Professional Documents
Culture Documents
Oleh
Taufik Akbar
084020216
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi
Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
Dekan,
PERNYATAAN
(Program Studi Strata 1)
Karya tulis saya, skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik sarjana, baik di Universitas Pasundan maupun di
perguruan tinggi lainnya.
2.
Karya tulis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan
pihak lain, kecuali arahan Pembimbing.
3.
Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai
acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam
daftar pustaka.
4.
Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena
karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku.
Materai
Rp. 6000
Taufik Akbar
NRP: 084020216
ii
Motto:
Seseungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
(Q.S : 94 Al-Insyirah : 6)
iii
ABSTRAK
Kata kunci : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja Modal
iv
ABSTRACT
This study aims to provide empirical evidence about the effect of the Local
Own Revenue (PAD) and the General Allocation Fund (DAU) on the Capital
Expenditure City of Bandung.
The method used in this research is descriptive method. To obtain the
necessary data in this study, the means used is the study documentation, done by
collecting documents relating to Government Financial Statements with the
necessary data in this research activity.
Sampling technique used was non-probability sampling with a purposive
sampling approach. The variables were tested Local Own Revenue (X1) and The
General Allocation Fund (X2) as independent variables and Capital Expenditures (Y)
as the dependent variable. Data will be analyzed through the classical asumption test
for maximalize accuracy in the data processing. While the hypothesis used to test the
significance test and multiple linear regression analysis.
Partial results of hypothesis testing concluded that PAD have a positive and
significant effect on capital expenditure as well as the DAU has positive and
significant effect on capital expenditure. Simultaneously hypothesis testing concluded
that PAD and DAU significant effect on capital expenditure.
KATA PENGANTAR
Assalammulaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul : PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA
ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Pada Pemerintah Kota
Bandung Tahun Anggaran 2005-2011) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar strata satu di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Pasundan
Bandung.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1.
2.
Bapak H. Sasa Suratman, SE., M.Sc selaku Ketua Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan Bandung.
3.
Ibu Ifa Ratifah, SE., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing saya dalam mengerjakan skripsi ini serta telah
memberikan banyak masukan kepada saya.
vi
4.
5.
Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan yang
telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama proses
perkuliahan.
6.
Kedua orang tua tercinta (A. Kamidjo dan Yety Megawati) yang penulis
sayangi. Penulis menghaturkan sembah sujud sebagai ucapan terima kasih
yang tentunya penulis belum mampu menbalas pengorbanan Ayahanda dan
Ibunda, yang telah membesarkan, mendidik dan akan selalu memberikan doa
restu, perhatian, kasih sayang, serta dukungan yang tidak ternilai harganya
demi kelancaran dan keberhasilan penulis dalam segala hal.
7.
Kakak serta Adik (Rianti Megasari dan Rahayu Wandani) yang telah memberi
dukungan moral dan materiil. Terima kasih atas dukungannya.
8.
Lilis Lisnawati SE. Terima kasih untuk semangat, doa, dan motivasi yang
diberikan dalam proses penyusunan skripsi hingga akhirnya skripsi
terselesaikan.
9.
vii
10.
Teman-teman kelembagaan, Lembaga Eksekutif Mahasiswa Periode 20112012, Mutdiyanti, Anita, Anggun, Fanny, Jovi, Sammy, Reni dan yang
lainnya. Terima kasih, sukses buat kalian semua.
11.
12.
13.
Bapak dan Ibu Bagian Dokumentasi dan Data BPK RI Perwakilan Jabar,
terima kasih atas bantuan datanya.
14.
15.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih untuk
semuanya.
Berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Semoga Alloh SWT, melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta membalas segala
kebaikan semua pihak yang memberikan bantuan kepada penulis.
Wassalammualaikum Wr.Wb
Bandung, Oktober 2012
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN.
LEMBAR PERNYATAAN.............................................................................
MOTTO....
ABSTRAK....
ABSTRACK.........................
KATA PENGANTAR.........
DAFTAR ISI........................
DAFTAR TABEL................
DAFTAR GAMBAR...........
DAFTAR LAMPIRAN........
i
ii
iii
iv
v
vi
ix
xiv
xv
xvi
BAB I PENDAHULUAN.......
11
12
12
12
12
12
13
14
14
14
ix
14
15
18
19
20
21
22
22
23
25
25
28
30
30
31
33
35
38
40
41
43
44
44
44
3.2.1
45
45
47
49
3.3.1 Populasi............................................................................
49
3.3.2 Sampel..............................................................................
49
50
50
50
51
51
51
52
53
53
xi
54
55
60
60
60
60
61
64
65
67
67
67
73
77
83
84
89
xii
94
95
97
99
5.1 Kesimpulan.......................................................................................
99
5.2 Saran.................................................................................................
100
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1
Tabel 1.2
Tabel 2.1
38
Tabel 3.1
48
Tabel 4.1
Tabel 4.2
68
74
Tabel 4.3
78
Tabel 4.4
83
Tabel 4.5
84
Tabel 4.6
85
Tabel 4.7
87
Tabel 4.8
90
Tabel 4.9
92
Tabel 4.10
94
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
38
Gambar 4.1
69
Gambar 4.2
75
Gambar 4.3
79
Gambar 4.4
86
Gambar 4.5
88
Gambar 4.6
98
xv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
SK Dosen Pembimbing........................................................................
LAMPIRAN 2
Surat Izin Penelitian..............................................................................
Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Bandung
Tahun Anggaran 2005
LAMPIRAN 3
Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Bandung
Tahun Anggaran 2006
LAMPIRAN 4
Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Bandung
Tahun Anggaran 2007
LAMPIRAN 5
Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Bandung
Tahun Anggaran 2008
LAMPIRAN 6
Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Bandung
Tahun Anggaran 2009
xvi
LAMPIRAN 7
Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Bandung
Tahun Anggaran 2010
LAMPIRAN 8
Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Bandung
Tahun Anggaran 2011
LAMPIRAN 9
Lembar Perbaikan .......
LAMPIRAN 10
Curicculum Vitae .......
xvii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
berlaku di Indonesia didasarkan pada UU No. 22 tahun 1999 yang telah direvisi
menjadi UU No. 32 Tahun 2004. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa
pemerintah daerah memisahkan
fungsi legislatif.
Proses penyusunan APBD dimulai dengan kedua belah pihak yaitu antara
eksekutif dan legislatif membuat kesepakatan tentang kebijakan umum APBD yang
menjadi dasar penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pihak
eksekutif bertugas membuat rancangan APBD yang sesuai kebijakan tersebut,
kemudian pihak legislatif menetapkan sebagai Peraturan Daerah (Perda) yang
sebelumnya dirapatkan. Dalam teori keagenan, peraturan daerah menjadi alat
legislatif untuk mengawasi pelaksanaan anggaran yang dijalankan oleh pihak
eksekutif.
