Professional Documents
Culture Documents
1. Definisi
Limfoma malignum adalah neoplasma ganas primer pada kelenjar limfe dan
jaringan limfatik, dan ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening yang terkenan.
Dapat dibedakan menjadi dua, limfoma Hodgkin (HL) dan limfoma non-Hodgkin
(NHL). Tonsil yang merupakan salah satu dari jaringan limfatik yang ada dalam tubuh
manusia, maka limfoma malignum dapat ditemukan pada tonsil juga.
2. Epidemiologi
Insidens limfoma Hodgkin (HL) kira-kira 3 per 100.000 penderita per tahun. Pada
pria insidensinya sedikit lebih tinggi daripada wanita. Perbandingan pria dan wanita
adalah 3 : 2. Pada HL distribusi menurut umur berbentuk bimodal yaitu terdapat dua
puncak dalam distribusi frekuensi. Puncak pertama terjadi pada orang dewasa muda
antara umur 18 35 tahun dan puncak kedua terjadi pada orang diatas umur 50 tahun.
Selama dekade terakhir terdapat kenaikan berangsur-angsur kejadian HL, terutama
bentuk nodular sklerotik pada golongan umur lebih muda.
Insidens Limfoma Non Hodgkin (NHL) 8 kali lipat HL, insiden baru tahun 2004
di amerika serikat 50.000 kasus lebih, di china di perkirakan lebih dari 40.000 kasus.
Insiden NHL meningkat sangat pesat. Ras orang kulit putih memiliki risiko lebih tinggi
daripada orang kulit hitam di Amerika dan Asia. Jenis kelamin rasio laki dan perempuan sekitar
1.4:1, tetapi rasio dapat bervariasi tergantung pada subtipe NHL, karena menyebar pada
mediastinum primer besar misalnya B-sel limfoma terjadi lebih sering pada wanita
dibandingkan pada pria. Usia untuk semua subtipe NHL lebih dari 60 tahun, kecuali untuk
pasien dengan grade tinggi limfoma noncleaved lymphoblastic dan kecil, yang merupakan jenis
yang paling umum NHL diamati pada anak-anak dan dewasa muda. pada pasien berusia 35-64
tahun hanya 16% kasus pada pasien lebih muda dari 35 tahun.
3. Etiologi
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak
diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr. Adanya
peningkatan insidens penderita limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin pada kelompok
penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) pengidap virus HIV,
tampaknya mendukung teori yang menganggap bahwa penyakit ini disebabkan oleh
virus. Awal pembentukan tumor pada gangguan ini adalah pada jaringan limfatik
1
sekunder (seperti kelenjar limfe dan limpa) dan selanjutnya dapat timbul penyebaran ke
sumsum tulang dan jaringan lain.
4. Klasifikasi
Diagnosis HL berdasarkan pemeriksaan histologik, yang dalam hal ini adanya sel
Reed-Sternberg (kadang-kadang sel Hodgkin varian mononuklear) dengan gambaran
dasar yang cocok merupakan hal yang menentukan sistem klasifikasi histologik,
sebagaimana lebih dari 25 tahun yang lalu telah dikembangkan oleh Lukes dan Butler,
masih selalu berlaku sebagai dasar pembagian penyakit Hodgkin.
Dibedakan empat bentuk utama. Bentuk nodular sklerotik (HB-NS) terciri oleh
adanya varian sel Hodgkin, sel lakunar, dalam latar belakang limfosit, granulosit, sel
eosinofil, dan histiositik. Sel Reed-Sternberg tidak sangat sering. Kelenjar limfe sering
mempunyai susunan nodular, dengan di dalamnya terlihat pita-pita jaringan ikat yang
sedikit atau kurang luas yang sklerotik.
Pada bentuk sel campuran (HD-MC) latar belakang juga terdiri dari granulosit,
eosinofil, sel plasma, dan histiosit, tetapi disini banyak terlihat sel Reed-Sternberg.
