You are on page 1of 21

Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Disusun oleh:
Adrian Cristianto Yusuf
102010206
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
Telephone: (021) 5694-2061 (hunting)
Fax: (021) 563-1731

Pendahuluan
Paru-paru merupakan organ yang sangat penting di mana fungsinya adalah sebagai
alat pernapasan bagi makhluk hidup khususnya manusia. Dalam proses pernapasan, yang
akan terjadi adalah pengambilan O2 dari atmosfer lalu melepaskan gas CO 2 dari darah
melalui alveoli paru-paru. Udara akan masuk melalui hidung lalu akan dilanjutkan hingga
mencapai alveolus paru.
Paru-paru bisa mengalami suatu proses peradangan bahkan akan menjadi rusak jika
sudah terinfeksi baik oleh virus, jamur, ataupun bahan lainnya. Hal ini tentu akan sangat
merugikan dan sangat berbahaya karena bisa mengakibatkan kematian jika tidak segera
ditangani.

Anamnesis
1. Identitas
2. Keluhan Utama (KU) : Sesak nafas
3. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
o Berapa lama pasien merasa sesak napas? Kapan pasien merasa sesak napas: saat
istirahat atau saat sedang beraktifitas?
o Apa yang dilakukan pasien sebelum merasa sulit bernapas? Berapa jauh pasien dapat
berjalan? Apakah pasien mengalami keterbatasan olahraga yang progresif?
o Apakah pasien batuk? Jika ya, apakah ada sputum, berapa banyak, dan bagaimana
warnanya?
o Apakah terdapat mengi? Jika ya, kapan? Berapa lama pasien mengalami keadaan
seburuk ini? Kira-kira apa pemicunya?
o Apakah pasien mengalami nyeri dada atau sesak napas saat berbaring?
o Pernahkah pasien mendapat ventilasi? Pernahkan pasien dirawat di rumah sakit? (Jika
ya, berapa hasil spirometri dan gas darah awal?)
o Apakah terdapat penurunan berat badan?
4. Keluhan Tambahan (KT): batuk berdahak warna putih sejak 3 hari yang lalu
5. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
o 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafasnya terasa berat terutama jika beraktifitas
berat dan bila sedang demam dan batuk.
o Merokok sejak usia 30 tahun sebanyak 1-2 bungkus/ hari faktor resiko penyakit
yang diderita sekarang.
Derajat berat merokok = jumlah rata-rata batang rokok x lama rokok (tahun)
1 bungkus = 12 batang
24 x 30 = 720 (berat)
Ringan
: 0-199
Sedang
: 200-599
Berat
: > 600
Kandungan rokok :
Nikotin
Racun, adiksi
Mempengaruhi otak dalam waktu 10 detik neurotransmitter
meningkat perasaan relaks, aman, dan lain-lain
Carbon monoksida mengganggu ikatan O2 dengan Hb
Tar
Karsinogenik
Substansi yang tebal, dan lengket
Rokok dihisap tar menempel di silia paru fungsi silia
menurun tar dan mukus paru menumpuk tempat pertumbuhan
mikroorganisme yang baik dan mempersempit saluran respirasi

menyebabkan penurunan elastisitas paru menyebabkan penyakit


paru kroniks dan Ca paru.1
Pemeriksaan Fisik
o Inspeksi
Inspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada, kelinan bentuk
dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernafasan.
1. Kelainan dinding dada
Kelainan-kelainan yang bisa didapatkan pada dinding dada yaitu parut bekas
operasi, pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan vena, spider nevi,
ginekomastia tumor, luka operasi, retraksi otot-otot interkostal dan lain-lain.
2. Kelainan bentuk dada.
Dada yang normal mempunyai diameter latero-lateral yang lebih besar dari
diameter anteroposterior. Kelainan bentuk dada yang bisa didapatkan yaitu:
-

Dada paralitikum dengan ciri-ciri dada kecil, diameter sagital pendek; sela iga
sempit, iga lebih miring, angulus costae <900, terdapat pasien dengan

malnutrisi.
Dada emfisema (barrel shape) yaitu dada menggembung, diameter
anteroposterior lebih besar dari diameter latero-lateral; tulang punggung
melengkung (kifosis), angulus costae >900, terdapat pada pasien dengan

bronkitis kronis, PPOK.


Kifosis dengan ciri-cirinya kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan
ke arah anterior. Kelainan ini akan terlihat jelas bila pemeriksaan dilakukan

dari arah lateral pasien.


