You are on page 1of 10

KAJIAN MITIGASI BENCANA ERUPSI GUNUNG MERAPI DI KECAMATAN

CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN


Oleh
Nur Isnainiati, Muchammad Mustam, Ari Subowo
Jurusan Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Diponegoro
Jalan Profesor Haji Soedarto, Sarjana Hukum Tembalang Semarang Kotak Pos 1269
Telepon (024) 7465407 Faksimile (024) 7465405
Laman: http://www.fisip.undip.ac.id email: fisip@undip.ac.id

ABSTRACT
Disaster is a condition that causes casualties, damage, and loss. Indonesia is a country
that has kind of a complex disaster, so that disaster management should using the paradigm
of disaster risk reduction through mitigation programs. This research is a study of disaster
mitigation eruption of Mount Merapi in Cangkringan, Sleman. This study aims to determine
the implementation of structural and non-structural mitigation disaster eruption in Mount
Merapi by the government. This study used a qualitative research, the method is
descriptive. In the implementation of mitigation eruption of Mount Merapi in Sleman
Regency Cangkringan Sub District, government appears to coordinate with relevant agencies
and cooperate with the private/NGO. Many communities involved in mitigation activities that
arise in public understanding of the disaster, besides the ease of accessing information makes
the implementation of mitigation successfully.
The results of this study indicating that the implementation of structural and nonstructural mitigation is affected by the same factors. Factors that affecting the
implementation of mitigation disaster eruption in Mount Merapi is coordination, community
participation, cooperation between government and private / NGO, public initiatives, and
information.
Keywords: disaster management, mitigation, volcano
ABSTRAKSI
Bencana adalah suatu keadaan yang menyebabkan jatuhnya korban, kerusakan, dan
kerugian. Indonesia merupakan negara yang memiliki jenis bencana yang sangat kompleks,
sehingga penyelenggaraan penanggulangan bencana seharusnya menggunakan paradigma
pengurangan resiko bencana melalui program mitigasi. Penelitian ini merupakan kajian
mitigasi bencana erupsi Gunung Merapi di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan mitigasi bencana struktural dan non
struktural erupsi Gunung Merapi oleh pemerintah. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.

Pada pelaksanaan mitigasi bencana erupsi Gunung Merapi di kecamatan Cangkringan


Kabupaten Sleman, nampak pemerintah berkoordinasi dengan instasi terkait dan bekerjasama
dengan swasta/NGO. Masyarakat banyak dilibatkan dalam berbagai kegiatan mitigasi
sehingga timbul pemahaman tentang kebencanaan di masyarakat. selain itu kemudahan
dalam mengakses informasi membuat pelaksanaan mitigasi berjalan lancar.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan mitigasi struktural maupun non
struktural dipengaruhi oleh faktor yang sama. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
mitigasi bencana Erupsi Gunung Merapi adalah koordinasi, partisipasi masyarakat, kerjasama
antara pemerintah dengan swasta/NGO, inisiasi masyarakat, dan informasi.
Kata Kunci: manajemen bencana, mitigasi, gunung api

PENDAHULUAN

preventif

A. LATAR BELAKANG

kesiapsiagaan), sehingga penyelenggaraan

Peristiwa Erupsi Gunung Merapi

(pengurangan

penanggulangan

bencana

risiko

pada

dan

masa

2010 mengakibatkan banyak kerusakan

sekarang lebih ditekankan pada tahapan

dan kerugian serta korban jiwa. Dalam

pra bencana. Salah satu kegiatan dalam

peristiwa

itu,

tahap pra bencana adalah mitigasi.

Kabupaten

Sleman

banyak

masyarakat

menjadi

korban.

