You are on page 1of 8

Morfologi, Histologi, dan Klasifikasi

Jaringan parut dapat terjadi sebagai hasil dari kerusakan kulit selama penyembuhan
akne aktif. Terdapat dua tipe dasar dari scar tergantung dari apakah terdapat
kehilangan atau penambahan kolagen (scar atrofik dan hipertrofik). Delapan puluh
hingga sembilan puluh persen orang dengan scar akne memiliki scar yang
berhubungan dengan kehilangan kolagen (scar atrofik) dibandingkan dengan
minoritas yang menunjukkan scar hipertrofik dan keloid.
1. Scar Atrofik. Scar akne atrofik lebih banyak daripada keloid dan scar hipertrofik
dengan rasio 3:1. Mereka telah disubklasifikasikan ke dalam ice pick, boxcar, dan
rolling scar (Gambar 1 dan Tabel 1). Dengan scar atrofik, tipe ice pick
menunjukkan 60%-70% dari scar total, boxcar 20%-30%, dan rolling scar 15%25% [C. I. Jacob, J. S. Dover, and M. S. Kaminer, Acne scarring: a classification
system and review of treatment options, Journal of the American Academy of
Dermatology, vol. 45, no. 1, pp. 109117, 2001.].
a. Ice pick: sempit (2mm), punctiformis, dan scar dalam diketahui sebagai scar
ice pick. Dengan scar tipe ini, pembukaan biasanya lebih luas daripada
memperdalam infundibulum (membentuk bentuk V) (Gambar 2).

b. Rolling: pembatasan kulit dari dermis terhadap subkutis menggolongkan


rolling scar, yang biasanya lebih luas dari 4 hingga 5 mm. Scar ini
memberikan penampakan bergelombang pada kulit (bentuk M).
c. Boxcar: scar bulat atau oval dengan tepi vertikal yang kuat diketahui sebagai
scar boxcar. Scar ini cenderung lebih luas pada permukaan daripada scar ice
pick dan tidak memiliki bentuk V. Scar ini dapat divisualisasikan sebagai
bentuk U dengan dasar yang luas. Scar boxcar dapat dangkal atau dalam
(Gambar 3).
Terkadang tiga tipe berbeda dari scar atrofik dapat diobservasi pada pasien yang
sama dan dapat menjadi sulit untuk membedakan di antaranya. Untuk alasan ini
beberapa klasifikasi dan skala telah diajukan oleh penulis lain. Goodman dan
Baron mengajukan skala kualitatif dan kemudian mempresentasikan skala
kualitatif21,22 ][G. J. Goodman and J. A. Baron, Postacne scarring: a qualitative
global scarring grading system, Dermatologic Surgery, vol. 32, no. 12, pp. 1458
1466, 2006.]
Dreno et al. memperkenalkan skala ECCA (EchelledEvaluation Clinique des
Cicatrices dAcne )23. Sistem penilaian kualitatif scar yang diajukan oleh
Goodman dan Baron9 adalah mudah dan dapat diaplikasikan secara universal.

Menurut klasifikasi ini, empat kelompok berbeda dapat digunakan untuk


mengidentifikasi scar akne, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.
2. Scar Hipertrofik dan Keloidal. Scar hipertrofik dan keloidal dihubungkan dengan
kelebihan deposisi kolagen dan penurunan aktivitas kolagenase. Scar hipertrofik
biasanya pink, timbul, dan kuat, dengan ikatan kolagen hialin yang tebal yang
menyisakan batas dari sisi luka asal. Histologi dari scar hipertrofik mirip dengan
scar dermal lainnya. Sebaliknya, keloid membentuk papul ungu kemerahan dan
nodul yang berproliferasi di bawah tepi luka asal; secara histologi, mereka
dikarakteristikkan dengan ikatan tebal dari kolagen hialin tersusun dalam
lingkaran. Scar hipertrofik dan keloidal banyak terdapat pada individu dengan
kulit gelap dan terjadi secara dominan pada badan.

