You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN
Estimasi terkini mengenai prevalensi fibrilasi atrial (FA) di negara berkembang adalah
sekitar 1,5-2% dari keseluruhan populasi, dengan rerata usia pasien dengan kondisi ini terus
meningkat, saat ini antara 75-85 tahun. Aritmia berhubungan dengan peningkatan risiko
stroke lima-kali lipat dan insidens gagal jantung kongestif tiga-kali lipat, dan mortalitas lebih
tinggi. Perawatan di rumah sakit terhadap pasien FA juga sangat kerap. Aritmia ini
merupakan tantangan kardiovaskuler utama pada masyarakat modern dimana aspek medis,
sosial dan ekonomik bisa lebih buruk pada dekade-dekade berikutnya. Untunglah sejumlah
terapi bermanfaat telah ditemukan di tahun-tahun belakangan sehingga bisa memberikan
solusi terhadap masalah ini.1
Pada tahun 2010, ketika panduan European Society of Cardiology (ESC) untuk
tatalaksana fibrilasi atrial dikemukakan pertama kali, telah disadari bahwa suatu pembaruan
akan diperlukan pada tahun 2012 karena, misalnya persetujuan regulasi Eropa terhadap
sejumlah obat baru sedang dinantikan, seperti vemakalant dan dabigatran. Sebagai tambahan,
laporan dari penelitian klinis besar mengenai antikoagulan oral baru, seperti AVERROES
(Apixaban VErsus acetylsalicylic acid (ASA) to Reduce the Rate Of Embolic Stroke in atrial
fibrillation patients who have failed or are unsuitable for vitamin K antagonist treatment),
ROCKET-AF (Rivaroxaban Once daily oral direct factor Xa inhibition Compared with
vitamin K antagonism for prevention of stroke and Embolism Trial in Atrial Fibrillation), and
ARISTOTLE (Apixaban for Reduction In STroke and Other ThromboemboLic Events in
atrial fibrillation) sedang ditunggu, membuka jalan kepada potensi regulasi persetujuan.1
American College of Cardiology Foundation (ACCF), American Heart Association
(AHA), dan Heart Rhytm Society (HRS) telah bersama-sama menerbitkan dua pembaharuan
besar, satu mengenai dronedarone dan ablasi atrium kiri dan yang lainnya fokus pada
dabigatran. Di awal 2012, American College of Chest Physicians (ACCP) menerbitkan versi
ke 9 mengenai terapi antitrombotik pada fibrilasi atrial dan penulis Canadian Cardiovascular
Society guideline telah mengeluarkan pembaruan terfokus pada panduan FA. Juga, United
Kingdoms National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE), ACCF, AHA dan
HRS bermaksud menulis ulang secara lengkap panduannya pada FA dalam waktu dekat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
RIVED FROM MULTIPLE RANDOMIZEDCLINICAL TRILYSes.
Fibrilasi Atrial
Epidemiologi
Fibrilasi atrial merupakan takiaritmia supraventrikuler menetap yang paling sering
terjadi. Diestimasi bahwa sekitar 2,3 juta orang mengalami FA di Amerika Serikat, sehingga
merupakan suatu epidemi kardivaskuler. Prevalensi FA adalah sekitar 1% pada populasi
dibawah umur 65 tahun, puncaknya 8,8% terjadi pada usia di atas 80 tahun, dan merupakan
aritmia jantung paling sering pada usia lanjut. Lebih dari 160.000 kasus baru per tahun
dilaporkan. Angka mortalitas total meningkat 2x pada pasien FA dibandingkan orang dengan
irama sinus dan berhubungan dengan derajat penyakit jantung yang mendasari. FA
berhubungan dengan risiko morbiditas dan mortalitas signifikan, oleh karena itu,
epidemiologi, faktor-faktor risiko, klasifikasi, dan uraian mekanismenya menjadi penting
dalam tatalaksana pasien.5
Faktor Risiko
1.Faktor risiko independen
-

jenis kelamin laki-laki


usia
diabetes
hipertensi
gagal jantung kongestif
penyakit katup jantung (rematik khususnya katup mitral)
infark miokard

2.Kondisi predisposisi lain


-

penyakit katup non rematik


kardiomiopati
penyakit jantung kongenital
sick sinus syndrome/degenerasi sistem konduksi
Wolff-Parkinson-White syndrome
Perikarditis
Emboli pulmonal
Tirotoksikosis
Penyakit paru kronis
Diabetes

Jantung dengan struktur normal dipengaruhi oleh status adrenergik tinggi seperti
alkohol (holiday heart), stres, obat-obatan (simpatomimetik), kelebihan kafein,
hipoksia, hipokalemia, hipoglisemia, atau infeksi sistemik.

