You are on page 1of 21

BAB 2.

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Retina


Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliari dan
berakhir di tepi ora serata. Pada orang dewasa, ora serata berada sekitar 6,5mm di
belakang garis schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada
sisi nasal. Di sebagian besar tempat retina dan epitelium pigmen retina mudah
berpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio
retina. Tetapi pada diskus dan ora serata, retina dan eiptelium pigmen retina saling
melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina.1

Gambar 2.1 Anatomi retina1

Retensi Retina mempunyai tebal 0,12 mm pada ora serata dan 0,23 mm pada
kutub posterior. Di tengah-tengah kutub posterior terdapat makula yang
mengandung xanthophylls (pigmen kuning). Secara histologis makula terdiri dari
dua atau lebih lapisan sel ganglion dengan diameter 5-6 mm. Makula berwarna
kuning akibat akumulasi dari karotenoid teroksidasi khususnya lutein dan
zeaxhantine di tengah - tengah makula. Karotenoid ini berperan sebagai antioksidan
dan berfungsi untuk memfilter gelombang sinar biru yang berperan dalam retinitis
solar.2,1,4
Di tengah-tengah makula terdapat fovea (fovea sentralis) dengan diameter 1,5
mm dan di dalamnya terdapat fotoreseptor yang berperan dalam ketajaman
pengihatan dan penglihatan warna. Di dalam fovea terdapat foveal avascular zone.
Di tengah-tengah fovea foveola dengan diameter 0,35 dan di dalamnya tersusun
padat sel kerucut. Di sekitar fovea terdapat lingkaran yang berdiameter 0,5 mm
yang disebut parafoveal dimana tersusun dari lapisan sel ganglion, lapisan inti
dalam dan lapisan pleksiformis luar yang tebal. Di sekeliling daerah ini terdapat
lingkaran berdiameter 1,5 mm, disebut perifoveal zone.2,5

Gambar 2.2 Anatomi makula yang disebut juga area sentralis atau pole posterior5

2.1.1 Lapisan Retina


a. Membrana limitans interna
b. Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan
menuju nervus optikus
c. Lapisan sel ganglion
d. Lapisan pleksiformis dalam yang mengandung sambungan-sambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
e. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
f. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan - sambungan sel
bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
g. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
h. Membrana limitans eksterna
i. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
j. Epitelium pigmen retina.

Gambar 2.3 Lapisan retina2

Sinar yang mengenai retina harus menembus melewati seluruh lapisan retina
untuk mencapai fotoreseptor. Densitas dan distribusi fotoreseptor bervariasi sesuai

dengan topografi di retina. Di fovea, fotoreseptor didominasi oleh sel kerucut,


khususnya yang sensitive terhadap warna merah dan hijau dengan densitasnya
mencapai 140.000 sel kerucut per millimeter persegi. Fovea sentralis hanya
mengandung sel kerucut dan sel muller dan tidak dijumpai sel batang. Jumlah sel
kerucut semakin berkurang menjauhi fovea sentralis, dan pada daerah perifer tidak
dijumpai sel kerucut dan digantikan oleh sel batang dan mencapai densitas tertinggi
yaitu 160.000 sel per millimeter persegi.2

2.1.2 Neurovaskularisasi Retina


Lapisan dalam retina (mulai dari lapisan membran limitans interna sampai
lapisan inti dalam) diperdarahi oleh arteri retina sentralis yang berasal dari arteri
optalmika. Lapisan retina sisanya tidak mempunyai pembuluh darah dan
memperoleh nutrisi secara difusi dari lapisan koroid yang kaya akan kapiler. Arteri
retina sentralis memasuki orbita bersama dengan nervus optikus dan bercabang
menjadi empat percabangan yaitu cabang superior-nasal, superior temporal,
inferior-nasal, inferior temporal. Arteri-arteri ini tidak mempunyai anastomosis
sehingga apabila terjadi sumbatan akan menyebabkan infark retina.2,4,5,12 Retina
tidak mempunyai persarafan sensoris sehingga kerusakan pada retina tidak akan
menyebabkan nyeri.4,5