Skoliosis cirinya kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah

lateral. Kelainan ini terlihat jelas pada pemeriksaan dari posterior.


Pectus excavatum cirinya dada dengan tulang sternum yang mencekung.
Pectus carinatum (pigeon chest atau dada burung) cirinya dada dengan tulang

sternum menonjol ke depan.


3. Frekuensi pernapasan
Frekuensi pernapasan normal 14-20 kali per menit. Pernapasan kurang dari 14
kali per menit disebut bradipneu, misalnya akibat pemakaian obat-obat narkotik, kelainan
3

serebral. Pernapasan lebih dari 20 kali per menit disebut takipneu, misalnya pada
pneumonia, anksietas, asidosis.
4. Jenis pernapasan
- Torakal misalnya pada pasien sakit tumor abdomen, peritonitis umum.
- Abdominal misalnya pasien PPOK lanjut.
- Kombinasi (jenis pernapasan ini terbanyak). Pada perempuan sehat umumnya
pernapasan torakal lebih dominan dan disebut torako-abdominal. Sedangkan pada
laki-laki sehat, pernapasan abdominal lebih dominan dan disebut abdominotorakal. Keadaan ini disebabkan bentuk anatomi dada dan perut perempuan
berbeda dari laki-laki. Perhatikan juga apakah terdapat pemakaian otot-otot bantu
pernapasan misalnya pada pasien tuberkulosis paru lanjut atau PPOK. Di samping
itu adakah terlihat bagian dada yang tertinggal dalam pernapasan dan bila ada,
-

keadaan ini menunjukan adanya gangguan pada daerah tersebut.


Jenis pernapasan lain yaitu pursed lips breathing (pernapasan seperti menghembus
sesuatu melalui mulut, didapatkan pada pasien PPOK) dan pernapasan cuping

hidung, misalnya pada pasien pneumonia.


5. Pola pernapasan
- Pernapasan normal: irama pernapasan yang berlangsung secara teratur ditandai
-

dengan adanya fase-fase inspirasi dan ekspirasi yang silih berganti.


Takipnea: napas cepat dan dangkal.
Hiperpnea/hiperventilasi: napas cepat dan dalam.
Pernapasan cheyne stokes: irama pernapasan yang ditandai dengan adanya periode
apnea (berhentinya gerakan pernapasan) kemudian disusul periode hiperpnea
(pernafasan mula-mula kecil amplitudonya kemudian cepat membesar dan
kemudian mengecil lagi). Siklus ini terjadi berulang-ulang. Terdapat pada pasien
dengan kerusakan otak, hipoksia kronik. Hal ini terjadi karena terlambatnya

reseptor klinis medula otak terhadap pertukaran gas.


Pernapasan biot (ataxic breathing): jenis pernapasan yang tidak teratur baik dalam
hal frekuensi maupun amplitudonya. Terdapat pada cedera otak. Bentuk kelainan
irama pernapasan tersebut, kadang-kadang dapat ditemukan pada orang normal tapi
gemuk (obesitas) atau pada waktu tidur. Keadaan ini basanya merupakan pertanda

yang kurang baik.


Sighing respiration: pola pernapasan normal yang diselingi oleh tarikan napas yang

dalam.
o Palpasi
Palpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis.

1. Palpasi dalam keadaan statis.


Pemeriksaan palpasi yang dilakukan pada keadaan ini adalah:
-

Pemeriksaan kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening yang membesar di


daerah supraklavikula dapat memberikan petunjuk adanya proses di daerah paru
seperti kanker paru. Pemeriksaan kelenjar getah bening ini dapat diteruskan ke

daerah submandibula dan kedua aksila.


Pemeriksaan untuk menentukan posisi mediastinum. Posisi mediastinum dapat

ditentukan dengan melakukan pemeriksaan trakea dan apeks jantung.