Klasifikasi5
Klasifikasi yang sering digunakan adalah:
-

FA yang baru dideteksi


Paroksismal: FA berhenti sendiri dalam 7 hari sejak onset ditemukan. Kebanyakan

episode berlangsung kurang dari 24 jam


Persisten: FA tidak berhenti sendiri dalam 7 hari atau berhenti karena pengaruh listrik

atau obat-obatan
Permanen: kardioversi gagal atau tidak dicoba
Rekuren: bila pasien mengalami dua atau lebih episode

Klasifikasi lain yang lazim digunakan adalah membagi FA menjadi kasus yang dijelaskan
sebagai valvular atau non-valvular. Tidak terdapat definisi yang memuaskan atau seragam
mengenai terminologi-terminologi ini. Pada beberapa panduan, istilah valvular AF digunakan
untuk menerangkan bahwa FA berhubungan dengan penyakit katup rematik (terutama
stenosis mitral) atau katup jantung prostetik.
Patogenesis
Mekanisme FA belum sepenuhnya bisa dijelaskan dan cenderung bersifat multifaktorial. Teori yang paling populer yaitu aktivasi fokal menyatakan bahwa FA dipicu oleh
aktivitas elektrik spontan yang berasal dari vena pulmonalis (90%), superior vena cava /SVC
(4%), ligamen Marshal, inferior vena cava (IVC), dan sinus koroner (CS), dan dijaga oleh
substrat yang mempertahankan kelangsungan aritmia. Telah diamati bahwa dilatasi atrial,
skar, jaringan fibrous, dan remodelling elektrik miokard, semuanya menunjukkan substrat
seperti pada FA. Pada beberapa situasi, mekanisme pemicu juga merupakan yang
mempertahankan FA. Stimulasi simpatis dan vagal juga berperan dalam inisiasi dan
mempertahankan FA.
Teori lain yaitu multiple wavelet Reentry menyatakan bahwa timbulnya gelombang
yang menetap dari depolarisasi atrial atau wavelets yang dipicu depolarisasi atrial prematur
atau aktivitas aritmogenik dari fokus yang tercetus secara cepat.

Gambar 1. Lokasi paling sering abnormalitas arterial dan jantung yang menyebabkan stroke iskemik.

Manifestasi Klinis
Pasien FA mengalami palpitasi, fatigue, dizziness, presinkop, dipsnea, dan yang lebih
jarang nyeri dada dan pingsan. Beberapa pasien FA, khususnya yang permanen, tidak
melaporkan gejala apapun. Gejala pasien juga tergantung pada pola munculnya FA, durasi
episode FA, respon ventrikuler (denyut jantung) hingga indeks serangan FA, dan keparahan
penyakit jantung yang mendasari. Pemeriksaan klinis menunjukkan denyut jantung ireguler,
nadi berkurang, dan bunyi jantung pertama dengan intensitas bervariasi terdengar selama
episode FA. Evaluasi sistemik dibutuhkan pada pasien dengan dugaan atau sudah terbukti FA
untuk mengenali pola aritmia, menentukan kausanya, menjelaskan faktor-faktor kardiak dan
ekstrakardiak dan merencanakan terapi.5

Gambar 2. EKG pasien dengan fibrilasi atrial

Tabel 1.Evaluasi klinis minimal dan tambahan pada FA

Fibrilasi atrial sebagai faktor risiko stroke


FA persisten dan paroksismal merupakan faktor risiko mayor independen yang kuat
terhadap stroke emboli atau TIA. Pada studi stroke Framingham, ditemukan14% stroke
terjadi karena FA. Risiko absolut stroke pada pasien FA bervariasi dari 6 hingga 20 kali lipat
sesuai usia dan adanya faktor risiko vaskular lainnya seperti penyakit valvular rematik.2,3
Terdapat juga bukti, bahwa stroke bisa mempresipitasi terjadinya FA karena pengaruh
hemodinamik dan otonom. Sekitar setengah pasien lanjut usia yang mengalami FA memiliki
hipertensi sebagai faktor risiko mayor terhadap stroke. Hipertensi merupakan prediktor
independen yang kuat terhadap stroke pada FA dan merupakan faktor risiko penting untuk
terjadinya FA. Hubungan yang kuat antara FA, hipertensi, dan stroke bisa tergantung pada
penurunan kapasitas aorta, hipertrofi LV, disfungsi diastolik, dan dilatasi atrial kiri, yang
meningkatkan stasis dan pembentukan trombus.
FA terjadi pada sekitar 45% dari semua stroke emboli. Emboli-emboli ini seringkali
berasal dari suatu trombus mural, biasanya dimiliki atrium yang mengalami fibrilasi, dan
5

