You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN
Miastenia gravis (MG) adalah gangguan autoimun yang relatif jarang terhadap
saraf perifer di mana terbentuk antibodi terhadap asetilkolin (Ach) reseptor
possinaptik nikotinat pada sambungan neuromuskuler (NMJ).Patologi dasar
adalah pengurangan jumlah reseptor AcH (ACHR) pada membran otot posinaptik
disebabkan oleh reaksi autoimun yang memproduksi anti-ACHR antibodi.1
Penurunan jumlah hasil AChRs dalam pola karakteristik kekuatan otot
semakin berkurang dengan penggunaan berulang dan pemulihan kekuatan otot
setelah masa istirahat.Otot-otot bulbar paling sering dipengaruhi dan paling parah,
tetapi kebanyakan pasien juga memperlihatkan beberapa derajat kelemahan umum
secara berfluktuasi.Aspek yang paling penting dari MG dalam situasi darurat
adalah deteksi dan pengelolaan krisis yaitu Miastenikkrisi dan kolinergik krisis.1
MG adalah salah satu gangguan neurologis yang dapat diobati.Terapi
farmakologis termasuk obat antikolinesterase dan agen imunosupresif, seperti
kortikosteroid, azatioprin, siklosporin, plasmaferesis, dan immune globulin
intravena (IVIG).Plasmapheresis dan timektomi juga digunakan untuk mengobati
MG. Timektomi adalah pilihan yang sangat penting jika terdapat timoma. Pasien
dengan MG memerlukan perawatan dekat tindak lanjut bekerja sama dengan
dokter perawatan primer.1
MG ini jarang terjadi.Insiden tahunan diperkirakan AS adalah 2 per
1.000.000. Prevalensi MG di Amerika Serikat berkisar 0,5-14,2 kasus per 100.000
orang. Angka ini telah meningkat selama 2 dekade terakhir, terutama karena
peningkatan umur pasien dengan MG tetapi juga karena diagnosis dini. 15-20%
pasien akan mengalami krisis myasthenic. Tiga perempat dari pasien tersebut
mengalami krisis pertama mereka dalam waktu 2 tahun setelah diagnosis. Di
Inggris, prevalensi MG adalah 15 kasus per 100.000 penduduk. Di Kroasia,
adalah 10 kasus per 100.000. Di Sardinia, Italia, prevalensi meningkat dari 0,75
per 100.000 pada 1958-4,5 kasus per 100.000 pada tahun 1986.MG dapat terjadi
pada semua usia. Puncak kejadian padawanita terjadi dalam dekade ketiga
kehidupan, sedangkan puncak kejadian laki-laki terjadi dalam dekade keenam

atau ketujuh.Usia rata-rata adalah 28 tahun pada wanita dan 42 tahun pada
pria.MG neonatal Transient terjadi pada bayi dari ibu myasthenic yang
memperoleh antibodi anti-ACHR melalui transfer plasenta IgG. Beberapa bayi
mungkin

menderita

miastenia

neonatus

sementara

karena

efek

dari

antibodi.Kebanyakan bayi yang lahir dari ibu myasthenic memiliki antibodi antiACHR saat lahir, namun hanya 10-20% berkembang menjadi MG neonatal.Ini
mungkin karena efek protektif dari alfa-fetoprotein, yang menghambat pengikatan
antibodi anti-ACHR untuk ACHR. Tingginya kadarantibodi serum ACHR ibu
dapat meningkatkan kemungkinan MG neonatal, dengan demikian, menurunkan
titer serum ibu selama periode antenatal dengan plasmaferesis mungkin
berguna.Secara klasik, rasio perempuan:laki-laki secara keseluruhan telah
dianggap 3:2, dengan dominasi perempuan pada orang dewasa muda (yaitu,
pasien berusia 20-30 tahun) dan dominasi laki-laki sedikit pada orang dewasa
yang lebih tua (yaitu, pasien lebih tua dari 50 tahun).Studi menunjukkan,
bagaimanapun, bahwa dengan peningkatan harapan hidup, laki-laki dan
perempuan berada pada rasio yang sama. MG okular dominan pada laki-laki.
Rasio laki-perempuan pada anak dengan MG dan kondisi autoimun lainadalah
1:5.Permulaan MG di usia muda adalah cenderung terjadi pada orang Asia
dibandingkan ras lain.2-3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi Miastenia Gravis

Miastenia Gravis berasal dari 2 kata yaitu miastenia dan gravis.Miastenia berarti
kelemahan otot motorik tertentu yang berfluktuasi, terutama yang diinervasi oleh
nukleusmotorik di batang otak seperti otot mata, otot kelopa mata, otot
pengunyah, dan otot wajah. Gravis sendiri berasal dari kata grave yang berarti
buruk. Miastenia gravis adalah penyakit kelemahan otot motorik yang berfluktuasi
dan prognosisnya buruk.4 Romi dkk mengatakan bahwa Miastenia gravis (MG)
adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan kelemahan patologis yang
berfluktuasi dengan remisi dan eksaserbasi yang melibatkan kelompok otot satu
atau beberapa rangka, terutama disebabkan oleh antibodi terhadap reseptor
asetilkolin (ACHR) di lokasi pasca sinaptik dari sambungan neuromuskuler tanpa
adanya gangguan sensorik.5-6

2.2.

Anatomi, Fisiologis dan Biokimia Neuromuscular Junction

2.2.1. Anatomi Neuromuscular Junction


Sebelum memahami tentang miastenia gravis, pengetahuan tentang anatomi dan
fungsi normal dari neuromuscular junction sangatlah penting. Tiap-tiap serat saraf
secara normal bercabang beberapa kali dan merangsang tiga hingga beberapa
ratus serat otot rangka. Ujung-ujung saraf membuat suatu sambungan yang
disebut neuromuscular junction atau sambungan neuromuskular11.
Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang disebut
terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat di sepanjang
serat saraf. Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik
(membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk
neuromuscular junction11.