Pengobatan
Tambahan baru dari literatur menunjukkan pencegahan merupakan langkah utama
dalam mencegah terjadinya scar post akne. Faktor genetik dan kapasitas untuk respon
terhadap trauma merupakan faktor yang mempengaruhi pembentukan scar24. Sejumlah
pengobatan tersedia untuk mengurangi timbulnya scar. Pertama, penting untuk
mengurangi selama mungkin durasi dan intensitas inflamasi, dengan demikian
menekankan pentingnya pengobatan akne. Penggunaan retinoid topical berguna dalam
pencegahan scar akne lebih banyak daripada yang lain, penggunan gel silicon telah
membuktikan efikasi dari pencegahan scar, terutama untuk scar hipertrofik dan
keloid.
4.1. Scar Atrofik
4.1.1. Peeling Kimia. Dengan peeling kimia kita bermaksud mengaplikasikan bahan
kimia ke kulit untuk menghancurkan lapisan terluar yang rusak dan mempercepat
proses perbaikan.25
Peeling kimia digunakan untuk pembalikan tanda dari penuaan kulit dan untuk
pengobatan lesi kulit seperti scar, secara khusus scar akne. Dyschromia, kerutan, dan
scar akne merupakan indikasi klinis mayor untuk facial peeling kimia 26,27.
Sebagaimana scar akne, hasil terbaik dicapai pada scar macula. Ice pick dan rolling
scar tidak dapat menghilang secara lengkap dan membutuhkan tahapan peeling

bersama dengan perawatan rumah dengan retinoid topical dan asam alfa hidroksi 28,29.
Level perbaikan yang diharapkan sangat bervariasi pada penyakit dan pasien yang
berbeda. Sebagai contoh, scar ice pick pada pasien dengan kulit hiperkeratotik hanya
membaik secara sedang walaupun tekstur kulit dirombak. Di sisi lain, pasien dengan
scar boxcar terisolasi dapat mencapai perbaikan yang signifikan dengan aplikasi TCA
pada 50%-90% untuk scar tunggal.
Beberapa asam hidroksi dapat digunakan.
(A). Asam Glikolat. Asam glikolat merupakan asam alfa hidroksi, larut dalam alcohol,
turunan dari gula buah dan susu. Asam glikolat bekerja dengan menipiskan stratum
korneum, menyebabkan epidermolisis dan menghilangkan melanin lapisan basal.
Asam ini meningkatkan asam hialuronik dermal dan ekspresi gen kolagen dengan
meningkatkan sekresi IL-630. Prosedur ini ditoleransi baik dan penyesuaian pasien
baik, tetapi peeling asam glikolat dikontraindikasikan pada dermatitis kontak,
kehamilan, dan pada pasien dengan hipersensitivitas terhadap glikolat. Efek samping,
seperti hiperpigmentasi sementara atau iritasi, tidak signifikan31. Beberapa studi
menunjukkan bahwa level kerusakan kulit dengan peeling asam glikolat meningkat
seiring dengan peningkatan dosis dan waktu penggunaan. Asam pada konsentrasi
tinggi (70%) menciptakan kerusakan kulit yang lebih daripada asam pada konsentrasi
yang lebih rendah (50%) dibandingkan dengan larutan dengan bebas asam.
Peningkatan koefisien permeabilitas transmembran diobservasi dengan penurunan pH,
memberikan penjelasan yang mungkin untuk efektivitas dari asam glikolat pada
pengobatan kulit32. Hasil terbaik dicapai pada scar akne dengan rangkaian lima sesi
70% asam glikolat setiap 2 minggu.
(B). Larutan Jessner. Diformulasikan oleh Dr. Max Jessner, kombinasi ini dari asam
salisilat, resorsinol, dan asam laktat dalam 95% ethanol merupakan agen peeling
superficial yang baik. Resorsinol secara structural dan kimia mirip dengan fenol.
Resorsinol merusak ikatan lemah hydrogen dari keratin dan meningkatkan penetrasi
agen lain33. Asam laktat merupakan asam alfa hidroksik yang menyebabkan pelepasan
korneosit dan rangkaian deskuamasi stratum korneum 34. Seperti agen peeling
superficial yang lain, peeling Jessner ditoleransi dengan baik. Kontraindikasi umum
meliputi inflamasi aktif, dermatitis atau infeksi dari area yang diobati, terapi
isotretinoin selama 6 bulan peeling dan penundaan atau penyembuhan luka abnormal.