lebih khusus lagi oleh atrial appendage, karena potensi wilayahnya mengalami stagnasi
aliran darah. Antikoagulasi dengan warfarin telah menunjukkan penurunan risiko stroke pada
pasien FA, dengan rasio penurunan risiko 68% (95% CI 50-79) dan reduksi absolut
berdasarkan beberapa studi mengenai angka stroke tahunan dari 4,5% pada pasien kontrol ke
1,4% pada pasien yang diterapi dengan warfarin dengan dosis yang disesuaikan. Risiko
warfarin yang berhubungan dengan perdarahan mayor, terutama intrakranial, adalah sekitar
0,5% per tahun. Namun, stroke hemorhagik, masih bisa terjadi dengan waktu protrombin
yang terkontrol baik.2
Risiko stroke pada pasien yang diterapi dengan plasebo pada penelitian warfarin
random dilaporkan sebanyak 4,5% pertahun. Suatu analisis kollaboratif dari lima penelitian
random oleh peneliti fibrilasi atrial mengidentifikasi lima faktor risiko mayor terhadap stroke
pada pasien yang mengalami FA, yaitu, riwayat stroke atau TIA, riwayat hipertensi, usia
lanjut, riwayat gagal jantung, dan diabetes. Risiko stroke meningkat setidaknya lima kali lipat
pada pasien yang memiliki faktor risiko klinis, dan hal ini jelas berkebalikan dengan risiko
rendah pada pasien usia muda yang tidak memiliki faktor risiko klinis. Faktor lain, seperti
jenis kelamin perempuan, tekanan darah sistolik diatas 160 mmHg, disfungsi LV,
berhubungan secara bervariasi terhadap stroke.
Pada pasien usia 80-89 tahun, 36% stroke terjadi pada pasien yang memiliki FA.
Risiko tahunan stroke pada octogenarian yang mengalami FA berkisar dari 3% hingga 8%
per tahun, tergantung pada faktor-faktor risiko stroke yang berhubungan.
Tabel 2. Faktor risiko stroke iskemik dan emboli sistemik
pada pasien yang mengalami fibrilasi atrial nonvalvular

Penilaian Risiko Stroke dan Perdarahan


Sejak publikasi panduan ESC tahun 2010, bukti tambahan telah memperkuat
pendekatan berdasarkan faktor risiko pada stratifikasi risiko stroke yang disusun pada
6

