You are on page 1of 11

BATCH 007

EPINEFRIN HCL
Nomor Batch :007
DISUSUN OLEH
Aneu Nurdiana

(A 0121014)

Mega Yanti Sitanggang

(A0121037)

Rafian Dizar

(A 0121010)

Rikto Jaya Putra

(A 0121010)

Tanggal :5 Mei 2015


DISETUJUI OLEH
Yola Desnera Putri.,S.Farm, Apt

Kode

Nama

Volume

Bentuk

Kemasan

WaktuP

Produk
007

Produk
Epin

Produk
5 ml

Larutan

Ampul

engolahan
08.0011.00

I.

II.

Nama Zat Aktif


Bahan berkhasiat : Epinefrin HCl
Jumlah produksi : 3 Ampul
Monografi zat aktif dan zat tambahan
II.1
Zat aktif

1.
2.
3.
4.

+ HCl
Epinefrin HCl ( Martindale hal 852)
Rumus Molekul : C9H13NO3 . HCl
BM : 219,7
Pemerian : serbuk kristal atau granul, putih atau praktis putih, sedikit
berbau, perlahan lahan warnanya menjadi gelap jika terpapar udara

dan cahaya.
5. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam
alkohol, eter, dan chloroform.akan cepat mengalami perubahan warna
menjadi merah dengan adanya larutan Alkalis dan larutan netral
6. pH : 2.2 5.0
1

7. Stabilitas : epinefrin HCl sensitive terhadap udara dan cahaya,


dimana teroksidasi menjadi warna pink.
8. Sterilisasi : autoklaf pad suhu 121 C selama 15 menit, autoklaf pada
suhu 115 C selama 30 menit.
9. Kegunaan : Syok Anafilaktik dan edema
10. Penggunaan : Epinefrin HCl digunakan melalui injeksi Sub kutan,
intramuscular, intravena, ataupun intra kardiak. injeksi intramukular
lebih di utamakan. ( handbook on injectable drugs hal 494 )
11. OTT : Golongan anestetik umum ( misalnya kloroform, trikloroetilen,
siklopropan, anestetik hidrokarbon yang mengandung halogen
(halogen) dan digitalis glikosida. (Drug information 2003 hal 2688)
12. Penyimpanan : dalam wadah dosis tunggal atau dosis ganda, simpan
ditempat yang terlindung cahaya dan tertutup rapat

II.2
Zat tambahan
a. Chlorbutanolum Anhydrous (FI ed.IV Hal: 146)
1. Pemerian
: hablur; tidak brwarna; bau dan rasa khas apek dan
2.

agak mirip kamfer, mudah menguap.


Kelarutan
: larut dalam 130 bagian air, dalam 0,6 bagian etanol
(95%) p, dalam 8 bagian gliserol p dan dalam minyak atsiri; mudah larut

3.
4.

dalam kloroform p dan dalam eter p.


Fungsi
: Sebagai pengawet dan antimikroba, desinfektan, dan pelarut.
Stabilitas
: produk ini stabil pada suhu kamar dan tekanan atmosfer untuk
jangka waktu 5 tahun ( hemihydrate ) atau 3 tahun ( anhidrat ) sesuai dengan
ICH - kondisi . Hindari kontak yang terlalu lama dengan udara . Kelas
anhidrat bersifat higroskopis . Polimerisasi yang berbahaya tidak diharapkan

5.
6.

terjadi .
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Konsentrasi : 1-2%
b. Natrium Bisulfit (FI ed.IV Hal: 69 dan HOPE Hal: 690)
1. Pemerian
: Hablur putih atau serbuk hablur

putih

kekuningan, berbau belerang dioksida


2. Kelarutan
: Mudah larut dalam air dan dalam gliserin,
sukar larut dalam etanol.
2

3. Fungsi
4. Stabilitas
5. Inkompatibilitas

: Sebagai antioksidan.
: Stabil pada suhu dibawah 40oC.
:
Na.matabisulfit
bereaksi