Berdasarkan

peristiwa

erupsi

Terdapat korban meninggal 123 jiwa,

Gunung Merapi tersebut dan paradigma

rawat inap 147 jiwa, dan sebanyak 56.414

penanggulangan

jiwa mengungsi (Sumber: BPBD DIY, 7

kemudian timbul pertanyaan mengenai

Nopember 2010). Selain itu berdasarkan

pelaksanaan

sumber berita online www.republika.co.id,

Gunung

erupsi Merapi 2010 hampir membuat

Cangkringan Kabupaten Sleman yang

perekonomian Kabupaten Sleman lumpuh

merupakan daerah terkena dampak yang

di lima kecamatan sehingga hampir tidak

cukup parah.

bencana

mitigasi
Merapi

saat

bencana
di

ini,

erupsi

Kecamatan

ada aktivitas ekonomi. Lima kecamatan


tersebut yaitu Kecamatan Cangkringan,
Kecamatan

Pakem,

Kecamatan

Tempel,

Kecamatan
dan

Turi,

Kecamatan

Ngemplak.
Di

B. TUJUAN
Pada

hakekatnya,

mempunyai tujuan untuk menemukan,


mengembangkan, atau menguji kebenaran

Indonesia

paradigma

suatu pengetahuan. Dalam penelitian ini

penanggulangan bencana telah bergesar

bertujuan untuk:

dari paradigma penanggulangan bencana

1. Mengetahui

yang bersifat responsif (terpusat pada

struktural

tanggap

penelitian

darurat

dan

pemulihan)

ke

pelaksanaan
pada

bencana

mitigasi
erupsi

Gunung

Merapi

di

Kecamatan

Cangkringan Kabupaten Sleman.

sumberdaya manusia, keuangan, fisik,

2. Mengetahui pelaksanaan mitigasi non


struktural

pada

Gunung

Merapi

bencana
di

dan controlling di satu sisi, dengan

erupsi

Kecamatan

Cangkringan Kabupaten Sleman.

informasi, dan politik di sisi lain (dalam


Keban 2008:92).
Bencana
Dalam Buku Manajemen Bencana
mendefinisikan bahwa bencana adalah

C. TEORI

kejadian dimana sumberdaya, personal

Administrasi Publik

atau material yang tersedia di daerah

Pendefinisasian administrasi publik

bencana

tidak

dapat

mengendalikan

belum menunjukkan kata sepakat dari para

kejadian luar biasa yang dapat mengancam

ahli.

nyawa

Pendefinisian

dikarenakan
merupakan

yang

sulit

administrasi
konsep

ini

publik

yang

kompleks

(Lemay, dalam Keban 2008:5). Beberapa


ahli

telah

mengungkapkan

definis

atau

sumberdaya

fisik

dan

lingkungan (Ramli: 2010, 11). Bencana


(disaster)
terjadi

merupakan
karena

fenomena

yang

komponen-komponen

pemicu (trigger), ancaman (hazard), dan

administrasi publik, diantaranya Chandler

kerentanan (vulnerability) bekerja bersama

dan Plano (1988: 29-30) mengungkapkan

secara sistematis, sehingga menyebabkan

bahwa administrasi publik adalah proses

terjadinya risiko (risk) pada komunitas

dimana sumber daya dan personel publik

(BNPB, 2005: 10).

diorganisir dan dikoordinasikan untuk


memformulasikan, mengimplementasikan,
dan

mengelola

(manage)

keputusan-

keputusan dalam kebijakan publik (dalam

Manajemen Bencana
Manajemen

bencana

(disaster

management) didefinisikan sebagai istilah


kolektif yang mencakup semua aspek

Keban 2008:3).

perencanaan untuk merespon bencana,


Manajemen Publik
Salah

satu

termasuk
definisi

manajemen

bencana

kegiatan-kegiatan
dan

setelah

sebelum

bencana

yang

publik diungkapkan oleh Overman yang

mungkin juga merujuk pada manajemen

mengungkapkan bahwa manajemen publik

resiko dan konsekuensi bencana (Shalauf

adalah suatu studi interdisipliner dari

dalam

aspek-aspek

umum

organisasi,

siklus hidup manajemen bencana alam dan

merupakan

gabungan

antara

dan
fungsi

manajemen seperti planning, organizing,

Kusumasari,

2014:19).

