawa gen pria) dibuat di testis dan disimpan didalam vesikula
seminalis.
STRUKTUR
Penis terdiri dari :
Akar (menempel pada dinding di perut)
Badan (merupakan bagian tengah dari penis)
Glands penis (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut).
Lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih) teradapat diujung
glands penis. Dasar glands penis disebut korona. Pada pria yang tidak disunat
(sirkumsisi), kulit depan (prepitium) membentang dari mulai kolona.

Badan penis terdiri dari 3 rongga silindris (sinus) jaringan erektil :


2 rongga yang berukuran lebih besar disebut korpus karvenosum, terletak
bersebelahan.
Rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum, mengelilingi uretra.
Jika rongga tersebut terisi darah, maka penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak
(mengalami ereksi).
Skrotum merupakan kantung berkulit tipis yang mengelilingi dan melindungi testis.
Skrotum juga bertindak sebagai system pengontrol suhu untuk testis, karena agar
sperma terbentuk secara normal, testis harus memiliki suhu yang sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan suhu tubuh. Otot kremaster pada dinding skrotum akan
mengendur atau mengencang sehingga testis menggantung lebih jauh dari tubuh (dan
suhunya menjadi lebih dingin) atau lebih dekat ke tubuh (dan suhunya menjadi lebih
hangat).

Testis berbentuk lonjong dengan ukuran sebesar buah zaitun dan terletak didalam
skrotum. Biasanya testis kiri agak lebih rendah dari testis kanan. Testis memiliki 2
fungsi, yaitu mengasilkan sperma dan membuat tertosteron ( hormone seks pria yang
utama).
Epididimis terletak diatas testis dan merupakan saluran sepanjang 6 meter.
Epididimis mengumpulkan sperma dari testis dan menyediakan ruang serta lingkungan
untuk proses pematangan sperma.
Vas deferens merupakan saluran yang membawa sperma dari epididimis. Saluran ini
berjalan ke bagian belakang prostat lau masuk ke dalam uretra dan membentuk duktus
ejakulatorius. Struktur lainnya (misalnya pembuluh darah dan syaraf) berjalan bersamasama vas deferens dan membentuk korda spermatika.
Uretra mempunyai dua fungsi :
Bagian dari system kemih yang mengalirkan air kemih dari kandung kemih.
Bagian dari system reproduksi yang mengalirkan semen.
Kelenjar prostat terletak dibawah kandung kemih didalam pinggul dan mengelilingi
bagian tengah dari uretra. Biasanya ukurannya sebesar walnut dan akan membesar
sejalan dengan bertambahnya usia. Prostat dan vesikula seminalis mennghasilkan cairan
yang merupakan sumber makanan bagi sperma. Cairan ini merupakan bagian terbesar
dari semen. Cairan lainnya yang membentuk semen berasal dari vas deferens dan dari
kelenjar lendir di dalam kepala penis.

FUNGSI
Selama melakukan hubungan seksual, penis menjadi kaku dan tegak sehingga
memungkinkan terjadinya penetrasi ( masuknya penis ke dalam vagina). Ereksi terjadi
akibat interaksi yang rumit dari system syaraf, pembuluh darah, hormone dan psikis.
Rangsang yang menyenangkan mengakibatkan suatu reaksi di otak, yang kemudian
mengirimkan sinyalnya melalui korda spinalis ke penis. Arteri yang membawa darah ke
korpus kavernosum dan korpus spongiosum memberikan respon, yaitu berdilatasi
(melebar). Arteri yang melebar mengaakibatkan peningkatan aliran darah ke daerah
erektil sehingga daerah erektil terisi darah dan melebar.
Otot-otot disekitar vena yang didalamnya dalam keadaan normal mengalirkan darah
dari penis akan memperlambat aliran darahnya. Tekanan darah yang meningkat didalam
penis menyebabkan panjang dan diameter penis bertambah. Ejakulasi terjadi pada saat
mencapai klimaks, yaitu ketiak kesekan pada glands penis dan rangsangan lainnya
mengirimkan sinyal ke otak dan korda spinalis saraf merangsang kontraksi otot di
sepanjang saluran epididimis dan vas deferens, vesikula seminalis dan prostat.
Kontraksi ini mendorong semen ke dalam uretra. Selanjutnya kontraksi otot disekeliling
uretra akan mendorong semen keluar dari penis. Leher kandung kemih juga
berkonstriksi agar semen tidak mengalir kembali ke dalam kandung kemih.
Setelah terjadi ejakulasi (atau setelah rangsangan berhenti), arteri mengencang dan
vena mengendur. Akibatnya aliran darah yang masuk ke arteri berkurang dan aliran
darah yang keluar dari vena bertambah, sehingga penis menjadi lunak.