dengan

simpatomimetik dan obat lain yang merupakan turunan orto dan para
hidroksibenzil alkohol.
6. Penyimpanan
: Dalam wadah yang terisi penuh, tertutup rapat
dan terhindar dari paans yang berlebihan.
7. Konsentrasi
: 0,1%-1%
c. Natrium Klorida (FI ed: IV Hal: dan HOPE Hal: 671)
1. Pemerian
: Hablur heksahedral, tidak berwarna atau
serbuk hablur putih, tidak berbau, dan rasa asin.
2. Kelarutan
: Mudah larut dalam air, sangat mudah larut
dalam air mendidih, dan sukar larut dalam etanol 95%.
3. Fungsi
: Sebagai pengisotonis dan pengisi pada tablet
dan kapsul.
4. Stabilitas

: Natrium klorida adalah larutan yang stabil

tetapi dapat menyebabkan pemishan pada partikel kaca pada wadah


kaca. Larutan ini juga biasa disterilkan dengan autoklaf atau filtrasi.
5. Inkompatibilitas
:Larutan Natrium Klorida bersifar korosif
terhadap besi dan bereaksi dengan perak dan garam merkuri.
Kelarutan dari pengawet metil paraben akan menurun pada
penambahan larutan natrium klorida.
6. Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik.
7. Konsentrasi
: < 0,9%
d. Aqua pro Injeksi (FI ed: IV Hal: 112)
1. Pemerian
: Keasaman-kebasaan; ammonium; besi; tembaga;
timbale; kalsium; klorida; nitrat; sulfat; zatter oksidasi memenuhi
syarat yang tertera pada aqua destillata.
2. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap. Jika disimpan dalam
wadah bertutup kapas berlemak harus digunakan dalam waktu 3
hari setelah pembuatan.
3. Khasiat
III.

: Untuk pembuatan injeksi.

Formula

IV.

Formula (skala per mili )


R / Ephineprin
Nacl
Chlorobutanol Anhydrus 96%
Na Bisulfite
Api ad
Hydrochlorid Acid

1 mg
9 mg
5 mg
2 mg
1
qs

Formla yang dibuat


R/ Ephineprin
Nacl
Na Bisulfite
Api ad
Hydrochlorid Acid

5 mg
45 mg
10 mg
5
qs

Uraian dan Analisis Farmakologi


1. Bentuk sediaan aktif : injeksi intra muscular (IM)
- Alasan :
Zat aktif
a) Karena absorbsi intra muskular lebih cepat dibandingkan absorpsi
secara oral, subkutan, maupun inhalasi.
b) Zat aktif yang digunakan adalah epinefrin, dipilih bentuk garamnya
karena lebih mudah larut dalm air dibanding bentuk garam bebasnya.
Sediaan dibuat dalam bentuk larutan intramuscular.
c) Dibuat sediaan 15 ml karena pada umumnya injeksi epinefrin yang
beredar di pasaran terdapat dalam volume tersebut dengan kadar
epinefrin sebanyak 1%, namun untuk skala lab kita hanya memuat 5
ml.
Eksipien
a) Antioksidan: Digunakan Natrium bisulfit karena epinefrin mudah
teroksidasi sehingga perlu digunakan antioksidan untuk mencegah
terjadinya oksidasi dan konsentrasi yang digunakan adalah 0,15%
b) Pengisotonis: Karena pada formulasi awal sediaan mengalami
hipotonis sehingga diperlukan pengisotonis agar tekanan osmosa
sediaan sama dengan tekanan osmosa cairan tubuh dan pengisotonis
yang digunakan adalah NaCl.