Diagnosis bentuk miskin limfosit (HD-LD) di negara industri sudah jarang dibuat.
Gambaran ini ternyata sering berdasar atas (sub) tipe HL atau NHL. Bentuk kaya limfosit
(HD-LP) terciri oleh varian sel Hodgkin yang lain, sel L dan H dengan latar belakang
limfosit kecil dan histiosit reaktif.
(Klasifikasi Lukes-Butler dan Rye, 1966)
Tipe utama
Bentuk lymphocyte predominance (LP)
Sub-tipe
Nodular
Frekuensi
}5%
Difus
Bentuk nodular sclerosis (NS)
70-80%
10-20%
Reticular
}1%
Fibrosis difus
Mengenai sifat sel Reed-Sternberg masih banyak hal yang belum jelas. Dianggap
dapat merupakan sel T atau sel B yang teraktivasi, yang sedikit banyak dikuatkan oleh
data biologi molecular; hanya pada bentuk kaya limfosit karakter sel B jelas.
Formulasi kerja NHL merupakan suatu sistem klasifikasi limfoma non Hodgkin yang
dikemukakan tahun 1982, klasifikasi ini terutama didasarkan pada kriteria morfologi (pola
pertumbuhan kelenjar limfe karakteristik sitologik sel tumor) dan sifat progresivitas
biologik (tingkat keganasar rendah, sedang, tinggi), bermanfaat tertentu dalam memprediksi
survival dan kesembuhan pasien. Kekurangan dari sistem klasifikasi ini adalah belum
membedakan asal tumor dari sel B atau sel T, selain itu karena belum memanfaatkan teknik
imunologi dan genetik molekular, belum dapat mengidentifikasi jenis tertentu yang penting.
Formulasi kerja limfoma non-Hodgkin (NHL)
Keganasan rendah A. Limfoma jenis sel kecil
B. Limfoma jenis predominan sel belah kecil folikular
C. Limfoma jenis campuran sel besar dan sel belah kecil folikular
Keganasan sedang D. Limfoma jenis sel besar: folikular
E. Limfoma jenis predominan sel belah kecil difus
F. Limfoma jenis campuran sel besar dan sel belah kecil difus
G. Limfoma jenis sel besar difus
Keganasan tinggi: H. Limfoma jenis imunoblastik
1. Limfoma jenis limfoblastik (inti berkelok atau tidak berkelok)
2. Limfoma jenis sel kecil tak belah (Burkitt atau non-Burkitt)
3
Keringat malam, turunnya berat badan sekitar 10% atau febris (gejala B) pada 2030% kasus merupakan presentasi pertama, terutama pada proses yang lebih luas. Pada
15% kasus disebutkan adanya nyeri pada penggunaan alkohol.
Gejala-gejala pembengkakan kelenjar limfe dengan kadang-kadang febris, dapat
juga terjadi pada infeksi umum seperti toksoplasmosis, mononukleosis infeksiosa atau
infeksi virus lain yang terdapat pada umur itu, atau pada infeksi regional. Pada
pembengkakan kelenjar yang persisten, jika tidak dijumpai inflamasi regional, harus
cepat diadakan biopsi untuk penentuan diagnosis. Pungsi sitologik dapat dikerjakan dulu
untuk orientasi. Biopsi jaringan diperlukan untuk penentuan klasifikasi yang tepat. Jika
ada dugaan ke arah limfoma malignum pada biopsi harus disisihkan material untuk
pemeriksaan imunologik dan kalau perlu pemeriksaan DNA untuk penetapan
monoklonalitas dan untuk menentukan imunofenotipe.