2.3

Etiologi
Fimosis dapat disebabkan oleh :

Kegagalan kulup untuk melonggar selama proses pertumbuhan.


Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir biasanya terjadi karena ruang di antara
kulup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan
preputium menjadi melekat pada glands penis, sehingga sulit ditarik kearah
proximal. Apabila stenosis atau retraksi tersebut ditarik dengan paksa melewati
glands penis, sirkulasi glands dapat terganggu hingga menyebabkan kongesti,

pembengkakan, dan nyeri distal penis atau bisa disebut parafimosis.


Infeksi seperti balinitis
Infeksi yang terjadi kemungkinan timbul dari ketidakmampuan melakukan
pembersihan yang efektif sehingga menyebabkan pembengkakan, kemerahan, dan

rasa sakit didaerah tersebut.


Cacat yang disebabkan oleh trauma.
Fimosis dapat timbul kemudian setelah lahir.
Hal ini berkaitan dengan tingkat higienitas alat kelamin yang buruk, peradangan

kronik glands penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik).


Forceful retraction
Penarikan berlebihan kulit prepitium.

2.4 Klasifikasi

Gambar (a) fimosis Fisiologis dan (b) fimosis Didapat (patologik)


1. Konginetal ( fimosis fisiologis)
Fimosis konginetal timbul sejak lahir sebenarnya merupakan kondisi normal pada
anak-anak, bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada
glands penis, dan tidak dapat ditarik kebelakang saat lahir, namun seiring
bertambahnya usia serta diproduksinya hormone dan faktor pertumbuhan terjadi
proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glands penis dan lapisan
glands dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glands
penis. Suatu penelitian mendapatkan bahwa hanya 4 % bayi diseluruh kulit
preputiumnya dapat ditarik kebelakang penis saat lahir, namun mencapai 90% pada
saat usia 3 tahun dan hanya 1 % laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami
fimosis konginetal. Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20%
dan 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat
ditarik ke belakang penis.
2. Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis)
Hal ini berkaitan dengan kebersihan hygine alat kelamin yang buruk, peradangan
kronik glands penis dan kulit preputium (balanoposhitis kronik), atau perarikan
berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis konginetal yang akan
menyebabkan pembentukan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit prepitium
yang membuka.

2.5 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala fimosis diantaranya :

1. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin.


2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai
miksi yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh
karena urine yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh
kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit.
3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat BAK karena timbul rasa sakit.
4. Kulit penis tidak bisa ditarik kearah pangkal ketika akan dibersihkan.
5. Air seni keluar tidak encer. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar
dengan arah yang tidak dapat diduga.
6. Bisa juga disertai demam.
7. Iritasi pada penis.