Dalam era desentralisasi fiskal diharapkan terjadinya peningkatan pelayanan
diberbagai sektor terutama sektor publik. Peningkatan layanan publik ini diharapkan
dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk membuka usaha di daerah.
Harapan ini tentu saja dapat terwujud apabila ada upaya pemerintah dengan
memberikan berbagai fasilitas untuk investasi. Konsekuensinya, pemerintah perlu
memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini. Desentralisasi fiskal
disatu sisi memberikan kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan daerah,
tetapi disisi lain memunculkan persoalan baru, dikarenakan tingkat kesiapan fiskal
daerah yang berbeda-beda (Harianto dan Adi, 2007).
Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat diperbaiki melalui perbaikan
manajemen kualitas jasa (service quality management), yakni upaya meminimalisasi
kesenjangan (gap) antara tingkat layanan dengan harapan konsumen (Bastian, 2006).
Dengan demikian, Pemerintah Daerah harus mampu mengalokasikan belanja modal
dengan baik karena belanja modal merupakan salah satu langkah bagi Pemerintah
Bandung sebagai fasilitator dan katalisator tidak berjalan dengan optimal, karena
masih banyak infrastrukur, serta fasilitas pelayanan publik yang belum memadai.
Pemerintah Kota Bandung lebih banyak mengalokasikan belanjanya pada sektorsektor yang kurang diperlukan dan lebih banyak digunakan untuk belanja rutin,
dibandingkan untuk meningkatkan pelayanan publik, sebab dari 100% anggaran
belanja daerah rata-rata hanya 11,32% yang digunakan untuk belanja modal dalam
rangka pengadaan asset untuk investasi dalam meningkatkan pelayanan publik (Dutakita.com, 7 Maret 2012).
Adapun beberapa permasalahan mengenai belanja modal di Kota Bandung
selama kurun waktu tujuh tahun terakhir dapat dilihat secara ringkas dari tabel berikut
ini:
Tahun
2005
Permasalahan
Pembangunan
infrastruktur
Sumber
jalan
serta
Tribun News
Perbaikan
jalan
secara
bertahap,
yang
Tribun News
Karawangnews
terbukti sia-sia
2008
2009
alur pikir teori keuangan daerah, penerimaan pajak pada umumnya digunakan untuk
membiayai jasa layanan yang bersifat murni publik (public goods), sedangkan
penerimaan retribusi umumnya digunakan untuk membiayai jasa pelayanan yang
bersifat semi publik (semi public goods) di mana komponen manfaat individunya
relatif lebih besar.
Anggiat (2009:4) menemukan adanya perbedaan preferensi antara eksekutif
dan legislatif dalam pengalokasian spread PAD ke dalam belanja sektoral. Alokasi
untuk infrastruktur dan DPRD mengalami kenaikan, tetapi alokasi untuk belanja
modal justru mengalami penurunan. Abdullah dan Halim (2004:10) menemukan
bahwa sumber pendapatan daerah berupa PAD dan dana perimbangan berpengaruh
terhadap belanja daerah secara keseluruhan. Meskipun proporsi PAD maksimal hanya
sebesar 10% dari total pendapatan daerah, kontribusinya terhadap pengalokasian
angaran cukup besar.
Pemerintah Kota Bandung berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) melalui pajak daerah, sebagai sumber pendapatan daerah dalam meningkatkan
belanja modal. Kontribusi pajak daerah sangat berpengaruh terhadap pendapatan
daerah, hal ini menyimpulkan bahwa peningkatan Pendapatan Asli Daerah mampu
meningkatkan belanja modal. Tetapi kenyataannya kontribusi Pendapatan Asli
Daerah terhadap pendapatan dan belanja daerah masih kecil, terutama belanja modal.
Selama ini dominasi sumbangan pemerintah pusat kepada daerah masih besar. Oleh
karenanya untuk mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat, pemerintah
daerah perlu berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang salah
satunya dengan penggalian potensi daerah.
PAD Kota Bandung sebagian besar dihasilkan dari pajak dan retribusi daerah,
seperti Parkir dan Pajak Restoran. Namun kenyataanya hasil pajak dan retribusi
daerah tersebut tidak mampu dikoleksi secara keseluruhan oleh Pemerintah Kota
Bandung. Hal tersebut diakibatkan pengelolaan lahan parkir potensial yang banyak
dikelola oleh oknum-oknum tertentu untuk mendapatkan keuntungan sepihak dengan
cara menggelapkan uang yang seharusnya masuk kas daerah. Penggelapanpengelapan hasil pajak dan retribusi tersebut mengakibatkan Pemerintah Kota
Bandung berpotensi kehilangan PAD dari sektor pajak dan retribusi daerah sebesar
Rp 1,5 Miliar/bulan (Bisnis Jabar, 5 April 2012).
Adapun beberapa permasalahan mengenai PAD di Kota Bandung selama
kurun waktu tujuh tahun terakhir dapat dilihat secara ringkas dari tabel berikut ini:
Tahun
Permasalahan
Sumber
2005
Tribun Jabar
Penyimpangan
Pajak
pada
pelaksanaan
Perda
Tribun News
Pikiran Rakyat
Online
2008
Pelita. or.id
2010
Pajak
parkiraan
di
Kota
Bandung
semakin
membengkak kebocorannya.
Pikiran Rakyat
Online
Pikiran Rakat
Online
Tabel 1.2
Ringkasan Permasalahan PAD Kota Bandung
Dalam
pelaksanaan
kewenangan
Pemerintah
Daerah
dalam
upaya
pembangunan, Pemerintah Pusat akan mentransfer dan perimbangan yang tediri dari
Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil
(DBH). Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah
Daerah. Dana transfer dari Pemerintah Pusat digunakan secara efektif dan efisien oleh
pemerintah Daerah dalam meningkatkan pelayanan kepada publik.
Setiap daerah mempunyai kemampuan yang tidak sama dalam mendanai
kegiatan operasional didaerahnya masing-masing, hal tersebut menimbulkan
ketimpangan fiskal antar daerah. Untuk mengatasi ketimpangan tersebut Pemerintah
Pusat mentransfer dana perimbangan untuk masing-masing daerah. Salah satu dana
perimbangan yaitu Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Umum merupakan
dana yang berasal dari pemerintah pusat yang diambil dari APBN yang dialokasikan
10
11
daerah. Jumlah transaksi para pejabat daerah yang patut dicurigai itu antara lain
1.135 transaksi oleh bendahara daerah, 379 transaksi dilakukan bupati, serta 339
transaksi oleh pejabat pemda lainnya, termasuk didalamnya Kota Bandung.
(Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia, 17 Juni 2011).
Berdasarkan uraian diatas penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan
data selama 6 tahun terakhir di Pemerintah Kota Bandung yaitu tahun anggaran 20052011. Adapun judul yang akan diteliti adalah :
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum
(DAU) Terhadap Belanja Modal (Studi Pada Pemerintah Kota Bandung Tahun
Anggaran 2005-2011) .
