Professional Documents
Culture Documents
I.
PENDAHULUAN
Pendengaran merupakan salah satu dari panca indera yang digunakan
ANATOMI TELINGA
Untuk memahami tentang gangguan pendengaran dan cara pemeriksaan
Auricula atau lebih dikenal dengan daun telinga membentuk suatu bentuk
unik yang terdiri dari antihelix yang membentuk huruf Y, dengan bagian crux
superior di sebelah kiri dari fossa triangularis, antitragus yang berada di bawah
tragus, sulcus auricularis yang merupakan sebuah struktur depresif di bawah
belakang telinga di dekat kepala, concha berada di dekat saluran pendengaran,
angulus conchalis yang merupakan sudut di belakang concha dengan sisi kepala,
crux helix yang berada di atas tragus, cymba concha merupakan ujung terdekat
dari concha.4,5,7
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan
secara radial di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.4
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli.4,5,7,8
Kanalis semisirklularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuler sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media
(duktus koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa,
sedangkan skala media berisi endolimfe. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa
berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala
vestibuler disebut sebagai membran vestibuli (Reissners membrane) sedangkan
dasar skala media adalah membran basalis. Pada skala media terdapat bagian yang
berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat
sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis corti,
yang membentuk organ corti. 4,5,7,8
III.
FISIOLOGI PENDENGARAN
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Reseptor-
reseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan
demikian, gelombang suara hantaran
dipindahkan
suara
yang
bertekanan
tinggi
dan
rendah
berselang-seling
IV.
tuli konduktif terjadi gangguan hantaran suara karena kelainan pada telinga luar
dan tengah. Pada tuli sensorineural terdapat kelainan pada koklea (telinga dalam),
nervus VIII atau di pusat pendengaran. Tuli campuran merupakan kombinasi dari
tuli sensorineural dan tuli konduktif. 4,5
Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan akan
terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa aneurisma akan
menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung. 4,5
Antara inkus dan maleus berjalan cabang nervus facialis yang disebut
corda timpani. Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma mungkin korda
terjepit sehingga timbul gangguan pendengaran. 4,5
Di dalam telinga dalam terdapat alat keseimabangan dan alat pendengaran.
Obat-obat dapat merusak stria vaskularis sehingga saraf pendengaran dapat rusak
dan terjadi tuli sensoriuneural. Setelah pemakaian obat ototoksik seperti
streptomisin
akan
terdapat
gejala
gangguan
pendengaran
berupa
tuli
pemeriksaan
secara
kualitatif.
Bila
salah
satu
trekuensi
ini
10
: Rinne positif
: Rinne negatif
: Rinne positif
11
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana
bunyi terdengar lebih kasar disebut weber tidak ada lateralisasi,4,10,12,13
Interpretasi :4,12
Normal
: tidak ada lateralisasi
Tuli konduksi
: mendengar lebih keras di telinga yang sakit.
Tuli sensori neural
: mendengar lebih keras pada telinga yang sehat.
Karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinan interpretasi dapat
lebih dari 1, sebagai contoh : Interpretasi dengan lateralisasi ke kanan :
Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal
Tuli konduksi kanan dan kiri, tetapi kanan lebih berat
Tuli sensorineural kiri, telinga kanan normal
Tuli sensorineural kanan dan kiri, tetapi kiri lebih berat
Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri.
12
: Schwabach normal
: Schwabach memanjang
: Schwabach memendek
13
biasa.
Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal
14
Tes ini dikerjakan di ruang kedap suara, dibisikkan 10 kata-kata, dengan intensitas
lebih rendah dari tes bisik konvensional karena jaraknya lebih dekat. Ntuk
memperpanjang jarak pemeriksa dapat menjauhkan mulutnya dengantelinga
penderita yang diperiksa yaitu denganjalan menoleh/duduk dibelakang penderita,
sambil memberi masking pada teling yang diperiksa. Bila penderita dapat
mendengar dengan betul 80% kata-kata yang dibiskkan maka dinyatakan
pendengaran normal.12
V.4. TES PTA (Pure Tone Audiometry) / Audiometri Nada Murni.