Dermatitis kontak alergi dan reaksi alergi sistemik terhadap resorsinol jarang dan
perlu dipertimbangkan sebagai kontraindikasi absolut35,36.
(C). Asam Piruvat. Asam piruvat adalah asam alfa keto dan agen peeling yang
efektif37. Asam ini menunjukkan sifat keratolitik, antimikroba, dan sebostatik sebaik
kemampuan untuk menstimulasi produksi kolagen baru dan pembentukan fibe
relastik38. Penggunaan asam piruvat 40%-70% telah diajukan untuk pengobatan scar
akne sedang39,40. Efek samping meliputi deskuamasi, krusta pada area kulit yang lebih
tipis, nyeri, dan sensasi panas selama pengobatan. Asam piruvat memiliki uap yang
menyengat dan iritasi pada mukosa respirasi atas, dan disarankan untuk memastikan
ventilasi yang adekuat selama aplikasi.
(D). Asam Salisilat. Asam salisilat merupakan salah satu agen peeling terbaik untuk
perawatan scar akne41. Asam ini adalah agen asam beta hidroksi yang menghilangkan
lipid interselular yang secara kovalen terhubung dengan kapsul dangkal di sekitar sel
epiteloid. Konsentrasi paling efikasi untuk scar akne adalah 30% pada sesi multipel,
3-5 kali, setiap 3-4 minggu 42-44. Efek samping dari peeling asam salisilat adalah
sedang dan transien. Hal ini meliputi eritema dan kekeringan. Hiperpigmentasi post
inflamasi yang persisten atau scar sangat jarang dan karena alasan ini digunakan
untuk mengobati kulit gelap45. Nafas cepat, tinnitus, penurunan pendengaran, pusing,
kram abdomen, dan gejala sistem saraf pusat dikarakteristikkan sebagai salisilisme
atau toksisitas asam salisilat. Hal ini telah diobservasi dengan aplikasi asam salisilat
20% pada permukaan tubuh46. Grimes telah melakukan peeling lebih dari 1000 pasien
dengan 20% dan 30% formulasi ethanol dan observasi tidak ada kasus salisilisme47.
(E). Asam Trikloroasetat. Penggunaan asam trikloroasetat (TCA) sebagai agen peeling
pertama kali dijelaskan oleh P.G. Unna, ahli kulit dari Jerman, pada tahun 1882.
Aplikasi TCA pada kulit menyebabkan denaturasi protein, disebut sebagai
keratokoagulasi, menghasilkan bekuan yang mudah diamati48. Untuk tujuan peeling
kimia, dicampur dengan air suling 100 mL untuk menciptakan konsentrasi yang
diinginkan. Derajat dari penetrasi jaringan dan luka oleh larutan TCA tergantung pada
beberapa faktor, termasuk persnetase TCA yang digunakan, anatomi, dan persiapan
kulit. Seleksi larutan konsentrai TCA yang sesuai adalah penting ketika melakukan
peeling. TCA pada persentase 10%-20% menghasilkan peeling superficial yang
sangat ringan dengan tidak ada penetrasi di bawah stratum granulosum; konsentrasi