2.2 Fisiologi Retina


Retina terdiri atas fotoreseptor yang berperan dalam proses penglihatan yaitu
fotoreseptor batang dan kerucut. Kedua fotoreseptor ini mengandung komponen
kimia yang sensitif terhadap cahaya yang berperan dalam proses penglihatan. Pada
sel batang dikenal dengan rodopsin dan pada sel kerucut dikenal dengan pigmen
warna yang mempunyai susunan yang sedikit berbeda dengan rodopsin.3
Segmen terluar dari sel batang yang mendekati lapisan pigmen retina
mengandung rodopsin sekitar 40%. Rodopsin merupakn kombinasi dari protein
scotopsin dengan pigmen karotenoid retina. Retina mempunyai bentuk rantai 11cis. Bentuk cis ini penting karena hanya bentuk ini yang dapat mengikat scotopsin
untuk membentuk rodopsin.3

Ketika energi cahaya diabsorpsi oleh rodopsin, maka akan terjadi


dekomposisi rodopsin menjadi fraksi yang sangat kecil menjadi barthorhodopsin.
Kemudian barthorhodopsin berubah menjadi lumirhodopsin kemudian menjadi
metarhodopsin I dan terakhir menjadi metarhodopsin II. Bentuk akhir ini,
metarhodopsin, dikenal juga sebagai rodopsin yang teraktivasi yang mengeksitasi
perubahan impuls listrik di dalam sel batang melalui proses hiperpolarisasi sel
batang yang .kemudian menyampaikan impuls visual ke system saraf pusat.3

Gambar 2.4 Aktivasi rodopsin3

Pembentukan rodopsin diawali dengan isomerisasi rantai all-trans retinal


menjadi rantai 11-cis retina dengan bantuan enzim retinal isomerase. Setelah 11cis retina terbentuk secara otomomatis akan berikatan dengan skotopsin dan
membentuk rodopsin yang akan tetap stabil sampai terjadi dekomposisi kembali
yang dipicu oleh absorbsi energy cahaya.3
Rantai all-trans retinal yang terbentuk dalam proses aktivasi rodopsin dapat
dikonversi menjadi bentuk all-trans retinol yang merupakan salah satu bentuk
vitamin A. Dengan bantuan enzim isomerase all-trans retinol akan dikonversi

menjadi bentuk 11-cis retinol yang kemudian berubah menjadi 11-cis retinal yang
kemudian berikatan dengan skotopsin membentuk rodopsin. Vitamin A yang
terdapat pada sel batang dapat diubah menjadi bentuk retina apabila dibutuhkan,
dan sebaliknya retinal yang berlebih di retina dapat diubah menjadi vitamin A. Hal
ini penting, karena berhubungan dengan proses penglihatan, seperti yang terjadi
pada rabun senja. Pada rabun senja terjadi defisiensi vitamin A yang berat dan tanpa
vitamin A jumlah retinal dan rodopsin yang terbentuk juga semakin berkurang.3
Komponen fotokimia pada sel kerucut mempunyai struktur yang mirip
dengan komponen kimia rodopsin pada sel batang. Perbedaannya berada pada
komponen protein atau opsin, disebut dengan photopsin pada sel kerucut, sedikit
berbeda dengan skotopsin pada sel batang. Komponen retinal pada pigmen retina
sama pada sel kerucut dan sel batang.3
Sel kerucut sensitif terhadap pigmen warna yang berbeda. Pigmen warna ini
dikenal dengan pigmen sensitif warna biru, pigmen sensitif warna hijau dan pigmen
sensitif warna merah.3

Gambar 2.5 Absorbsi cahaya oleh pigmen retina sel batang dan sel kerucut3

Jalur penghantaran sinyal visual dari sel kerucut ke sel ganglion berbeda
dengan jalur penghantaran sinyal visual dari sel batang ke sel ganglion. Neuron dan
serabut saraf yang menghantar sinyal visual dari penglihatan sel kerucut lebih besar

dan dua kali lebih cepat menghantarkan sinyal visual dibandingkan dengan
penglihatan sel kerucut.3

Gambar 2.6 Organisasi neural retina, sebelah kiri di daerah perifer retina dan di
sebelah kanan di daerah fovea3