Perbedaan karakteristik klinis Limfoma Hodgkin (HL) dan Limfoma non-Hodgkin (NHL)
Penyakit
mengen
ai
satu
kelenjar
limfe
regional
yang
terletak
4
diatas
atau
dibawah
diafragm
a (I) atau
satu
regio
ekstralim
fatik
atau
organ
(IE)Sekitar
40%
timbul
pertama di
jaringan
limfatik
ekstranodi
Pembesar
an
kelompok
kelenjar
limfe,
dapat
dalam
jangka
waktu
sangat
panjang
tetap
stabil atau
kadang
membesar
dan
5
kadang
mengecil
Perkemba
ngannya
tidak
beraturan
Limfaden
opati lebih
lunak,
lebih
mobileBer
derajat
keganasan
tinggi.
Sering
menginva
si
kulit
(merah,
udem,
nyeri),
membentu
k
satu
massa
relatif
keras
terfiksir.
Berkemba
ng relatif
lebih
lambat,
perjalanan
penyakit
lebih
6
panjang,
reaksi
terapi
lebih
baikProgr
esi
lebih
cepat,
perjalanan
penyakit
lebih
pendek,
mudah
kambuh,
prognosis
lebih
burukPad
a
limfoma
Hodgkin
sering
terdapat
anemia
normositi
k
normokro
m, kausa
anemia
sering
kali
adalah
menurunn
ya
produksi
7
dan
peningkat
an
destruksi,
tapi
anemia
hemolitik
dengan
tes
Coomb
positif
tidak
sampai
1%.
Granulosi
t
sering
meningka
t
hingga
timbul
lekositosis
, sebagian
pasien
dapat
menunjuk
kan
peningkat
an
eosinofil
granulosit,
limfosit
sering
menurun,
terutama
8
pada
stadium
lanjut,
jumlah
absolut
limfosit
dapat <1 x
109/L.
Pada
HL
dengan
demam,
kadang
kala
terjadi
reaksi
lekemik,
jumlah
total
lekosit
dapat
mencapai
50 x 109/L
lebih.Limf
oma
Hodgkin
(HL)
A
pusan
sumsu
m
tulang
pada
HL
9
sering
menu
njukk
an
hiperp
rolifer
asi
granul
osit,
sering
diserta
i
penin
gkatan
histios
it dan
sel
plasm
a,
sehin
gga
meny
erupa
i
gamb
aran
'sums
um
tulang
infeks
ius'.
Apusa
n
10
sumsu
m
tulang
jarang
dapat
mene
muka
n sel
R-S,
tapi
biopsi
sumsu
m
tulang
(terna
suk
biopsi
pungs
i)
dapat
mene
muka
n sel
R-S
(inti
dobel
atau
tungg
al)
pada
infiltra
si
fokal
11
atau
difus
sumsu
m
tulang
, juga
sering
disert
ai
hiperp
lasia
fibrosa
dalam
sumsu
m
tulang.
Jika
mene
muka
n
secara
jelas
fibrosi
s
(dibuk
tikan
biopsi
sumsu
m
tulang,
atau
berkali
-kali
12
pungsi
`aspir
asi
kering
'
sumsu
m
tulang
denga
n
pansit
openi
a),
sanga
t kuat
menu
njukk
an
invasi
tumor
ke
sumsu
m
tulang
.
HL
sering
terdap
at
penin
gkata
n laju
endap
darah,
13
ini
dapat
menja
di
indikat
or
pemeri
ksaan
aktivit
as
penya
kit.
NHL
serin
g
disert
ai
anemi
a,
kausa
nya
dapat
multif
aktori
al,
seperti
invasi
sumsu
m
tulang,
invasi
salura
n
14
gastroi
ntestin
al
menye
babka
n
tukak
berdar
ah dan
gangg
uan
absor
psi
besi
dan
asam
folat,
serta
akibat
konsu
msi
kronis,
radiot
erapi
dan
kemot
erapi
meny
ebabk
an
depre
si
hemat
15
opoie
sis
atau
eritro
poiesi
s
inefek
tif
dan
faktor
lainny
a.
NHL
juga
dapat
menga
lami
anemi
a
hemol
itik
autoi
mun
(tes
Coom
bs
positif
).