Pemeriksaan palpasi selanjutnya diteruskan ke daerah dada depan dengan jari
tangan untuk mengetahui adanya kelainan dinding dada misalnya tremor, nyeri

tekan pada dinding dada, krepitasi akibat emfisema subkutis, dan lain-lain.
2. Palpasi dalam keadaan dinamis.
Pada keadaan ini dapat dilakukan pemeriksaan unutk menilai ekspansi paru serta
pemeriksaan vokal fremitus.
-

Pemeriksaan ekspansi paru. Dalam keadaan normal kedua sisi dada harus samasama mengembang selama inspirasi biasa maupun dengan inspirasi maksimal.
Berkurangnya gerakan pada salah satu sisi menunjukan adanya kelainan pada sisi
tersebut. untuk menilai pengembangan paru bagian bawah dilakukan pemeriksaan
dengan meletakkan kedua telapak tangan dan ibu jari secara simetris pada masingmasing tepi iga, sedangkan jari-jari lain menjulur sepanjang sisi lateral lengkung
iga. Kedua ibu jari harus saling berdekatan/hampir bertemu di garis tengah dan
sedikit diangkat ke atas sehingga bergerak bebas saat bernafas. Pada saat pasien
menarik napas dalam keadaan kedua ibu jari menjadi tidak simetris dan ini

memberikan petunjuk adanya kelainan pada sisi tersebut.


Pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meletakkan
kedua telapak tangan pada permukaan dinding dada, kemudian pasien diminta
menyebut angka 77 atau 99, sehingga getaran suara yang ditimbulkan akan lebih
jelas. Pemeriksaan ini disebut tactile fremitus. Bandingkan secara bertahap tactile
fremitus secara bertahap dari atas ke tengah dan seterusnya ke bawah baik pada
paru bagian depan maupun belakang. Pada saat pemeriksaan kedua telapak tangan
harus disilang secara bergantian. Hasil pemeriksaan fremitus ini dilaporkan sebagai
normal, melemah, atau mengeras. Fremitus yang melemah didapatkan pada
penyakit empiema, hidrotoraks, atelektasis. Fremitus yang mengeras terjadi karena
5

adanya infiltrat pada parenkim paru (misalnya pada pneumonia, tuberkulosis paru
aktif).
o Perkusi
Berdasarkan patogenesisnya, bunyi ketokan yang terdengar dapat bermacam-macam
yaitu:
-

Sonor (resonant): terjadi bila udara dalam paru (alveoli) cukup banyak, terdapat

pada paru yang normal


Hipersonor (hiperresonant): terjadi bila udara dalam paru /dada menjadi jauh lebih
banyak, misalnya pada emfisema paru, kavitas besar yang letaknya superfisial,

pneumotoraks, dan bula yang besar


Redup (dull): bila bagian yang padat lebih banyak daripada udara misalnya adanya
infiltrat/konsolidasi

Dalam keadaan normal didapatkan hasil perkusi yang sonor pada kedua paru.

o Auskultasi
Auskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran udara
melalui sitem trakeobronkial.
Suara napas pokok yang normal terdiri dari:
-

Vesikular: suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi rendah di mana fase
inspirasi langsung diikuti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi jeda, dengan

perbandingan 3:1. Dapat didengarkan pada hampir kedua lapangan paru.


Bronkovesikular: suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi yang sedang
di mana fase ekspirasi menjadi lebih panjang sehingga hampir menyamai fase
inspirasi dan diantaranya kadang-kadang dapat diselingi jeda. Dalam keadaan
normal bisa didaptkan pada dinding anterior setinggi sela iga 1 dan 2 serta daerah

interskapula.
Bronkial: suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, di mana fase
ekspirasi menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya diselingi jeda.
Terjadi perubahan kualitas suara sehingga terdengar seperti tiupan dalam tabung.

Dalam keadaan normal dapat didengar pada daerah manubrium sterni.


Trakeal: suara napas yang sangat keras dan kasar, dapat didengarkan pada daerah
trakea.
6

Amforik: suara napas yang didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya
perifer dan berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol
kosong.

Dalam keadaan normal suara napas vesikular yang berasal dari alveoli dapat didengar
pada hampir seluruh lapangan paru. Sebaliknya suara napas bronkial tidak akan terdengar
karena getaran suara yang berasal dari bronkus tersebut tidak dapat dihantarkan ke dinding
dada karena dihambat oleh udara yang terdapat dalam alveoli. Dalam keadaan abnormal
misalnya pneumonia di mana alveoli terisi infiltrat maka udara di dalamnya akan berkurang
atau menghilang. Infiltrat yang merupakan penghantar getaran suara yang baik akan
menghantarkan suara bronkial sampai ke dinding dada sehinggadapat terdengar sebagai suara
napas bronkovesikular (bila hanya sebagian alveoli yang terisi infiltrat) atau bronkial (bila
seluruh alveoli terisi infiltrat).