panduan tersebut, dengan fokus pada identifikasi pasientruly low-risk yang tidak
membutuh terapi antitrombotik, dan lebih banyak bukti pada penggunaan obat antikoagulan
baru (novel oral anticoagulant drugs=NOACs) sebagai alternatif terhadap terapi antagonis
vitamin K (vitamin K antagonist=VKA) [misalnya warfarin, international normalized ratio
(INR) 2,0-3,0]. Risiko stroke adalah suatu rangkaian kesatuan dan nilai prediktif strata
kategorisasi pasien FA menjadi risiko rendah, moderat, dan tinggi hanya menuju ke nilai
prediktif pasien kategori high risk yang berikutnya akan mengalami stroke. Sampai saatsaat belakangan ini, antikoagulan oral (oral anticoagulant =OAC) yang tersedia hanya
golongan obat VKA (misalnya warfarin) dan, meskipun memiliki keterbatasan-keterbatasan,
banyak dokter masih meresepkan terapi VKA dengan proporsi yang sama besarnya, tanpa
memperhatikan kategori strata risiko rendah/moderat/tinggi ; jika VKA tidak digunakan,
aspirin sering diresepkan sebagai gantinya.1
Bukti prevensi stroke dengan aspirin pada FA adalah lemah, dengan suatu potensi
bahaya seperti data yang menunjukkan bahwa risiko perdarahan mayor atau perdarahan
intrakranial dengan aspirin tidak berbeda signifikan dengan OAC, khususnya pada usia
lanjut. Karena availabilitas NOACs, penggunaan terapi antiplatelet (seperti terapi kombinasi
aspirin-klopidogrel, atau-yang kurang efektif-monoterapi aspirin) sebagai prevensi stroke
pada FA sebaiknya terbatas hanya pada pasien yang menolak bentuk OAC apapun. Terapi
kombinasi aspirin-klopidogrel memiliki efikasi tambahan, dibandingkan monoterapi aspirin,
tetapi memiliki risiko tambahan perdarahan mayor.
Oleh karena itu, panduan ESC sangat merekomendasikan pergeseran praktek kearah
fokus yang lebih besar pada identifikasi pasien FA dengantruly low risk (misalnya usia 65,
dan FA tunggal, yang tidak membutuhkan terapi antitrombotik), daripada mencoba fokus
pada identifikasi pasien high risk. Untuk mencapai hal ini, adalah penting menjadi lebih
inklusif (dibanding ekslusif) pada penilaian risiko stroke secara komprehensif. Tentu saja,
pasien-pasien FA yang memiliki faktor risiko stroke 1 direkomendasikan mendapatkan
terapi prevensi stroke efektif, yaitu OAC baik dengan terapi VKA yang terkontrol baik [INR
2-3, dengan persentasi waktu dalam kisaran terapeutik tinggi, misalnya 70%, atau
menggunakan salah satu NOACs.
Karena skor CHADS2 [Congestive heart failure, Hypertension, Age 75, Diabetes,
Stroke (doubled)] sederhana, kini, banyak yang setuju bahwa skor ini tidak melibatkan
banyak faktor risiko stroke umum dan keterbatasannya telah ditandai. Skor CHADS 2 juga
berasal dari faktor-faktor risiko yang diidentifikasi pada set data pasien yang diterapi dengan
non-VKA pada penelitian bersejarah mengenai prevensi stroke pada FA yang dilakukan dua
7

dekade yang lalu. Pada penelitian ini, kurang dari 10% pasien yang diskrining disertakan, dan
banyak faktor risiko stroke tidak konsisten dijelaskan atau tidak sistematik direkam. Sebagai
contoh, penyakit vaskuler (tidak termasuk skor CHADS 2) adalah faktor risiko stroke
independen pada FA dan secara signifikan memperbaiki kemampuan prediktif CHADS 2.
Risiko stroke juga meningkat dari usia 6 tahun, dengan risiko jauh lebih besar pada usia 75
tahun atau lebih tua. Banyak pasien yang diklasifikasikan sebagai low risk menggunakan
skor CHADS2.(skor 0) memiliki angka stroke 1,5% per tahun dan skor CHADS 2 0 tidak dapat
dipercaya sebagai identifikasi pasien FA yang truly low risk.
Panduan ESC tahun 2010 mengurangi penggunaan strata risiko rendah-moderat, dan
tinggi dan merekomendasikan pendekatan berdasarkan faktor risiko yang disebut mayor dan
secara klinis non mayor, yang diekspresikan sebagai suatu akronim CHA 2DS2-VASc
(Congestive heart failure/left ventricular dysfunction, Hypertension, Age 75 [double],
Diabetes, Stroke [double]- Vascular disease, Age 65-74, dan Sex category [female]). Skor ini
dinilai cukup baik dalam identifikasi pasien FA truly low risk.1
Pengambilan keputusan pemberian tromoprofilaksis memerlukan pertimbangan antara
risiko stroke dan risiko perdarahan mayor, khususnya ICH yang merupakan komplikasi
antikoagulan paling ditakuti dan menyebabkan risiko kematian dan disabilitas. Dari beberapa
skor risiko perdarahan yang tersedia, hanya tiga yang berasal dan sudah divalidasi pada
populasi FA. HEMORR2HAGES [Hepatic or renal disease, Ethanol abuse, Malignancy,
Older (age75 tahun), Reduced platelet count of function, Rebleeding risk, Hipertension
(uncontrolled), Anaemia, Genetic factors, Excessive fall risk, and Stroke), HAS-BLED
[Hypertension, Abnormal renal/liver function, Stroke, Bleeding history or predisposition,
Labile INR, Elderly (e.g, age>65, frailty, etc), Drug/alcohol concomitantly], dan ATRIA
(AnTicoagulation and Risk factors in Atrial fibrillation). Panduan ESC tahun 2010, Canadian
Cardiovascular Guidelines, European Heart Rhytm Association (EHRA) semuanya
merekomendasikan penggunaan HAS-BLED dalam penilaian risiko perdarahan dibanding
skor HEMORR2HAGES yang rumit atau ATRIA yang kurang praktis.1