Dari gambar di atas terlihat jalur penghantaran sinyal visual dari fotoreseptor
menuju ke sel ganglion. Fotoreseptor baik sel kerucut maupun sel batang akan
menghantarkan sinyal visual menuju lapisan pleksiformis eksterna yang akan
bersinaps dengan sel bipolar dan sel horizontal. Sel bipolar akan menghantarkan
sinyal visual akan meneruskan sinyak visual menuju lapisan pleksiformis interna
yang akan bersinaps dengan sel ganglion dan sel amakrin. Selamakrin akan
menghantarkan sinyal visual melalui dua arah yaitu secara langsung dari sel bipolar
menuju sel ganglion atau secara horizontal di dalam lapisan pleksiformis interna
dari akson sel bipolar ke dendrite sel ganglion atau sel amakrin yang lainnya. Sel
ganglion kemudian akan menghantarkan sinyak dari retina menuju nervus optikus
dan kemudian menuju otak.2,3

2.3 Retinitis Pigmentosa


2.3.1 Definisi
Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina herediter yang
ditandai oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel secara
progresif dan akhirnya atrofi beberapa lapisan retina1. Atau sekelompok gangguan

retina yang menyebabkan hilangnya ketajaman penglihatan secara progresif, defek


lapangan penglihatan, dan kebutaan pada malam hari (night blindness). Sebutan
retinitis pigmentosa berasal dari deposit pigmen yang merupakan karakteristik
penyakit ini.4

2.3.2 Insidensi
Terjadi pada 5 orang per 1000 populasi dunia. Usia. Muncul pada masa
kanak-kanank dan berkembang lambat, dan sering terjadi. Kebutaan setelah usia
dewasa. Jenis Kelamin. Pada umumnya pria lebih sering terkena dari pada wanita
dengan perbandingan 3:2. Laterality. Penyakit ini hampir terjadi secara bilateral.5

2.3.3 Etiologi
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara
mendel yang terjadi pada beberapa kasus. Beberapa kasus retinitis pigmentosa
disebabkan oleh mutasi DNA mitokondria. Pada tahun 1990 gen pertama yang
menunjukkan kelainan pada retinitis pigmentosa yaitu rhodopsin, yang merupakan
pengkodean rod visual pigmen. Sejak saat itu, banyak kelainan gen yang bisa
mengakibatkan terjadinya retinitis pigmentosa.6
Retinitis pigmentosa terjadi sebagai gangguan isolated sporadic, atau
kelainan genetik autosomal dominant (AD), autosomal recessive (AR), atau Xlinked
recessive (XL). Bentuk terbanyak kelainan gen pada retinitis pigmentosa yaitu
autosomal recessive, diikuti oleh autosom dominan. Sedangkan bentuk yang sedikit
yaitu X-linked resesif.5,10

2.3.4 Klasifikasi
Adapun bentuk-bentuk retinitis pimentosa yaitu: 4
a. Rod-cone dystrophy (retinitis pigmentosa klasik)
Retinitis pigmentosa hampir terjadi dalam bentuk rod-cone dystrophy.
b. Cone-rod dystrophy
c. Sectoral retinitis pigmentosa
d. Retinitis pigmentosa sine pigmento (bentuk tanpa pigmen)

10

e. Unilateral retinitis pigmentosa


f. Lebers amaurosis (terjadi pada early childhood )
g. Retinopathy punctata albescens (punctate retinitis)
h. Kombinasi dengan gangguan sindrome yang lain dan ganguan metabolik
seperti mukopolysakaridosis, fanconis sindrom, mukolipidosis, peroxisomal
disorder, cockaynes sindrome, mitokondrial myopati, ushers syndrome, renal
tubuler defect syndrome.

2.3.5 Gejala Klinis


Gejala awal seringkali muncul pada awal masa kanak-kanak. Sel batang pada
retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara bertahap mengalami
kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau penglihatan pada malam hari
menurun. Lama-lama terjadi kehilangan fungsi penglihatan tepi yang progresif dan
bisa menyebabkan kebutaan. Sedangkan pada stadium lanjut, terjadi penurunan
fungsi penglihatan sentral.7
Retinitis pigmentosa biasanya terkena bilateral pada kedua mata dengan
penurunan fungsi rod photoreceptors. Adapun simptom yang biasa yaitu:5,8
a. Simtom visual

Nyctalopia, penglihatan yang buruk pada malam hari dengan adaptasi


penglihatan yang gelap

Penurunan penglihatan perifer, akibat dari densitas sel batang yang lebih besar
terhadap perifer

Penurunan penglihatan sentral pada akhirnya

b. Perubahan pada Fundus

Perubahan pigmen retina. Ini adalah jenis perivaskular dan berbentuk seperti
bone spicules. Pada awalnya perubahan ini ditemukan hanya pada bagian
equatorial dan kemudian berlanjut ke bagian anterior dan posterior.

