You are on page 1of 4

Uji toksisitas akut dan subkronis

a. Uji toksisitas akut


Uji toksisitas akut dimaksudkan untuk menentukan LD50 (lethal dose50) yaitu dosis yang
mematikan 50% hewan coba, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik pada organ,
dan cara kematian. Uji LD50 perlu dilakukan untuk semua jenis obat yang akan diberikan pada
manusia. Untuk pemberian dosis tunggal cukup dilakukan uji toksisitas akut. Menurut pedoman
pelaksanaan uji klinik obat tradisional yang dikeluarkan Direktorat Jenderal POM Departemen
Kesehatan RI hewan coba yang digunakan untuk sementara satu spesies tikus atau mencit,
sedangkan WHO menganjurkan pada dua spesies (dewoto, 2007)
Uji toksisitas terhadap serbuk kunyit (curcuma domestica)

telah dilakukan oleh

Winarsih,dkk (2012). Pengujian ini menggunakan Sebanyak 45 ekor mencit jantan dibagi
menjadi sembilan kelompok. Empat kelompok diberi dosis toksik fraksi etil asetat, empat
kelompok diberi dosis toksik fraksi hexan, dan satu kelompok merupakan kontrol. Dosis toksik
akut fraksi etil asetat dan fraksi hexan yang diberikan adalah 7,5, 15, 30 dan 60 g/kg bobot
badan, sedangkan kelompok kontrol diberi NaCl fisiologis. Masing-masing fraksi diberikan satu
kali secara oral. . Pemberian dosis toksik fraksi etil asetat dan hexan pada kelompok perlakuan
(II IX), dilakukan satu kali (single dosage) secara intragastrik menggunakan sonde lambung.
Kelompok kontrol (I) dicekok dengan NaCl fisiologis sebanyak 1 ml. Sebelum dicekok mencit
dipuasakan dahulu selama 24 jam. Pengamatan gejala klinis dan kematian dilakukan selama 48
jam. Pada akhir penelitian semua hewan coba dikorbankan nyawanya dan dinekropsi.
Pada penelitian ini diperoleh MLD50 fraksi etil asetat adalah 27,98 g/kg bb dan
MLD50 fraksi hexan adalah 19,50 g/kg bb. Secara histopatologi pemberian ekstrak kunyit
dengan dosis toksik meningkatkan jumlah sel parietal dan degenerasi pada lambung. Pada hati
dan ginjal kunyit dosis toksik mengakibatkan nekrosis sel parenkim. Pada penelitian ini
perubahan makroskopik (patologi anatomi) terjadi pada organ lambung, hati, dan ginjal adalah
kongesti/hiperemi. Persentase perubahan tertinggi terjadi pada organ lambung yaitu 100% yang
ditemukan pada kelompok yang diberi fraksi hexan dengan dosis tertinggi (60 g/kg bb).
Hasil pada penelitian ini sejalan dengan Shankar et al. (1980) yang mengemukakan
bahwa baik serbuk maupun ekstrak etanol rimpang kunyit bersifat tidak toksik. Hal tersebut
ditunjukkan dari hasil penelitian bahwa pemberian serbuk (simplisia) kunyit secara per oral
dengan dosis 10 g/kg bb tidak menimbulkan efek toksik. Selain itu juga dapat diketahui bahwa

nilai LD50 ekstrak etanol rimpang kunyit yang diberikan secara per oral, intraperitonial atau
subkutan adalah lebih dari 15 g/kg bb.
b. Toksisitas subkronis
Uji toksisitas subkronik dan kronik bertujuan untuk mengetahui efek toksik obat
tradisional pada pemberian jangka lama. Lama pemberian sediaan obat pada uji toksisitas
ditentukan berdasarkan lama pemberian obat pada manusia. Berikut perbandingan lama uji
toksisitas subkronik pada hewan dengan manusia:
Lama pemberian obat pada manusia
Dosis tunggal atau <1 minggu

