Professional Documents
Culture Documents
Tinjauan Pustaka
Istimewa
Lansia
Bumil
Laki-laki, 22 tahun, datang dengan keluhan panas badan sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tiba-tiba muncul dan
dirasakan naik dan turun, terutama pada malam hari. Keluhan disertai mual, muntah, dan penurunan nafsu makan. Pasien juga merasa
sakit di bagian perut. Pasien mengeluh juga mengeluh batuk dan merasa sakit kepala di bagian dahi. Pasien sudah 2 hari sulit BAB.
Pasien sering membeli makanan di luar. Terdapat riwayat keluhan yang sama pada keluarga yaitu ibu dan adik. Dari hasil pemeriksaan
fisik didapatkan suhu febris, bradikardia relatif, lidah kotor, dan nyeri tekan pada epigastrium. Dari hasil pemeriksaan widal didapatkan
titer Anti S. Typhi 1/320.
Tujuan :
Mendiagnosis Demam Tifoid dan mengetahui terapi yang tepat.
Nama : Tn. YN
Telp : -
Kasus
Email
Audit
Pos
5. Riwayat pekerjaan
Pasien adalah seorang karyawan.
6. Lain-lain :
Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang
Gizi : cukup
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital
TD : 110/80 mmHg
Suhu : 38,6C
Nadi : 80x/menit (bradikardia relatif)
Pernafasan : 20x/menit
Kepala
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
Pupil bulat isokor
Refleks cahaya +/+
Bibir dan mukosa mulut kering
Lidah : kotor dan tepi hiperemis, tremor (-)
Leher
Tidak ada deviasi trakea
Tidak terlihat pembesaran tiroid
JVP tidak meningkat
KGB tidak teraba
Thoraks
Bentuk thoraks datar
Rose spot (-)
Cor
Daftar Pustaka:
4
Widodo D. Demam Tifoid. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, 5 th ed. Jakarta :
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2009 : 2797-2805.
2 Background document: The Diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever. WHO: Communicable Disease Surveillance
and Response Vaccines and Biologicals.
3 Lesser CF, Miller SI. Typhoid Fever. In : Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrisons Principles of Internal Medicine vol I, 16 th ed.
USA : Mc Graw-Hill. 2005: 898-902.
Hasil Pembelajaran:
1. Membuat diagnosis demam tifoid
2. Mengetahui prinsip tatalaksana demam tifoid
3. Mengetahui masalah apa yang dapat timbul pada demam tifoid
4. Mekanisme demam tifoid dan hubungannya dengan hasil pemeriksaan fisik pada kasus ini
5. Edukasi tentang perjalanan penyakit dan prognosis penyakit pada pasien.
6. Edukasi dan pencegahan demam tifoid
1
2. Objektif
Hasil dari pemeriksaan fisik dan laboratorium mendukung diagnosis demam tifoid. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan
berdasarkan:
Pemeriksaan fisik
Suhu : Febris
Nadi : Bradikardia Relatif
Lidah kotor dengan tepi hiperemis
Nyeri tekan pada epigastrium
Pemeriksaan Penunjang
- Hasil pemeriksaan Widal didapatkan titer Anti S. Typhi 1/320 (Nilai normal <1/180). Sementara pada pemeriksaan darah rutin, urin,
fungsi ginjal, dan fungsi hati didapatkan hasil yang normal.
Oleh karena itu, kondisi pasien ini masuk ke dalam manifestasi klinis untuk mendiagnosa Demam Tifoid.
3. Assessment (Penalaran Klinis)
Demam tifoid adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Salmonella typhi, bersifat akut, ditandai dengan bakteriemi, perubahan
pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus Peyer di distal ileum, dimana gejalanya
antara lain demam berkepanjangan, nyeri perut, diare, delirium, bercak rose, dan splenomegali serta kadang-kadang disertai komplikasi
perdarahan dan perforasi usus.
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis dan subtropik terutama di daerah dengan kualitas
sumber air yang tidak memadai dengan standar kebersihan dan kesehatan yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya
penyebaran demam tifoid di negara berkembang adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standar kebersihan industri
pengolahan makanan yang masih rendah.
Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan alami Salmonella typhi, melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan
seorang penderita demam tifoid atau karier kronis. Sumber penularan berasal dari tinja dan urine karier, dari penderita pada fase akut, dan
penderita dalam masa penyembuhan. Epidemi demam tifoid yang berasal dari sumber air yang tercemar merupakan masalah utama.
Seseorang yang telah terinfeksi Salmonella typhi dapat menjadi karier kronis dan mengekskresikan mikroorganisme selama beberapa
tahun.
Masuknya kuman Salmonella typhi (S.typhi) dan Salmonella paratyphi (S.paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui
makanan yang terkontaminasi kuman, dan dapat pula dengan kontak langsung jari tangan yang terkontaminasi tinja, urine, sekret saluran
nafas, atau dengan pus penderita yang terinfeksi.
Pada fase awal demam tifoid biasa ditemukan gejala gangguan saluran nafas atas. Ada kemungkinan sebagian kuman ini masuk ke
dalam peredaran darah melalui jaringan limfoid di faring. Pada tahap awal ini penderita juga sering mengeluh nyeri telan yang disebabkan
karena kekeringan mukosa mulut. Lidah tampak kotor tertutup selaput putih sampai kecoklatan yang merupakan sisa makanan, sel epitel
mati dan bakteri, kadang-kadang tepi lidah tampak hiperemis dan tremor.
Di lambung organisme dapat melaui barier asam lambung mikroorganisme menuju ke usus halus dan dihadapkan pada dua
mekanisme pertahanan tubuh yaitu motilitas dan flora normal usus. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka
kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan
difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa
ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang
terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteriemia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke
seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama limpa dan hati. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteriemia yang
kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara
intermittent ke dalam lumen usus. Sebagain kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah
menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman
Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti
demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental dan koagulasi.
Di dalam plague Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi
hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah
sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses
patologis jaringan limfoid dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.
Perubahan pada jaringan limfoid di daerah ileosaecal yang timbul selama demam tifoid dapat dibagi menjadi 4 tahap, yaitu :
hyperplasia, nekrosis jaringan, ulserasi dan penyembuhan. Adanya perubahan pada nodus Peyer tersebut menyebabkan penderita
mengalami gejala intestinal yaitu nyeri perut, diare, perdarahan, dan perforasi. Diare dengan gambaran pea soup merupakan karakteristik
yang khas yang dijumpai pada kurang dari 50% kasus dan biasanya timbul pada minggu kedua.
Nyeri perut pada demam tifoid dapat bersifat menyebar atau terlokalisir di kanan bawah daerah ileum terminalis. Nyeri ini
disebabkan karena mediator yang dihasilkan pada proses inflamasi (histamin, bradikinin, serotonin) merangsang ujung saraf sehingga
menimbulkan rasa nyeri. Selain itu rasa nyeri dapat disebabkan karena peregangan kapsul yang membungkus hati dan limpa karena organ
tersebut membesar.
Perdarahan dapat timbul apabila proses nekrosis sudah mengenai lapisan mukosa dan submukosa sehingga terjadi erosi pasa
pembuluh darah. Konstipasi dapat terjadi pada ulserasi tahap lanjut, dan merupakan tanda prognosis yang baik. Ulkus biasanya
menyembuh sendiri tanpa meninggalkan jaringan parut, tetapi ulkus dapat menembus lapisan serosa sehingga terjadi perforasi. Pada
keadaan ini tampak adanya distensi abdomen. Distensi abdomen ditandai dengan adanya meteorismus atau timpani yang disebabkan
konstipasi dan penumpukan tinja atau berkurangnya tonus pada lapisan otot intestinal.
Gambaran klinis yang khas pada demam tifoid merupakan hasil interaksi antara Salmonella typhi dan makrofag di hati, limpa,
kelenjar limfoid intestinal, dan mesenterika. Sejumlah besar bakteri yang berada di dalam jaringan limfoid intestinal, hati, limpa, dan
sumsum tulang menyebabkan inflamasi di tempat tersebut dan melepaskan mediator inflamasi dari makrofag. Makrofag memproduksi
sitokin, diantaranya cachectin, IL-1 dan interferon. Makrofag juga merupakan sumber mtabolit arakhidonat dan oksigen reaktif intermediet.