Arteriol retina berkurang dan menjadi seperti benang pada tingkat yang lanjut

Optic disc menjadi pucat pada tingkat lanjut dan terjadi atrofi

Perubahan yang lain yang dapat terlihat adalah colloid bodies, choroidal
sclerosis, cystoid macular oedema, atrophic or cellophane maculopathy.

11

Gambar 2.7 Fundus picture in retinitis pigmentosa8

Gambar 2.8 Consecutive optic atrophy in retinitis pigmentosa8

c. Perubahan lapangan pandang penglihatan


Annular atau ring-shaped scotoma adalah gambaran adanya degenerasi pada
bagian equator pada retina. Seperti progres dari suatu penyakit, scotoma
meningkat pada bagian anterior dan posterior dan utamanya hanya penglihatan
central berada disebelah kiri (tubular vision). Biasanya hal ini hilang dan
pasien menjadi buta.

12

Gambar 2.9 Field change in retinitis pigmentosa8

d. Perubahan Elektrofisiologi
Perubahan secara elektrofisiologi ini muncul diawal sebelum gejala subjektif
dan tanda-tanda objektif muncul.
1) Electro-retinogrsm (ERG) subnormal atau terhapus (abolished)
2) Electro-oculogram (EOG) menunjukkan tidak adanya puncak cahaya.
Pasien dengan gangguan penglihatan yang berat dapat terjadi halusinasi dan
gangguan tidur. Hal ini merupakan suatu kesempatan penting bagi pasien untuk
berdiskusi tentang diagnosis penyakitnya dan konseling genetik prognosis
penyakitnya.9
Pemeriksaan Mata : Terdapat berbagai macam temuan klinis pada RP oleh
karena RP merupakan kumpulan dari berbagai penyakit turunan. Pasien dengan
defek genetik yang sama dapat memiliki manifestasi klinik yang berbeda.
Gambaran klinis yang paling umum berupa:
a. Penglihatan, pada pemeriksaan visus dapat bervariasi dari 20/20 sampai
persepsi cahaya.
b. Pupil, reaksi pupil dapat normal dengan atau tanpa defek aferen pupil.
c. Segmen anterior, pasien dapat menderita katarak subkapsular posterior; 50%
pasien dewasa dengan RP bisa menderita katarak jenis ini.
d. Fundus, tidak tampak adanya kelainan retina pada masa awal penyakit.

13

e. Penemuan khas yang penting berupa :


1) Bone spicules hiperpigmentasi retina midperifer dengan pola yang khas.
2) Nervus optik waxy pallor
3) Atrofi RPE pada retina mid perifer
4) Optic nerve waxy pallor
5) Atrophy of the RPE in the mid periphery of the retina
6) Retinal arteriolar attenuation
7) The presence of vitreous cells is common. Patients can have a loss of the
foveolar reflex or an abnormal vitreoretinal interface. A subset of patients
with RP develops cystoid macular edema with an associated more rapid
and potentially reversible loss of vision.
8) Retinitis punctata albescens, a variant of RP, presents with yellow deposits
deep in the retina rather the normal increased pigmentation of the
peripheral retina.
9) Cone-rod retinal degenerations present with central macular pigmentary

changes (bull's eye maculopathy). Choroideremia and gyrate atrophy


typically present with large scalloped areas of peripheral retinal atrophy.

Gambar 2.10 Bull's eye maculopathy seen in cone dystrophy9

f. Systemic evaluation: A physical examination can be helpful to rule out


syndromic RP, which are conditions that have pigmentary retinopathy and
mimic RP. There are many syndromes; the more common and severe types are
described below.
1) Usher syndrome is a form of RP with hearing loss. As many as 10% of
patients with RP can have hearing loss, and most of these patients have