25%-35% menghasilkan peeling superficial ringan dengan difusi meliputi ketebalan


penuh dari epidermis; 40%-50% menghasilkan cedera pada papilla dermis, dan lebih
dari 50% menghasilkan cedera yang luas pada reticular dermis. Sayangnya
penggunaan konsentrasi TCA di atas 35% dapat menghasilkan hasil yang tidak
diprediksi seperti scar. Karena itu, kedalaman medium peeling kimia harus didapatkan
dengan kombinasi TCA 35%. Penggunaan TCA pad akonsentrasi lebih dari 35%
sebaiknya dihindari. Hal ini dapat disukai pada kasus lesi yang terisolasi atau
pengobatan dari scar ice pick terisolasi (TCA CROSS)49. Ketika dilakukan dengan
baik, peeling TCA dapat menjadi salah satu prosedur yang paling memuaskan pada
pengobatan scar akne tetapi tidak diindikasikan untuk kulit gelap karena risiko tinggi
hiperpigmentasi50.
(F). TCA Cross. Pada pengalaman kami teknik TCA CROSS telah menunjukkan
efikasi yang tinggi pada kasus scar yang sedikit terisolasi pada kulit yang sehat.
CROSS merupakan singkatan dari chemical reconstruction of skin scars dan
melibatkan aplikasi serial local dari konsentrasi tinggi TCA pada scar kulit dengan
aplikator kayu berukuran via nomor 10 ke titik tumpul untuk memperkirakan bentuk
scar. Tidak ada anestesi local atau sedasi yang dibutuhkan untuk melakukan teknik
ini51. Tidak seperti laporan yang ditemukan pada literatur, pada TCA 90% yang
diajukan, pengalaman kami telah menunjukkan bahwa konsentrasi TCA yang lebih
rendah (50%) memiliki hasil yang sama dan lebih sedikit efek samping 52. TCA
diaplikasikan beberapa detik sampai scar menunjukkan bekuan putih. Pelembab
kemudian harus diresepkan untuk 7 hari kemudian dan proteksi sinar yang tinggi
dibutuhkan. Prosedur sebaiknya diulangi pada interval minggu ke-4, dan setiap pasien
menerima total tiga pengobatan. Pengalaman kami telah menunjukkan bahwa,
dibandingkan dengan prosedur lain, teknik ini dapat mencegah scar dan mengurangi
risiko hiperpigmentasi dengan berhati-hati terhadap kulit normal yang berdekatan dan
struktur adneksa53 (Gambar 4 dan 5).
4.1.2. Dermabrasi/Mikrodermabrasi. Dermabrasi dan mikrodermabrasi merupakan
teknik facial melapisi lagi yang secara mekanik mengablasi kulit yang rusak dengan
tujuan untuk reepitelisasi. Walaupun kerja dari abrasi fisik ke kulit sering pada kedua
prosedur, dermabrasi dan microdermabrasi memerlukan instrument yang berbeda
dengan eksekusi teknik yang berbeda54. Dermabrasi secara lengkap menghilangkan

epidermis dan reticular dermis, menginduksi remodeling kulit dari struktur protein
kulit. Mikrodermabrasi, variasi yang lebih superficial dari dermabrasi, hanya
menghilangkan lapisan terluar epidermis, mempercepat prose salami eksfoliasi55,56.
Kedua teknik secara khusus efetif pada pengobatan scar dan menghasilkan perbaikan
yang signifikan pada kulit. Dermabrasi dilakukan di bawah anestesi lokal atau
general. Sebuah hand piece bermotor memutar sikat kawat atau diamond fraise.
Beberapa decade yang lalu, hand piece dibuat dari aluminium oksida atau kristal
sodium bikarbonat, sebaliknya sekarang diamond telah menggantikan hand piece ini
untuk meningkatkan akurasi dan menurunkan iritasi. Sering terdapat perdarahan kecil
dari luka yang reda dengan perawatan luka yang tepat. Pasien dengan kulit yang lebih
gelap dapat mengalami perubahan warna permanen atau noda. Sebagaimana teknik
mikrodermabrasi, variasi dari mikrodermabrader tersedia. Semua mukrodermabrader
meliputi pompa yang menghasilkan aliran aluminium oksida atau kristal garam
dengan hand piece dan vacuum untuk menghilangkan kristal dan eksfoliasi kulit57.
Tidak seperti pada dermabrasi, mikrodermabrasi dapat diulangi pada interval yang
pendek, tidak menimbulkan nyeri, tidak membutuhkan anestesi dan dihubungkan
dengan bahaya yang lebih sedikit serta jarang menimbulkan komplikasi, tetapi ia juga
memiliki efek yang lebih sedikit dan tidak mengobati scar yang dalam58,59.
Penting untuk melakukan investigasi riwayat pengobatan pasien untuk memastikan
bahwa pasien tidak mengkonsumsi isotretinoin pada 6-12 bulan sebelumnya.
Sebagaimana yang disebutkan pada beberapa studi60, penggunaan tretinoin
menyebabkan penundaan reepitelisasi dan pengembangan scar hipertrofik.
4.1.3. Pengobatan Laser. Semua pasien dengan scar boxcar (permukaan atau dalam)
atau rolling scar merupakan kadidat untuk pengobatan laser. Tipe-tipe yang berbeda
dari laser, termasuk non-ablatif dan ablatif laser sangat bermanfaat untuk mengobati
scar akne. Laser ablatif mencapai pembersihan jaringan scar yang rusak melalui
pelelehan, evaporasi, atau vaporisasi. Laser karbondioksida dan Erbium YAG adalah
laser ablatif yang paling sering digunakan untuk pengobatan scar akne. Laser ini
mengelupaskan permukaan dan membantu menguatkan fiber kolagen di bawahnya.
Laser non-ablatif tidak menghilangkan jaringan, tetapi menstimulasi pembentukan
kolagen yang baru dan menyebabkan penguatan kulit yang menghasilkan scar
dinaikkan ke permukaan. Di antara laser non-ablatif yang paling sering digunakan