Suara nafas tambahan terdiri dari:


-

Ronki basah (crakels atau rales): suara nafas yang terputus-putus, bersifat
nonmusical, dan biasanya terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang melewati
cairan dalam saluran napas. Ronki basah lebih lanjut dibagi menjadi ronki basah
halus dan kasar tergantung besarnya bronkus yang terkena. Ronki basah halus
terjadi karena adanya cairan pada bronkiolus, sedangkannyang halus lagi berasal
dari alveoli yang disebut krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi.
Krepitasi terutama dapat didengar fibrosis paru. Sifat ronki basah ini dapat bersifat
nyaring (bila ada infiltrat misalnya pada pneumonia) ataupun tidak nyaring (pada

edema paru).
Rongki kering: suara napas kontinyu, yang bersifat musical, dengan frekuensi yang
relatif rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang
menyempit, misalnya akibat adanya sekret yang kental. Wheezing adalah ronki
kering yang frekuensinya tinggi dan panjang yang biasanya terdengar pada

serangan asma.
Bunyi gesekan pleura (pleural friction rub): terjadi karena pleura parietal dan
viseral yang meradang saling bergesekan satu dengan yang lainnya. Pleura yang
meradang akan menebal atau menjadi kasar. Bunyi gesekan ini terdengar pada
akhir inspirasi dan awal ekspirasi.
7

Hippocrates succussion: suara cairan pada rongga dada yang terdengar bila pasien

digoyang-goyangkan. Biasanya didaptkan pada pasien dengan hidropneumotoraks.


Pneumothorax click: bunyi yang bersifat ritmik dan sinkron dengan saat kontraksi
jantung, terjadi bila didapatkan adanya udara di antara kedua lapisan pleura yang

menyelimuti jantung.
Pada pasien PPOK pada pemeriksaan fisik:
- Pasien biasanya tampak kurus dengan barel shaped chest (diameter anteroposterior
-

dada meningkat).
Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah,

pekak jantung berkurang.


Suara nafas berkurang dengan ekspirasi memanjang.2

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Rutin3
Faal paru

1. Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP,


VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1
prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) <
80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling
umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK
dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak
mungkin dilakukan, APE meter walaupun
kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabiliti harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%
2. Uji bronkodilator
-

Dilakukan

dengan

menggunakan

spirometri, bila tidak ada gunakan APE


meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi
8

sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian


dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal
dan < 200 ml.
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK
Darah rutin
Radiologi

stabil.
Hb, Ht, leukosit
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk
menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum /
tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21
% kasus

Diagnosis Kerja
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Penyakit Paru Ostruktif Kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel
parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronik - Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak
minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak
disebabkan penyakit lainnya. Dispnea dan obstruksi saluran napas, seiring dengan elemen
reversibilitas, terjadi secara intermiten atau terus-menerus. Merokok sejauh ini adalah kausa
utama, meskipun iritan inhalan lain mungkin dapat menimbulkan proses yang sama, proses
patologis yang predominan adalah proses peradangan saluran napas, disertai penebalan
mukosa dan hipersekresi mukus sehinggan terjadi obstruksi difus. Pada bronkitis kronik,
9