Dalam

manajemen bencana modern, ada empat


aktivitas, yaitu mitigasi, kesiapsiagaan,

respon,

dan

pemulihan

(Alexander;

atau tempat munculnya batuan lelehan

Coppola; King; Moe & Pathranarakul;

atau

Quarantelli dalam Kusumasari, 2014:21).

berasal dari dalam bumi (Nurjanah dkk,

lepas/gas

yang

2012: 30). Dalam buku Manajemen

Mitigasi Bencana
Mitigasi

magma/rempah

didefinisikan

sebagai

Bencana disebutkan upaya-upaya mitigasi

tindakan yang diambil sebelum bencana

bencana gunung berapi, yaitu:

terjadi dengan tujuan untuk mengurangi

a)

Pemantauan, aktivitas

gunung

api

atau menghilangkan dampak bencana

dipantau selama 24 jam menggunakan

terhadap

alat pencatat gempa (seismograf).

masyarakat

dan

lingkungan
2014:22).

b) Tanggap Darurat, yaitu mengevaluasi

pengurangan

laporan dan data, membentuk tim

pengurangan

Tanggap Darurat, mengirimkan tim ke

konsekuensi resiko, menghindari resiko,

lokasi, melakukan pemeriksaan secara

penerimaan

terpadu.

(King

dalam

Tujuan

Kusumasari,

mitigasi

kemungkinan

adalah
resiko,

resiko,

serta

transfer,

pembagian, atau penyebarluasan resiko

c)

Pemetaan, Peta
Bencana

(Kusumasari, 2014:22).

Kawasan

Gunung

Rawan

berapi

dapat

yaitu

menjelaskan jenis dan sifat bahaya

struktural dan non struktural. Mitigasi

gunung berapi, daerah rawan bencana,

struktural didefinisikan sebagai usaha

arah

pengurangan

pengungsian, dan pos penanggulangan

Ada

dua

jenis

resiko

mitigasi,

yang

dilakukan

dirancang.

Mitigasi

non

lokasi

d) Penyelidikan gunung
menggunakan

struktural

berapi

metoda

Geologi,

Geofisika, dan Geokimia.

meliputi pengurangan kemungkinan atau


konsekuensi resiko melalui modifikasi

diri,

bencana.

melalui pembangunan atau perubahan


fisik melalui penerapan solusi yang

penyelamatan

e)

Sosialisasi, petugas

melakukan

proses-proses perilaku manusia atau alam,

sosialisasi kepada Pemerintah Daerah

tanpa membutuhkan penggunaan struktur

serta

yang dirancang (Kusumasari, 2014:23).

tinggal di sekitar gunung berapi.

Mitigasi Bencana Gunung Berapi

adalah bentuk timbunan (kerucut dan


dipermukaan

bumi

terutama

yang

D. METODA

Gunung berapi atau gunung api

lainnya)

masyarakat

yang

dibangun oleh tibunan rempah letusan,

Metode penelitian yang digunakan


dalam

penelitian

ini

adalah

metode

penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian


ini diadakan di Kecamatan Cangkringan,

yang berjarak sekitar 11 km dari puncak

pihak

Gunung Merapi dan berada kawasan

seperti Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat,

rawan bencana II & III (KRB II & III).

ASB, SGM. Terdapat peranan komunitas

Kecamatan

setempat dan Tim REKOMPAK untuk

Kabupaten

Cangkringan
Sleman

terletak

Daerah

di

Istimewa

Penelitian ini akan digunakan teknik

yang

membantu,

mensosialisasikan kegiatan mitigasi ini.

Yogyakarta yang merupakan lokasi yang


terkena dampak letusan Gunung Merapi.

swasta/NGO

Pada saat pembuatan sabo BPBD


Sleman berkoordinasi dengan Balai Besar
Wilayah Sungai Serayu-Opak (BBWSSO),

purposive sampling dengan mewawancarai

Balai

Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Pengembangan Teknologi Kegunungapian

Kabupaten

(BPPTK),

Sleman

(BPBD

Sleman),

Sabo,

Balai

dan

Badan

dan

Meteorologi

swasta/NGO dan tokoh-tokoh masyarakat

Klimatologi

di Kecamatan Cangkringan yang secara

Peranan

masyarakat

turut

dilibatkan

keseluruhan berjumlah 12 orang informan.

dengan

memberikan

saran

mengenai

Data dikumpulkan dengan teknik

terkumpul,

Geofisika

(BMKG).

desain sabo.

observasi, wawancara, studi pustaka, dan


dokumentasi. Setelah data

dan

Penelitian

Mitigasi melalui alat peringatan dini


(EWS)

mayoritas

disediakan

oleh

dilakukan analisis dengan teknik reduksi

pemerintah, meskipun ada bantuan dari

data,

pihak swasta. Masyarakat juga berinisiatif

penyajian

data

dan

penarikan

kesimpulan/verifikasi.

untuk membeli alat komunikasi berupa


handy talky (HT) untuk menerima dan
memperbaharui informasi Gunung Merapi.