14

Usher syndrome. Hearing loss in this syndrome can be congenital with


complete hearing loss or can occur in middle age with less profound
changes in hearing. Most cases of Usher syndrome are autosomal
recessive, and mutations have been found in more than 12 genetic loci and
8 identified genes
2) RP and hearing loss are also associated with Waardenburg syndrome,
Alport syndrome, and Refsum disease, all of which have their own systemic
manifestations
3) Kearns-Sayre syndrome consists of external ophthalmoplegia, lid ptosis,
heart block, and pigmentary retinopathy. This syndrome is caused by a
mitochondrial genetic defect, and vision loss tends to occur later in life
with moderate visual field loss and night vision difficulties. The cardiac
conduction block can be life-threatening; therefore, an electrocardiogram
(ECG) is essential to help rule out this syndrome in patients
4) Abetalipoproteinemia is a condition caused by the lack of apolipoprotein
B, leading to fat malabsorption, fat-soluble vitamin deficiencies,
spinocerebellar degeneration, and pigmentary retinal degeneration. Highdose therapy with vitamins A and E can prevent or limit the extent of the
retinal degeneration
5) The mucopolysaccharidoses (eg, Hurler syndrome, Scheie syndrome,
Sanfilippo syndrome) can be affected with pigmentary retinopathy like RP
6) Bardet-Biedl syndrome consists of polydactyly, truncal obesity, kidney
dysfunction, short stature, and pigmentary retinopathy. In this autosomal
recessive condition, intelligence is usually subnormal, and vision loss
occurs in the second decade and progresses to severe vision loss by middle
age. Renal dysfunction can be severe and life-threatening, requiring full
evaluation with initial diagnosis.

15

Gambar 2.11 Polydactyly seen in Bardet-Biedl syndrome (associated with retinitis


pigmentosa)9

7) Neuronal ceroid lipofuscinosis is characterized by dementia, seizures, and


pigmentary retinopathy. Progressive vision loss occurs in early-onset cases.
These disorders have been categorized clinically in relation to the age of onset
and the temporal relation of vision loss to neurologic symptoms
8) Onset of the infantile form is at age 8-18 months. The infantile disease is
characterized by optic atrophy, macular pigmentary changes with mottling of
the

periphery,

and

low

or

absent

electrophysiologic

findings

(electroretinogram [ERG] and visual-evoked response [VER]). In the infantile


forms, the retinal changes can lead to confusion with Leber congenital
amaurosis
9) Onset of the late infantile form (Jansky-Bielschowsky disease) is age 2-4 years,
and onset of the juvenile form (Vogt-Spielmeyer-Batten disease) is age 4-8
years. These forms more prominently show macular granularity or bull's eye
maculopathy, and the appearance can be mistaken for a primary retinal
dystrophy, such as Stargardt disease
10) The adult form is known as Kufs syndrome. This form often does not have
ophthalmologic manifestations, but electrophysiologic changes that are
indicative of inner retinal and RPE damage have been observed

2.3.6 Patofisiologi
Mekanisme pasti dari degenerasi fotoreseptor belum diketahui, tetapi
akhirnya dapat terjadi apoptosis degeneratif fotoreseptor batang dengan

16

fotoreseptor kerucut pada tingkat yang lanjut. Retinitis pigmentosa dapat respon
terhadap fotoreseptor yang atrofi dengan proliferasi kedalam retina. Sel-sel pigmen
berkumpul disekitar pembuluh darah retina yang atrofi, yang dapat diketahui
dengan fundus sebagai bentuk klasik bone spicule.8
Retinitis pigmentosa biasanya dianggap sebagai distrofi batang-kerucut (rodcone dystrophy) dimana defek genetik menyebabkan kematian sel (apoptosis),
terutama di fotoreseptor batang. Jarang terjadinya defek genetik akibat pengaruh
fotoreseptor epitelium pigmen retina dan kerucut. Retinitis pigmentosa memiliki
variasi fenotipik yang signifikan, karena ada banyak gen yang berbeda yang
mengarah ke diagnosis retinitis pigmentosa, dan pasien dengan mutasi genetik yang
sama dapat ditandai dengan temuan retina sangat berbeda.11

Gambar 2.12 Cone dydtrophy11

Gambar 2.13 Cone dystrophy menunjukkan typical central macular atrophy yang
ditemukan pada kondisi ini11

Perubahan histopatologi pada retinitis pigmentosa telah didokumentasikan


dengan baik, dan baru baru ini, perubahan histologis tertentu yang terkait dengan