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah yang akan
12
1.3
1.3.1
Maksud Penelitian
Maksud dilakukan penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data,
menganalisa, mengetahui, dan menjelaskan mengenai Pengaruh Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Belanja Modal
1.3.2
Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
2.
1.4
1.4.1
Kegunaan Penelitian
Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperluas
pengetahuan mengenai akuntansi sektor publik dalam hal ini yaitu ilmu
pemerintahan mengenai pengelolaan keuangan daerah pada Pemerintah Kota
Bandung khususnya mengenai pengaruh PAD dan DAU terhadap belanja
modal.
13
1.4.2
Kegunaan Praktis
a. Bagi Pemerintah Kota Bandung, sebagai objek penelitian, dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam menganalisis belanja modal
dengan mempertimbangkan PAD dan DAU.
b. Bagi Peneliti, memberikan pengetahuan mengenai pengaruh PAD
dan DAU terhadap belanja modal di lingkungan Pemerintah Kota
Bandung.
c. Bagi Pihak Lain, khususnya akademisi, sebagai bahan referensi dan
data tambahan bagi peneliti lainnya yang tertarik pada bidang kajian
ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Keuangan Daerah
2.1.1.1
14
15
2.1.1.2
16
1.
Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan tahap yang sangat krusial. Peran DPRD
dan masyarakat dalam tahap perencanaan ini sangat besar. Kualitas
hasil (outcome) dari pengelolaan keuangan daerah sangat dipengaruhi
oleh seberapa bagus perencanaan yang dibuat. Perencanaan ini sendiri
pada dasarnya juga terdapat proses yang harus dilakukan sehingga
menghasilkan output perencanaan berupa dokumen perencanaan
daerah. Dokumen perencanaan daerah dapat dikategorikan menjadi
dua bentuk, yaitu :
a. Dokumen perencanaan pembangunan daerah berupa Rencana
Pembagunan
Jangka
Panjang
Daerah
(RPJPD),
Rencana
Tahap Pelaksanaan
Output dari tahap perencanaan adalah berupa RAPBD yang telah
disahkan oleh DPRD menjadi APBD. Output dari tahap perencanaan
17
18
satu tahun untuk RKPD. Sedangkan untuk rencana keuangan daerah yaitu berupa
RAPBD berlaku untuk satu tahun.
Menurut Mahmudi (2006:15) Output dari tahap perencanaan ini
adalah RAPBD. Alasan dari output ini berupa RAPBD, karena bagi Pemda
APBD merupakan tulang punggung (outcome) atau cetak biru (blue print)
pembangunan daerah. APBD memiliki fungsi penting dalam melakukan alokasi,
distribusi dan stabilitas keuangan Pemda. Oleh karena itu, RAPBD menjadi
sangat penting bagi daerah sebagai arah dan orientasi pembangunan.
2.1.2
19
2.1.3
20
Selain itu, Ihyaul Ulum (2008:106) mengungkapkan juga apa saja yang
menjadi faktor dominan yang terdapat dalam proses anggaran yaitu :
Faktor dominan yang terdapat dalam proses anggaran adalah :
1. Tujuan dan target yang hendak dicapai.
2. Kesediaan sumber daya (faktor-faktor produksi yang dimmiliki
pemerintah).
3. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan target.
4. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi anggaran, seperti
munculnya peraturan pemerintah yang baru, fluktuasi pasar,
perubahan sosial dan politik, bencana alam, dan sebagainya.
2.1.4
mengenai APBD, oleh sebab itu pembahasan mengenai keuangan daerah disini
bertolak belakang dari pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
yang merupakan program kerja suatu daerah dalam bentuk angka-angka.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, pasal 1 menyebutkan bahwa Anggaran
pendapatan dan belanja daerah selanjutnya disebut APBD, adalah rencana
keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan
rencana keuangan pemerintah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan oleh
peraturan daerah (Nordiawan, 2007:39). Sehingga produk APBD merupakan
hasil kerja sama antara Pemerintah Daerah dengan DPRD. Adapun fungsi APBD
adalah sebagai berikut (Halim, 2007:169-170) :
21
1. Fungsi
Otorisasi,
melaksanakan
yaitu
pendapatan
APBD
dan
merupakan
belanja
dasar
pada
untuk
tahunnyang
bersangkutan.
2. Fungsi Perencanaan, yaitu APBD merupakan pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan, yaitu APBD merupakan pedoman untuk
menilai apakah penyelenggaran pemerintah daerah sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi, yaitu APBD harus diarahkan untuk menciptakan
lapangan kerja atau mengurangi pengeluaran dan pemborosan
sumber
daya
dan
meningkatkan
efisiensi
dan
efektifitas
perekonomian.
5. Fungsi Distribusi, yaitu APBD meruupakan kebijakan anggaran
daerag yang harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan.
6. Fungsi Stabilisasi, yaitu APBD merupakan anggaran pemerintah
daerah yang menjadi alat untuk memlihara dan mengupayakan
keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
2.1.4.1
22
karena itu maka Pemerintah Daerah memerlukan suatu rencana keuangan setiap
tahunnya, yaitu dengan menyusun APBD.
Dalam penyusunan APBD, strukturnya mengalami beberapa kali
perubahan sesuai dengan perkembangan pemerintahan dan peraturan yang
mengaturnya. Dilihat dari struktur, maka sesuai dengan ketentuan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, struktur Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah dibagi menjadi Pendapatan, Belanja, dan
Pembiayaan. Pendapatan berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan. Belanja diklasifikasikan menjadi
belanja aparatur dan belanja publik. Kemudian dikelompokkan lagi menjadi
belanja administrasi dan umum; belanja operasi dan pemeliharaan; belanja
modal; belanja transfer; dan belanja tidak tersangka. Pembiayaan merupakan
penerimaan daerah yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran daerah yang
akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahuntahun anggaran berikutnya.
2.1.5
2.1.5.1
uang yang tercermin dalam pendapatan daerah. Pendapatan daerah yang dipungut
oleh Pemerintah Daerah dimaksudkan untuk membiayai berbagai pengeluaran
23
2.1.5.2
otonomi
daerah
membawa
dampak
dalam
24
daerah dapat berjalan lancar maka pemerintah mengaturnya dalam pasal 155
Undang-Undang N0. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, sebagai berikut
:
1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan
belanja daerah.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan
Pemerintah di daerah didanai dari dan atas beban anggaran
pendapatan dan belanja negara.
3. Administrasi pemdanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan secara terpisah dari
administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud ayat (2).