2.2.2 Fisiologi dan Biokimia Neuromuscular Junction


Celah sinaps merupakan jarak antara membran presinaptik dan membran post
sinaptik. Lebarnya berkisar antara 20-30 nanometer dan terisi oleh suatu lamina
basalis, yang merupakan lapisan tipis dengan serat retikular seperti busa yang
dapat dilalui oleh cairan ekstraselular secara difusi10,11.
Terminal presinaptik mengandung vesikel yang didalamnya berisi asetilkolin
(ACh). Asetilkolin disintesis dalam sitoplasma bagian terminal namun dengan
cepat diabsorpsi ke dalam sejumlah vesikel sinaps yang kecil, yang dalam
keadaan normal terdapat di bagian terminal suatu lempeng akhir motorik (motor
end plate)10,11.
Bila suatu impuls saraf tiba di neuromuscular junction, kira-kira 125 kantong
asetilkolin dilepaskan dari terminal masuk ke dalam celah sinaps. Bila potensial
aksi menyebar ke seluruh terminal, maka akan terjadi difusi dari ion-ion kalsium
ke bagian dalam terminal. Ion-ion kalsium ini kemudian diduga mempunyai
pengaruh tarikan terhadap vesikel asetilkolin. Beberapa vesikel akan bersatu ke
membran saraf dan mengeluarkan asetilkolinnya ke dalam celah sinaps.
Asetilkolin yang dilepaskan berdifusi sepanjang sinaps dan berikatan dengan
reseptor asetilkolin (AChRs) pada membran post sinaptik10,11.
Secara biokimiawi keseluruhan proses pada neuromuscular junction dianggap
berlangsung dalam 6 tahap, yaitu10:
1. Sintesis asetil kolin terjadi dalam sitosol terminal saraf dengan menggunakan
enzim kolin asetiltransferase yang mengkatalisasi reaksi berikut ini:
Asetil-KoA + Kolin Asetilkolin + KoA
2. Asetilkolin kemudian disatukan ke dalam partikel kecil terikat-membran yang
disebut vesikel sinap dan disimpan di dalam vesikel ini.
3. Pelepasan asetilkolin dari vesikel ke dalam celah sinaps merupakan tahap
berikutnya. Peristiwa ini terjadi melalui eksositosis yang melibatkan fusi
vesikel dengan membran presinaptik. Dalam keadaan istirahat, kuanta tunggal
(sekitar 10.000 molekul transmitter yang mungkin sesuai dengan isi satu
vesikel sinaps) akan dilepaskan secara spontan sehingga menghasilkan
potensial endplate miniature yang kecil. Kalau sebuah akhir saraf mengalami
depolarisasi akibat transmisi sebuah impuls saraf, proses ini akan membuka
saluran Ca2+ yang sensitive terhadap voltase listrik sehingga memungkinkan
aliran masuk Ca2+ dari ruang sinaps ke terminal saraf. Ion Ca 2+ ini
memerankan peranan yang esensial dalam eksositosis yang melepaskan
asitilkolin (isi kurang lebih 125 vesikel) ke dalam rongga sinaps.

4. Asetilkolin yang dilepaskan akan berdifusi dengan cepat melintasi celah


sinaps ke dalam reseptor di dalam lipatan taut (junctional fold), merupakan
bagian yang menonjol dari motor end plate yang mengandung reseptor
asetilkolin (AChR) dengan kerapatan yang tinggi dan sangat rapat dengan
terminal saraf. Kalau 2 molekul asetilkolin terikat pada sebuah reseptor, maka
reseptor ini akan mengalami perubahan bentuk dengan membuka saluran
dalam reseptor yang memungkinkan aliran kation melintasi membran.
Masuknya ion Na+ akan menimbulkan depolarisasi membran otot sehingga
terbentuk potensial end plate. Keadaan ini selanjutnya akan menimbulkan
depolarisasi membran otot di dekatnya dan terjadi potensial aksi yang
ditransmisikan disepanjang serabut saraf sehingga timbul kontraksi otot.
5. Kalau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan dihidrolisis oleh
enzim asetilkolinesterase yang mengkatalisasi reaksi berikut:
Asetilkolin + H2O Asetat + Kolin
Enzim yang penting ini terdapat dengan jumlah yang besar dalam lamina
basalis rongga sinaps
6. Kolin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme transport aktif
di mana protein tersebut dapat digunakan kembali bagi sintesis asetilkolin.
Setiap reseptor asetilkolin merupakan kompleks protein besar dengan saluran
yang akan segera terbuka setelah melekatnya asetilkolin. Kompleks ini terdiri dari
5 protein subunit, yatiu 2 protein alfa, dan masing-masing satu protein beta, delta,
dan gamma. Melekatnya asetilkolin memungkinkan natrium dapat bergerak secara
mudah melewati saluran tersebut, sehingga akan terjadi depolarisasi parsial dari
membran post sinaptik. Peristiwa ini akan menyebabkan suatu perubahan
potensial setempat pada membran serat otot yang disebut excitatory postsynaptic
potential (potensial lempeng akhir). Apabila pembukaan gerbang natrium telah
mencukupi, maka akan terjadi suatu potensial aksi pada membran otot yang
selanjutnya menyebabkan kontraksi otot

2.3.

Epidemiologi

Myasthenia Gravis dapat dikatakan sebagai penyakit yang masih jarang


ditemukan. Umumnya menyerang wanita dewasa muda dan pria tua. Penyakit ini
bukan suatu penyakit turunan ataupun jenis penyakit yang bisa menular. Kasus
MG adalah 5-10 kasus per 1 juta populasi per tahun, yang mengakibatkan
kelaziman

di Amerika

Serikat

sekitar

25.000

kasus.

MG

betul-betul

dipertimbangkan sebagai penyakit yang jarang, artinya MG kelihatannya


menyerang dengan sembarangan dan tanpa disengaja dan tidak dalam hubungan
keluarga. Tidak ada kelaziman rasial, tapi orang-orang yang terkena MG pada usia
< 40 tahun, 70 % nya adalah wanita. Yang > 40 tahun, 60 % nya adalah pria. Pola
ini sering disimpulkan dengan menyebutkan bahwa MG adalah penyakit wanita
muda dan pria tua. Pada pasien yang mengalami MG sebagai akibat karena
memiliki thymoma, tidak ada kelaziman usia dan jenis kelamin12.
Menurut James F.Howard, Jr, M.D, kelaziman dari Myasthenia Gravis di Amerika
Serikat diperkirakan sekitar 14/100.000 populasi, kira-kira 36.000 kasus. Tetapi
Myasthenia Gravis dibawah diagnosa dan kelaziman, mungkin lebih tinggi.
Sebelum dipelajari, terlihat bahwa wanita lebih sering terserang disbanding pria.
Usia yang paling umum terserang adalah pada usia 20 dan 30-an pada wanita dan
70 dan 80-an pada pria. Berdasarkan populasi umur, rata-rata usia yang terserang
meningkat, dan sekarang pria lebih sering terserang dibanding wanita, dan
permulaan munculnya tanda-tanda biasanya setelah usia 5012.
Pada Myasthenia bayi, janin mungkin memperolah protein imun (antibodi) dari
ibu yang terkena Myasthenia Gravis. Umumnya, kasus-kasus dari Myasthenia
bayi adalah sementara dan gejala-gejala anak-anak umumnya hilang dalam
beberapa minggu setelah kelahiran. Myasthenia Gravis tidak secara langsung
diwarisi ataupun menular. Adakalanya, penyakit ini mungkin terjadi pada lebih
dari satu orang dalam keluarga yang sama12.

2.4.