PEMBAHASAN

Pelaksanaan

A. HASIL PENELITIAN
barak

Mitigasi Struktural
Dalam
struktural,

pelaksanaan
BPBD

pembangunan

Sleman

rumah

mitigasi

pengungsian

pembuatan

dimulai

dengan

mitigasi

membuat skenario kejadian erupsi Gunung

melakukan

Merapi. Dalam pembuatan skenario ini

sesuai

standar

semua stakeholder dilibatkan, baik dari

kawasan rawan bencana yang bekerjasama

pihak

dengan

dibawah

Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan

koordinasi Dirjen Cipta Karya Kementrian

mitigasi ini adalah mengenai informasi

Pekerjaan Umum. Dalam mitigasi ini

tentang jumlah pengungsi dan kapasitas

masyarakat dilibatkan dengan membagi

barak pengungsian yang kurang akurat,

masyarakat menjadi kelompok-kelompok

sehingga terjadi over kapasitas ketika

pemukim. Dalam mitigasi ini banyak

kondisi darurat.

Tim

REKOMPAK

swasta/NGO

dan

masyarakat.

BPBD Sleman juga

menyiapkan

Kabupaten Sleman. Pemantauan Gunung

sarana dan prasarana yang menunjang

Merapi juga dilakukan oleh masyarakat

proses

yang

evakuasi.

BPBD

Sleman

tergabung

dalam

komunitas-

berkoordinasi dengan pemerintah terkait

komunitas. Penyebaran informasi melalui

seperti

radio,

TNI

dan

Kepolisian

untuk

penyediaan armada evakuasi. Masyarakat


menyiapkan transportasi yang diorganisir

sehingga

biasa

disebut

radio

komunitas.
Dalam

kegiatan

mitigasi

dalam sebuah tim khusus yang memiliki

penyampaian informasi, BPBD Sleman

tugas dan tanggung jawabnya. Tim ini

sebagai koordinator yang mengkoordinasi

disebut Tim Pengurangan Resiko Bencana

instansi-instansi terkait baik dari Pemkab

(Tim PRB) tingkat dusun. Selain sarana

Sleman, BPPTK, BMKG, Posko Utama

transportasi, jalur evakuasi juga mendapat

Pakem, Posko Kecamatan, Kantor Desa,

perhatian. Masalah yang dihadapi BPBD

dan komunitas-komunitas di Kawasan

Sleman adalah belum terpisahnya jalur

Rawan Bencana hingga informasi sampai

evakuasi dengan jalur tambang. Oleh

kepada masyarakat.

karena itu BPBD Sleman melakukan

Mitigasi

juga

dilakukan

dengan

koordiansi dengan Dinas Perhubungan,

membuat peta kawasan rawan bencana.

Komunikasi dan Informasi, Dinas Sumber

Namun peraturan pemetaan ini mendapat

Daya Alam Energi dan Mineral dan Badan

penolakan dari warga yang tinggal di

Perencanaan

daerah yang dinyatakan kawasan rawan

Pembangunan

Daerah

Kabupaten Sleman. BPBD Sleman juga

bencana.

membuat rambu-rambu penunjuk arah

dilibatkannya

jalur evakuasi menuju ke tempat yang

perumusan peraturan tersebut. Sehingga

aman

masyarakat kurang memahami maksud dan

seperti

balai

desa

dan

barak

pengungsian.
Mitigasi Non Struktural

Hal

ini

dikarenakan

masyarakat

tidak
dalam

tujuan dari pemerintah. Keadaan yang


demikian menyebabkan upaya penertiban

Pelaksanaan mitigasi non struktural

peraturan pemanfaatan lahan dilakukan

tidak berbeda dengan mitigasi struktural.