Selain itu, dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan daerah
diberikan sumber-sumber keuangan untuk pembiayaan berbagai tugas dan
tanggung jawabnya. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
yaitu Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
pasal 157 dan 159, sumber-sumber pendapatan bagi daerah terdiri atas :
1. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu :
a. hasil pajak daerah;
b. hasil retribusi daerah;
c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d. lain-lain PAD yang sah.
2. dana perimbangan; dan
3. lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 157 huruf b
terdiri atas:
1. Dana Bagi Hasil;
2. Dana Alokasi Umum; dan
3. Dana Alokasi Khusus
25
2.1.6
2.1.6.1
Pemerintah
Daerah
sangat
dituntut
dalam
pembiayaan
26
27
28
29
30
2.1.7
2.1.7.1
yang dapat dinilai dengan uang yang tercermin dalam pengeluaran daerah.
Kewajiban-kewajiban tersebut dapat berupa pembangunan berbagai fasilitas
publik dan peningkatan kualitas pelayanan terhadap publik. Kewajibankewajiban
Pemerintah
daerah
tersbeut
dapat
terpenuhi
melalui
pengeluaran/belanja daerah.
Pengertian belanja daerah menurut UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
31
2.1.7.2
32
pertanahan,
kependudukan
dan
catatan
sipil,
kesatuan
bangsa
dan
politik
dalam
negeri,
menurut
urusan
pilihan
mencakup:
pertanian,
33
2.1.7.3
Belanja Modal
Sejalan dengan diselenggarakannya otonomi daerah, daerah harus
dana
yang
harus
dikeluarkan
Pemerintah
Daerah
dalam
34
pada
prinsip
dipertanggungjawabkan
efektifitas,
dengan
efisien,
transparan
mempertimbangkan
skala
dan
dapat
prioritas
pembangunan daerah.
Aset tetap merupakan prasayarat utama dalam memberikan pelayanan
publik oleh
mengalokasikan dana dalam bentuk belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja
35
modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik
untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik.
Biasanya setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintahan daerah,
sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan
dampak jangka panjang secara finansial.
Adapun jenis belanja modal menurut PSAP No.2 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010 terbagai ke dalam enam pos,
yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.2
Kerangka Pemikiran
Mengingat masih lemahnya kemampuan daerah dalam menggali
modal
harus
difokuskan
pada
program-program
yang
secara
36
37
pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran
pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk kualitas pelayanan publik.
Besarnya belanja modal yang dialokasikan pemerintah daerah dalam APBD tentu
sangat dipengaruhi oleh posisi keuangan pada daerah tersebut.
Dalam rangka menjalankan tugasnya pemerintah daerah harus
memiliki sumber keuangan yang cukup memadai, karena untuk melaksanakan
pembangunan daerah diperlukan biaya yang tidak sedikit.
Pendapatan daerah merupakan sarana pemerintah daerah untuk
melaksanakan tujuan maksimalisasi kemakmuran rakyat. Sumber pendapatan
daerah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pendapatan daerah yang
bersumber dari pendapatan asli daerahnya dan pendapatan daerah yang
bersumber bukan dari pendapatan asli daerahnya.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang
bersumber dari pendapatan asli daerah. PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan daerah yang bukan berasal dari
pendapatan asli daerah diantaranya dana perimbangan dari pemerintah pusat.
Salah satu dana perimbangan yang bersumber dari pemerintah pusat
yaitu Dana Alokasi Umum. DAU diarahkan untuk mengatasi ketimpangan fiskal
yang terjadi di daerah. DAU merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal
dari pendapatan luar daerah atau dana hibah murni, dimana kewenangan
penggunaannya diserahkan kepada Pemerintah Daerah setempat.
38
Gambar 2.1
Model Penelitian
39
Hasil Penelitian
Anggiat
Situngkir
(2009)
Pertumbuhan Ekonomi,
PAD, DAU, DAK, Belanja
Modal
40
2.2.2
41
2.2.3
42
terjadi transfer yang cukup signifikan dalam APBN dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat menggunakan Dana Alokasi Umum
untuk memberikan pelayanan kepada publik yang direalisasikan melalui belanja
modal.
Abdullah dan Halim (2004) menyatakan bahwa dana transfer jangka
panjang berupa DAU berpengaruh terhadap belanja modal dan pengurangan
jumlah dana transfer dapat menyebabkan penurunan dalam pengeluaran belanja
modal.
Prakoso (2004) memperoleh bukti empiris bahwa jumlah belanja
modal dipengaruhi oleh Dana Alokasi Umum yang diterima dari pemerintah
pusat. Hasil penelitian Harianto dan Adi (2007) semakin memperkuat bukti
empiris tersebut. Mereka menemukan bahwa kemandirian daerah tidak menjadi
lebih baik, bahkan yang terjadi adalah sebaliknya yaitu ketergantungan
pemerintah daerah terhadap transfer pemerintah pusat (DAU) menjadi semakin
tinggi. Hal ini memberikan indikasi kuat bahwa perilaku belanja daerah
khususnya belanja modal akan sangat dipengaruhi sumber penerimaan DAU.
Berbagai pemaparan diatas dapat disimpulkan semakin tinggi DAU maka alokasi
belanja modal juga meningkat. Hal ini disebabkan karena daerah yang memiliki
pendapatan daerah berupa DAU yang besar maka belanja modal akan meningkat.
Hipotesis kedua adalah sebagai berikut :
H2 :
43
2.2.4
BAB III
METODE PENELITIAN
4.1
Objek Penelitian
Objek penelitian adalah variabel atau apa yang menjadi titik perhatian
4.2
Metode Penelitian
Berdasarkan variabel-variabel yang diteliti maka metode yang
45
4.2.1
3.2.1.1
Definisi Variabel
Variabel independen (bebas) yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai variabel X1 dan Dana Alokasi
Umum (DAU) sebagai variabel X2 serta Variabel Dependen (terikat) adalah
Belanja Modal sebagai variabel Y.
Pengertian dari masing-masing variabel di atas adalah sebagai berikut :
1. Variabel Pendapatan Asli Daerah
Menurut UU No. 33 Tahun 2004, pendapatan Asli Daerah adalah
penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam
daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah asli
yang digali di daerah tersebut untuk digunakan sebagai modal
dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan
46
horizontal
dengan
tujuan
utama
pemerataan
Dimana.
Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal Kapasitas Fiskal
47
3.2.1.2
Operasionalisasi Variabel
Operasionalisasi dibutuhkan untuk menjadi acuan dalam penggunaan
48
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel
Sub
Variabel/Dimensi
Indikator
Realisasi PAD di
dalam Laporan
Realisasi Anggaran
(LRA)
Skala
Independen (X)
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
(X1)
Dana Alokasi
Umum (DAU)
(X2)
Realisasi DAU di
dalam LRA
Rasio
Rasio
Dependen (Y)
Belanja Modal
Realisasi belanja
modal di dalam
LRA
Rasio
49
3.3
3.3.1
Populasi
Sugiyono (2012:115) mengemukakan bahwa Populasi adalah wilayah
3.3.2
Sampel
Menurut Sugiyono (2012:116), sampel adalah bagian dari jumlah dan
2.