Tatalaksana FA
Manajemen FA meliputi: (i) kontrol denyut, (ii) kontrol irama, dan (iii) antikoagulasi. Yang
akan banyak dibahas pada referat ini adalah terapi antikoagulan pada FA.
8

Prevensi Tromboembolisme
Panduan terapi antitrombotik pada FA adalah sebagai berikut:5

Antikoagulan direkomendasikan jika FA menetap lebih dari 48 jam, terutama jika

kardioversi diantisipasi setelah waktu ini atau FA tetap berulang setelah kardioversi.
Antikoagulasi dengan warfarin (target INR 2,5; kisaran 2,0-3,0 untuk FA) sebaiknya
direkomendasikan untuk semua pasien usia di atas 75 tahun yang dapat menerima
antikoagulan, juga pasien dibawah 75 tahun yang memiliki faktor-faktor risiko

tromboembolisme berikut ini:


o Riwayat TIA, embolus sistemik atau stroke
o Hipertensi
o Fungsi ventrikel kiri buruk
o Penyakit katup mitral rematik
o Katup jantung prostetik
Pasien usia 65-75 tahun tanpa faktor risiko bisa diterapi dengan aspirin atau warfarin.
Aspirin direkomendasikan untuk pasien < 65 tahun yang tidak memiliki faktor risiko.
Terapi antikoagulan dengan warfarin bisa merupakan kontraindikasi untuk pasien

yang memiliki satu dari faktor-faktor risiko komplikasi perdarahan berikut:


o Usia lanjut > 80 tahun
o Hipertensi tidak terkontrol, terutama bila sistolik > 160 mmHg
o Riwayat penyakit serebrovaskuler sebelumnya
o Riwayat hematoma subdural sebelumnya
Rekomendasi ini berlaku pada FA paroksismal, persisten dan permanen.

Antikoagulan Baru
Antikoagulan baru (novel anticoagulants=NOACs) sebagai prevensi stroke pada FA
terdiri dari dua golongan: inhbitor trombin direk oral (misalnya dabigatran) dan inhibitor
faktor Xa direk oral (misalnya rivaroxaban, apixaban, dll). Berlawanan dengan VKAs, yang
memblok pembentukan berbagai faktor koagulasi aktif yang tergantung vitamin K (faktor II,
VII, IX, dan X), obat-obatan ini memblok aktivitas langkah tunggal pada koagulasi. Inhibitor

faktor Xa oral lainnya yang masih dalam penelitian fase III adalah edoxaban; mungkin akan
dilaporkan pada tahun 2013.1
Dabigatran etexilate1,6,7,8
Penelitian RE-LY (Randomized Evaluation of Long-term anticoagulant therapY with
dabigatran