terdapat sejumlah kelainan patologis saluran napas, meskipun tidak ada yang benar-benar
khas untuk penyakit ini. Gambaran klinis bronkitis kronik dapat dikaitkan dengan cedera dan
penyempitan kronik saluran napas. Gambaran patologis utama adalah perdangan saluran
napas, terutama saluran napas yang halus, dan hipertrofi kelenjar mukosa saluran napas besar
disertai peningkatan sekresi mukus dan obstruksi saluran napas oleh mukus tersebut. Mukosa
saluran napas biasanya disebuki oleh sel radang, termasuk leukosit polimorfonukleus dan
limfosit. Peradangan mukosa dapat secara substansial mempersempit lumen bronkus. Akibat
peradangan kronik, lapisan normal epitel kolumnar berlapis semua bersilia sering diganti oleh
bercak-bercak metaplasia skuamosa. Tanpa adanya epiterl bronkus bersilia normal, fungsi
pembersihan oleh mukosilia sangat berkurang atau bahkan lenyap sama sekali. hipertrofi dan
hiperplasia kelenjar submukosa merupakan gambaran yang mencolokm dengan kelenjar yang
sering membentuk lebih dari 50% ketebalan dinding bronkus. Hipersekresi mukus menyertai
hiperplasia kelenjar mukosa, yang semakin mempersempit lumen. Hipertrofi otot polos
bronkus sering dijumpai, dan hiperresponsivitas dapat dijumpai terhadap rangsang
bronkokonstriktor non-spesifik (termasuk histamin dan metakolin). Bronkiolus sering
disebuki oleh sel radang dan mengalami distorsi, disertai oleh fibrosis peribronkus.
Penyumbatan oleh mukus dan obstruksi lumen saluran napas halus sering ditemukan. Tanpa
adanya proses lain yang menimpa, misalnya pneumonia, parenkim paru untuk pertukaran gas,
yang terdiri atas unit-unit respiratorik terminal, umumnya tidak mengalami kerusakan. Hasil
kombinasi proses-proses diatas adalah obstruksi saluran napas kronik dan gangguan
pembersihan sekresi saluran napas.
Obstruksi yang tidak seragam di saluran napas pada bronkitis kronik berpengaruh
besar pada ventilasi dan pertukaran gas. Obstruksi dengan waktu ekspirasi memanjang
menimbulkan hiperinflasi. Perubahan hubungan ventilasi-perfusi mengenai daerah-daerah
dengan rasio V/Q yang tinggi dan rendah. Yang terakhir ini terutama bertanggung jawab
menyebabkan hipoxemia istirahat yang lebih jelas dijumpai pada bronkitis kronik
dibandingkan pada emfisema.1
Manifestasi klinis

Batuk produktif
Mengi
Ronkhi kasar inspirasi dan ekspirasi
Takikardia (sering terjadi pada hipoxemia)
Polisitemia (oleh karena hipoxemia kronik)
10

Emfisema - Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara
distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak
penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita
asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan
memenuhi kriteria PPOK.3
Klasifikasi:1
Stage
Stage I : ringan

Gejala Klinis
Batuk kronik + produksi sputum ada tapi tidak selalu, pasien

Stage II : sedang

tidak menyadari bahwa faal paru turun


Sesak saat aktivitas, batuk + produksi sputum kadang terjadi,

Stage III : berat


Stage IV : sangat berat

pasien mulai mencari bantuan medis


Sesak makin parah, penurunan aktivitas, fatigue
Gejala diatas + gejala gagal jantung kanan

Diagnosis Banding
1. Bronkiekstasis
Bronkiekstasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus
yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding
bronkus. Bronkiekstasis diklasifikasikan dalam bronkiekstasis silindris, fusiform, dan kistik
atau sakular.
Bronkiekstasis biasanya didapat pada masa anak-anak. Kerusakan bronkus pada
penyakit ini hampir selalu disebabkan oleh infeksi. Penyebab infeksi tersering adalah H.
Influenzae dan P. Aeruginosa. Infeksi oleh bakteri lain, seperti Klebsiella dan Staphyolcoccus
aureus disebabkan oleh absen atau terlambatnya pemberian antibiotik pada pengobatan
pneumonia. Bronkiekstasis ditemukan pula pada pasien dengn infeksi HIV atau virus lain
seperti adenovirus atau virus influenza. Faktor penyebab noninfeksi yang dapat menyebabkan
penyakit ini adalah paparan substansi toksik, misalnya terhirupnya gas toksik (amonia,
aspirasi asam dari cairan lambung, dan lain-lain).
Gejala sering dimulai pada saat anak-anak, 60% gejala timbul sejak pasien berusia 10
tahun. Gejala yang timbul tergantung dari luas, berat, lokasi serta ada atau tidaknya
komplikasi. Gejala tersering adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Batuk dan
pengeluaran sputum dialami paling sering pada pagi hari, setelah tiduran atau berbaring pada
11