oleh pemerintah mengalami hambatan,

Dalam kegiatan pemantauan pengamatan

sehingga sampai sekarang masih ada

status Gunung Merapi, BPBD Sleman

dusun yang tidak mau direlokasi.

berkoordinasi dengan BPPTK, BMKG,

Dalam pelaksanaan mitigasi BPBD

dan BBWSSO. Mekanisme penentuan

Sleman juga melakukan sosialisasi. Dalam

status menjadi kewenangan Pemerintah

melakukan

sosialisasi

BPBD

Sleman

berkoordinasi dengan instansi lain seperti

BPPTK untuk menjelaskan secara ilmiah

yang mengkoordinasi antar instansi terkait.

kondisi

yang

Koordinasi menjadi salah satu faktor yang

sesungguhnya. Selain itu dalam sosialisasi,

menunjukkan performa suatu organisasi

BPBD

dalam

Gunung

Sleman

Merapi

juga

dibantu

oleh

komunitas setempat.
Kegiatan

kehandalannya

melaksanakan

mitigasi bencana. Koordinasi diperlukan

peningkatan

kapasitas

untuk

mengkoordinasikan

masyarakat dilaksanakan melalui progran

organisasi

Desa Tangguh Bencana. Pelaksanaannya

dibidangnya sehingga dapat membentuk

hasil kerjasama antara pemerintah, swasta

network yang saling berkolaborasi guna

(NGO)

mendukung

dan

masyarakat.

Dalam

yang

berbagai

memiliki

keahlian

pelaksanaan

mitigasi.

mewujudkan Desa Tangguh Bencana para

Koordinasi menjadi sangat penting untuk

stakeholder

ini

Pengurangan

Resiko

membentuk

Tim

dilakukan. Sebab bencana memerlukan

Bencana

(PRB)

jaringan antarorganisasi daripada jaringan

Tingkat Dusun. Tim PRB Tingkat Dusun

tunggal karena setiap organisasi mungkin

yang difasilitasi oleh BPBD Sleman dan

kurang memiliki pengalaman, prosedur

swasta

untuk

operasi standar, dan teknologi yang sesuai

dalam

(Moynihan, dalam Kusumasari, 2014:51).

(NGO)

menentukan
upaya

bermusyawarah

kegiatan-kegiatan

penguatan

kelembagaan

dan

peningkatan kapasitas di masyarakat.

Pada beberapa tahun yang lalu


pendekatan

top-down

seringkali

mengabaikan sumber daya lokal yang


berpotensi

B. ANALISIS
Mitigasi merupakan tindakan yang
dilakukan

untuk

mencegah

atau

ikut

andil

penyelenggaraan

dalam

penanggulangan

bencana. Pengabaian itu berimplikasi pada

mengurangi dampak yang ditimbulkan

kurang

akibat suatu bencana. Mitigasi dianggap

penanggulangan

sebagai landasan dari manajemen bencana

pelaksanaan

(Federal

memiliki strategi mitigasi pengurangan

Emergency

Agency/FEMA,

dalam

Management
Kusumasari

2014:22).
Pelaksanan

mitigasi

sangatlah

resiko

maksimalnya

penyelenggaraan

bencana.

mitigasi,

Dalam

BPBD

Sleman

bencana

berbasis

masyarakat,

sehingga

dalam

berbagai

hal

terkait

kegiatan

mitigasi,

masyarakat

selalu

kompleks sehingga membutuhkan peranan

diikutsertakan. Apalagi bagi masyarakat

banyak pihak. Dalam pelaksanaan mitigasi

yang tinggal di lereng Gunung Merapi

struktural maupun non struktural, BPBD

menganggap

Sleman bertindak sebagai koordinator

bukanlah ancaman melainkan berkah.

bahwa

Gunung

Merapi

Pendekatan berbasis masyarakat

akan

Dalam memperlancar pelaksanaan

mengurangi

pada

mitigasi, BPBD Sleman juga menjalin

gejolak

penolakan

kegiatan-kegiatan mitigasi bencana.