P
ada
NHL
sering
terdap
16
at
invasi
sumsu
m
tulang
, jika
dilaku
kan
biopsi
pungs
i
krista
iliaka
poster
ior
superi
or
berkal
i-kali,
pada
jenis
limfos
it
kecil
dan
jenis
lainny
a
dapat
ditem
ukan
setida
knya
17
5060%
meng
alami
invasi
sums
um
tulan
g,
sedan
gkan
pada
limfo
ma sel
B
besar
difus
(DLB
CL)
hanya
10%
meng
alami
invasi
sums
um
tulan
g.
Sebagi
an
kasus
denga
n
18
invasi
sumsu
m
tulang,
kemud
ian sel
abnor
mal
dapat
muncu
l
di
darah
tepi
sehing
ga
timbul
gamba
ran
lekemi
a. Bila
jenis
limfos
it
kecil
mena
mpilk
an
gamba
ran
lekemi
a,
sangat
sulit
19
dibeda
kan
dari
lekemi
a
limfos
itik
kronis.
Bila
jenis
sel
besar
mena
mpilkan
gamba
ran
lekemi
a,
dapat
menye
rupai
lekem
ia
limfo
sitik
akut.
Ada
juga
kasus
denga
n
dismo
20
rfia
sel
lekem
ia
meno
njol,
atau
nukle
olus
relatif
meno
njol.
Tapi
pada
umum
nya
sangat
sulit
hanya
dari
morfo
logi
sel
memb
edaka
n apa
yang
disebu
t
sel
limfo
sarko
ma'.
Limf
21
oma
jenis
limf
oblasti
k'
denga
n
karakt
eristik
massa
besar
media
stinu
m
sanga
t
muda
h
berke
mban
g
menja
di
lekem
ia
limfos
itik
akut.
H
iperkal
semia,
hipofo
22
sfatem
ia,
fosfata
se
alkali
serum
menin
gkat
sejala
n
denga
n perkemb
angan
penya
kit,
temba
ga
serum
dan
asam
urat
darah
juga
dapat
meni
ngkat
,
album
in
rendah
sedan
gkan
23
2globul
in
jelas
menin
gkat,
C
reaktif
protei
n, C3,
fibrin
ogen
juga
dapat
menin
gkat,
pada
stadiu
m
dini
terdap
at
40%
pasien
menu
njukk
an
IgG,
IgA
agak
menin
gkat,
IgM
24
menur
un,
pada
stadiu
m
lanjut
50%
menu
njukka
n
hipoga
maglo
bulinalfaemia,
produ
ksi
antibo
di
juga
menur
un.
6. M
ani
fes
tas
i
Kli
nis
7.
L
imfo
ma
25
malig
num
pada
tonsil,
sepert
i
limfo
ma
malig
num
yang
meny
erang
kelenj
ar
atau
jaring
an
limfat
ik
lainny
a,
ditem
ukan
manif
estasi
klinis
secara
umum
, yaitu
berat
badan
menur
26
un,
dema
m,
lesu,
kering
at
mala
m dan
nyeri
pada
tulang
.
8.
Manif
estasi
klinis
yang
berhu
bunga
n
denga
n
limfo
ma
malig
num
pada
tonsil
bisa
kesuli
tan
dalam
menel
an,
27
nyeri
menel
an dan
meras
a
adany
a
massa
di
tengg
orok.
Jika
terjadi
penye
baran
lebih
luas,
pende
rita
bisa
meng
alami
nyeri
dan
bengk
ak
pada
wajah,
diplop
ia,
bengk
ak
pada
28
mata,
obstru
ksi
hidun
g,
gangg
uan
pende
ngara
n,
nyeri
teling
a,
trismu
s,
suara
serak
dan
sesak
nafas
akibat
obstru
ksi .
9.
10.
11.
12. Di
ag
no
sis
13.