50
Umum (DAU) dan belanja modal sehingga dapat terlihat pertumbuhan dari
masing-masing variabel tersebut.
3.
Periode tersebut lebih relevan dengan keadaan atau situasi sekarang untuk
dilakukannya penelitian, sehingga hasil penelitian yang didapat lebih
akurat.
4.
3.4
yang
digunakan
adalah
studi
dokumentasi,
dilakukan
dengan
cara
3.4.1
3.4.1.1
lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Untuk itu, data yang dihimpun dari
hasil penelitian di lapangan akan disusun dan dibandingkan dengan data
kepustakaan, kemudian dilakukan analisis untuk ditarik kesimpulan. Analisis
51
3.4.2
Statistik Deskriptif
Penyajian statistik deskriptif bertujuan untuk melihat profil dari data
penelitian tersebut dengan hubungan yang ada antar variabel yang digunakan
dalam penelitian tersebut. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Belanja Modal.
3.4.3
3.4.3.1
Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas diperlukan unuk mengetahui apakah ada tidaknya
52
3.4.3.2
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam
variabel yang digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan
dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal (Nugroho, 2005:
18). Untuk menguji apakah distribusi normal atau tidak, dapat dilihat melalui
normal probability plot dengan membandingkan distribusi kumulatif dan
distribusi normal. Data normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan
ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adalah
normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti
garis diagonalnya (Ghozali, 2005: 10). Selain itu untuk menguji normalitas
residual dengan menggunakan uji statistik non-parametrik Kolmogrov-Smirnov
(K-S). Jika hasil Kolmogrov-Smirnov menunjukkan nilai signifikan diatas 0,05
maka data residual terdistribusi dengan normal. Sedangkan jika hasil KolmogrovSmirnov menunjukkan nilai signifikan di bawah 0,05 maka data residual
terdistribusi tidak normal (Ghozali, 2005: 113).
53
3.4.3.3
Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
korelasi dalam hal variabel independen. Uji Autokorelasi dapat dilakukan dengan
cara uji Durbin Watson (DW test). Adapun cara mendeteksi terjadinya
Autokorelasi secara umum dapat diambil patokan sebagai berikut :
a.
b.
c.
3.4.3.4
Uji Heteroskedastisitas
Heterokedastisitas
merupakan
pelanggaran
dari
asumsi
Heteroskedastisitas
berarti
variabel-variabel
penjelas
dalam
54
Jika pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),
maka terdapat situasi heteroskedastis.
Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan
dibawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi situasi
heterokedastis.
3.4.4
= Belanja Modal
= Konstanta
= Koefisien Regresi
PAD
DAU
= error
55
3.4.5
Pengujian Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dan dibuktikan dalam penelitian ini
Ha1
56
Hipotesis Kedua :
H01
Ha1
Hipotesis Ketiga :
H01
tidak
57
1.
Uji t
Pengujian hipotesis secara parsial dengan uji t bertujuan untuk
2
1
Dimana :
t
= Nilai uji t
= Koefisien korelasi
r2
= Koefisien determinasi
2.
Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas
(independen) terhadap variabel terikat (dependen) secara simultan atau bersamasama ketentuannya yaitu jika F hitung lebih besar atau sama dengan F tabel maka
tidak terdapat pengaruh antara variabel bebas secara keseluruhan terhadap
58
variabel terikat. Sebelum menghitung nilai F statistik maka terlebih dahulu harus
menghitung nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh dengan membagi
jumlah kuadrat regresi (ESS) dengan jumlah kuadrat total (TS) nilai R2 ini
selanjutnya akan digunakan dalam menguji kedekatan variabel bebas dan
variabel terikat
Uji F hitung atau f statistik dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
/
(1
)/( 1)
Dimana :
F
3.
Koefisien Determinasi
Pengukuran koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui
59
Dimana :
KD = Koefisien determinasi
r
= Koefisien regresi
100%
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.3
Hasil Penelitian
6.1.1
6.1.1.1
Profil Daerah
Kota Bandung merupakan salah satu kota di Indonesia yang tepatnya
terletak di wilayah Jawa Barat. Secara geografis Kota bandung terletak pada 107
Bujur Timur dan 6 55 Lintang Selatan. Dilihat dari lokasinya, kedudukan Kota
Bandung sangat strategis, baik bagi komunikasi, perekonomian maupun
keamanan, sebab :
1.
Kota Bandung terletak pada titik pertemuan poros jalan raya Barat-Timur
yang memudahkan hubungan dengan daerah Jakarta, sedangkan Ke Utara
dan Selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan (Subang
dan Pangalengan).
2.
atas permukaan air laut, titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian 1050
meter dan terendah di sebelah Selatan adalah 675 meter di atas permukaan air
60
61
laut. Dengan keadaan seperti ini Kota Bandung menjadi suatu kota yang sejuk
dengan temperatur rata-rata 23.2 C.
6.1.1.2
Kota Bandung, Dayeuh Bandung ditetapkan menjadi Geimmeente oleh J.B Van
Heutz sesuai dengan Keputusan Gubernur Jenderal tanggal 29 februari 1906,
yang menerangkan bahwa Kota Bandung dibentuk sebagai suatu daerah otonom
yaitu daerah yang mempunyai hak untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Adapun isi pokok dari ordonansi pembentukan Geimeente
Bandung adalah sebagai berikut :
1. Bandung dinyatakan sebagai Geimeente yang berpemerintahan sendiri.
2. Untuk menjalankan tugas dan kewajiban pemerintah Geimeente diberikan
modal pertama sebesar F. 46.775,- yang disisihkan dari Anggaran Belanja
Pemerintahan Kolonial.
3. Tugas dan kewajiban yang harus dijalankan berupa :
a) Pembentukan pemeliharaan sarana kota seperti jalan umum, jembatan,
saluran air hujan, dan lain-lain.
b) Pembuangan sampah dari pekarangan, pertamanan, dan jalan.
c) Pencegahan kebakaran termasuk pemeliharaan kuburan-kuburan umum di
dalam atau di luar Geimeente.
62
63
4. Haminte Kota Bandung (dari tanggal 24 April 1948 sampai dengan 11 Maret
1950 berdasarkan UU No. 22 Tahun 1948 pada masa berlakunya Negara
Pasundan).
5. Kota Besar Bandung (mulai berlaku tanggal 15 Agustus 1950 berdasarkan
UU No. 16 Tahun 1950).
6. Kota Praja Bandung (sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1957 tentang pokokpokok Pemerintahan daerah di Indonesia).