etexilate) adalah penelitian fase III, open-label, random, prospektif yang

membandingkan dua dosis membuta dabigatran etexilate [110 mg dua kali sehari (D110) atau
150 mg dua kali sehari (D150) dengan warfarin dosis disesuaikan,( dengan INR target 2,03,0). Pada titik akhir efikasi primer stroke dan emboli sistemik, D150 superior terhadap
warfarin, tanpa perbedaan signifikan pada titik akhir keamanan primer berupa perdarahan
mayor. D110 noninferior terhadap warfarin, dengan perdarahan mayor 20% lebih sedikit.
Angka stroke hemorhagik dan ICH lebih rendah pada kedua dosis dabigatran, tetapi
perdarahan gastrointestinal meningkat signifikan dengan D150. Terdapat peningkatan
nonsignifikan (sebanyak 28%) pada infark miokard dengan kedua dosis dabigatran. Terdapat
reduksi signifikan pada stroke iskemik, juga reduksi borderline pada mortalitas oleh semua
kausa dengan D150 (P1/4 0,051) dan reduksi signifikan pada mortalitas vaskuler (P 1/4 0,04).
Jumlah penghentian terapi lebih tinggi dengan D150 (20,7%) dan D110 (21,2%)
dibandingkan dengan 16,6% dengan warfarin setelah 2 tahun. Analisis post-hoc telah
melaporkan interaksi usia yang signifikan, dimana pasien usia 75 tahun memiliki angka
perdarahan mayor mirip dengan warfarin pada D110, dengan kecenderungan perdarahan
lebih banyak pada D150; namun, ICH lebih rendah pada kedua dosis dabigatran. Efikasi dan
keamanan dabigatran sesuai terhadap semua strata risiko CHADS 2. Riwayat paparan VKA
tidak mempengaruhi manfaat dabigatran pada dosis manapun, dibandingkan dengan warfarin.
Perhatian mengenai peningkatan kecil infark miokard dengan dabigatran telah
mendorong analisis terperinci dimana tidak terdapat perawatan rumah sakit terhadap angina
baru yang berlebihan atau revaskularisasi pada pasien yang diterapi dengan dabigatran,
dengan mortalitas vaskuler dan manfaat klinis bersih yang disukai pada dabigatran. Suatu
metaanalisis dari tujuh penelitian dabigatran (FA, tromboembolisme vena, dll) pada 30.000
pasien menunjukkan peningkatan 33% signifikan pada MI, tetapi reduksi 11% pada
mortalitas pada kausa apapun, ketika dabigatran dibandingkan terhadap warfarin. Namun, hal
ini menunjukkan efek protektif warfarin yang lebih baik terhadap MI.1,11
Berdasarkan hasil RE-LY, dabigatran etexilate telah disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) dan European Medicine Agency (EMA), juga di banyak negara di
seluruh dunia, sebagai prevensi stroke dan emboli sistemik. Indikasi EMA adalah pada pasien
10

FA non-valvular dengan setidaknya satu faktor risiko berikut: riwayat stroke, TIA atau emboli
sistemik; LVEF 40%; gagal jantung simptomatik; usia 75 tahun atau 65 tahun dengan
satu dari berikut: diabetes, penyakit arteri koroner atau hipertensi. FDA menyetujui dosis 150
mg dua kali sehari dan 75 mg dua kali sehari pada gangguan ginjal berat, sementara EMA
menyetujui kedua dosis 110 mg dua kali sehari dan 150 mg dua kali sehari.
Rivaroxaban1,6,7,8,9,10,11
Penelitian ROCKET-AF membuta-ganda secara acak melibatkan 14.264 pasien FA
risiko tinggi untuk mendapatkan (i)terapi dengan rivaroxaban 20 mg sekali sehari [15 mg
setiap hari bagi yang memiliki bersihan kreatinin (CrCl) 30-49 mL/menit] atau (ii) warfarin.
Populasinya adalah yang berada pada risiko stroke lebih tinggi dibanding penelitian NOACFA lainnya, dan rerata Time Therapeutic Time (TTR) adalah 55% (median 58%), yang lebih
rendah dibanding studi acak lainnya. Rivaroxaban noninferior terhadap warfarin pada titik
akhir primer stroke dan emboli sistemik, dan analisis per-protocol on-treatment mencapai
superioritas statistikal [relative risk reduction (RRR) 21%, P1/4 0,015] tetapi menggunakan
analisis intention-to-treat yang lebih konvensional, rivaroxaban tidak superior (P 1/4 0,12).
Tidak terdapat reduksi angka mortalitas atau stroke iskemik, tetapi reduksi signifikan pada
stroke hemorhagik dan perdarahan intrakranial. Titik akhir keamanan primer adalah
gabungan dari perdarahan mayor-dan secara klinis non mayor, yang tidak berbeda signifikan
diantara rivaroxaban dan warfarin tetapi, dengan rivaroxaban, terjadi reduksi signifikan
perdarahan fatal, juga peningkatan perdarahan gastrointestinal dan perdarahan yang
membutuhkan transfusi. Penghentian terapi prematur lebih sering pada rivaroxaban (23,9%)
dibandingkan warfarin (22,4%).
Rivaroxaban telah disetujui sebagai prevensi stroke pada FA nonvalvular oleh FDA
dan EMA, dan banyak negari di seluruh dunia.

Tabel 3.Primary end point stroke dan emboli sistemik.

11

Gambar 3(A,B).Angka kumulatif titik akhir primer (stroke atau emboli sistemik)
pada populasi per protocol dan intention-to-treat.