posisi yang berlawanan dengan sisi yang mengandung kelainan bronkiekstasis. Pada
bronkiekstasis ringan mungkin tidak terdapat gejala. Kalau pun ada, biasanya batuk
bersputum yang menyertai batuk-pilek selama 1-2 minggu. Pada bronkiekstasis berat, pasien
mengalami batuk terus menerus dengan sputum yang banyak (200-300 ml) yang bertambah
berat bila terjadi infeksi saluran napas atas. Biasanya dapat diikuti dengan demam, tidak ada
nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan. Sesak nafas dan
sianosis timbul pada kelainan yang luas.
Pada pemeriksaan fisik yang terpenting adalah terdapat ronki basah sedang sampai
kasar pada daerah yang terkena dan menetap pada pemeriksan yang berulang. Kadangkadang dapat ditemukan ronki kering dan bising mengi. Ditemukan perkusi yang redup suara
napas yang melemah bila terdapat komplikasi empiema. Pada kasus yang berat mungkin
terdapat sianosis dan tanda kor pulmonal.4
2. Asma bronchial
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan
bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulun tertentu.Asma dimanifestasikan
dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi.Tingkat
penyempitan jalan napas dapat berubah baik secara spontan atau karena terapi. Asma berbeda
dari penyakit paru obstruktif, dalam hal bahwa asma adalah proses reversibel.

Gambar 5.Paru normal dan asma bronkhial


Gejala-gejala:

Sesak nafas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu.


Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek)
12

serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksivirus, olah raga atau

setelah terpapar oleh alergen maupun iritan.


Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang
berbunyi (mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyimengi terutama terdengar

ketika penderita menghembuskan nafasnya.


Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan
satu-satunya gejala.1

3. Aspergilosis
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur Aspergilus. Di alam ini banyak
dijumpai spesies aspergilus berupa konidia atau spora yang berhamburan di udara sehingga
mudah dihirup melalui saluran napas. Yang paling sering menimbulkan infeksi pada manusia
adalah A.fumigatus, A.niger, A.flavus, A.clavatus, dan A.nidulans. Jamur Aspergilus bukan
jamur dimorfik, tumbuh di jaringan sebagai hifa sama seperti dalam media laboratorium.
Spora jamur terhirup dan kolonisasi di permukaan mukosa. Jamur dapat menembus jaringan
hanya bila ada gangguan sistem imun baik lokal atau sistemik. Dengan demikian Aspergilus
ini tidak dapat menembus jaringan pada orang normal.
Allergic bronchopulmonary aspergilosis (ABPA) banyak dijumpai pada pasien
dengan asma. Patogenesis penyakit ini belum sepenuhnya dimengerti. Mungkin reaksi
imunulogi tipe I dan III mempunyai peranan. Manifestasi klinis ABPA sangat bervariasi,
berupa badan tidak enak, demam, sesak, sakit dada, wheezing, dahak yang purulen dan batuk
darah. Dan juga sudah ada 5 macam staging ABPA yaitu akut, remisi, eksaserbasi berulang,
asma dependen, dan fibrosis paru.
Pada staging akut, muncul demam, batuk, sesak, dan sulit mengelurakan dahak,
peninggian serum IgE dan eosinofilia, pada radiologis ditemukan infiltrat paru. Pada saat
remisi, tidak ada gejala, penurunan serum IgE dan eosinofil darah, pada radiologis ada
resolusi infiltrat darah. Pada saat eksaserbasi berulang timbul gejala asma yang butuh
kortikosteroid jangka panjang, peningkatan IgE, gambaran radiologis berubah-ubah. Pada
staging fibrosis paru, pasien memberikan gejala sesak napas dan manifestasi fibrosis paru.
Faal paru menunjukkan adanya obstruksi dan atau retriksi yang ireversibel. Peninggian IgE
menunjukkan aktivitas yang lanjut, hasil radiologis menunjukkan fibrosis paru dan
diperlukan kortikosteroid jangka panjang.3
13

Etiologi

Merokok : paling sering ; tergantung dari dosis rokok, usia mulai merokok, jumlah

batang rokok/tahun, lamanya merokok


Terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
Infeksi saluran nafas bawah yang berulang
Genetik : defisiensi antitripsin 1
Status sosial ekonomi
Stres oksidatif : terjadi ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan.

Epidemiologi
Akhir-akhir ini chronic obstructive pulmonary disease (COPD) atau penyakit paru
obstruksi kronik semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka
mortalitas yang terus meningkat. Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi
gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan
119.000 meninggal selama tahun 2000.
Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit
jantung, kanker dan penyakit serebrovaskular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini
mencapai 24 miliar per tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa
menjelang lensi tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat.
Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan meningkat dari
keduabelas menjadi kelima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam
menjadi ke tiga. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK
bersama asma bronkial menduduki peringkat keenam. Merokok merupakan faktor risiko
terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor
genetik dan lain-lainnya.
Patofisiologi
Merokok sejauh ini adalah kausa utama, meskipun iritan inhalan lain mungkin dapat
menimbulkan proses yang sama, proses patologis yang predominan adalah proses peradangan
saluran napas, disertai penebalan mukosa dan hipersekresi mukus sehingga terjadi obstruksi
difus. Pada bronkitis kronik, terdapat sejumlah kelainan patologis saluran napas, meskipun
tidak ada yang benar-benar khas untuk penyakit ini. Gambaran klinis bronkitis kronik dapat
dikaitkan dengan cedera dan penyempitan kronik saluran napas. Gambaran patologis utama
14