U
ntuk
mendi
agnosi
29
s
limfo
ma
malig
num
pada
tonsil
perlu
dilaku
kan
anam
nesis,
pemer
iksaan
fisik,
pemer
iksaan
labora
toriu
m dan
penun
jang
lainny
a.
Untuk
anam
nesis,
bisa
ditany
akan
kepad
a
pasien
30
apaka
h
meng
alami
keluh
ankeluh
an
yang
telah
disebu
tkan
di
bagia
n
manif
estasi
klinis
sebelu
mnya.
14.
P
ada
pemer
iksaan
fisik
dalam
pemer
iksaan
palpas
i bisa
ditem
ukan
pemb
31
esaran
kelenj
ar
getah
benin
g
yang
tidak
nyeri
di
leher
teruta
ma
supra
klavik
uler,
aksila
dan
inguin
al.
Mung
kin
lien
dan
hati
teraba
memb
esar.
15.
P
erlu
dilaku
kan
pemer
32
iksaan
THTKL
secara
meny
eluruh
untuk
menca
ri
keterli
batan
tonsil
dalam
penya
kit
limfo
ma
malig
num
pada
pende
rita.
Bisa
ditem
ukan
pemb
esaran
tonsil
unilat
eral
atau
bilater
al,
33
dan
ulsera
si
pada
palatu
m,
tonsil,
nasofa
ring
dan
laring.
16.
17.
Ga
mbar:
limfoma
malignum
pada
tonsil
18.
19.
P
emeri
ksaan
darah
rutin,
uji
fungsi
hati
dan
uji
fungsi
ginjal
merup
akan
bagia
34
n
pentin
g
dalam
pemer
iksaan
medis,
tetapi
tidak
memb
eri
ketera
ngan
tentan
g luas
penya
kit.
atau
keterli
batan
organ
spesifi
k.
Pada
pasien
HL
serta
pada
penya
kit
neopl
astik
atau
35
kronik
lainny
a
mung
kin
ditem
ukan
anemi
a
normo
kromi
k
normo
sitik
deraja
t
sedan
g
yang
berkai
tan
denga
n
penur
unan
kadar
besi
dan
kapasi
tas
ikat
besi,
tetapi
36
denga
n
simpa
nan
besi
yang
norma
l atau
menin
gkat
di
sumsu
m
tulang
sering
terjadi
reaksi
leuko
moid
sedan
g
sampa
i
berat,
teruta
ma
pada
pasien
denga
n
gejala
dan
biasan
37
ya
meng
hilang
denga
n
pengo
batan.
Eosin
ofilia
absolu
t
perife
r
ringan
tidak
jarang
ditem
ukan.
Juga
dijum
pai
mono
sitosis
absolu
t
limfos
itopen
ia
absolu
t
(<100
0
sel
per
38
milli
meter
kubik)
biasan
ya
terjadi
pada
pasien
denga
n
penya
kit
stadiu
m
lanjut.
Telah
dilaku
kan
evalua
si
terhad
ap
banya
k
pemer
iksaan
sebag
ai
indika
tor
kepar
ahan
penya
39
kit.
Samp
ai saat
ini,
laju
endap
darah
masih
merup
akan
pema
ntau
terbai
k,
tetapi
pemer
iksaan
ini
tidak
spesifi
k dan
dapat
kemb
ali ke
norma
l
walau
pun
masih
terdap
at
penya
kit
40
residu
al.
20.
B
iopsi
aspira
si
jarum
halus
(BAJ
AH)
sering
diperg
unaka
n pada
diagn
osis
penda
hulua
n
limfad
enopa
ti jadi
untuk
identif
ikasi
penye
bab
kelain
an
terseb
ut
sepert
i
41
reaksi
hiperp
lastik
kelenj
ar
getah
benin
g,
metast
asis
karsin
oma,
dan
limfo
ma
malig
na.
Ciri
khas
sitolo
gi
biopsi
aspira
si
limfo
ma
Hodg
kin
yaitu
popul
asi
limfos
it
42
yang
banya
k
aspek
serta
pleom
orfik
dan
adany
a
sel
ReedSternb
erg.