2.6 Patofisiologi
Normalnya hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang, dan debris yang
dihasilkan oleh epitel prepitium (smegma) mengumpul didalam prepitium dan perlahanlahan memisahkan prepitium dari glands penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala
membuat prepitium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal. Pada saat usia 3
tahun, 90% prepitium sudah dapat di retraksi.
Pada kasus fimosis lubang yang terdapat di prepitium sempit sehingga tidak bisa
ditarik mundur dan glands penis sama sekali tidak bisa dilihat. Kadang hanya tersisa
lubang yang sangat kecil diujung prepitium. Pada kondisi ini, akan terjadi fenomena
ballooning dimana prepitium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran
urin yang tidak di imbangi besarnya lubang diujung prepitium. Bila fimosis
menghambat kelancaran berkemih, seperti pada ballooning maka sisa-sisa urine mudah
terjebak didalam prepitium. Adanya kandungan glukosa didalam urine menjadi pusat
bagi pertumbuhan bakteri. Karena itu, komplikasi yang paling sering dialami akibat
fimosis adalah infeksi saluran kemih (ISK). ISK paling sering menjadi indikasi
sirkumsisi pada kasus fimosis.
Fimosis juga terjadi jika tingkat higienitas rendah waktu BAK yang akan
mengakibatkan terjadinya penumpukan kotoran-kotoran pada glands penis sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi pada daerah glands penis dan prepitium (balanitis)
yang meninggalkan jaringan parut sehingga prepitium tidak dapat ditarik ke belakang.

Pada lapisan dalam prepitium terdapat kelenjar sebacea yang memproduksi semen.
Cairan ini berguna untuk melumasi permukaan prepitium. Letak kelenjar ini didekat
pertemuan prepitium dan glands penis yang membentuk semacam lembah dibawah
korona glands penis (bagian kepala penis yang berdiameter paling lebar). Ditempat ini
terkumpul keringat, debriskotoran, sel mati dan bakteri. Bila tidak terjadi fimosis,
kotoran ini mudah dibersihkan. Namun pada kondisi fimosis, pembersihan tersebut sulit
dilakukan karena prepitium tidak bisa ditarik penuh ke belakang. Bila yang terjadi
adalah perlekatan prepitium dengan glands penis, debris dan sel mati yang terkumpul
tersebut tidak bisa dibersihkan.
Ada pula kondisi lain akibat infeksi yaitu balanoposititis. Pada infeksi ini terjadi
peradangan pada permukaan prepitium dan glands penis. Terjadi pembengkakan
kemerahan dan produksi push diantara glands penis dan prepitium. Meski jarang,
infeksi ini bisa terjadi pada diabetes.