Dalam pelaksanaan mitigasi bencana

kerjasama

dengan

perguruan

tinggi.

swasta/NGO
Bantuan

dan

diberikan

erupsi Gunung Merapi yang berbasis

berupa materi, pikiran dan tenaga. Pihak

masyarakat,

ketiga ini membantu dalam menyediakan

pemerintah

seharusnya

mengikutsertakan

masyarakat

komunitas

berbagai

dalam

dan
kegiatan

dan

melengkapi

fasilitas

umum

dan

fasilitas sosial, ikut membangun alat EWS,

mitigasi. Namun ada kebijakan mitigasi

ikut

yang belum mengikutsertakan masyarakat

pembuatan barak pengungsian, sebagai

seperti pemetaan kawasan rawan bencana

mitra

sehingga

terhadap

menjalankan

kebijakan tersebut. Hal ini nampak dari 3

peningkatan

dusun yang tidak bersedia direlokasi.

memberikan advokasi dan pendampingan

terjadi

penolakan

berpartisipasi

pemerintah

dalam

yang

rencana

membantu

program-program
kapasitas

masyarakat,

Selain partisipasi, masyarakat di

serta menjadi fasilitator agar masyarakat

lereng Merapi juga telah memiliki inisiasi

dapat mandiri dan berdaya menghadapi

untuk membuat dirinya berdaya dalam

bencana. Pihak-pihak ini antara lain

menghadapi bencana. Hal ini dikarenakan

Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, SGM,

masyarakat mulai sadar untuk hidup

ASB, Metro TV, UGM, UPN, dan UII.

harmoni berdampingan dengan bahaya


erupsi

Gunung

Merapi.

Masyarakat

Dalam

penyelenggaraan

penanggulangan

bencana,

utamanya

membentuk komunitas-komunitas yang

mitigasi, ketersediaan informasi terkini,

turut serta dalam kegiatan mitigasi, seperti

kredibel, dan cepat adalah penting untuk

komunitas relawan SKSB dan AMC.

menilai,

Tidak hanya membentuk komunitas,


masyarakat

juga

berinisiasi

untuk

mamantau

data, seperti demografi, populasi, status


sosial-ekonomi

memperoleh

penting

yang

akurat.

membuat

kebijakan. Oleh sebab itu ketersediaan

melengkapi diri dengan peralatan untuk


informasi

dan

masyarakat

untuk

dimiliki

sangatlah
pemerintah,

Inisiasi ini nampak dari dengan sukarela

utamanya BPBD. Data yang ada juga

masyarakat membeli memiliki handy talky

harus update. Kenyataannya, data yang

(HT) secara swadaya, maskipun kearifan

ada biasanya out of date sehingga dalam

lokal seperti membunyikan kentongan saat

pengambilan

terjadi bencana masih dilakukan.

kebijakan menjadi kurang tepat.

suatu

keputusan

atau

PENUTUP

ditutup dengan adanya kerjasama

A. KESIMPULAN

dengan swasta/NGO.

Berdasarkan

tentang

5. Informasi. Data sangat menunjang

Erupsi

keberhasilan dari mitigasi. Tanpa

Kecamatan

adanya informasi yang akurat dan

Cangkringan Kabupaten Sleman yang

aktual maka program mitigasi tidak

dilakukan oleh pemerintah melalui Badan

dapat berjalan maksimal. Kemudahan

Penanggulangan

dalam

pelaksanaan
Gunung

penelitian

mitigasi

bencana

Merapi

di

Bencana

Daerah

mengakses

informasi

juga

Kabupaten Sleman sudah berjalan cukup

membuat mitigasi berjalan dengan

baik. Adapun temuan yang mendukung

lancar.

keberhasilan pelaksanaan program mitigasi


bencana, yaitu:

B. SARAN

1. Koordinasi.

Koordinasi

instansi

akan

terkait

dengan

Berdasarkan kesimpulan yang telah

mendukung

disampaikan, maka saran yang akan

keberhasilan program mitigasi dan

diberikan

akan menutupi keterbatasan BPBD.

memaksimalkan

2. Partisipasi

masyarakat.