adalah perdangan saluran napas, terutama saluran napas yang halus, dan hipertrofi kelenjar
mukosa saluran napas besar disertai peningkatan sekresi mukus dan obstruksi saluran napas
oleh mukus tersebut. Mukosa saluran napas biasanya disebuki oleh sel radang, termasuk
leukosit polimorfonukleus dan limfosit. Peradangan mukosa dapat secara substansial
mempersempit lumen bronkus. Akibat peradangan kronik, lapisan normal epitel kolumnar
berlapis semua bersilia sering diganti oleh bercak-bercak metaplasia skuamosa. Tanpa adanya
epitel bronkus bersilia normal, fungsi pembersihan oleh mukosilia sangat berkurang atau
bahkan lenyap sama sekali. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar submukosa merupakan
gambaran yang mencolok dengan kelenjar yang sering membentuk lebih dari 50% ketebalan
dinding bronkus. Hipersekresi mukus menyertai hiperplasia kelenjar mukosa, yang semakin
mempersempit lumen. Hipertrofi otot polos bronkus sering dijumpai, dan hiperresponsivitas
dapat dijumpai terhadap rangsang bronkokonstriktor non-spesifik (termasuk histamin dan
metakolin). Bronkiolus sering disebuki oleh sel radang dan mengalami distorsi, disertai oleh
fibrosis peribronkus. Penyumbatan oleh mukus dan obstruksi lumen saluran napas halus
sering ditemukan. Tanpa adanya proses lain yang menimpa, misalnya pneumonia, parenkim
paru untuk pertukaran gas, yang terdiri atas unit-unit respiratorik terminal, umumnya tidak
mengalami kerusakan. Hasil kombinasi proses-proses diatas adalah obstruksi saluran napas
kronik dan gangguan pembersihan sekresi saluran napas.
Obstruksi yang tidak seragam di saluran napas pada bronkitis kronik berpengaruh
besar pada ventilasi dan pertukaran gas. Obstruksi dengan waktu ekspirasi memanjang
menimbulkan hiperinflasi.
Penatalaksanaan
1. Medical Mentosa
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau
obat berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :

Golongan antikolinergik

15

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator


juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali per hari ).

Golongan agonis beta - 2


Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2


Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak (pelega napas, bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut). Penggunaan jangka panjang diperlukan
pemeriksaan kadar aminofilin darah.1

b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti
uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator
meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

Lini I : amoksisilin, makrolid


Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid.

Perawatan di Rumah Sakit :

Amoksilin dan klavulanat


Sefalosporin generasi II & III injeksi
Kuinolon per oral
16

ditambah dengan yang anti pseudomonas

Aminoglikose per injeksi


Kuinolon per injeksi
Sefalosporin generasi IV per injeksi

d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan N asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati hati.3
2. Non-Medical Mentosa
a. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat
berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit
di ruang ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :

ventilasi mekanik dengan intubasi


ventilasi mekanik tanpa intubasi

b. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja otot respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah Malnutrisi
dapat dievaluasi dengan :

Penurunan berat badan


Kadar albumin darah
17

Antropometri
Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.
Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi
semenit oxygen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan
hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein
dapat menyebabkan kelelahan. Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi
pada PPOK karena berkurangnya fungsi otot respirasi sebagai akibat sekunder
dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :
Hipofosfatemi
Hiperkalemi
Hipokalsemi
Hipomagnesemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi
dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang
lebih sering.5
Komplikasi
Berikut adalah komplikasi-komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit paru obstruktif kronik:

Kor Pulmonal
Kor pulmonal disebabkan oleh peningkatan tekanan darah di arteri paru-paru,
pembuluh yang membawa darah dari jantung ke paru-paru. Hal ini menyebabkan
pembesaran dan kegagalan berikutnya dari sisi kanan jantung.