Apabi
la sel
ReedSternb
erg
sulit
ditem
ukan
adany
a
sel
Hodg
kin
berinti
satu
atau
dua
yang
beruk
uran
besar
43
dapat
diperti
mban
gkan
sebag
ai
param
eter
sitolo
gi
Limfo
ma
Hodg
kin.
Penyu
lit
diagn
osis
sitolo
gi
biopsi
aspira
si
pada
Limfo
ma
nonHodg
kin
adalah
kuran
g
sensiti
44
f
dalam
memb
edaka
n
Limfo
ma
nonHodg
kin
folikel
dan
difus.
Pada
Limfo
ma
nonHodg
kin
yang
hanya
memp
unyai
subtip
e
difus,
sitolo
gi,
biopsi
aspira
si
dapat
diperg
45
unaka
n
sebag
ai
diagn
osis
definit
if.
Penya
kit
lain
dalam
diagn
osis
sitolo
gi
biopsi
aspira
si
Limfo
ma
Hodg
kin
ataup
un
Limfo
ma
nonHodg
kin
adalah
adany
a
46
negati
f
palsu
terma
suk di
dalam
nya
inkon
klusif.
Untuk
mene
kan
jumla
h
negati
f
palsu
dianju
rkan
melak
ukan
biopsi
aspira
si
multip
el
hole
di
beber
apa
tempa
t
permu
47
kaan
tumor.
Apabi
la
ditem
ukan
juga
sitolo
gi
negati
f dan
tidak
sesuai
denga
n
gamb
aran
klinis,
maka
piliha
n
terbai
k
adalah
biopsi
insisi
atau
eksisi.
21.
B
iopsi
tumor
sangat
pentin
48
g,
selain
untuk
diagn
osis
juga
identif
ikasi
subtip
e
histop
atolog
i
walau
pun
sitolo
gi
biopsi
aspira
si
jelas
LH
ataup
un
LNH.
Biopsi
dilaku
kan
bukan
seked
ar
meng
ambil
49
jaring
an,
namu
n
harus
diperh
atikan
apaka
h
jaring
an
biopsi
terseb
ut
dapat
memb
eri
infor
masi
yang
adeku
at.
Biopsi
biasan
ya
dipilih
pada
rantai
KGB
di
leher.
Kelen
jar
50
getah
benin
g
di
inguin
al,
leher
bagia
n
belaka
ng
dan
subma
ndibul
ar
tidak
dipilih
diseba
bkan
proses
radan
g,
dianju
rkan
agar
biopsi
dilaku
kan
dibaw
ah
aneste
si
umum
untuk
51
mence
gah
penga
ruh
cairan
obat
suntik
local
terhad
ap
arsite
ktur
jaring
an
yang
dapat
meng
acauk
an
pemer
iksaan
jaring
an.
22.
P
emeri
ksaan
penun
jang
lain
yang
bisa
dilaku
kan
52
adalah
pemer
iksaan
radiol
ogi
dan
terma
suk di
dalam
nya
adalah
:
23.
1.
Foto
toraks
untuk
mene
ntuka
n
keterli
batan
KGB
media
stinal
24. 2.
Limfa
ngiogr
afi
untuk
mene
ntuka
n
keterli
batan
53
KGB
didaer
ah
iliaka
dan
pasca
aortal
25. 3.
USG
banya
k
digun
akan
melih
at
pemb
esaran
KGB
di
paraa
ortal
dan
sekali
gus
menu
ntun
biopsi
aspira
si
jarum
halus
untuk
konfir
masi
54
sitolo
gi.
26.
4.
CTScan
sering
diperg
unaka
n
untuk
diagn
osa
dan
evalua
si
pertu
mbuh
an LH
27.
28.
Ga
mbar:
CT-scan
kontras
kepala
yang
menunjuk
kan
pembesar
an tonsil
kanan
akibat
limfoma
malignum
29.