c) Pelarut: Digunakan Aqua pro Injeksi karena epinefrin mudah larut


dalam air, sehingga menggunakan pelarut air. Selain itu Aqua pro
Injeksi ini digunakan karena pada pembuatan obat suntik harus
menggunakan pelarut steril yang bebas dari logam Cu, Fe, Pb, zat
pereduksi, bebas pirogen, tidak berwarna, tidak berasa serta tidak
berbau dan Aqua pro Injeksi memenuhi criteria itu.
2. Mekanisme kerja
Suatu organ efektor dapat memiliki lebih dari satu reseptor adrenergik.
Misal otot polos pembuluhdarah otot rangka memiliki reseptor 2 dan reseptor
. epinefrin bekerja pada kedua reseptordengan afinitas lebih tinggi terhadap
reseptor , sehingga pada kadar normal epinefrin akanmenyebabkan
vasodilatasi , sedangkan pada kadar tinggi epinefrin akan menyebabkan
vasokontriksikarena berikatan dengan reseptor yang jumlahnya lebih banyak.
3. Farmakokinetik :
Absorpsi pada pemberian per oral epinefrin tidak mencapai dosis terapi
karena sebagian besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak
terdapat pada dinding usus dan hati. Pada pemberian parenteral subkutan
absorbsi lambat karena terjadi vasokonstriksi lokal, dapat dipercepat dengan
memijat tempat suntikan. Absorpsi yang lebih cepat terjadi dengan penyuntikan
intramuscular. Pada pemberian lokal secara inhalasi efeknya terbatas terutama
pada saluran napas, tetapi efek sistemik dapat terjadi, terutama bila digunakan
dosis besar.
Distribusi setelah diabsorpsi, obat didistribusikan keseluruhan jaringan
melalui sirkulasi sistemik. Epinefrin stabil dalam darah. Biotransformasi dan
Ekskresi. Degradasi Epinefrin terutama terjadi dalam hati yang banyak
mengandung kedua enzim COMT dan MAO, tetapi jaringan lain juga dapat
merusak zat ini. Sebagian besar Epinefrin mengalami biotransformasi, mulamula dirusak oleh COMT dan MAO, kemudian terjadi oksidasi, reduksi dan
atau konjugasi, menjadi metanefrin, asam 3-metoksi-4-hidroksimandelat, 3metoksi-4-hidroksifeniletilenglikol, dan bentuk konjugasi glukuronat dan sulfat.
Metabolit-metabolit ini bersama Epinefrin yang tidak diubah dikeluarkan

melalui urine. Pada orang normal, jumlah Epinefrin yang utuh dalam urine
hanya sedikit. Pada penderita feokromositoma, urine mengandung Epinefrin
dan NE utuh dalam jumlah besar bersama metabolitnya.
4. Indikasi dan dosis :
- Indikasi :
1. Asma bronkhial, edema angioneurotik, biduran/kaligata, glaukoma, serum
sickness (sakit karena alergi serum) dan syok alergik.
2. Menghentikan perdarahan bila digunakan pada permukaan kulit dan
membran mukosa yang berdarah.
3. Menangani
terhentinya
detak

jantung

pada

kasus

syok,

anestesi/pembiusan, elektrokusi, injeksi intrakardial memungkinkan


untuk diberikan.
- Dosis :
a. Dewasa : 0.3-0.5 mg SC atau IM; dapat diulang bila perlu tiap 10-15
menit untuk anafilaksis, atau tiap 20 menit hingga 4 jam untuk asthma.
Dosis tunggal maksimal 1 mg. Pada kasus syok yang berat, harus
digunakan rute IV. Dosis 0.1-0.25 mg IV (diencerkan 1:10.000) pelanpelan dalam waktu 5-10 menit, bila perlu dapat diulang tiap 5-15
menit, dan diikuti pemberian infus IV 1-4 mcg/menit.
b. Anak-anak dan bayi : 0.01 mg/kg atau 0.3 mg/m2 SC; bila perlu dapat
diulang setelah 20 menit hingga 4-jam (dosis tunggal maksimal: 0.5
mg). Atau, 0.1 mg IV pelan-pelan dalam waktu 5-10 menit (diencerkan
1:100.000) diikuti 0.1-1.5 mcg/kg/menit infus IV.
5. Kontraindikasi
1. Dilatasi jantung,
2. insufisiensi koroner,
3. syok selama anestesi atau pembiusan,
4. kerusakan otak organik,
5. glaukoma sudut tertutup dan persalinan.
6. Aturan pakai :
7. Efek samping
1. Kardiovaskuler
: Angina, aritmia jantung, nyeri dada, flushing,
hipertensi, peningkatan kebutuhan oksigen, pallor, palpitasi, kematian
mendadak, takikardi (parenteral), vasokonstriksi, ektopi ventrikuler.
2. SSP
: Ansietas, pusing, sakit kepala, insomnia.
3. Gastrointestinal
:tenggorokan kering, mual, muntah, xerostomia.