7. Kotamadya Bandung (Sebagai pelaksana UU No. 1 Tahun 1957, Walikota
Kepala Daerah Bandung dengan surat edaran No. 637 tanggal 11 Maret 1966,
sebutan Kotapraja Bandung secara resmi berubah menjadi Kotamadya
Bandung).
8. Kotamadya Daerah Tingkat II (UU No. 5 Tahun 1974, tentang pokok-pokok
Pemerintahan Daerah).
9. Kota Bandung (UU No. 22 Tahun 1999, yang kemudian diubah menjadi UU
No. 32 Tahun 2004).
Landasan pembentukan Pemerintah Kota Bandung di Indonesia pada
dasarnya semenjak tahun 1945, dibentuk atas dasar Pasal 28 Undang-Undang
Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai realisasi dari pasal
tersebut, maka semenjak itu undang-undang yang mengatur tentang Kota
Bandung secara berturut-turut adalah sebagai berikut :
1. UU RI No. 1 Tahun 1945 tentang Pembentukan Komite Nasional Daerah.
64
6.1.1.3
65
3. Kota Bandung sebagai Kota Jasa harus memiliki warga yang taat kepada
agama, hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan untuk menjaga keamanan,
kenyamanan dan ketertiban Kota.
4. Kota Bandung sebagai Kota Jasa harus memiliki warga yang bersahabat,
santun, akrab dan dapat menyenangkan bagi orang yang berkunjung serta
menjadikan Kota yang bersahabat dalam pemahaman Kota yang ramah
lingkungan.
Dengan demikian Kota Jasa yang bermartabat adalah kota yang
menyediakan jasa pelayanan yang didukung dengan terwujudnya kebersihan,
kemakmuran, ketaatan, ketakwaan dan kedisiplinan masyrakat.
Berdasarkan pemahaman tersebut, sangatlah rasional pada kurun lima
tahun kedepan diperlukan langkah dan tindakan pemantapan (revitalisasi,
reaktualisasi, reorientasi dan refungsionalisasi) yang harus dilakukan oleh
Pemerintah Kota Bandung bersama masyarakatnya serta didukung secara politis
oleh pihak legislatif melalui upaya-upaya yang lebih keras, cerdas dan terarah
namun tetap raman dalam meningkatkan akselerasi pembangunan guna
tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
6.1.1.4
66
67
6.1.2
6.1.2.1
68
salah satu kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam
mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
Gambaran mengenai jumlah realisasi Pendapatan Asli Daerah yang
berhasil diperoleh Pemerintah Kota Bandung Tahun Anggaran 2005-2011 dapat
dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut :
Tabel 4.1
Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Bandung
Tahun Anggaran 2005-2011
(dalam rupiah)
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber
Pendapatan Asli
Daerah
225.596.438.613,00
253.882.919.542,87
263.249.534.044,93
274.627.155.412,00
361.712.964.143,00
441.871.140.944,00
834.595.864.970,00
Total Pendapatan
Kota Bandung
1.123.097.156.370,00
1.397.711.614.415,87
1.685.638.878.892,93
2.018.841.349.189,00
2.403.470.674.178,00
2.440.168.433.364,00
3.115.296.523.907,00
Rata-rata
%
Kontribusi
20,09
18,16
15,62
13,60
15,05
18,10
26,79
18,20
69
Gambar 4.1
Kontribusi PAD terhadap Pendapatan Daerah
Pemerintah Kota Bandung TA 2005-2011
30
25
20
15
10
5
0
TA2005
TA2006
TA2007
TA2008
TA2009
TA2010
TA2011
PAD
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa data realisasi Pendapatan Asli
Daerah Pemerintah Kota Bandung selama tahun anggaran 2005-2011 mengalami
kenaikan, sedangkan menurut gambar 4.1 kontribusi PAD terhadap Pendapatan
Daerah mengalami penurunan di tahun anggaran 2005-2008 dan mengalami
kenaikan kembali di tahun anggaran 2009-2011. Persentasi kontribusi tertinggi
terjadi pada tahun anggaran 2011 yaitu 26,79% dengan jumlah realisasi sebesar
Rp. 834.595.864.970,00. Sedangkan persentase terendah terjadi pada tahun
anggaran
2008
yaitu
274.627.155.412,00.
13,60%
dengan
jumlah
realisasi
sebesar
Rp.
70
pendapatan
yang
berasal
dari
pajak
daerah
sebesar
Rp.
71
72
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp 10.328.428.076, dan lainlain pendapatan asli daerah yang sah sebesar Rp 85.476.092.752.
Dalam struktur Pendapatan Daerah Kota Bandung selama tahun
anggaran 2005-2011, dapat dilihat kontribusi realisasi PAD terhadap jumlah
Pendapatan Daerah masih kecil denga rata-rata 18,20%. Hal ini mencerminkan
ketergantungan Pemerintah Kota Bandung terhadap pemerintah pusat masih
cukup besar. Namun kenaikan yang dialami pada tahun anggaran 2009-2011 tiga
tahun berturut-turut telah menunjukkan adanya peningkatan kemampuan
penggalian sumber-sumber pendapatan daerah. Namun di samping itu,
mengingat kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah yang masih kecil dapat
dikatakan kemampuan keuangan Kota Bandung masih kurang dimana kegiatan
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan masih banyak dibiayai dari
dana APBN.
Pendapatan asli daerah merupakan tulang punggung pembiayaan
daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi di ukur dari
besarnya kontribusi yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap total
APBD, semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh pendapatan asli
daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah
terhadap bantuan pemerintah pusat sehingga otonomi daerah dapat terwujud.
Dengan tingkat Pendapatan Asli Daerah yang semakin tinggi
Pemerintah Kota Bandung memiliki arah kebijakan dalam mengelola
pendapatannya. Salah satu arah kebijakannya adalah menginvestasikan sebagian
73
74
Tabel 4.2
Pertumbuhan Dana Alokasi Umum Pemerintah Kota Bandung
Tahun Anggaran 2005-2011
(dalam rupiah)
Tahun
Total Pendapatan
Kota Bandung
%
Kontribusi
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
458.072.000.000,00
632.379.000.000,00
828.294.700.000,00
965.518.566.800,00
1.026.745.545.000,00
912.571.834.000,00
1.005.982.541.000,00
1.123.097.156.370,00
1.397.711.614.415,87
1.685.638.878.892,93
2.018.841.349.189,00
2.403.470.674.178,00
2.440.168.433.364,00
3.115.296.523.907,00
Rata-rata
40,79%
45,24%
49,14%
47,84%
42,72%
37,40%
32,31%
42,19%
Sumber
75
Gambar 4.2
Kontribusi DAU terhadap Pendapatan Daerah
Pemerintah Kota Bandung TA 2005-2011
60
50
40
30
20
10
0
TA2005
TA2006
TA2007
TA2008
TA2009
TA2010
TA2011
DAU
Dari tabel 4.2 data realisasi Dana Alokasi Umum Pemerintah Kota
Bandung selama tahun anggaran 2005-2011 mengalami kondisi yang fluktuatif,
menurut gambar 4.2 kontribusi DAU terhadap Pendapatan Daerah Pemerintah
Kota Bandung selama tahun anggaran 2005-2011 mengalami penurunan.