Apixaban1,6,8,12,13,14

12

Penelitian AVERROES secara random melibatkan 5599 pasien FA, yang tidak cocokatau tidak bersedia menerima- terapi VKA, kepada terapi model ganda, membuta, baik
dengan apixaban [5 mg dua kali sehari dengan penyesuaian dosis ke 2,5 mg dua kali sehari
pada pasien usia 80 tahun, berat 60 kg atau dengan kreatinin serum 1,5 mg/dL (133
mmol/L) atau aspirin (81-324 mg/hari, dengan 91% mendapatkan 162 mg/hari). Setelah
rerata waktu follow-up 1,1 tahun, penelitian dihentikan lebih cepat, karena signifikan reduksi
55% pada titik akhir stroke atau emboli sistemik dengan apixaban dibandingkan dengan
aspirin, tanpa perbedaan signifikan pada angka perdarahan mayor atau ICH antara apixaban
dan aspirin. Apixaban ditoleransi sedikit lebih baik, dengan angka penghentian studi
permanen adalah 20,5% per tahun pada kelompok aspirin, vs 17,9% per tahun pada kelompok
apixaban pada 2 tahun (P1/4 0,03).
Tabel 4. Angka Keluaran Penelitian pada kedua Kelompok Perlakuan

13

Gambar 4. Tingkat hazard kumulatif untuk keluaran efikasi dan keamanan pada studi AVERROES

Penelitian ARISTOTLE adalah studi acak, membuta, model-ganda, fase III yang
membandingkan apixaban [5 mg dua kali sehari dengan penyesuaian dosis ke 2,5 mg dua kali
sehari pada pasien usia 80 tahun, berat 60 tahun atau kreatinin serum 1,5 mg/dL (133
mmol/L) dengan warfarin dosis disesuaikan dengan target INR 2,0-3,0 pada 18.201 pasien
dengan FA nonvalvular. Terdapat reduksi signifikan pada keluaran efikasi primer stroke atau
emboli sistemik sebanyak 21% dengan apixaban dibandingkan dengan warfarin, dengan
reduksi 31% pada perdarahan mayor dan reduksi 11% mortalitas dengan kausa apapun (tetapi
bukan mortalitas kardiovaskuler). Angka stroke hemorhagik dan ICH-tetapi bukan stroke
iskemik-lebih rendah signifikan pada pasien yang diterapi dengan apixaban dibanding
warfarin. Perdarahan gastrointenstinal mirip antar kelompok terapi. Apixaban ditoleransi
lebih baik daripada warfarin, dengan penghentian dini sedikit lebih ringan (25,3% vs 27,5%).
Apixaban belum memperoleh persetujuan regulasi dari EMA atau FDA. Obat ini
disertakan dalam panduan terapi karena sepertinya akan segera disetujui setelah publikasi.

Tabel 5. Efikasi Keluaran


14

Gambar 5. Kurva Kaplan-Meier untuk efikasi dan keamanan primer pada ARISTOTLE

Tabel 6. Ringkasan penelitian klinis yang melibatkan antikoagulan


15

baru vs warfarin sebagai prevensi stroke pada FA non-valvular.

16

Gambar 6. (a). Pilihan antikoagulan, (b).Manajemen perdarahan pada pasien yang


mendapatkan antikoagulan oral baru.

BAB III
17

KESIMPULAN
1. Efikasi prevensi stroke dengan aspirin adalah lemah, disertai potensi bahaya, karena
risiko perdarahan mayor (dan ICH) dengan aspirin tidak berbeda signifikan dengan
OAC khususnya pada usia lanjut.
2. Penggunaan terapi antiplatelet (seperti terapi kombinasi aspirin-klopidogrel; atauyang kurang efektif-monoterapi aspirin bagi yang tidak mentoleransi kombinasi
aspirin-klopidogrel) sebagai prevensi stroke pada FA sebaiknya dibatasi hanya pada
yang menolak formula OAC.
3. Skor CHA2DS2-VASc lebih baik dalam identifikasi pasien truly low-risk dan sama
baiknya-dan mungkin lebih baik dari skor CHADS 2 dalam identifikasi pasien yang
mengalami stroke dan tromboembolisme.
4. Skor HAS-BLED memungkinkan klinisi membuat penilaian risiko perdarahan dan
yang penting, memikirkan faktor-faktor risiko perdarahan yang dapat dikoreksi. Pada
pasien dengan skor HAS-BLED 3, perhatian dan ulasan reguler dianjurkan, juga
usaha untuk memperbaiki faktor risiko perdarahan yang potensial reversibel. Skor
HAS-BLED tinggi sebaiknya tidak digunakan untuk mengekslusi pasien dari terapi
OAC.
5. NOACs menawarkan efikasi, keamanan, dan kenyamanan yang lebih baik
dibandingkan OAC dengan VKAs. Oleh karena itu, ketika OAC direkomendasikan,
salah satu NOACs-baik inhibitor trombin direk (dabigatran) atau inhibitor faktor Xa
oral (misalnya rivaroxaban, apixaban)-sebaiknya dipertimbangkan sebagai ganti VKA
dengan dosis disesuaikan (INR 2-3) bagi kebanyakan pasien FA.
6. Data yang tersedia masih insufisien untuk merekomendasikan satu NOAC di atas
yang lainnya, meskipun beberapa karakteristik pasien, compliance obat, dan
tolerabilitas serta biaya merupakan pertimbangan penting dalam pemilihan obat.