2.7 WOC

Kegagalan kulup
Infeksi seperti balinitis
Trauma
Congenital

Prepitium menyempit

Gland penis tidak terlihat

Prepitium tidak dapat


diretraksi dari gland penis

B1 ( BREATHING)
PERNAFASAN

B2 ( BlOOD)
KARDIOVASKULER

B3 BRAIN
PERSYARAFAN

B4 (BLADDER )
PERKEMIHAN

B5 ( BOWEL)
PENCERNAAN

Tidak adanya trauma


pada torax

Temponade jantung
tdk adekuat

Tekanan intracranial
normal

Adanya trauma dan


infeksi

Organ visceral tdk


mengalami gangguan

Masuknya udara pd
potensial antara
pleura, visceral, dan
parietal normal

Gerakan sistolik dan


diastolic menurun

Suplay O2 didalam
otak adekuat

Prepitium
menyempit

Penis membesar dan


mengelembung
Urin terjebak di
prepitium

Pre
operatif

Intra
opeatif

MK :
- gangguan
eliminasi
- cemas

MK:
- Resiko
infeksi
- Ketakutan

Post operatif

MK:
Nyeri

- Perdarahan

MK :
Kekurangan
vol cairan

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


Jika prepusium tidak daapat atau hanya sebagian yang dapat diretraksi,
atau menjadi cincin konstriksi saat ditarik ke belakang melewati glands penis,
harus diduga adanya disproporsi antara lebar kulit prepusium dan diameter
glands penis. Selain konstriksi kulit prepusium, mungkin juga terdapat
perlengketan antara permukaan dalam prepusium dengan epitel glandular dan
atau frenulum breve. Frenulum breve dapat menimbulkan deviasi glands ke
ventral saat kulit prepusium diretraksi.
2.9 Penatalaksanaan
Prinsip terapi dan manajemen keperawatan
1. Perawatan rutin
Ada beberapa pengobatan yang bisa dilakukan untuk mengatasi fimosis,
yaitu: kebersihannya agar tidak terjadi infeksi yang dapat menghambat
saluran kemih kembali. Selain itu usahakan untuk selalu membersihkan
kepala penis perlahan-lahan setiap kali anak selesai buang air kecil. Hal ini
penting untuk menjaga kebeersihan:
a. Menggunakan cream tropis, steroid, dan non steroid yang dioleskan
pada bagian kulup.
b. Peregangan bertahap untuk membuka kulup sehingga menjadi longgar.
c. Pembedahan untuk membentuk kembali kulup dan membuatnya lebih
lebar.
2. Kebersihan penis
Penis harus dibasuh secara seksama dan bayi tidak boleh ditinggalkan
berbaring dengan popok basah untuk waktu yang lama.
3. Fimosis dapat diterapi dengan membuat celah dorsal untuk mengurangi
obstruksi terhadap aliran keluar.
4. Sirkumsisi
Pada pembedahan ini, kelebihan kulup diangkat. Digunakan jahitan catgut
untuk mempertemukan kulit dengan mukosa dan mengikat pembuluh
darah. Fimosis yang harus ditangani dengan melakukan sirkumsisi bila
terdapat obstruksi dan balanoposititis. Bila ada balopolisititis, sebaiknya
dilakukan sayatan dorsal terlebih dahulu yang disusul dengan sirkumsisi
sempurna setelah radang mereda.
Secara singkat teknik sirkumsisi dapat dijelaskan sebagai berikut :
Setelah pasien diberi narkose, pasien diletakkan dalam posisi
supine. Desinfeksi lapangan pembedahan dengan antiseptic kemudian
dipersempit dengan linen steril. Preputium dibersihkan dengan cairan

antiseptic pada sekitar glands penis. Preputium di klem pada 3 tempat.


Prepusium digunting dengan posisi dorsal penis sampai batas corona
glandis. Dibuat teugel diujung insisi. Teugel yang sama dikerjakan pada
frenulum penis. Preputium kemudian dipotong melingkar sejajar dengan
korona glandis. Kemudian kulit dan mukosa dijahit dengan plain cut gut
4.0 atraumatik interrupted.
5. Perawatan bedah rutin
a. Perawatan pasca bedah
Pembedahan ini bukan tanpa komplikasi. Observasi termasuk adanya
perdarahan. Pembalut diangkat jika sudah basah oleh urin dan lap
panggul berguna untuk membersihkan penis. Popok perlu sering
diganti.
b. Bimbingan bagi orang tua
Instruksi yang jelas harus diberikan pada orangtua jika bayi atau anak
siap untuk pulang kerumah. Ini termasuk hygine dari daerah dan
pengenalan setiap komplikasi. Mereka juga harus diberikan pedoman
untuk pencegahan dermatitis amonia dan jika hal ini terjadi bagaimana
untuk mengobatinya.
Ada tiga cara lain untuk mengatasi fimosis, yaitu:
a. Sunat
Banyak dokter yang menyarankan sunat untuk menghilangkan masalah
fimosis secara permanen. Rekomendasi ini diberikan terutama bila
fimosis menimbulkan kesulitan BAK atau peradangan di kepala penis
(ballonitis). Sunat dapat dilakukan dengan anastesi umum ataupun
local.
b. Obat
Terapi obat dapat diberikan dengan salep yang meningkatkan
elastisitass kulup. Pemberian salep kortikoid (0,05-0,1%) dua kali
sehari selama 20-30 hari, harus dilakukan secara teratur dalam jangka
waktu tertentu agar efektif.
c. Peregangan
Terapi peregangan dilakukan dengan peregangan bertahap kulup yang
dilakukan setelah mandi air hangat selama 5-10 menit setiap hari.
Peregangan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari
luka yang menyebabkan pembentukan jaringan parut.
2.10 Pencegahan