4. Genitourinari

: Retensi urin akut pada pasien dengan

gangguan aliran kandung kemih.


8. Interaksi obat
:
Dengan Obat Lain : Karena epinefrin merupakan obat simpatomimetik
dengan aksi agonis pada reseptor alfa maupun beta, harus digunakan
hati-hati bersama obat simpatomimetik lain karena kemungkinan efek
farmakodinamik yang aditif, yang kemungkinan tidak diinginkan. Juga
hati-hati digunakan pada pasien yang menerima obat-obat seperti:
albuterol,

dobutamin,

dopamin,

isoproterenol,

metaproterenol,

norepinefrin, fenilefrin, fenilpropanolamin, pseudoefedrin, ritodrin,


salmeterol dan terbutalin.
Dengan Makanan : Epinefrin tidak digunakan melalui oral
V.

Perhitungan Bahan dan Penimbangan


5.1 Perhitungan tonisitas dari Epinefrin HCl
tb Epinefrin HCl = 19,573
a. Epinefrin HCl
0.52 tb .C
W=
0.576
W=

0.52 tb .0.03
0.576
0,5135
0.576

= 0,89 % NaCl yang ditambahkan


5.2 Perhitungan

tb

tb = Liso x

= 4.3 x

m. 1000
M .v

33.5 x 1000
219.7 x 33.5

= 43 x 4.552

= 19.573
5.3 Penimbangan
Ampul = (n + 2 ) C+ 6 ml
V = (3 + 2 ) 5.3 + 6 ml
V = 27.5 + 6 mL
V = 33.5 mL
Penimbangan bahan untuk 33.5 ml
Ephineprin
Nacl
Chlorobutanol Anhydrus 96%
Na Bisulfite
Api
Hydrochlorid Acid
VI.

33,5 x 1 mg = 33,5 mg
33,5 x 9 mg = 315 mg
33,5 x 5 mg = 167,5 mg
33,5 x 2 mg = 67 mg
ad 33,5 ml
Qs

Prosedur
1.
2.
3.
4.

Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan


Menimbang semua bahan yang diperlukan
Memanaskan Api
Melarutkan Nacl, chlorbutanol anhydrous dan Na bisulfit dengan sebagian

5.
6.

Api kemudian campurkan


Menambahkan dan melarutkan ephinefrin Hcl kedalam campuran no. 4
Setelah larut, pH dari campuran injeksi ephinefrin Hcl tersebut dicek pada
pH 4,5
Setelah nilai pH memenuhi standar, selanjutnya menambahkan sisa pelarut

7.
VII.

kedalam campuran tersebut


Masukkan kedalam ampul coklat, beri etiket
Prosedur Evaluasi

No

Jenis Evaluasi

Penilaian

1.

Penampilan fisik

Baik

2.

Jumlah sediaan

3 ampul

3.

Kejernihan

Larutan jernih

4.

Brosur

Lampiran

5.

Kemasan

Lampiran

6.

Kebocoran ampul

Tidak ada yang bocor

7.

Etiket

Lampiran

8.

Keseragaman volume

Volume seragam

VIII.