Etiologi Miastenia Gravis

MG adalah idiopatik pada kebanyakan pasien.Meskipun penyebab utama di balik


perkembangannya masih bersifat spekulatif, hasil akhirnya adalah kekacauan
regulasi sistem kekebalan tubuh.MG jelas merupakan penyakit autoimun dimana
antibodi spesifik telah ditandai sepenuhnya.Dalam sebanyak 90% kasus umum,
IgG terhadap ACHR terbukti.Bahkan pada pasien yang tidak mengembangkan
miastenia klinis, anti-antibodi ACHR kadang-kadang dapat ditunjukkan.1
Pasien yang negatif untuk antibodi anti-ACHR mungkin seropositif untuk
antibodi terhadap MuSK (Muscle-Specific Kinase).biopsiotot pada pasien ini

menunjukkan tanda-tanda miopati dengan kelainan mitokondria menonjol yang


bertentangan dengan fitur neurogenik dan atrofi sering ditemukan pada pasien
positif MG untuk anti-ACHR. Penurunan mitokondria bisa menjelaskan
keterlibatan anti MuSK positif MGokulobulbar.1
Sejumlah temuan telah dikaitkan dengan MG. Misalnya, perempuan dan
orang dengan leukosit antigen tertentu manusia (HLA) jenis memiliki
kecenderungan genetik terhadap penyakit autoimun.Profil histokompatibilitas
kompleks meliputi HLA-B8, HLA-DRw3, dan HLA-DQw2 (meskipun ini belum
terbukti berhubungan dengan bentuk ketat okular MG). Kedua SLE dan RA
mungkin berhubungan dengan MG.1
Sensitisasi terhadap antigen asing yang memiliki reaktivitas silang dengan
reseptor AcH nikotinat telah diusulkan sebagai penyebab miastenia gravis, tetapi
antigen pemicu belum diidentifikasi.1
Berbagai obat dapat menyebabkan atau memperburuk gejala MG,
termasuk yang berikut:1
Antibiotik

(misalnya

aminoglikosida,

polymyxins,

siprofloksasin,

eritromisin, dan ampisilin)


Penisilamin - Ini dapat menyebabkan miastenia sejati, dengan tinggi antiACHR titer antibodi terlihat pada 90% kasus, namun, kelemahan ringan,
dan pemulihan penuh dicapai minggu sampai bulan setelah penghentian
obat
Beta-adrenergik reseptor memblokir agen (misalnya, propranolol dan

oxprenolol)
Lithium
Magnesium
Procainamide
Verapamil
Quinidine
Klorokuin
Prednisone
Timolol (yaitu, agen beta-blocking topikal digunakan untuk glaukoma)
Antikolinergik (misalnya, trihexyphenidyl)
Agen memblokir neuromuscular (misalnya, vecuronium dan curare) - Ini
harus digunakan dengan hati-hati pada pasien myasthenic untuk
menghindari blokade neuromuskuler yang berkepanjangan

Nitrofurantoin juga telah dikaitkan dengan perkembangan MG okular


dalam 1 laporan kasus; penghentian pemberian obat mengakibatkan
pemulihan lengkap.
Kelainan timus yang umum, dari pasien dengan MG, 75% memiliki penyakit
timus, 85% memiliki hiperplasia timus, dan 10-15% mengalami timoma. Tumor
Ektratimik mungkin termasuk sel kanker paru-paru kecil dan penyakit
Hodgkin.Hipertiroidisme hadir dalam 3-8% pasien dengan MG dan memiliki
hubungan tertentu dengan MG okular.1

2.5.

Patofisiologi Miastenia Gravis

Ketika sebuah potensial aksi bergerak ke motor neuron dan mencapai motor end
plate, molekulasetilkolin (Ach) dilepaskan dari vesikel presinaptik, melalui
neuromuscular junction dan kemudian akan berinteraksi dengan reseptor Ach
(AchRs)

di

membrane

postsinaptik.

Kanal-kanal

di

AchRs

terbuka,

memungkinkan Na + dan kation lain untuk masuk ke dalam serat ototdan


menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi yang terus menerus terjadi akan
berkumpul menjadi satu, dan jika depolarisasi yang terkumpul cukup besar, maka
akan memicu timbulnya potensial aksi, yang bergerak sepanjang serat otot untuk
menghasilkan kontraksi. Pada miastenia gravis (MG), ada pengurangan jumlah
AchRs yang tersedia di motor endplate atau mendatarnya lipatan pada membran
8

postsinaptik yang menyebabkan pengurangan jumlah reseptor pada motor


endplates, sehingga depolarisasi yang terjadi pada motor endplate lebih sedikit
dan tidak terkumpul menjadi potensial aksi. Akhir.Hasilnya adalah sebuah
transmisi neuromuskuler tidak efisien. Tiga mekanisme yang didapatkan dari
penelitian antara lain:auto antibodies terhadap reseptor AChR dan menginduksi
endositosis, sehingga terjadi deplesi AChR pada membran postsinaptik,
autoantibodies sendiri menyebabkan gangguan fungsi AChR dengan memblokir
situs-situs tempat terikatnya asetilkolin dan auto antibodies menyebabkan
kerusakan pada motor endplates sehingga menyebabkan hilangnya sejumlah
AChR.7

Gambar 1.Patofisiologi terjadinya Miastenia Gravis karena terjadi penghancuran


autoantibodi terhadap AChR. (Burmester, Thieme :color atlas of immunology,
2003)
Penyakit ini tidak mempengaruhi otot polos dan jantung karena mereka
memiliki antigenisitas reseptor kolinergik yang berbeda. Peran timus dalam
pathogenesis myasthenia gravis (MG) tidak sepenuhnya jelas, tetapi 75% dari
pasien myasthenia gravis (MG) memiliki beberapa derajat kelainan timus
(misalnya, hiperplasia pada 85% kasus, thymoma dalam 15% kasus). Mengingat

fungsi kekebalan timus dan adanya perbaikan klinis setelah dilakukan tindakan
timektomi,timus diduga menjadi tempat pembentukan autoantibodi. Namun,
stimulus yang memulai proses autoimun belum teridentifikasi.7

Gambar 2.Salah satu penyebab timbulnya autoantibodi terhadap AChR. (


Sumber :Burmester, Thieme : color atlas of immunology, 2003

2.6.

Manifestasi klinis Miastenia Gravis

10

Keluhan awal yang biasanya terjadi adalah kelemahan otot spesifik bukan
kelemahan otot yangumum dan kondisinya memburuk biasanya berfluktuasi
selama beberapa jam.Tidak terlaluterlihat pada pagi hari dan biasanya memburuk
seiring berjalannya hari.3
Tabel 1.Manifestasi klinis pada Miastenia Gravis dari gejala yang sering terjadi
sampai pada gejala yang jarang terjadi.

Sering terjadi

Otot-otot
Ocular

Gejala
Ptosis

Wajah

ganda
Kesulitan

Leher

menelan, dan berbicara


Kesulitan
mengangkat

Ekstremitas proksimal

kepala saat posisi telentang


Kesulitan
mengangkat
lengan

dan

penglihatan
mengunyah,

setinggi

bahu

dankesulitan berdiri dari


posisi
Pernapasan

duduk

dengan

bantuantangan
Gangguan pernapasan dan
kesulitan untuk bangundari

Ekstremitas distal
Jarang terjadi

posisi tertidur
Kelemahan

saat

mengenggam

dan

kelemahan
pada pergelangan dan kaki
Sumber :Keesey, John. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia
Gravis.Muscle & Nerve. 2004
Di antara pasien, 75% awalnya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan
diplopia.Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala
okular. Mungkin ptosisunilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata ke
mata.Ocular MG dikategorikan sebagai kelemahan dan kelelahan yang