1. Jangan gunakan pampers sepanjang hari. Cukup saat tidur malam atau
bepergian.
2. Jangan berganti-ganti merk pampers. Gunakan hanya satu merk yang
cocok dengan bayi
3. Lebih baik gunakan popok lain. Jika terpaksa menggunakan pampers,
kendurkan bagian paha untuk ventilasi dan seringlah menggantinya (tiap
kali ia habis buang air kecil atau besar)
4. Tak ada salahnya sesekali membirkan bokongnya terbuka. Jika perlu,
biarkan ia tidur dengan bokong yang terbuka. Pastikan suhu ruangan
cukup hangat sehingga ia tidak kedinginan.
5. Jika peradangan popok pada kulit bayi tidak membaik dalam 1-2 hari
atau lebih, bila timbul lecet atau bintil-bintil kecil, hubungi dokter.
Tindakan yang sebaiknya dilakukan adalah :
1. Sebaiknya setelah BAK penis dibersihkan dengan air hangat
menggunakan kasa. Membersihkannya sampai selangkang, jangan
digosok-gosok. Cukup diusap dari atas kebawah dengan satu arah
sehingga bisa bersih dan yang kotor bisa hilang.
2. Setiap selesai BAK, popok selalu diganti agar kondisi penis tidak
iritasi.
3. Setelah BAK penis jangan dibersihkan dengan sabun yang banyak
karenaa bisa menyebabkan iritasi.
2.11 Komplikasi
Jika tidaak segera ditangani bisa menyebabkan :
1. Ketidaaknyamanan/nyeri saat berkemih
2. Ulserasi meatus
Ini terjadi sebagai akibat amonia yang membakar epithelium glands.
Untuk menimbulkan nyeri saat berkemih kadang-kadang adanya
perkembangan perdarahan dan retensi urin. Ulserasi meatus dapat
menimbulkan stenosis meatus. Hal ini dapat diterapi dengan meatotomi
dan dilatasi.
3. Akumulasi secret dan smegma dibawah preputium yang kemudian
terkena infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
4. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan reetensi urin.
5. Penarikan prepusium secara paksa dapat berakibat konstriksi dengan rasa
nyeri dan pembengkakan glands penis yang disebut parafimosis.
6. Pembengkakan ataau radang pada ujung kemaluan yang disebut
ballonitis.

7. Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian
menimbulkan kerusakan pada ginjal.
8. Fimosis merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kanker penis.
2.12 Epidemologi
Berdasarkan data epidemologi, fimosis banyak terjadi pada bayi atau anakanak hingga mencapai usia 3-4 tahun. Sedangkan sekitar 1-5% kasus terjadi
sampai pada usia 16 tahun.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 identitas
Pasien
Nama
Usia/jenis kelamin
Agama
Pendidikan
Status Pernikahan
Alamat
Diagnosa Medis
4. Penanggung Jawab
Nama
Usia
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Status Pernikahan
Alamat
Hubungan dengan Klien

:
:
:
:
:
:
: Fimosis
:
:
:
:
:
:
:
:

Keluhan Utama
Kelainan fimosis pada anak seringkali memberikan keluhan sulit buang air
kecil dan menimbulkan rasa nyeri saat BAK
Riwayat Kesehatan :

a. Riwayat Penyakit Sekarang


Diceritakan oleh ibu/keluarga saat anak mengeluhkan rasa sakit saat akan kencing
akibat air kencing yang sulit keluar sampai anak dibawa ke RS untuk
mendapatkan perawatan lebih lanjut
b. Riwayat Penyakit Dahulu
diceritakan oleh ibu/keluarga bahwa Anaknya tidak memiliki riwayat masuk RS.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
diceritakan keluarga bahwa tidak ada penyakit seperti TB,DM, dll didalam
keluarga
Pola fungsi kesehatan
1.

Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat


Pola Keluarga memahami tentang arti sehat, cara pencegahan penyakit, perlindungan
kesehatan dan pemeriksaan penyakit terhadap penyakit yang dialami anak yang

mengalami fimosis
2. Pola nutrisi dan metabolik
Pola keluarga dalam memberikan asupan nutrisi pada anak fimosis tsb seperti
penjelasan jumlah makanan, jenis makanan pola makan dalam 24/jam, menceritakan
3.