Persentase kontribusi tertinggi terjadi pada tahun anggaran 2007, yaitu 49,14%
dengan jumlah realisasi sebesar Rp 828.294.700,00 dan persentase kontribusi
Dana Alokasi Umum terendah terjadi pada tahun 2011, yaitu 32,31% dengan
jumlah realisasi sebesar Rp 1.005.982.541.000,00.
Pada tahun anggaran 2005 jumlah Dana Alokasi Umum yang berhasil
dihimpun oleh Pemerintah Kota Bandung adalah sebesar Rp 458.072.000.000,
76
1.026.745.545.000,00 dengan
77
rutin
maupun
78
Tabel 4.3
Pertumbuhan Belanja Modal Pemerintah Kota Bandung
Tahun Anggaran 2005-2011
(dalam rupiah)
Tahun
Belanja Modal
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
106.350.309.401,00
81.087.735.651,00
232.007.682.250,00
345.160.822.373,00
390.988.308.073,00
405.699.482.843,00
612.081.890.549,00
Sumber
%
Kontribusi
9,7%
6,4%
14,94%
16,76%
21,92%
16,08%
19,87%
15,09%
79
Gambar 4.3
Kontribusi Belanja Modal terhadap Belanja Daerah
Pemerintah Kota Bandung TA 2005-2011
25
20
15
10
5
0
TA2005
TA2006
TA2007
TA2008
TA2009
TA2010
TA2011
DAU
2009,
yaitu
21.92%
dengan
jumlah
realisasi
sebesar
Rp
80
81
82
2.
3.
4.
Secara umum dalam setiap aspek selalu berpegang pada prinsip akuntabilitas
transparansi dan upaya yang sungguh-sungguh.
83
6.1.3
Analisis Data
Setelah data diperoleh dan dideskripsikan, diperlukan adanya
pengujian atas data tersebut agar dapat dianalisa lebih lanjut dan dapat digunakan
dalam pengujian hipotesis. Adapun uji yang dilakukan meliputi uji asumsi klasik
(multikolinearitas, normalitas, autokorelasi, heterokedastisitas) dan uji hipotesis
yang mencakup di dalamnya analisis regresi dan uji koefisien determinasi. Kedua
hasil pengujian tersebut akan dipaparkan pada sub bab selanjutnya.
Berikut disajikan data Pendapatan Asli Daerah (X1), Dana Alokasi
Umum (X2) dan Belanja Modal (Y) pada Pemerintah Kota Bandung tahun
anggaran 2005-2011.
Tabel 4.4
Data Pengamatan Untuk Pengujian Statistik
PAD, DAU, dan Belanja Modal
Pemerintah Kota Bandung
Tahun Anggaran 2005-2011
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
X1
225.596.438.613,00
253.882.919.542,87
263.249.534.044,93
274.627.155.412,00
361.712.964.143,00
441.871.140.944,00
834.595.864.970,00
X2
458.072.000.000,00
632.379.000.000,00
828.294.700.000,00
965.518.566.800,00
1.026.745.545.000,00
912.571.834.000,00
1.005.982.541.000,00
Y
106.350.309.401,00
81.087.735.651,00
232.007.682.250,00
345.160.822.373,00
390.988.308.073,00
405.699.482.843,00
612.081.890.549,00
84
4.1.3.1
1.
Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas betujuan untuk mengetahui apakah diantara
beberapa atau semua variabel yang menjelaskan model regresi terjadi hubungan
linear yang sempurna atau pasti. Pendeteksian dilakukan dengan melihat nilai
tolerance (TOL) dan faktor inflasi varians (Variance Inflation Factor, VIF).
Berikut ini disajikan tabel hasil penghitungan TOL dan VIF dengan menggunkan
Software SPSS 17 for Windows.
Tabel 4.5
Coefficients
Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
Toleranc
Model
1 (Constant)
Std. Error
-2.684E11
8.064E10
PAD
.496
.111
DAU
.469
.112
Beta
Sig.
VIF
-3.329
.029
.572
4.461
.011
.696 1.437
.537
4.184
.014
.696 1.437
Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat disimpulkan bahwa dari model tidak
mengalami gejala multikolinearitas karena memiliki tolerance yang lebih besar
dari 0,01 dan VIF yang lebih kecil dari 10. Ghozali dalam bukunya Aplikasi
85
2.
Uji Normalitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data sampel yang diambil
Tabel 4.6
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
PAD
N
DAU
7
a,,b
Normal Parameters
Mean
BelanjaModal
7
3.7879E11 8.3279E11
3.1048E11
.258
.217
.162
Positive
.258
.181
.162
Negative
-.232
-.217
-.145
Kolmogorov-Smirnov Z
.682
.575
.428
.741
.895
.993
86
Dari perhitungan pada tabel 4.6 di atas, terlihat bahwa nilai PAD,
DAU, dan Belanja Modal masing-masing sebesar 0.741, 0.895 dan 0.993
(Asymp.Sig.(2-tailed)). Ketiga nilai tersebut lebih besar dari 0,05 sehingga data
yang digunakan dapat dikatakan berdistribusi normal serta dapat disimpulkan
bahwa PAD, DAU, dan Belanja Modal dapat memenuhi uji normalitas. Untuk
menegaskan hasil dari perhitungan Tes Kolmogorov-Smirnov Sampel Tunggal
diatas, digunakan juga grafik P- Plot of Regression Standardized Residual
Gambar 4.4
87
3.
Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam model
Tabel 4.7
Model Summaryb
Model
R
.977a
R Square
Adjusted R Square
.954
.931
Durbin-Watson
2.361
4.
Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah prediktor dalam
88
Gambar 4.5
89
Dimana :
Y
= Belanja Modal
= Konstanta
= Koefisien Regresi
PAD
DAU
= error
Untuk menentukan persamaan regresi maka terlebih dahulu dilakukan
pengujian hipotesis.
4.1.3.2
Pengujian Hipotesis
1.
Uji t
Pengujian hipotesis secara parsial dengan uji t bertujuan untuk
90
Tabel 4.8
Coefficients a
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Std. Error
-2.684E11
8.064E10
PAD
.496
.111
DAU
.469
.112
Coefficients
Beta
Sig.
-3.329
.029
.572
4.461
.011
.537
4.184
.014
2.
91
3.
1.
Hipotesis Pertama
Tabel 4.8 menunjukkan thitung untuk PAD sebesar 4,461. Besarnya ttabel
pada = 0,05 adalah sebesar 1,895. Besarnya thitung untuk Pendapatan Asli
Daerah sebesar 4,461 > dari ttabel 1,895 dengan angka signifikansi sebesar 0,011
< 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara parsial Pendapatan
Asli Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal pada
Pemerintah Kota Bandung.