Pembahasan
Epinefrin HCl banyak digunakan untuk mengobati syok anafilaktik dan edema,

dalam percobaan kali ini ephineprin hcl dibuat dengan bentuk sediaan injeksi intra
muscular karena absorbsi intra muskular lebih cepat dibandingkan absorpsi secara oral,
subkutan, maupun inhalasi. Zat aktif yang digunakan adalah epinefrin, dipilih bentuk
garamnya karena lebih mudah larut dalm air dibanding bentuk garam bebasnya. Sediaan
dibuat dalam bentuk larutan intramuscular.
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan injeksi epinefrin HCl secara intra
muscular, pemberian epinefrin HCl secara intra musculasr ini memiliki onset of action
yang cepat. Pembuatan sediaan injeksi epinefrin HCl dibuat dengan menggunakan
pelarut air. Karena epinefrin HCl sendiri larut dalam air, sehingga pembuatanya juga
lebih stabil dengan pelarut air. Pembawa air yang digunakan adalah a.p.i (aqua pro
injeksi) yang telah dipanaskan/didihkan terlebih dahulu untuk menghilangkan O2 dari
a.p.i.
Dalam formulasi injeksi intramuscular ephineprin perlu penambahan zat
tambahan yang digunakan agar sediaan injeksi yang dihasilkan dapat stabil dan tidak
mudah rusak. Penambahan zat tambahan ini diantaranya yaitu penambahan Antioksidan
yatu Natrium bisulfit karena epinefrin mudah teroksidasi sehingga perlu digunakan
antioksidan untuk mencegah terjadinya oksidasi dan konsentrasi yang digunakan adalah
0,15%, namun saat praktikum antioksidan yang digunakan adalah Na metabisulfit
digunakan antioksidan Na metabisulfit karena memiliki potensial oksidasi lebih rendah
dibandingkan dengan epinefrin. Selain itu dipilih bentuk garamnya, karena bila
diberikan antioksidan bisulfit maka menyebabkan epinefrin menjadi inaktif..
Pada formulasinya ditambahakan zat prngisotonis yaitu Natrium Cloridum (NaCl)
sebanyak 0,89% karena larutan ephineprin HCl yang dibuat hipotonis. Penambahan
NaCl yang berfungsi sebagai isotonis supaya larutan injeksi yang dibuat bersifat isotonis
karena jika larutan injeksi dalam keadaan hipotonis disuntikan ke tubuh manusia akan

berbahaya karena menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Syarat injeksi volume kecil
adalah isohidris atau isotonik. Arti isotonik adalah tekanan yang dihasilkan injeksi
tersebut sama dengan tekanan dalam cairan tubuh. Tekanan dalam cairan tubuh
setimbang dengan 0,9 % NaCl, sehingga perlu penambahan NaCl. Zat yang telah
tercampur dengan pelarutnya kemudian di cek pH nya antara 2,2 5,0 bila perlu
dilakukan penambahan HCL, pengukuran pH ini dilakukan karena stabilitas ephineprin
berada pada rentang ph 2,2 5,0.
Dalam pembuatan sediaan injeksi intra muscular ephineprin ini dilakukan dengan
tehnik sterilisasi akhir hal ini dilakukan karena titik leleh dari ephinefrin hcl adalah 157 0
C, metoda sterilisasi ini dilakukan dengan menggunakan autoklaf dengan suhun 115
1160C selama 30 menit. namun suhu yang digunakan dalam praktikum ini yaitu 121 0C
selama 15 menit. seetelah sediaan di sterilisasi akhir menggunakan autoklaf didapatkan
ampul yang baik dan tidak pecah dengan kejernihan dan keseragaman volume yang
sama.

IX.

Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan yaitu pembuatan ephinefrin hcl yang dibuat
sediaan injeksi intramuscular 5 mg dalam 5 ml dengan penambahan antioksidan dan
pengisotonis metode sterilisai dilakukan dengan menggunakan metode sterilisasi akhir
dengan suhu 1210 C selama 15 menit, dan didapatkan 3 ampul dengan kejernihan
keseragaman volume yang sama tanpa ada kebocoran.
X.

Daftar pustaka

Anonim.1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta.
Anonim. 2006. Martindale The Extra Pharmacopoeia 36th edition. London: The
Pharmaceutical Press.

10

Rowe, R.C., Sheckey, P.J., and Quinn, M.E., 2009, Handbook of Pharmaceutical
Excipients, fourth Edition, Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Association, London.

11

You might also like