4.

BB dan TB anak sebelum dan sesudah menderita fimosis


Pola eliminasi
Pola keluarga dalam menjelaskan kebiasaan pola buang air kecil anak yang mengalami
sakit fimosis yaitu frekuensi, jumlah warna dan adanya nyeri saat BAK
Pola aktivitas
Pola keluarga dalam mengawasi aktivitas anak yang dilakukan, anak sering

menangis saat BAK


5. Pola persepsi kognitif
Pola keluarga dalam memberi gambaran tentang indra untuk menanggapi adanya
rangsangan sakit yang dialami anak
6. Pola hubungan peran
pola hubungan peran sebagai anak kareng kejadian tersering fimosis dialami oleh
anak-anak
7. Pola toleransi terhadap stress koping
Dalam kasus fimosis anak sering menangis atau menahan rasa sakit dengan
merengek
Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum:
TD:
RR:
S:
N:

b. Kepala
Keadaan kepala anak yang mengalami fimosis biasanya tidak ditemukan kelainan
yaitu tidak terdapat hematoma, lesi maupun kotor, keadaan mata tidak anemis,
sklera anikterik.

Keadaan hidung, tidak ada septum dan epistaksis, telinga

simetris, bersih dan pendengaran klien baik. Tidak terdapat gangguan pada mulut
yang ditandai dengan: tidak terdapat caries dentis, tidak menggunakan gigi palsu
dan pada bibir tidak terjadi sianosis atau stomatitis, mukosa bibir kering karena
kurangnya intake cairan.
c.

Leher
Keadaan leher anak yang mengalami fimosis biasanya Tidak ada gangguan pada
leher yang ditandai dengan; tidak terdapat pembesaran tiroid, tidak ada pelebaran
JVP dan lesi. Tidak ada gangguan pada Tenggorokan yang ditandai dengan tidak

terdapat pembesaran tonsil dan hiperemis.


d. Dada
I: Pada inspeksi, pada dada tidak lesi, oedema ataupun kemerahan.
P: Pada saat palpasi dada dan paru tidak ada pembesaran jantung dan rongga dada.
P: Pada saat perkusi, tidak ada udara, cairan atau masa padat.
A: Pada pemeriksaan auskultasi bunyi dada kanan dan kiri vasikuler.
e. Abdomen
I: Pada saat inspeksi, kulit abdomen tidak sikatrik, tidak terdapat benjolan ataupun
lesi.
A: Pada saat auskultasi, peristaltic usus 16x/menit
P: Pada palpasi tidak ada hepatomogali dan nyeri tekan.
P: Pada perkusi timpani tidak ada hypertimpani atau pekak
f. Genetalia
Keadaan genetalia anak yang mengalami fimosis biasanya

Klien mengalami

phimosis, prepusium tidak bisa ditarik.


g. Rektum
Keadaan rektum normal tidak ada hemoroid, prolaps maupun tumor.
Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan laboratorium:
Darah lengkap
b. Analisa Urine
4.1 Diagnosa Keperawatan

Pre Operasi
a. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik.
b. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan degan keterbatasan kognitif.
Intra operasi
a. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
b. Ketakutan berhubungan dengan terpisah dari sistem pendukung dalam situasi
yang berpotensi menimbulkan stress misalnya prosedur invasive dirumah
sakit

Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
b. kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif.
4.2 Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
a. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak ada hambatan aliran urine.
NOC : eliminasi urine
Criteria hasil :
1) Menunjukkan kontinensia urine dengan indicator 1-5 (selalu,
sering, kadang-kadang, jarang, atau tidak pernah) : ditunjukkan
infeksi saluran kemih tidak ada.
2) Menunjukkan kontinensia urine yang dibuktikan oleh indicator 1-5
(tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu) :
ditunjukkan dengan eliminasi secara mandiri, mempertahankan
pola kemih yang dapat diduga.
NIC :manajemen eliminasi urine
Intervensi :
a) Kaji haluan urin.
Rasional : retensi urine dapat terjadi karena adanya sumbatan.
b) Perhatikan waktu
Rasional : untuk mengetahui output pasien.
c) Dorong klien untuk berkemih bila terasa ada dorongan tetapi tidak
lebih dari 30 menit.
Rasional : penahanan urine selama > 30 menit bisa merusak sel
kemih.
b. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
kecemasan pasien berkurang.