11

tersembunyi dan membahayakan yang dapat terjadi pada satu atau kedua kelopak
mata atau otot bola mata . Jika meliputi kelopak mata yang jatuh biasanya dikenal
sebagai ptosis ; yang mengenai otot extraocular maka pasien akan melihat dobel
pada arah otot yang lemah.3
Kebanyakan pasien MG mempunyai keluhan diplopia pada saat onset
penyakit mereka. Pasien merasakan penglihatan kabur yang berfluktuasi, biasanya
tidak terlihat beberapa saat setelah bangun tidur. Diplopia terjadi saat pasien
melihat kearah lateral dan ke atas, biasanya memburuk saat pasien menyetir,
menonton tv, atau saat sore hari. Gejala tersebut hilang apabila satu mata ditutup.
Gejala terjadi mungkin disebabkan oleh kelemahan pada satu otot ekstraokular
atau beberapa kombinasi otot. Ptosis biasanya yang palingmenonjol dan terjadi
setelah berkedip beberapa kali. Dalam kasus ptosis unilateral, mata yangtidak
ptosis akan mengalami ptosis jika mata yang ptosis di buka dengan menggunakan
jari(Hering fenomena). Keterlibatan otot luar mata tidak mengikuti pola tertentu.
Setiap gangguanmotilitas okular yang didapatkan dengan ptosis dan reflek pupil
didapatkan normal, harusmengarahkan kecurigaan pada myasthenia gravis MG.3
Kelemahan wajah dapat terjadi pada MG tanpa keterlibatan otot mata,
tetapi biasanya kedua gejala terjadi bersama-sama.Jika sensasi wajah terganggu,
lesi yang mempengaruhi saraf kranial seperti karsinoma nasofaring harus
dicurigai.Dengan adanya sensasi wajah normal. Namun, terjadinya kedua
kelemahan otot mata dan wajah sangat memperlihatkangejala MG. Temuan
mungkin akan sulit untuk dilihat.3
Kelemahan Orbicularis oculi merupakan sebuah tanda yang sangat umum
dari MG yaitu ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan kelopak mata
tertutup atas terhadap upaya pemeriksa untuk membukanya. Sebuah usaha dari
pasien meskipun terjadi kelemahan kelopak mataakan memperlihatkan adanya
fenomena Bell, rotasi bola mata ke atas selama penutupan kelopak mata. Karena
pasien dengan blefarospasme dari otot-otot orbicularis oculi mungkin mengeluh
kesulitan menjaga mata terbuka, kondisi ini kadang-kadang bingung dengan
kelemahan myasthenic.Biasanya tidak ada diplopia atau fotofobia dengan
blefarospasme, dan penutupan kelopak mata adalah spasmodik dan dipaksa
dengan elevasi simultan pada kelopak mata bawah.Kelemahan Orbicularis Oris

12

merupakan ketidakmampuan pasien untuk mencegah keluarnya udara melalui


kerutan bibir ketika pemeriksa menekan pipi adalah pertanda kelemahan wajah.
Tertawa mengungkapkan apa yang disebut "myasthenic sneer".Pasien tersebut
tidak dapat bersiul, menyedot melalui sedotan, atau meledakkan balon.3

Gambar 3.Pasien yang memperlihatkan gejala Miastenia gravis okuli.


Sumber :http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 28 Juli 2015
Bicara cadel dan kesulitan menelan dapat disebabkan oleh kelemahan
lidah, yang paling mudah dinilai oleh kekuatan mendorong lidah pada satu pipi
bagian dalam.Dalam kasus ringan MG, bicara cadel dapat terdeteksi hanya selama
berbicara

berkepanjangan,

seperti

menjelang

akhir

wawancara

dengan

dokter.Suara serak atau berbisik tidak khas pada MG. Otot lidah rentan terhadap
atrofi di MG dan lidah berkerut merupakan manifestasi dari atrofi ini.3
Beberapa pasien dengan MG mungkin mengalami kesulitan dalam
mengunyah karena kelemahan penutupan rahang (terutama otot-otot masseter),
sedangkan pembuka rahang tetap kuat.Ketika kelemahan parah, rahang mungkin
tetap terbuka dan harus dimanipulasi dengan tangan selama mengunyah.Salah satu
gejala paling serius dari myasthenia adalah disfagia karena kelemahan otot lidah
dan faring posterior. Jika kelemahan otot faring muncul, cairan lebih sulit untuk
ditelan

dari

yang

padat,

dan

makanan

panas

lebih

sulit

daripada

makanandingin.Adakalanya pasien untuk menggunakan es batu untuk meminum


cairan yang dibutuhkan.regurgitasi cairan ke hidung dapat menjadi masalah jika
ada kelemahan otot palatal. Ketidakmampuan untuk menelan air liur adalah
konsekuensi paling parah kelemahan faring dan membutuhkan suktion

13

mulut..Setelah disfagia mencapai tingkat keparahan ini, sebuah sonde diperlukan


tidak hanya untuk pemberian obat oral dan juga untuk suplemen gizi.3
Nyeri otot bukan merupakan gejala umum dari MG, tapi kekejangan otot
yang menyakitkan dapat terjadi pada MG ketika otot leher yang lemah diminta
untuk menahan kepala ke atas.Fleksor leher lebih sering terlibat dalam MG
daripada ekstensor leher.Pasien telentang sangat mengalami kesulitan dalam
mengangkat kepala dari bantal.Jalan napas dapat menjadi terhambat oleh
penutupan glotis, yang disebabkan oleh kelemahan otot rangka yang memegang
pita suara.Hal tersebut dapat dideteksi dengan adanyastridor, selama dalam
usaha inspirasi dan dapat meramalkan keadaan darurat medis yang berkembang
kearah pasien membutuhkan intubasi endotrakeal.3
Gejala yang paling serius dari MG adalah kesulitan bernafas. Pasien
myasthenic dengan insufisiensi pernapasan atau ketidakmampuan untuk
mempertahankan jalan napas paten dikatakan crisis. kelumpuhan Vokal dapat
menghambat jalan napas, tetapi lebih umum saluran udara terhambat oleh sekresi
pasien yang tidak dapat dikeluarkan karena batuk terlalu lemah. Batuk
membutuhkan penggunaan paksa otot-otot ekspirasi dan batuk berulang terutama
dengan cepat dapat menjadi tidak efektif pada MG.Bahkan jika jalan napas paten,
otot yang digunakan untuk inspirasi, seperti interkostalis dan diafragma, mungkin
terlalu lemah untuk menciptakan sebuah kekuatan inspirasi yang cukup (-50 cm
H20) atau kapasitas vital (> 20 ml / kg berat badan). Pasien tersebut harus
diintubasi dan dibantu dengan respirasi mekanis. Karena kurangnya ekspresi
wajah pasien, penderita MG dalam masa krisis tidak mungkin terlihat tertekan
namun akan gelisah dengan nafas dangkal dan cepat. Biasanya, pasien duduk
membungkuk

ke

depan

untuk

memaksimalkan

efek

gravitasi

pada

diafragma.Bahkan pasien yang tidak menyadari mempunyai masalah pernapasan


mungkin memiliki kelemahan otot pernapasan yang mengganggu tidur mereka
dan dengan demikian menyebabkan mereka menjadi lelah dan kurang perhatian
pada siang hari.Terkadang sebuah penelitian tidur berguna dalam mengidentifikasi
masalah tersebut.3
Kelemahan otot panggul adalah aspek yang sering diabaikan dari
kelemahan otot pada MG. Namun, beberapa pasien MG wanita dengan