DAFTAR PUSTAKA

18

1. Camm AJ, Lip GYH, Caterina RD, Savelieva I, Atar D, Hohnloser SH, et al. 2012
focused update of the ESC Guidelines for the management of atrial fibrillation.
European Heart Journal. 2012; 33: 2719-2747.
2. Gonzales RG, Hirsch JA, Lev MA, Schaefer PW, Scwhamm LH. Acute Ischemic
Stroke. Imaging and Investigation. 2nd ed. New York: Springer; 2011: 25,32.
3. Ropper AH, Samuels MA. Adams and Victors Principles of Neurology. 9th ed. New
York: McGraw-Hill Companies; 2009.
4. Thakur RK, Natale A. Atrial Fibrillation. Medical Clinic North Amerika 2008 (92):
3,17.
5. Natale A, Wazni O. Handbook of Electrophisiology. London: Informa Health Care;
2007.
6. Mega JL. A New Era for Anticoagulation in Atrial Fibrillation. New Engl J
Med.2011;365:1052-3.
7. Zoppo GJ, Eliasziw M. New Options in Anticoagulation for Atrial Fibrillation. New
Engl J Med. 2011; 365: 952-3.
8. Schneeweiss S, Gagne JJ, Patrick AR, Choudry NK, Avron J. Comparative Efficacy
and safety of new oral anticoagulants in patients with atrial fibrillation. Adv Ther.
2012; 29(6): 491-507.
9. Fleming TR, Emerson SS. Evaluating Rivaroxaban for Nonvalvular Atrial
Fibrillation-Regulatory Condiserations. New Engl J Med. 2011; 365: 1557-59.
10. Patel MR, Mahaffey KW, Garg J, Pan G, Singer DE, Hacke W, Breithardt G, et al.
Rivaroxaban versus warfarin in Nonvalvular Atrial Fibrillation. New Engl J Med.
2011; 365: 883-91.
11. The Einstein-PE Investigators. Oral Rivaroxaban for the Treatment of Symptomatic
Pulmonary Embolism. New Engl J Med. 2012; 366:1287-97.
12. Potpara TS, Polovina MM, Licina MM, Stojanovic RM, Prostan MS, Lip GY. Novel
Oral Anticoagulants for stroke prevention in atrial fibrillation: focus on apixaban. Circ
Cardiovasc Qual Outcomes. 2012; 5: 480
13. Connoly SJ, Eikelboom J, Joyner C, Diener HC, Hart R, Golitsyn S. Apixaban in
Patients with Atrial Fibrillation. New Engl J Med. 2011; 364: 806-17.
14. Granger CB, Alexander JH, McCurray JJV, Lopes RD, Hylek EM, Hanna M.
Apixaban versus Warfarin in Patients with Atrial Fibrillation. New Engl J Med. 2011;
365: 981-92.
15. Healy JS, Connolly SJ, Gold MR, Israel CW, Gelder ICV, Capucci A, et al.
Subclinical Atrial Fibrillation and the Risk of Stroke. New Engl J Med. 2012; 366:
120-29.
16. Morrow DA, Braunwald E, Bonaca MP, Ameriso SF, Dalby JA, Fish MP, et all.
Vaxopar in the Secondary Prevention of Atherotrombotic Events. New Engl J Med.
2012; 366: 1404-13.
19

20

You might also like