Partisipasi

masyarakat

akan

meningkatkan

antusiasme

masyarakat

berupa

keberhasilan

masukan

faktor-faktor

mitigasi,

baik

untuk
penentu
mitigasi

struktural maupun non struktural, dengan

dalam

tujuan agar kedepan penyelenggaraan

kegiatan pengurangan resiko bencana

penanggulangan bencana dapat berjalan

dan dengan keikutsertaan masyarakat

lebih optimal.

juga akan meminimalisir penolakan

1. Perlunya pertisipasi masyarakat dalam

karena

mayarakat

memiliki

akan

kebijakan

merasa

pembuatan kebijakan. Hal ini untuk

telah

menghindari penolakan masyarakat

yang

dibuatnya bersama-sama.

pada kebijakan mitigasi.

3. Inisiasi dari masyarakat. Hal ini


menandakan

adanya

pandangan

terhadap

masyarakat

dan

perubahan
bencana

pemahaman

dioptimalkan

sehingga

kerjasama dengan swasta/NGO dan

cara

komunitas internasional tidak terbatas


pada bantuan materi.

4. Kerjasama antara pemerintah dengan


Keterbatasan

lebih

di

mengurangi resiko bencana.

swasta/NGO.

2. Bantuan berupa pikiran dan keahlian

tenaga

ahli, personel, dan anggaran dapat

3. Perlunya update data dan informasi


sehingga kebijakan mitigasi dapat
berjalan maksimal.

BPBD Sleman. (2013). Rencana dan

DAFTAR PUSTAKA
A. Buku

Prosedur

Baskara, Imam. Merapi adalah Edukasi.

Kesiapsiagaan Darurat Bencana Di

PT.ARSS Baru.
Bencana Mengancam Indonesia. (2011).
Jakarta:

PT.

Kompas

Media

Nusantara.

Jakarta.

Cangkringan.

Power

Dipresentasikan

pada

Workshop

Rencana

Kontigensi

Penyusunan

Point.

Februari): slide 13-17


Dampak

Yeremias

Dimensi

Dan

Erupsi Merapi di Yogyakarta (21

BNPB. (2011). Indeks Rawan Bencana.

Keban,

Evakuasi

T.

(2008).

Strategis

Letusan

Gunung

Merapi

Enam

Mencapai Rp 3,56 Triliyun. (2011,

Administrasi

Maret). Majalah GEMA BNPB Vol.2

Publik: Konsep, Teori dan Isu.


Yogyakarta: Gava media.

No.1: 17
Tukino,

dkk.

(2010).

Pengembangan

Kusumasari. (2014). Manajemen Bencana

Model Pemberdayaan Masyarakat

dan Kapabilitas Pemerintah Lokal.

Dalam Pempererat Keserasian Sosial

Yogyakarta: Gava Media

Yang

Badan Penanggulangan Bencana Daerah


Daerah

Istimewa

(2012).

Menjalin

Berbagi.

Yogyakarta.
Mitra

Daerah

Saling
Istimewa

Yogyakarta.
Nurjannah,

dkk.

Masyarakat.

(2012).

Manajemen

Pemerintah Kabupaten Sleman. (2009).


Kontingensi

Jurnal

Integrasi
Dialog

Penanggulangan Bencana. Volume 1


Nomor 2 Tahun 2010.
Zamroni, M Imam. (2011). Islam dan
Kearifan

Bencana. Bandung: Alfabeta.

Rencana

Mendukung

Lokal

dalam

Penanggulangan Bencana di Jawa.


Jurnal

penanggulangan bencana.

Volume 2 Nomor 1 Tahun 2011.

Kabupaten

Sleman 2009. Sleman.


Ramli, Soehatman. (2010). Manajemen
Bencana. Jakarta: Dian Rakyat.

C. Sumber Internet
(http://www.republika.co.id/berita/breakin
g-news/nasional/11/02/11/163686kerugian-sementara-erupsi-merapi-

B. Laporan Penelitian, Workshop, dan


Jurnal
BPPTK. (2013). Penilaian Potensi Bahaya
Gunung Merapi

capai-rp-5-4-triliun, diunduh pada


tanggal 11 Januari 2013).

You might also like