14

inkontinensia

urin

mengklaim

bahwa

itu

diringankan

oleh

obat

antikolinesterase.Demikian juga, reseksi transurethral rutin jaringan prostat pada


pria myasthenic sering menyebabkan inkontinensia. Jika, seperti biasanya
dilakukan, sphincter proksimal akan dihapus selama operasi, suatu sfingter
eksternal yang lemah mungkin tidak dapat melakukan kontraksi refleks selama
batuk atau regangan.3
Mungkin karena otot lebih hangat memiliki cadangan yang kurang untuk
transmisi neuromuskuler, otot proksimal cenderung lebih terlibat dari otot distal
pada MG, meskipun beratnya keterlibatan biasanya asimetris.Kelemahan otot
ekstrimitas atas proksimal di mana kesulitan dalam mengangkat lengan untuk
mencuci atau menyikat rambut, berpakaian, memakai kosmetik, atau mencukur
menunjukkan kelemahan bahu dan lengan.kelelahan otot ekstremitas atas dapat
diuji secara semikuantitatif dengankemampuan timing pasien untuk menahan
lengan ke depan saat ekstensi. Atrofi otot skapula dan lengan bawah adalah
karakteristik dari congenital slow-channel myasthenic syndrome.3
Kelemahan otot ektrimitas bawah dimanakesulitan dalam berjalan menaiki
tangga atau berjalan jarak jauh juga sering terjadi pada MG. kelelahan otot
tungkai dapat diuji dengan meminta pasien untuk mengangkat satu kaki di atas
yang lain hingga 50 kali, penilaian langsung dari kekuatan fleksor pinggul akan
memperlihatkan peningkatan kelemahan dari otot-otot aktif pada MG,
dibandingkan dengan sisi tidak aktif.3
Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk.
Kelemahan yang terjadi pada otot-otot ekstremitas lebih menyerupai kelemahan
padamiopati proksimal dari pada kelemahan otot distal.Kelemahan otot-otot
ekstremitas padakhususnya yang timbul sebagai sebuah gejala jarang terjadi dan
prevalensinya hanya 10% saja.3

Beberapa faktor berikut dapat membuat Miastenia Gravis memburuk:


a. Kelelahan, kurang tidur
b. Stres, kecemasan, Depresi
c. Kelelahan, gerakan berulang

15

d. Rasa takut yang muncul secara tiba-tiba, kemarahan ekstrim


e. Sinar matahari atau lampu terang (mempengaruhi mata)
f. Beberapa obat, termasuk beta blocker, calcium channel blockers, dan
beberapaantibiotik
g. Minuman beralkohol
h. Rendah kadar natrium atau tingkat tiroid yang rendah
i. Infeksi dan penyakit pernafasan dapat memperburuk kelemahan dan
mungkin tetaptimbul sebentar setalah penyakit / infeksi tersebut sembuh.
j. Stres karena operasi juga dapat membuat MG memburuk.

2.7.

Klasifikasi Miastenia gravis

Pada bulan Mei 1997, Medical Scientific Advisory Board (MSAB) dari
Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) membentuk satuan tugas
untuk mengatasi kebutuhan untuk klasifikasi yang diterima secara universal,
sistem grading, dan metode analitik untuk manajemen pasien yang menjalani
terapi dan untuk digunakan dalam uji penelitian terapeutik. Sebagai hasilnya,
Klasifikasi MGFA Klinis diciptakan.Klasifikasi ini membagi MG menjadi 5 kelas
utama dan subclass beberapa, sebagai berikut.1
Tabel 2.Klasifikasi miastenia gravis menurut Myasthenia Gravis Foundation of
America (MGFA).

Kelas I

Kelas II

Kelas IIa

Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat menutup


mata dan kekuatan otot-otot lain normal
Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya
kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.
Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga
terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan
Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya.

Kelas IIb

Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih


ringan dibandingkan klas IIa.

Kelas III
Kelas III a

Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otototot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang
Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya

16

secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan


Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya
Kelas III b

secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otototot aksial, atau keduanya dalam derajat ringan.
Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam

Kelas IV

derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan


dalam berbagai derajat
Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau

Kelas IV a

otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat


ringan
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya

Kelas IV b

secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot


anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan.
Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.

Kelas V

Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Terdapat klasifikasi menurut osserman dimana miastenia gravis dibagi menjadi :4


1.

Ocular miastenia
terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan
tidak ada kematian

2.

Generalized myiasthenia
a) Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otototot skelet dan bulber.System pernafasan tidak terkena.Respon terhadap
otot baik.
b) Moderate generalized myasthenia

17

Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat
tidak memuaskan.
3.

Severe generalized myasthenia


Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progresi
penyakit biasanya komplit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang
memuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi
thymoma

4.

Late severe myasthenia


Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari
myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma
kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek

Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak akan
tampak pada waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejalagejala itu akan tampak lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya agak
menurun.1

2.8.

Diagnosis Miastenia Gravis

A. Anamnesis
Pasien dapat ditanyakan beberapa hal seperti:
Apakah munculnya kelemahan otot fluktuatif dan meningkat dengan

aktivitas fisik?
Apakah kelemahan meningkat sepanjang hari dan pulih dengan istirahat?
Apakah muncul ptosi?
Adakah kelemahan dari ekstensi dan fleksi kepala?
Apakah kelemahan menyebar dari mata ke wajah untuk bulbar otot dan

kemudian ke truncal dan anggota tubuh?


Apakah pasien memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit yang
sama?

18

B. Pemeriksaan Fisik
Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut:
a. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama
kelamaan akanterdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi
kurang terang. Penderitamenjadi anartris dan afonis.
b. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus.
Lama kelamaanakan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau
atau tampak ada ptosis,maka penderita disuruh beristirahat.. Kemudian
tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak
lagi.
c. Uji kelelahan otot
Pada MG okuler, tes kelelahan dapat dilakukan dengan meminta pasien
untuk berkedip berulang kali atau menatap ke atas selama beberapa saat
(uji

Simpson).Meningkatnya penurunan

kerja

otot

adalah

tanda

kelelahan.Peningkatan fenomena ptosis dapatditunjukkan pada pasien


dengan ptosis bilateral dengan meninggikan dan menjagakelopak mata
yang

lebih

ptosis

dalam

posisi

yang

tetap.