adalah laser NdYAD dan Diode61.


Laser ablative merupakan teknologi dengan selektivitas tinggi terhadap air. Sehingga,
kerjanya mengambil tempat terutama permukaan tetapi kedalaman kerja tentunya
dikorelasikan dengan intensitas energy yang dipancarkan dan diameter dari spot yang
digunakan. Di antara laser ablative, teknologi Erbium sangat selektif terhadap air
sehingga kerjanya hampir ablatif eksklusif. laser CO2, yang menunjukkan selektivitas
air yang lebih rendah, di samping menyebabkan ablasi juga dapat menentukan
denaturasi pada jaringan di sekitar ablasi dan stimulus suhu tidak dikoagulasikan
untuk protein dermal. Laser CO2 memiliki efek dobel: membuat proses penyembuhan
luka dan memperbesar produksi myofibroblas dan protein matriks seperti asam
hialuronat62.
Studi klinis dan histopatologi telah menunjukkan efikasi laser CO2 melapisi lagi pada
perbaikan facial scar akne atrofik, dengan perbaikan 50%-80%. Perbedaan pada hasil
dilaporkan dengan teknik laser serupa mungkin karena variasi pada tipe-tipe scar yang
diobati. Kandidat harus memiliki penyakit kulit dengan akne sedikitnya 1 tahun;
mereka harus menghentikan penggunaan isotretinoin oral sedikitnya 1 tahun; mereka
tidak boleh memiliki infeksi kulit oleh virus herpes selama 6 bulan sebelumnya
hingga pengobatan; mereka tidak boleh memiliki riwayat keloid atau scar hipertrofik.
Pasien dengan tipe kulit fototype yang tinggi memiliki risiko hiperpigmentasi yang
lebih tinggi setelah pengobatan daripada pasien dengan fototype yang rendah.
Semua laser ablatif menunjukkan risiko yang tinggi untuk komplikasi dan efek
samping. Efek samping terhadap generasi pertama dari laser ablatif dapat
diklasifikasikan ke dalam jangka pendek (infeksi bacterial, herpetic atau fungi) dan
jangka panjang (eritema persisten, hiperpigmentasi, scar) 63,64. Secara khusus, scar
setelah terapi laser CO2 mungkin disebabkan pengobatan yang lebih pada area
(termasuk kelebihan energi, densitas, atau keduanya), kekurangan dalam aspek teknik,
infeksi, atau idiopatik. Hal ini diperlukan untuk memperhitungkan aspek ini ketika
area yang sensitif seperti alis, leher atas, dan terutama leher bawah dan dada65,66.
Sistem remodeling kulit non-ablatif telah meningkat untuk pengobatan pada facial
rhytide dan scar akne karena mereka menurunkan risiko efek samping dan kebutuhan
perawatan post-operatif. Teknologi non-ablatif menggunakan infrared long-pulse

(1.450 nm diode, 1320 dan 1064 nm neodymium-doped yttrium aluminium garnet


(Nd:YAG), dan 1540 nm erbium) dikembangkan sebagai alternative yang aman untuk
teknologi ablatif untuk menginduksi cedera suhu pada dermis yang terkontrol, dengan
rangkaian neokolagenesis dan remodeling kulit yang ber-scar67-72.
Walaupun perbaikan dicatat dengan laser non-ablatif ini, hasil yang didapatkan tidak
mengesankan seperti hasil dari penggunaan laser resurfacing71.
Untuk alasan ini, konsep baru pada terapi laser kulit, disebut fototermolisis fraksional,
telah didesain untuk

You might also like