Produk makrofag tersebut dapat menyebabkan nekrosis seluler, perangsangan system imun, ketidakstabilan vaskuler, permulaan
mekanisme pembekuan, penekanan sumsusm tulang, demam, dan keadaan lain yang berhubungan dengan demam tifoid. Tampaknya
endotoksin merangsang makrofag untuk melepaskan produknya yang secara lokal menyebabkan nekrosis intestine maupun sel hati dan
secara sistemik menyebabkan gejala klinis demam tifoid.
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa diberikan terapi yang tepat dan meminimalkan komplikasi.
Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini sangat penting untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus tertentu
dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis.
2.
3.
4.
5.
6.
Perforasi usus sering terjadi pada akhir minggu kedua atau minggu ketiga demam tifoid pada ileum distal. Perforasi terjadi apabila
ulkus yang terjadi apabila ulkus yang terjadi menenbus lapisan serosa sehingga terjadi peritonitis. Tana-tanda peritonitis adalah
nyeri seluruh perut, distensi abdomen, mual dan muntah. Pada palpasi adanya nyeri seluruh perut, distensi abdomen, mual dan
muntah. Pada palpasi adanya nyeri tekan, nyeri lepas, defense muscular, dan bisisng usus menurun. Pada pemeriksaan raiologik
abdomen ditemukan gas bebas di abdomen atau gas pada diafragma bawah.
Perdarahan usus
Perdarahan dapat timbul pada akhir minggu kedua atau minggu ketiga apabila proses nekrosis sudah mengenai lapisan mukosa dan
submukosa sehingga terjadi erosi pada pembuluh darah. Sering terjadi perdarahan yang minimal sehingga dapat sembuh sendiri.
Tanda adanya perdarahan adalah penurunan suhu badan, penurunan tekanan darah, peningkatan nadi, dan kadang-kadang
perdarahan per anus.
Manifestasi pulmonal
Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk yang bersifat ringan dan sesak nafas disebabkan oleh bronchitis (15%), pneumonia
(30%), efusi pleura dan mpiema. Pneumonia sering disebabkan infeksi sekunder dan dapat timbul pada awal sakit au fase akut
lanjut.
Manifestasi hematologis
Anemia, netropenia, granulositopenia dan trombostopenia terjadi diebabkan karena pengaruh erbagai sitokin dan mediator sehingga
terjadiny depresi sumsum tulang. Anemia hemolitik terjadi apabila ada kerusakan langsung pada eritrosit. Gambaran leukositosis
disebabkan karena efek IL-1 dan TNF pada peningkatan perlepasan netrofil dari sumsum tulang ke sirkulasi.
Manifestasi neuropsikiatris
Manifestasi neuropsikiatri pada penderita demam tifoid bervariasi dari sakit kepala, meningismus sampai gangguan kesadaran.
Patogenesis terjadinya kelainan neuropsikiatri hingga kini masih belum diketahui dengan jelas. Delirium merupakan kelainan yang
paling sering dijumpai (10-37%) dan dapat berkembang menjadi ensefalomielitis, mielitis transverse dengan paraplegia, neuritis,
dan sindroma Guillian-Barre. Meningitis yang dibabkan oleh Salmonella kebanyakan terjadi pada bayi (81%) dan neonates (25%)
dengan angka mortalitas yang tinggi.
Manifestasi kardiovaskuler
10
Miokarditis ditemukan pada 1-5% penderita demam tifoid myoookarditis terjadi karena adana infiltrasi lemak dan nekrosis pada
miokardium. Manifestasi klinis bervariasi mulai dari asimptomatik sampai nyeri dada, payah jantung, aritmasioatrial block
perubahan ST-T pada KG atau syok kardiogenik.