Kelopak

mata

berlawanan perlahan jatuh dan mungkin akan menutup sepenuhnya.Tanda


kedutan kelopak mata merupakan cara lain untuk menguji kelelahan otot.
Pasiendiarahkan untuk melihat ke bawah selama 10-15 detik dan
kemudian kembali dengancepat dalam posisi semula.Pengamatan pada
gerak kelopak mata yang lebih keatasditambah dengan kedutan dan diikuti
oleh reposisi kembali ke kondisi ptosis,mengidentifikasi kelelahan yang
mudah terjadi dan pemulihan yang lambat dari otot.Tanda mengintip
terjadi ketika fisura palpebral melebar setelah periode penutupan kelopak
mata secara volunter.1
Muscle Grading Chart
Musle Gradation Description
5-normal ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan penuh
4-baik ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan sedang
3-sedang ROM penuh melawan gravitasi
2-lemah ROM penuh, dieliminir oleh gravitasi

19

1-batas Kontraksi ringan, tanpa gerak sendi


0-nol Tanpa kontraksi
Tes Lainnya :9
a. Tensilon atau Prostigmin tes
Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak
terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara
intravena.Segera sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan
otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan
ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis,maka
ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus
diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat
singkat.Pada tes Prostigmin suntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin
methylsulfat secara intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin
atau mg). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis
maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismusatau kelemahan lain
tidak lama kemudian akan lenyap.9
b. Uji Kinin
Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian
diberikan 3 tablet lagi(masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan
itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis,
strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya
disiapkan

juga

injeksi

prostigmin,

agar

gejala-gejala

miastenik

tidak bertambah berat.9


C. Pemeriksaan Laboratorium
a. Anti-asetilkolin reseptor antibodi
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu
miastenia gravis, dimanaterdapat hasil yang postitif pada 74% pasien.80%
dari penderita miastenia gravis generalisatadan 50% dari penderita dengan
miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolinreseptor
antibodi yang positif.Pada pasienthymomatanpa miastenia gravis sering
kali terjadifalse positive anti-AChR antibodi.
b. Antistriated muscle (anti-SM) antibodi
Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis.
Tes ini menunjukkanhasil positif pada sekitar 84% pasien yang
20

menderitathymomadalam usia kurang dari 40 tahun.Pada pasien


tanpathymomadengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat
menunjukkanhasil positif.
c. Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies. 1
Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil antiAChR Ab negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang
positif untuk anti-MuSK Ab.1
d. Antistriational antibodies
Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan
adanya antibodi yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot
rangka dan otot jantung penderita.Antibodi ini bereaksi dengan epitop
pada

reseptor

protein

titin

dan

ryanodine

(RyR).Antibodi

ini

selaludikaitkan dengan pasienthymomadengan miastenia gravis pada usia


muda. Terdeteksinyatitin/RyR antibodi merupakan suatu kecurigaaan yang
kuat akan adanyathymomapada pasienmuda dengan miastenia gravis.1
D. Imaging
a. Chest x-ray
foto roentgen thorak dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan
lateral. Pada roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu
massa pada bagian anterior mediastinum.7
Hasil roentgen belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma
ukurankecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest CT-scan untuk
mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis, terutama
pada penderita dengan usia tua.7
b. MRI
Pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan
rutin.MRI dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari
penyebab defisit pada saraf otak.7

2.9.

Differensial diagnosis Miastenia Gravis


Gangguan dari neuromuskuler junction (NMJ) secara klinis heterogen.
Ekspresi klinis darigangguan ini adalah fitur miasthenik dalam bentuk

21

kelemahan otot variabel dan kelelahan.Miasthenik sindrom (MS) diberikan


kepada sekelompok gangguan dari NMT dengan patofisiologi yang berbeda
dari yang ada pada myasthenia gravis autoimun. 4
1. Lambert-Eaton miasthenik sindrom (LEMS)
Sindrom Lambert-Eaton miasthenik (LEMS) adalah suatu kondisi yang
jarang terjadi dandisebabkan oleh kelainan pelepasan asetilkolin (AcH)
pada sambungan neuromuskuler terjadi peningkatan tenaga pada detikdetik awal suatu kontraksi volunter, terjadi hiporefleksia, mulutkering, dan
sering kali dihubungkan dengan suatu karsinoma terutama cell carcinoma
pada paru.EMG pada LEMS sangat berbeda dengan EMG pada miastenia
gravis. Defek pada transmisi neuromuscular terjadi pada frekuensi renah
(2Hz) tetapi akan terjadi ahmbatan stimulasi padafrekuensi yang tinggi (40
Hz). Kelainan pada miastenia gravis terjadi pada membran postsinaptik
sedangkan kelainan pada LEMS terjadi pada membran pre sinaptik,
dimana pelepasan asetilkolintidak berjalan dengan normal, sehingga
jumlah asetilkolin yang akhirnya sampai ke membran post sinaptik tidak
mencukupi untuk menimbulkan depolarisasi.4
2. Botulisme
Efek dari racun ini terbatas untuk blokade terminal perifer saraf kolinergik,
termasuk

neuromuskuler

junction,

postganglionik

ujung

saraf

parasimpatik, dan ganglia perifer.Blokade ini menghasilkan karakteristik


penurunan kelumpuhan bilateral dari otot yang diinervasi oleh saraf
otonom cranial, tulang spinal, dan kolinergik tetapi tidak terdapat
penurunan saraf adrenergik atau sensoris.Botulisme memiliki pola berat,
progresif, dan simetris.4

2.10. Penatalaksanaan Miastenia Gravis


Meskipun tidak ada penelitian tentang obat yang telah dilaporkan dan tidak ada
konsensus yang jelas pada strategi pengobatan, myasthenia gravis (MG) adalah
salah satu gangguan neurologis yang paling dapat diobati.Beberapa faktor

22

(misalnya, tingkat keparahan, distribusi, kecepatan perkembangan penyakit) harus


dipertimbangkan sebelum terapi dimulai atau diubah.1
Terapi

Farmakologis

termasuk

obat

antikolinesterase

dan

agen

imunosupresif, seperti kortikosteroid, azatioprin, siklosporin, plasmaferesis, dan


immune globulin intravena (IVIG).1
Plasmapheresis dan thymectomy juga digunakan untuk mengobati MG.
Mereka bukan merupakanterapi tradisional imunomodulasi medis, tetapi mereka
berfungsi dengancara memodifikasi sistem kekebalan tubuh. Thymectomy
merupakan pilihan pengobatan yang penting untuk MG, terutama jika terdapat
thymoma.1
MG adalah penyakit kronis yang dapat secara akut akan memburukselama
beberapa hari atau minggu. Pengobatan memerlukan evaluasi kembali yang
terjadwal dan hubungan dokter-pasien yang dekat. Pasien dengan MG
memerlukan perawatan ketat bekerja sama dengan dokter. 1
Intubasi dan unit perawatan intensif (ICU) biasanya dilakukan pada pasien
myasthenic krisis dengan gagal pernapasan.Kegagalan pernapasan yang cepat
dapat terjadi jika pasien tidak diawasi dengan benar.Pasien harus diawasi sangat
hati-hati, terutama pada eksaserbasi, dengan mengukur kekuatan inspirasi negatif
dan kapasitas vital.Setelah pasien dengan dugaan MGC telah diidentifikasi,
langkah segera harus diambil untuk mengintubasi pasien.Hal ini harus dilakukan
melalui intubasi oral cepat. Pasien harus disiapkan O2 masksampai saturasi
oksigen arteri 97%. IV normal saline harus tetes cepat untuk menghindari
hipotensi yang berhubungan dengan intubasi.Pemantauan tekanan darah terus
menerus adalah wajib. Etomidate adalah agen anestesi umum digunakan pada
dosis IV bolus 0,2 hingga 0,3 mg / kg. Agen paralitik harus dihindari kecuali
mutlak diperlukan karena pasien MG sensitif terhadap efek mereka.Jika perlu,
agen nondepolarizing seperti vecuronium lebih bagus.Pengaturan ventilator harus
dioptimalkan untuk memungkinkan pasien istirahat dan mambantu ekspansi

23

paru.Disarankan mulai dengan kontrol assist (AC) dengan tekanan akhir ekspirasi
positif (PEEP) 5 cm H2O, volume tidal rendah (6 mL / kg berat badan ideal), dan
tingkat pernapasan 12 sampai 16/min. Meskipun dahulu, tidal volum yang besar
(12 ml / kg) direkomendasikan untuk pasien MG, literatur baru menunjukkan
bahwa tidal volume rendah (6 mL / kg) dan frekuansi pernapasan yang lebih cepat
(12-16 napas / menit) dapat membantu menghindari cedera paru pada pasien yang
terintubasi.2

Bagan 1.Alur penatalaksanaan Miastenia Gravis.