30. Di
55
ag
no
sis
Ba
ndi
ng
31.
A
da
beber
apa
penya
kit
dan
kelain
an
pada
tonsil
yang
bisa
meny
erupai
limfo
ma
malig
num
pada
tonsil,
maka
harus
dilaku
kan
anam
nesis,
56
pemer
iksaan
fisik
dan
pemer
iksaan
penun
jang
yang
teliti
agar
tidak
terjadi
kesala
han
diagn
osis.
Diagn
osis
bandi
ng
yang
terma
suk
adalah
:
In
feksi
(bakte
ri,
jamur,
parasi
t)
P
57
enyak
it
inflam
asi
(sarko
idosis,
syste
mic
lupus
erythe
matos
us,
poliart
eritis
nodus
a)
P
ro
se
s
n
e
o
pl
as
m
a
(k
ar
si
n
o
m
a
58
se
l
s
k
u
a
m
o
sa
at
a
u
se
l
b
as
al
,
m
el
a
n
o
m
a,
es
te
si
o
n
e
ur
o
59
bl
as
to
m
a,
k
ar
si
n
o
m
a
ki
st
ik
a
d
e
n
oi
d,
a
d
e
n
o
k
ar
si
n
o
m
a,
60
fi
br
o
sa
rk
o
m
a,
m
ie
lo
m
a
se
l
pl
as
m
a,
li
m
fo
m
a
si
n
o
n
as
al
)
P
enggu
naan
61
kokai
n
T
rauma
32. Sta
diu
m
33.
U
ntu
k
pe
mb
agi
an
sta
diu
m
ma
sih
sel
alu
dig
un
aka
n
kla
sifi
kas
i
An
n
Ar
62
bor
.
At
as
das
ar
pe
net
apa
n
sta
diu
m
kli
nis
pa
da
lim
fo
ma
Ho
dg
kin
pa
da
60
%
pe
nd
erit
a
pe
ny
63
aki
tny
a
ter
bat
as
pa
da
sta
diu
mI
ata
u
II.
Pa
da
30
%
pe
nd
erit
a
ter
da
pat
per
lua
san
sa
mp
ai
sta
diu
64
m
III
da
n
pa
da
1015
%
ter
da
pat
pa
da
sta
diu
m
IV.
Ini
ber
be
da
de
ng
an
lim
fo
ma
no
nHo
dg
kin
65
,
ya
ng
bia
san
ya
ter
da
pat
pa
da
sta
diu
m
IIIIV.
34.
35. Ga
mb
ar:
Sta
diu
m
lim
fo
ma
be
rd
asa
rk
an
kla
sifi
ka
66
si
An
n
Ar
bo
r
36.
37. Kl
asi
fik
asi
An
n
Ar
bo
r
38.
Sta
dium I
Stadium
berupa
limfadeno
pati
superficial
terutama
pada leher
Stadium Penyakit mengenai daerah kelenjar di kedua sisi diafragma
III
Stadium
IV
67
39. Terapi
Terapi limfoma Hodgkin
Tiap penderita dengan HL harus diterapi dengan tujuan kuratif. Ini juga berlaku
untuk penderita dalam stadium III dan IV dan juga untuk penderita dengan residif
sesudah terapi pertama. Ini berarti bahwa terapi harus cepat dimulai dan bahwa ini tidak
boleh dihentikan atau dikurangi tanpa alasan yang berat.
Pilihan terapi pertama pada limfoma Hodgkin
Stadium I II- Terapi standar: radiasi lapangan mantel dan radiasi kelenjar paraaorta
dan limpa; kadang-kadang hanya lapangan mantel sajaTerapi pertama
- Jika ada faktor resiko, kemoterapi dilanjutkan dengan radioterapi
- Dalam penelitian, kemoterapi terbatas dengan involved field radiation
Stadium IIIA
Kemoterapi
ditambah
IV
dengan
radioterapi
tenang, survival relatif panjang. Limfoma sel B indolen meliputi limfoma sel limfosit kecil
68
69
40. Operasi
Operasi pada penderita limfoma malignum pada tonsil tidak sering dilakukan. Tapi
biasanya dilakukan jika pengobatan dengan radioterapi dan kemoterapi tidak berhasil,
untuk dilakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi, dan untuk stabilisasi salur
pernafasan.