7. Manifestasi hepatobilier
Komplikasi hepatobilier yang sering pada demam tifoid adalah peningkatan SGOT dan SGPT dan ikterik ringan dapat ditemukan
pada hepatitis, kolangitis, kolesistitis atau hemolisis. Masih belum diketahui disfungsi hepar yang terjadi pada infeksi Salmonella
disebabkan oleh invasi langsung bacteria ke dalam hepar atau endotoxemia. Penderita dengan hepatitis tifosa dapat dibedakan
dengan viral hepatitis adalah dengan adanya demam yang khas, keadaan umum penderita yang tampak sakkit, ikterik ringan,
bradikardia relatif, peningkatan SGOT dan SGPT. Pada hepatitis viral, demam terjadi pada fase prodormal dan demam hilang
apabila timbulnya ikterik. Pada biopsi hepar ditemukan cloudy swelling, ballon degeneration dengan vakuolisasi hepatocytes,
moderate fatty changes dan daerah fokal dari sel kupffer agregasi yang dikenali sebagai nodul tifoid. Kolesistitis akut atau kronik
dapat terjadi beberapa bulan atau tahun setelah menderita demam tifoid, tetapi jarang ditemukan pada anak.
8. Manifestasi urogenital
Sebanyak 25% penderita demam tifoid penah mengekspresikan Salmonella typhi dalam kemih selama masa sakitnya. Kelainan
yang paling sering ditemukan adalah proteinuria yang bersifat sementara. Proteinuria pada sebagian kasus disebabkan oleh imun
kompleks yang mengakibatkan terjadinya glomerulo nefritis. Manifestasi lain adalah sindroma nefrotik, sistitis, pielonefritis, dan
gagal ginjal. Pada keadaan ini sering dihubungkan dengan infeksi schistosoma haematobium.
Pada umumnya prognosis demam tifoid tergantung cepatnya terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, penyebab tipe Salmonella
dan adanya penyulit. Pada negara yang maju, presentasi mortalitas < 1% sedangkan pada negara yang berkembang, presentase mortalitas >
10% karena keterlambatan mendiagnosa, keterlambatan pengobatan di rumah sakit dan pengobatan yang tidak mencukupi.
4. Plan
Diagnosis: Pada pasien ini diagnosis sudah dapat dipastikan demam tifoid berdasarkan anamnesis, pemeriksaanfisik dan pemeriksaan
penunjang, yaitu radiologi dan EKG.
Pengobatan: Pengobatan yang dapat diberikan pada pasien ini adalah dengan memperbaiki kondisi umum dan pemberian medikamentosa.
11
Umum
1 Tirah baring selama panas dan istirahat yang cukup. Dengan tirah baring, diharapkan usus tidak banyak mengalami gerak, sehingga
memepercepat proses penyembuhan. Penderita harus tirah baring sampai minimal 7 hari bebas demam atau bahkan sebaiknya
sampai akhir minggu ketiga karena rsiko komplikasi perdarahan dan perforasi usus cukup besar pada minggu ini. Mobilisasi harus
dilakukan secara bertahap. Penderita dibenarkan duduk pada hari kedua bebas demam, berdiri pada hari ketujuh bebas demam dan
berjalan hari kesepuluh bebas demam.
2 Diet makanan lunak yang mudah dicerna
Diet tifoid adalah:
TD 1: bubur susu.
TD 2: bubur tepung.
TD 3: bubur saring.
TD 4: nasi tim/nasi lunak.
TD 5: makanan biasa.
Medikamentosa
Kloramfenikol : 4 x 500 mg/hari per oral atau IV selama 7 hari
Tiamfenikol : 3x500 mg/ hari per oral atau IV selam 7 hari
Ko-trimoksazol (kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) :
Sefoperazon
Seftriakson
sefotaksim
Fluorokinolon
Obat-obat Simtomatik
12
Antipiretik
Kortikosteroid : tapering off selama 5 hari
Pendidikan:
1 Menjaga kebersihan pribadi
2 Cuci tangan
3 Menjaga kebersihan dalam mempersiapkan makanan
4 Meningkatkan kebersihan sanitasi lingkungan
5 Penyediaan air mengalir yang bersih
6 Pengamanan pembuangan limbah feses dan urin
7 Eradikasi karier Salmonella typhi
8 Vaksinasi
Konsultasi: Pasien dikonsultasikan kepada dokter spesialis penyakit dalam.
13
Disusun oleh:
Putri Sukmarani, dr.
Dokter Internship RSUD Gunung Jati Kota Cirebon
Pendamping:
Siti Maria Listiawaty, dr.
14