Diagnosis MG

MG okular

MG
generalisata

MG krisis

MRI kepala
(+)reasses

Antikolinestera
se
(pyridostigmin

Intensive care
unit

Antikolinestera
se
(pyridostigmin

Evaluasi untuk
thimektomi
Indikasi : thimoma
atau MG generalisata
Evaluasi resiko

Jika tidak
memuaskan

Resiko
bagus
FVC bagus

Resiko jelek
FVC jelek

Thimektomi

Evaluasi status klinis,


immunosupresan bila
ada indikasi

Plasmaparesis
atau IVIg

perbaika
n

Tidak
ada
perbaika
24

Imunosupresan

Sumber : Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson.


Harrisons :Principle of Internal Medicine 16th ed. McGraw Hill. 2005

A. Kolinesterase inhibitor
a. Pyridostigmine
Pyridostigmine bekerja pada otot polos, sistem saraf pusat (SSP), dan
kelenjar sekretori, di mana kerjanya memblok AChE. agen
intermediate-acting, lebih disukai dalam penggunaan klinis daripada
short-acting bromida neostigmine dan long acting klorida
ambenonium. bekerja dalam 30-60 menit, efek berlangsung 3-6 jam.
MG tidak mempengaruhi semua otot rangka yang sama, dan semua
gejala mungkin tidak dapat dikendalikan tanpa efek samping. Pada
pasien kritis atau pasca operasi, obat diberikan secara intravena (IV).
Di Amerika Serikat, pyridostigmine tersedia dalam 3 bentuk: 60-mg
tab, 180-mg timespan tablet, dan 60 mg / 5 ml sirup. Efek dari tablet
timespan bertahan 2,5 kali lebih lama. Bentuk timespan adalah sebagai
adjuvan pyridostigmine reguler untuk mengontrol gejala myasthenic
pada malam hari. Penyerapan dan bioavailabilitas tablet timespan
bervariasi antara pasien. 1
b. Neostigmine
Neostigmine menghambat penghancuran AcH oleh AChE, sehingga
memfasilitasi transmisi impuls di NMJ.Ini adalah AChE inhibitor
short-acting yang tersedia dalam bentuk oral (15 mg tablet) dan bentuk
yang sesuai untuk jalur IV, intramuskular (IM), atau subkutan
(SC).Waktu paruhnya 45-60 menit.Obat ini sulit diserap dalam saluran
gastrointestinal (GI) dan harus digunakan hanya jika pyridostigmine
tidak ada.1
c. Edrophonium

25

Edrophonium terutama digunakan sebagai alat diagnostik untuk


memprediksi
inhibitor.Seperti

respon

terhadap

cholinesterase

long-acting
inhibitor

lain,

cholinesterase
edrophonium

menurunkan metabolisme AcH, meningkatkan efek kolinergik di


NMJ.1
B. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti-inflamasi dan imunomodulasi digunakan
untuk mengobati idiopatik dan gangguan autoimun.Obat ini termasuk di
antara para agen imunomodulasi yang pertama kali digunakan untuk
mengobati MG dan masih sering digunakan dan efektif.Obat ini biasanya
digunakan dalam kasus sedang atau berat yang tidak merespon terhadap
AChE inhibitor dan thymectomy.Pengobatan jangka panjang dengan
kortikosteroid efektif dan dapat menyebabkan remisi atau menyebabkan
perbaikan pada kebanyakan pasien.Perburukan mungkin terjadi awalnya,
perbaikan klinis ditunjukkan setelah 2-4 minggu.Agen ini biasanya
diberikan lebih dari 1 atau 2 tahun.Remisi didapatkan 30% dan perbaikan
40%.Kortikosteroid bekerja di kedua MG baik ocular MG maupun MG
generalisata.Mereka dapat dikombinasikan dengan obat imunosupresif
lainnya untuk efek yang lebih baik dengan dosis lebih rendah dan durasi
yang lebih singkat.1
a. Prednisone
Prednisone adalah kortikosteroid yang paling umum digunakan di
Amerika Serikat. Beberapa ahli percaya bahwa administrasi jangka
panjang dari prednison bermanfaat, tetapi yang lain menggunakan obat
hanya selama eksaserbasi akut untuk membatasi efek yang merugikan
dari penggunaan steroid lama. Prednisone efektif dalam mengurangi
eksaserbasi MG dengan menekan pembentukan autoantibodi.Namun,
efek klinis sering tidak terlihat selama beberapa minggu.Peningkatan
signifikan, yang mungkin berhubungan dengan titer antibodi menurun,
biasanya terjadi pada 1-4 bulan.1
b. Methylprednisolone
Methylprednisolone dapat digunakan pada pasien yang diintubasi dan
pada mereka tidak dapat mentoleransi asupan oral.Ini mengurangi

26

inflamasi dengan menekan migrasi sel polimorfonuklear (PMN) dan


membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler.1
C. Imunosupresan
a. Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan
hasil yang baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan
steroid dan terutama berupa gangguan saluran cerna, peningkatan
enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg
BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan
pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati.Sesudah itu pemeriksaan
laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali.Pemberian prednisolon
bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan. Karena efek
samping kortikosteroid, klinisi dan dokter seringkali menggunakan
steroid-sparing medications, misalnya: azathioprine, dengan dosis
yang ditingkatkan secara bertahap sampai 2-3 mg/KgBB/hari PO.
Perbaikan maksimal dicapai dalam waktu 1-2 tahun, karena kerja
azathioprine yang lebih lambat daripada kortikosteroid.Azathioprine
digunakan bersama-sama dengan kortikosteroid, bukan sebagai
b.

monoterapi.1
Mycophenolate mofetil
sebagai suatu monoterapi yang bersifat adjunctive atau corticosteroidsparing therapy, dengan dosis 1-1,5 g PO dua kali sehari. Selama
mimum obat ini, disarankan untuk menghindari paparan sinar
ultraviolet.Manfaat (perbaikan) klinis dapat dirasakan setelah 1-2
bulan, sedangkan efek maksimal obat ini biasanya dirasakan sekitar 6
bulan.Penggunaan mycophenolate mofetil bersama-sama dengan

c.