Lama pemberian obat pada hewan coba


2 minggu 1 bulan

Dosis berulang + 1-4 minggu

4 minggu 3 bulan

Dosis berulang + 1-6 bulan

3-9 bulan

Dosis berulang >6 bulan 9-12 bulan

8-12 bulan

Uji toksisitas subkronik terhadap kunyit ini telah dilakukan oleh deshpande et al (1998),
pengujian ini dilakukan terhadap hewan percobaan pada tikus Swiss betina dan tikus Wistar,
dengan zat uji ekstrak etanol (0, 1 dan 5%) dan (0, 0,05 dan 0,25%) hewan percobaan pada
tikus Swiss betina dan tikus Wistar Pemberian ekstrak etanol kunyit dengan dosis tinggi (5%)
untuk durasi yang lebih lama (90 hari) menunjukkan penurunan yang signifikan terhadap berat
badan tubuh, perubahan bobot hati mutlak dan / atau relatif, dan hepatotoksisitas yaitu nekrosis
fokal atau nekrosis fokal dengan regenerasi dalam tikus swiss dan tikus witsar.
Penentuan dosis
telah dilkukan uji klinis fase II oleh prucksunand et al (2001),, Studi ini meneliti pasien
yang menunjukkan gejala ulkus peptikum. Empat puluh lima pasien, 24 laki-laki dan 21
perempuan, berusia antara 16-60 tahun dilibatkan dalam penelitian tersebut. Dua puluh lima
pasien, 18 laki-laki dan 7 perempuan, setelah dilakukan endoskopi memiliki luka yang terletak
di bola duodenum dan lambung (angulus). Ukuran ulkus bervariasi antara 0,5 sampai 1,5 cm.
Kapsul yang berisi kunyit diberikan secara oral dalam dosis 2 kapsul (masing-masing 300 mg)
lima kali sehari, satu setengahjam sampai satu jam sebelum makan, pukul 16.00 jam dan pada
waktu menjelang tidur. Hasilnya, setelah 4 minggu pengobatan menunjukkan bahwa ulkus

berkurang pada 48% paien atau 12 kasus). Delapan belas kasus (menunjukkan masih adanya
ulkus setelah 8 minggu pengobatan. Sembilan belas kasus (76%) tidak memiliki luka setelah 12
minggu pengobatan. Sisanya, 20 kasus tidak ditemukan memiliki ulkus dan beberapa sisanya
tidak dilakukan endoskopi. Mereka tampaknya memiliki erosi, gastritis dan dispepsia. Setelah
Mereka menerima kapsul kunyit selama 4 minggu pengobatan. Rasa sakit perut dan
ketidaknyamanan memuaskan mereda di minggu pertama dan kedua. Mereka bisa kembli
mengkonsumsi makanan yang normal. Profil Kimia darah dan hematologi dari semua 54 pasien
tidak memiliki perubahan signifikan dalam sistem hematologi, hati dan fungsi ginjal baik
sebelum dan setelah pengobatan.
Berdasarkan penelitian diatas, dalam percobaan ini dosis yang ditetapkan adalah 300mg
serbuk untuk ekstrak kunyit ( curcuma domestica) untuk setiap kapsul dan dikonsumsi 5 kali
sehari sebelum makan.

Perhatian dan kontraindikasi


Penggunaan kurkumin pada Pasien dengan batu empedu atau gangguan saluran empedu
perlu diperhatikan , karena curcumin dapat menyebabkan kontraksi kandung empedu. Dalam
sebuah studi yang melibatkan 12 relawan sehat yang mengkonsumsi 20 mg kurkumin mengalami
pengurangan ukuran kantong empedu sebesar 29 %. Sebuah studi berikutnya menunjukkan
bahwa dosis 40 dan 80 mg kurkumin menyebabkan penurunan

volume kandung empedu,

masing-masing sebesar 50 dan 72 % ( prucksunand et al, 2001).


Kurkumin dapat bersifat additive jika digunakan bersama dengan obat-obatan antiplatelet
seperti aspirin, clopidogrel dan AINS, karena kurkumin memiliki efek menghambat
penggumpalan darah. ( prucksunand et al, 2001).

Daftar pustaka
Dewoto, 2007. Pengembangan Obat Tradisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka. Majalah
Kedokteran Indonesia, Volum: 57, Nomor: 7, Juli 2007
Winarsih dkk, 2012. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Rimpang Kunyit pada Mencit :Kajian
Histopatologis Lambung, Hati dan Ginjal. Jurnal Veteriner Desember 2012 Vol. 13 No. 4:
402-409
Shankar TN, Shantha NV, Ramesh HP, Murthy IA, Murthy VS. 1980. Toxicity studies on
turmeric (Curcuma longa) : acute toxicity studies in rats, guineapigs and monkeys. Indian
J Exp Biol 18 : 73-75
deshpande et al, 1998. Subchronic oral toxicity of turmeric and ethanolic turmeric extract in
female mice and rats Toxicology Letters Volume 95, Issue 3, May 1998, Pages 183193
Prucksunand C, Indrasukhsri B, Leethochawalit M, Hungspreugs K. 2001.Phase II clinical trial
on effect of the long turmeric (Curcuma longa Linn) on healing of peptic ulcer. The
Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health. Mar; 32(1): 208-15

You might also like