NOC : control cemas.


Criteria hasil :
a) Tingkat kecemasan dalam batas normal
b) Mengetahui penyebab cemas
c) Mengetahui stimulus yang menyebabkan cemas
d) Tidur adekuat
NIC : pengurangan cemas.
Intervensi :
a) Ciptakan suasana yang tenang
Rasional : suasana yang tenang dapat membantu proses
penyembuhan dengaan cepat
b) Ciptakan hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga
Rasional : agar pasien tidak takut terhadap perawatan yang
diberikan.
c) Identifikasi perubahan tingkat kecemasan
Rasional : tingkat kecemasan mempengaruhi tingkat kesembuhan
pasien.
d) Gunakan pendekatan dan sentuhan
Rasional : pendekatan dan sentuhan dapat memberikan efek
terapeutik
e) Jelaskan seluruh prosedur tindakan pada klien.
Rasional : agar klien tidak cemas dalam tindakan keperawatan
selanjutnya.
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
keluarga dan pasien mengerti akan tindakan yang akan dilakukan.
NOC : pengetahuan tentang penyakit
Criteria hasil :
a) familiar dengan penyakit
b) mendeskripsikan proses penyakit
c) mendeskripsikan efek penyakit
d) mendeskripsikan komplikasi.
NIC : mengajarkan proses penyakit
a) observasi tingkat pengetahuan klien sebelumnya
rasional : tingkat pengetahuan pasien dapat menunjukkan tingkat
kemandirian terhadap perawatan mandiri.
b) diskusikan gaya hidup yang bisa untuk mencegah komplikasi

rasional : mendiskusikan gaya hidup yang baik dapat mencegah


komplikasi
c) diskusikan tentang pilihan terapi
rasional : pilihan terapi yang tepat dapat mempengaruhi
kesembuhan pasien.
d) instruksikan pada klien dan keluarga tentang tanda dan gejala
untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan dengan cara
yang tepat.
Rasional : edukasi terhadap pasien dan keluarga sangat penting
berguna untuk cara pencegahan penyakit dan mengetahui tanda dan
gejala penyakit.
Intra Operasi
a. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan

tidak terjadi infeksi


NOC : control resiko infeksi
Criteria hasil :
terbebas dari tanda dan gejala infeksi
memperlihatkan higyne personal yang adekuat
melaporkan tanda dan gejala infeksi serta mengikuti prosedur skrinning
dan pemantauan.
NOC : control infeksi :knowledge
Criteria hasil :
a) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b) Menunjukkan perilaku hidup normal
c) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
NIC : infection control
a) Lihat tanda-tanda infeksi
Rasional : untuk mengetahui tindakan yang akan dilakukan
b) Konsul dengan tim medis tentang prosedur sirkumsisi
Rasional : sirkumsisi mencegah infeksi saluran kemih (UTI).
c) Pengendalian infeksi
Rasional : agar meminimalkan penyebaran dan penularan
infeksius yang dapat memperparah proses penyembuhan
b. Ketakutan berhubungan dengan terpisah dari sistem pendukung
dalam situasi yang berpotensi menimbulkan stress misalnya prosedur
invasive dirumah sakit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan ketakutan tidak terjadi.

NOC : control ketakutan


Criteria hasil :
Mengendalikan respon ketakutan
Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan ketakutan
Menghindari sumber ketakutan
Intervensi :
a) Pantau respon takut subjektif dan objektf pasien
Rasional : untuk mengetahui seberapa takut pasien terhadap
tindakan infasif
b) Teknik penenangan
Rasional : agar dapat menurunkan tingkat ketakutan pada
pasien yang mengalami distress akut
c) Berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan
takut
Rasional

motivasi

yang

kuat

berguna

untuk

menghilaangkan perasaan takut pada pasien


d) Kolaborasi dengan tim psikiatri apabila ketakutan berat
Rasional : kolaborasi tim psikiatri berguna untuk membantu
mengontrol psikologi pasien.

Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nyeri berkurang.
NOC : control nyeri
Criteria hasil :
a) Mengenali faktor penyebab
b) Menggunakan metode pencegahan
c) Mengenali gejala-gejala nyeri
d) Klien mengatakan nyeri berkurang atau tidak merasakan nyeri.
NIC : pain management
Intervensi :
a) Kaji skala nyeri
Rasional : untuk mengetahui tingkat nyeri pasien sebagai pedoman
untuk tindakan yang harus diberikan
b) Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : merelaksasikan otot-otot sehingga suplai darah ke
jaringan terpenuhi
c) Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian obat

Rasional : obat (anti plasmadik) untuk merelaksasikan otot-otot


polos

PRINSIP-PRINSIP ETIK

Prinsip Autonomy/ Otonomi:


Prinsip autonomy/otonomi didasarkan pada saat perawat memberikan
informasi tentang perawatan terhadap penyakit klien, dalam kasus fimosis
perawat harus memberikan informasi kepada orangtua tentang bagaimana
tanda gejala, penyebab, penanganan dan efek setelah pengobatan pada

fimosis.
Prinsip Benefience/ Kemurahan Hati:
Prinsip beneficence didasarkan pada kebaikan pada saat perawatan
memberikan kebaikan dan menguntungkan pada kesembuhan pasien ,
dalam kasus fimosis perawat memberikan keuntungan kepada pasien yaitu

menunjukkan pengobatan yang minimal efeknya seperti khitan agar

fimosis segera terobati.


Justice/ Keadilan:
Prinsip justice/keadilan didasarkan pada prinsip moral berlaku adil untuk
semua individu, pada kasus fimosis perawat harus berlaku adil terhadap
pasien dan tidak membeda-bedakan antara pasien miskin atau kaya dalam

tindakan keperawatan.
Nonmaleficience/ Tidak Merugikan:
Prinsip nonmaleficience didasarkan pada prinsip tidak merugikan pada
pasien. Pada kasus fimosis perawat harus mencegah terjadinya hal
merugikan terhadap tindakan keperawatan yang biasanya terjadi misalnya
pada waktu tindakan invasif adanya resiko infeksi perawat harus

mencegah adanya timbulnya infeksi


Veracity/ Kejujuran:
Prinsip kejujuran didasarkan pada prinsip jujur dalam memberikan
informasi

kepada

pasien.

Pada

kasus

fimosis

perawat

harus

memberitahukan informasi tentang pasien pada keluarga dengan jujur.


Confidentiality/ Kerahasiaan:
Prinsip kerahasiaan didasarkan pada prinsip rahasia penyakit pasien
kepada umum, sehingga perawat dilarang memberitahuakn penyakit
kliennya terhadap orang lain.
Membuat Keputusan
Berdasarkan pertimbangan

prinsip-prinsip

moral

etik

keperawatan tersebut maka yanag harus dilakukan perawat adalah tetap


memberikan informasi tentang kondisi kesehtannya kepada ibunya
tetapi perawat diharapkan menungguh sampai dokter memberikan
kewenangan tsb .

DAFTAR PUSTAKA
NANDA. (2012-2014). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification
2012-2014. Philadelphia: NANDA International.
Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011. Buku saku diagnosis
keperawatan. Jakarta: EGC
Purnomo, basuki B. Dasar-dasar Urologi. Edisi ketiga. Malang :Fakultas
kedokteran Universitas Brawijaya.2011:14,236-237
Price SW dan Wilson, LM. Patofisiolog. Edisi 6. Volume 1. Jakarta : EGC.
2005
Syamsurhidajat , dan Jong W.D. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :
EGC.2004

You might also like