azathioprine tidak dianjurkan.1


Cyclosporine
Penggunaan cyclosporine (dosis: 2,5 mg/KgBB/hari PO dibagi 2 x
sehari; setelah 4 minggu, dosis dapat dinaikkan 0,5 mg/KgBB/hari
dengan interval 2 minggu, sampai dosis maksimum 4 mg/KgBB/hari)
dan cyclophosphamide dapat digunakan oleh dokter yang benar-benar
paham efek samping dan dapat memonitor (tekanan darah, CBC, asam
urat, potassium, lipid, magnesium, serum creatinine dan BUN) pasien

27

secara ketat (setiap 2 minggu selama 3 bulan pertama terapi, lalu


setiap bulan jika pasien sudah stabil).1
D. Imunoglobulin
IVIG direkomendasikan untuk MG krisis, pada pasien dengan kelemahan
berat yang kurang terkontrol dengan agen lainnya, atau sebagai pengganti
dari pertukaran plasma dengan dosis 1 g / kg.IVIG efektif dalam MG
sedang atau berat yang memburuk menjadi krisis.Dosis tinggi IVIG
berhasil pada MG, meskipun mekanisme kerja tidak diketahui.Hal ini
digunakan dalam manajemen krisis (misalnya, myasthenic krisis dan
periode perioperatif) bukan atau dalam kombinasi dengan plasmapheresis.
Seperti plasmapheresis, ia memiliki onset yang cepat, tetapi efek
berlangsung hanya dalam waktu singkat.1
E. Plasmaparesis
Plasmapheresis (pertukaran plasma)

dipercaya

bekerja

dengan

menghilangkan faktor humoral (yaitu, anti-ACHR antibodi dan kompleks


imun) dari sirkulasi. Hal ini digunakan sebagai tambahan untuk terapi
imunomodulator lain dan sebagai alat untuk manajemen krisis. Seperti
IVIG, plasmaferesis umumnya digunakan untuk myasthenic krisis dan
kasus-kasus refrakter. Perbaikan terjadit dalam beberapa hari, tetapi tidak
berlangsung lebih dari 2 bulan.Plasmaferesis merupakan terapi efektif
untuk MG, terutama dalam persiapan untuk operasi atau jangka pendek
pengelolaan eksaserbasi. Plasmapheresis jangka panjang teratur setiap
minggu atau bulanan bisa digunakan bila pengobatan lain tidak dapat
mengendalikan

penyakit

ini.

Komplikasi

terutama

terbatas

pada

komplikasi intravena (IV) akses (misalnya, penempatan garis pusat) tetapi


juga dapat mencakup gangguan hipotensi dan koagulasi (meskipun
jarang).1
F. Thimektomi
Thimektomi

merupakan pilihan pengobatan yang

penting dalam

myasthenia gravis (MG),terutama jika ditemukan adanya thymoma. Telah


diusulkan sebagai terapi lini pertama pada kebanyakan pasien dengan
myasthenia

gravis

(MG)

umum.Thimectomi

dapat

menyebabkan

remisi.American Association of Neurology merekomendasikan thimectomi

28

untuk

nonthymomatous

autoimun.Thimectomi

pasien

myasthenia

direkomendasikan

sebagai

gravis

(MG)

pilihan

untuk

meningkatkan kemungkinan remisi atau perbaikan.1

2.11. Prognosis Miastenia Gravis


a. Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%
b. MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
c. 40% hanya gejala okuler.
Dalam myasthenia gravis (MG) okuler,> 50% kasus berkembang ke
myasthenia gravis (MG) umum dalam waktu satu tahun, remisi spontan <10%.
Sekitar 15-17% pasien akan tetap mengalami gejala okular selama masa tindak
lanjut rata-rata hingga 17 tahun. Pasien-pasien inidisebut sebagai myasthenia
gravis (MG) okular. Sisanya mengembangkan kelemahan umum dandisebut
sebagai generalized myasthenia gravis (MG). Sebuah studi dari 37 pasien
myastheniagravis (MG) menunjukkan bahwa kehadiran thymoma terkait dengan
gejala yang lebih buruk.1

BAB III
KESIMPULAN

29

1.

Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan
secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Bila
penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih
kembali. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic

2.

transmission atau pada neuromuscular junction.


Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis
tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan
ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor

3.

imunologik yang paling banyak berperanan.


Gejala awal biasanya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan diplopia.
Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala okular.
Mungkin ptosis unilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata ke mata .
Ptosis biasanya yang paling menonjol dan terjadi setelah berkedip beberapa

4.

kali.
Klasifikasi Miastenia gravis dapat dibagi berdasarkan Myasthenia Gravis
Foundation of America (MGFA) yang terbagi dalam 5 kelasdan menurut

5.

osserman terbagi dalam 4 tipe.


Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik

6.

dan pemeriksaan Lab penunjang.


Tujuan pengobatan myasthenia gravis (MG) adalah untuk mencapai tiga
tujuan penting: transmisi neuromuskuler yang optimal, mengurangi atau
menetralisir konsekuensi dari reaksi autoimun, dan memodifikasi riwayat
alami myasthenia gravis (MG) dengan menginduksi remisi, didefinisikan

7.

sebagai kondisi permanen hilangnya gejala tanpa pengobatan


Prognosis : tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%, MG yang
mendapat pengobatan, angka kematian 4%, 40% hanya gejala okuler

DAFTAR PUSTAKA
1. Goldenberg,

William.

Myasthenia

Gravis.

20

Januari

2012.

Diunduh

darihttp://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 28 Juli 2015.

30

2. Eric M, Eliahu S, Feen, Jose I. Myasthenia Gravis Crisis. Southern Medical


Journal. 2008; 101: 1: 69-63.
3. Keesey, John. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia Gravis.
Muscle& Nerve. 2004; 29:505-484.
4. Myasthenia Gravis and Related Disorders of The Neuromuscular Junction. In:
Ropper A, Brown R, eds. Adam and Victors : Principles of Neurology 8 thed.
McGraw Hill. 2005; 53:1264-1250.
5. Romi, Gilhus, Aarli. Myasthenia gravis: clinical, immunological,and therapeutic
advances. Acta Neurol Scand. 2005; 111: 141-134.
6. Kumala P, Komala S, Santoso AH, Sulaiman JR, Rienita Y. Kamus saku
Kedokteran Dorland. 25 ed.EGC. 1998: 723.
7. Drachman DB. Myasthenia Gravis and Other Diseases of The Neuromuscular
JunctionKasper. In: Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrisons :
Principle of Internal Medicine 16th ed. McGraw Hill. 2005; 366: 2523-2518.
8. Burmester GR, Pezzutto A. Color Atlas of Immunology. 1 sted. Thieme. 2003:
239-238
9. Myasthenia Gravis &Neuromuscular Junction (NMJ) Disorders. Diunduh
darihttp://neuromuscular.wustl.edu/synmg.html#acquiredmg, 28 Juli 2015.
10. Murray, R.K, Granner, D.K, Mayes, P.A.2008. Biokimia Harper: Dasar Biokimia
Beberapa Kelainan Neuropsikiatri. Edisi 29. EGC. Jakarta.
11. Snell, Richard S., 2007. Neuro Anatomi Klinik ed. 5. EGC. Jakarta.
12. Miastenia Gravis Indonesia. 2013. http://www.mgindonesia.org/myastheniagravis.html. Diakses pada tanggal 28 Juli 2015.

31

You might also like