Ha1
2.
Hipotesis Kedua
Dari hasil penelitian pada tabel 4.8, Dana Alokasi Umum (X2)
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal. Hasil ini dapat
dilihat pada uji t yang memiliki thitung = 4,184 > dari ttabel 1,895 dengan angka
signifikansi 0,014. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara parsial
92
Dana Alokasi Umum berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal
pada Pemerintah Kota Bandung.
Ha1
2.
Uji F
Pengujian hipotesis secara simultan dengan uji F bertujuan untuk
mengetahui pengaruh secara simultan dari variabel bebas X1, dan X2 terhadap
variabel
terikat
Y.
Pada
penelitian
ini
pengujian
dilakukan
dengan
membandingkan Fhitung dengan Ftabel. Hasil Fhitung disajikan dalam tabel 4.9
dibawah ini :
Tabel 4.9
ANOVAb
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
1 Regression
1.986E23
9.931E22
Residual
9.536E21
2.384E21
Total
2.082E23
F
41.660
Sig.
.002
93
3.
Hipotesis Ketiga
Berdasarkan tabel 4.9 diatas diperoleh Fhitung sebesar 41,660 > Ftabel
sebesar 6,940 dengan tingkat signifikansi 0,002. Oleh karena itu tingkat
signifikansi 0,002 < 0,05, maka model regresi pada penelitian ini dapat dipakai
untuk memprediksi belanja modal pada Pemerintah Kota Bandung. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa secara simultan variabel PAD dan DAU
berpengaruh signifikan terhadap variabel belanja modal.
Ha1
3.
Koefisien Determinasi
Pengujian koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur garis
regresi atau secara verbal mengukur proporsi total varians dalam Y yang
dijelaskan oleh regresi. Sebelum mengukur koefisien determinasi terlebih dahulu
harus menghitung koefisien korelasi (R). Penghitungan koefisien korelasi pada
penelitian ini menggunakan Software SPSS 17 for Windows Hasil penghitungan
disajikan dalam tabel berikut ini :
94
Tabel 4.10
Model Summary
Model
R
.977a
R Square
.954
Adjusted R
Square
Estimate
.931
4.88252E10
95
dilakukan oleh Darwanto dan Yulia Yustikasari (2007) dan Anggiat Situngkir
(2009).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar Pendapatan
Asli Daerah maka akan semakin besar pula belanja modalnya. Namun, hasil
penelititan ini tidak dapat begitu saja digeneralisasikan dengan penelitianpenelitian di atas karena penelitian ini difokuskan khusus kepada Pemerintah
Kota Bandung. Sedangkan pada penelitian-penelitian sebelumnya berfokus
kepada Pemerintah Daerah dalam satu provinsi. Jadi, hasil penelitian ini dapat
dikatakan masih tergolong baru apabila dilihat dari subyek penelitian yang
diambil.
Tabel 4.8 menunjukkan thitung untuk PAD sebesar 4,461. Besarnya ttabel
pada = 0,05 adalah sebesar 1,895. Besarnya thitung untuk Pendapatan Asli
Daerah sebesar 4,461 > dari ttabel 1,895 dengan angka signifikansi sebesar 0,011
< 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara parsial Pendapatan
Asli Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal pada
Pemerintah Kota Bandung.
96
satuan. Hal ini berarti semakin tinggi Dana Alokasi Umum tahun berjalan maka
semakin besar pula kontribusinya terhadap Belanja Modal di Pemerintah Kota
Bandung.
Besarnya t hitung untuk Dana Alokasi Umum sebesar 4,184 > dari ttabel
1,895 dengan angka signifikansi sebesar 0,014 < 0,05. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa secara parsial Dana Alokasi Umum berpengaruh positif dan
signifikan terhadap belanja modal pada Pemerintah Kota Bandung.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah Dana
Alokasi Umum, maka akan semakin besar pula belanja modalnya. Hal ini dapat
kita lihat pada koefisien regresi variabel Dana Alokasi umum dalam persamaan
regresi sebesar 0,469 yang berarti bahwa setiap peningkatan DAU sebesar satu
satuan akan mengakibatkan perubahan pada belanja modal sebesar 0,469.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Anggiat Situngkir (2009) yang menyatakan bahwa variabel DAU memiliki
pengaruh signifikan terhadap belanja modal.
Dari hasil penelitian pada tabel 4.8, Dana Alokasi Umum (X2)
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal. Hasil ini dapat
dilihat pada uji t yang memiliki thitung = 4,184 > dari ttabel 1,895 dengan angka
signifikansi 0,014. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara parsial
Dana Alokasi Umum berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal
pada Pemerintah Kota Bandung. Artinya semakin besar Dana Alokasi Umum
maka semakin besar pula alokasi belanja modal pada Pemerintah Kota Bandung.
97
Begitupun sebaliknya, semakin kecil Dana Alokasi Umum maka semakin kecil
alokasi belanja modal Pemerintah Kota Bandung. Karena pengaruh Dana Alokasi
Umum berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, artinya pengaruh tersebut
besar dan berarti.
98
49,6%
95,4%
Belanja Modal
46,9%
Gambar 4.6
Persentase Pengaruh Variabel
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
6.2
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada Pemerintah Kota Bandung mengenai
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap belanja
modal tahun anggaran 2005-2011, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
terhadap
Belanja
Modal.
Berdasarkan
hasil
perhitungan
terhadap
Belanja
Modal.
Berdasarkan
hasil
perhitungan
99
100
Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Pendapatan Asli Daerah dan
Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Kota
Bandung tahun anggaran 2005-2011.
6.3
Saran
Adapun saran yang penulis ajukan dalam penelitian ini antara lain :
1.
2.
3.
Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk
melakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan sampel yang
digunakan dan memperluas periode pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Iqbal Hasan. (2004). Analisis Data Penelitian dan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara
Kesit Bambang Prakosa. (2004). Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan
pendapatan Asli Daerah (Study Empirik di Wilayah Provinsi Jawa Tengah dan
DIY). Desember: Yogyakarta
Mahmudi. (2006). Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta:
Andi
Nugroho, Bhuono, Agung. (2005). Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian
Dengan SPSS, Edisi I. Yogyakarta: Andi
Peraturan Mentri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah republic Indonesia No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah
Saragih, Juli Panglima. (2003). Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam
Otonomi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Stungkir, Anggiat (2009). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja
Modal (Studi Empiris Pada pemkot/Pemkab Sumatera Utara. Juli. Medan
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Bisnis. Bandung Alfabeta
Suharsimi Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
_____________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah. Departemen Komunikasi dan Informatika. Jakarta.
_____________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
Departemen Komunikasi dan Informatika. Jakarta.