Prinsip Tes :
Adalah tes yang dilakukan untuk mengetahui ambang dengar dengan memberikan
stimulus suara berfrekuensi murni pada telinga yang dites. Frekuensi tes biasanya
mulai dari 125Hz sampai dengan 8000Hz. Tes Audiometri Nada Murni bisa
dilakukan melalui audiometer yang otomatis ataupun manual, akan tetapi esensi
proses pemeriksaannya sama. 13,14,15
Cara Pemeriksaan :
Sebelum tes, pasien diminta untuk melepas perlengkapan yang mungkin
menganggu
kenyamanan
pemeriksaan
misalnya
kacamata,
giwang
dan
15
2. Tuli konduksi
16
sensorineural
terjadi
bila
didapatkan
ambang
pendengaran
hantaran tulang dan udara lebih dari 25 dB. Tuli sensorineural ini terjadi bila
terdapat gangguan koklea, N.auditorius (NVIII) sampai ke pusat pendengaran
termasuk kelainan yang terdapat didalam batang otak. 13,14,15
17
4. Tuli campuran
Kemungkinan tarjadinya kerusakan koklea disertai sumbatan serumen
yang padat dapat terjadi. Level konduksi tulang menunjukkan gangguan
fungsi koklea ditambah dengan penurunan pendengaran karena sumbatan
konduksi udara mengambarkan tingkat ketulian yang disebabkan oleh
komponen konduktif.
Perbedaan anatara level hantaran udara dan tulang dikenal sebagai
jarak udara- tulang atau air-bone gap. Jarak udara-tulang merupakan suatu
ukuran dari komponen konduktif dari suatu gangguan pendengaran. Level
hantaran udara menunjukkan tingkat patologi koklea, kadang disebut sebagai
cochlear reserve atau cabang koklea. 13,14,15
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Dalam : Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 879/Menkes/SK/XI/2006 tentang
Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan
Ketulian untuk mencapai Sound Hearing 2030. Jakarta:Departemen
Kesehatan R.I;2006.
2. Inspektorat Jenderal Kementrian Kesehatan. Hari Kesehatan Telinga dan
Pendengaran Nasional 2013.[Diakses tanggal 1 November 2013]; Available
from::http://www.itjen.depkes.go.id/berita/read/28/15/Hari-Kesehatan
Telinga-dan-Pendengaran-Nasional-2013.
3. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kemenkes. Dalam Workshop
Pengembangan Program Kesehatan Indera Pendengaran.
4. Soepardi, Efiaty Arsyad et al. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga.
Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala
Leher. Jakarta. Balai Penerbit FKUI; 2008; 10-22.
5. Putz R, Telinga, Auris, Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 1 Edisi 21
ECG:2006.
6. Adams GL, Boies LR, Higler PA, Boies buku ajar THT. EGC. Jakarta, 1997.
7. Moller, Aage R. Hearing : Anatomy, Physiology, and Disorders of The
Auditory System. 2nd ed. United States of America: Elsevier. 2006.
8. Menner Al. A pocket Guide to the Ear. New York :Thiema; 2003, p. 1-4. P 13-21
9. Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia dari sel ke sel . Edisi 2.
EGC: Virginia; 2001. Hal.176-189.
10. Ear: Structure of The Human Ear. In: Encyclopedia Brittanica Online.
[Accessed
on
31st
July
2013];
Available
from:
http://www.britannica.com/EBchecked/media/530/Structure-of-the-humanear.
11. Jafek BW, Murrow BW. ENT Secret. 3rd Edition. United State : Elsevier. P 17-21
12. Probost R, Grevers G, Iro H. Ear. In : Basic Otorhinolaryngology a Step By Step Learning
Guide. United State: Thieme;2006. P 153- 90.
13. Rukmini S, Herawati S. Teknik pemeriksaan telinga, Hidung, dan Tenggorok. Jakarta
:EGC;2000. Hal 13-26.
14. Bulls TR. Color Atlas of ENT diagnosis. 4thEdition. London: thieme Flexibook; 2003.
Chapter 1. p. 4 -10.
19
20