Eksaserbasi akut PPOK


Secara sederhana, eksaserbasi dapat didefinisikan sebagai memburuknya gejala
PPOK. Banyak orang dengan PPOK menderita beberapa episode eksaserbasi akut
tahun, sering menyebabkan rawat inap meningkat, kegagalan pernapasan dan
bahkan kematian.

18

Hipertensi paru
Hipertensi paru terjadi ketika ada abnormal tekanan tinggi dalam pembuluh darah
paru-paru. Normalnya, darah mengalir dari jantung melewati paru-paru, di mana
sel-sel darah mengambil oksigen dan mengirimkannya ke tubuh. Pada hipertensi
paru, arteri paru menebal. Ini berarti darah kurang mampu mengalir melalui
pembuluh darah.

Pneumotoraks
Pneumotoraks didefinisikan sebagai akumulasi udara atau gas di ruang antara paru
dan dinding dada. Pneumotoraks terjadi karena lubang yang berkembang di paruparu, yang memungkinkan udara untuk melarikan diri dalam ruang di sekitar paruparu, menyebabkan paru-paru untuk sebagian atau seluruhnya runtuh. Orang yang
memiliki PPOK berada pada risiko lebih besar untuk pneumotoraks karena struktur
paru-paru mereka lemah dan rentan terhadap perkembangan spontan dari jenis
lubang.

Polisitemia sekunder
Polisitemia sekunder diperoleh dari kelainan langka yang ditandai oleh kelebihan
produksi sel darah merah dalam darah. Ketika terlalu banyak sel darah merah yang
diproduksi, darah menjadi tebal, menghalangi perjalanan melalui pembuluh darah
kecil. Pada pasien dengan COPD, polisitemia sekunder dapat terjadi sebagai tubuh
mencoba untuk mengkompensasi penurunan jumlah oksigen dalam darah.

Kegagalan pernafasan
Kegagalan pernapasan terjadi ketika paru-paru tidak dapat berhasil mengekstrak
oksigen yang cukup dan / atau menghapus karbon dioksida dari tubuh. Kegagalan
pernapasan dapat disebabkan oleh sejumlah alasan, termasuk PPOK atau
pneumonia.6

Prognosis

19

Secara umum, prognosis yang didapatkan adalah buruk. PPOK merupakan penyakit
yang secara progresif mengalami perburukan, terutama jika pasien terus merokok. Pasien
dengan PPOK mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mendapat infeksi paru-paru yang
dapat membawa kepada kematian pasien. Apabila terjadi kerusakan yang non-reversible pada
paru, jantung juga akan ikut terpengaruh. Pasien dengan PPOK akhirnya meninggal apabila
paru-paru tidak dapat berfungsi dan oksigen tidak bisa masuk ke organ tubuh dan jaringan,
atau pada saat terjadinya komplikasi seperti infeksi berat. Pengobatan yang tepat pada PPOK
dapat membantu mencegah komplikasi, memperpanjang jangka hidup selain meningkatkan
kualitas hidup pasien.1

Kesimpulan
PPOK adalah penyakit obstruksi jalan napas yang umumnya bersifat progresif.
berbagai faktor yang menyebabkan timbulnya PPOK yaitu kebiasaan merokok polusi udara,
paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja, riwayat infeksi saluran napas.
Penatalaksanaannya bisa diberikan terapi oksigen, bronkodilator dan sebagainya. Pencegahan
penyakit ini yaitu menghindari polusi udara baik di luar maupun di dalam ruangan, asap
rokok, dan mengurangi paparan dari pekerjaan yang meningkatkan resiko terkena penyakit
paru obstruktif kronik.

20

Daftar Pustaka
1. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid I.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2007.h.18, 2197-11
2. Bickley SL. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi 5.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2008.h.15-6
3. Junaidi I. Penyakit paru dan saluran napas. Jakarta. PT Buana Ilmu Populer;
2010.h.43-5
4. Djojodibroto RD. Respirologi. Jakarta: EGC; 2009.h.120-2
5. Effendy C. Keperawatan medikal bedah: klien dengan gangguan sistem pernapasan.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2004.h.115-8
6. Deborah Leader. Sebuah panduan komprehensif untuk komplikasi PPOK. Diunduh
darihttp://copd.about.com/od/complicationsofcopd/tp/copdcomplications.htm/01/06/2
009. 21 Februari 2015.

21

You might also like