Jika dalam pertimbangan untuk dilakukan operasi pada limfoma malignum tonsil,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: apakah tumor primer bisa direseksi
(dioperasi/diangkat), apakah kelainan pada leher tersebut bisa direseksi, apakah terdapat
metastasis jauh di tempat lain, apakah operasi tersebut akan memberikan kebaikan yang
sangat signifikan kepada penderita, apakah terdapat kelainan atau penyakit lain yang
akan mengganggu operasi dan hasil operasi tersebut atau akan membahayakan penderita,
dan apakah pasien benar-benar memilih untuk dilakukan operasi.
Tumor pada tonsil dianggap tidak bisa direseksi jika sudah terjadi invasi terhadap
m.pterygoid lateral, dinding lateral nasofaring, basis kranium atau tumor sudah
mengelilingi dan melekat pada arteri karotis.
41. Prognosis
Banyak pasien yang dapat mencapai respons sempurna, sebagian diantaranya dengan
limfoma sel besar difus, dapat berada dalam keadaan bebas gejala dalam periode waktu
yang lama dan dapat pula disembuhkan.
Beberapa penderita bisa mengalami kesembuhan total, sedangkan penderita lainnya
harus menjalani pengobatan seumur hidupnya. Kemungkinan penyembuhan atau angka
harapan hidup yang panjang tergantung kepada jenis limfoma dan stadium penyakit pada
saat pengobatan dimulai.
Biasanya jenis yang berasal dari limfosit T tidak memberikan respon sebaik limfosit
B. Angka kesembuhan juga menurun pada penderita yang berusia diatas 60 tahun, limfoma
yang sudah menyebar ke seluruh tubuh, penderita yang memiliki tumor (pengumpulan selsel limfoma) yang besar dan penderita yang fungsinya dibatasi oleh kelemahan yang berat
dan ketidakmampuan bergerak.
70
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmarjono, Hermani B. Odinofagia. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Soepardi EA, Iskandar EA.
Jakarta:FKUI. 2010. P 214-5.
2. Corwin EJ. Penyakit Hodgkin dan Limfoma Non-Hodgkin. Dalam: Buku Saku
Patofisiologi Edisi Bahasa Indonesia. Cetakan ke-1. Corwin EJ. Alih bahasa: Pendit
BU, Pakaryaningsing E. Jakarta: EGC. 2002. P 135-137.
3. Santoso M, Krisifu C. Diagnostik dan Penatalaksanaan Limfoma Non Hodgkin.
Dalam: Dexa Media No. 4 Volume 17. Jakarta. 2004. P 143-6.
4. Hacihanefioglu A, Tarkun P, Gonullu E, Vardar O. Lymphomas of Waldeyers Ring:
Clinical features, management and prognosis of eleven adult patients. Dalam: Turk J
Hematol. 2008. 25: P 75-8.
5. Tan LHC. Lymphomas Involving Waldeyers Ring: Placement, Paradigms,
Peculiarities, Pitfalls, Patterns and Postulates. Dalam: Annals Academy of Medicine.
July 2004. Vol.33 No, 4. P 15-26.
6. Kokot N. Malignant Tumors of the Tonsil, Surgical Treatment. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/848034-followup Accessed March 5, 2011.
7. Dunleavy KM. Lymphomas of the Head and Neck. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/854110-followup Accessed March 5, 2011.
8. Liess BD. NK-Cell Lymphomas of the Head and Neck. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/871609-followup Accessed March 5, 2011.
71