17

mutasi gen tertentu telah dilaporkan. Tahap akhir terjadi kematian sel fotoreseptor
tetap oleh apoptosis. Perubahan histologis pertama yang ditemukan di fotoreseptor
adalah pemendekan segmen luar batang. Segmen luar semakin memendek, diikuti
oleh hilangnya fotoreseptor batang. Hal ini terjadi paling signifikan di pinggiran
pertengahan retina. Daerah-daerah retina mencerminkan apoptosis sel dengan
memiliki inti menurun di lapisan nuklir luar. Dalam banyak kasus, degenerasi
cenderung memburuk pada bagian retina rendah, sehingga menunjukkan peran
untuk eksposur cahaya.11
Jalur akhir yang umum dalam retinitis pigmentosa biasanya kematian dari
fotoreseptor batang yang menyebabkan hilangnya penglihatan. Sebagai batang
yang paling padat ditemukan di retina midperipheral, hilangnya sel di daerah ini
cenderung menyebabkan kehilangan penglihatan perifer dan kehilangan
penglihatan pada malam hari. Bagaimana mutasi gen menyebabkan perlambatan
kematian fotoreseptor batang progresif bisa terjadi dengan banyak jalan, yang
kenyataannya bahwa begitu banyak mutasi yang berbeda dapat menyebabkan
gambaran klinis yang serupa.11
Kematian fotoreseptor kerucut terjadi dengan cara yang mirip dengan
apoptosis batang dengan pemendekan segmen luar diikuti dengan hilangnya sel.
Hal ini dapat terjadi lebih awal atau terlambat dalam berbagai bentuk retinitis
pigmentosa.11

2.3.7 Diagnosis
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit retina degeneratif yang memiliki
karakteristik adanya deposit pigmen di retina. Kelainan ini merupakan degenerasi
primer fotoreseptor batang dengan fotoreseptor kerucut sebagai degenerasi
sekunder, yang dapat menjelaskan mengapa pasien dapat mengalami kebutaan pada
malam hari.6
Adapun untuk menegakkan diagnosis dari retinitis pigmentosa berdasarkan
temuan klinis retinitis pigmentosa (lihat gejala klinis) yaitu berdasarkan simtom
visual, perubahan pada fundus, perubahan lapangan pandang penglihatan,
perubahan elektrofisiologi.6

18

Selain itu, diagnosis juga dapat dibuat oleh ophtalmoskopi berdasarkan


gambaran klasic dasar. Rod-cone dystrophy (Utamanya sel batang yang terkena).
Adanya bone spicule yang merupakan proliferasi epitelium retina yang dapat
dilihat pada bagian tengah perifer retina. Kelainan ini perlahan-lahan menyebar ke
sentral dan lebih jauh lagi sampai ke perifer (gambar 10). Awal defisit yang terjadi
yaitu defek penglihatan warna dan gangguan persepsi kontra. Atrofi optic nerve
yang terjadi pada fase lanjut. Arteri-arteri menjadi sempit.4

Gambar 2.14 Karakteristik tanda adanya narrowed retinal vessels, waxy yellow
appearance of the optic disk due to atrophy of the optic nerve, and one spicule
proliferation of retinal pigment epithelium4

Pada cone-rod dystrophy (Utamanya sel kerucut yang terkena). Adanya


penurunan visus diawal dengan penurunan progress dari lapangan pandang
penglihatan. Kedua bentuk kelainan dari retinitis pigmentosa ini dapat diketahui
melalui electroretinography.4

2.3.8 Diagnosis Banding


Adapun diagnosa banding dari retinitis pigmentosa yaitu:10
a. End stage chloroquine retinopathy
Kesaman: Penurunan difus bilateral epitelium pigmen retina dengan pembuluh
darah choroid yang jelas dan penyempitan arteriol-arteriol.
Perbedaan: Perubahan pigmentasi yang tidak melibatkan perivaskular
konfigurasi bone corpuscle; atrofi optic tidak seperti lilin.

19

b. End stage thioridazine retinopathy


Kesamaan: Penurunan difus bilateral epitelium pigmen retina
Perbedaan: Perubahan pigmen seperti plaque (plaque-like pigmentary change)
dan tidak adanya nyctalopia
c. End stage syphilitic neuroretinitis
Kesamaan: Lapangan pandang terbatas, penyempitan vaskular dan perubahan
pigmen
Perbedaan: Nyctalopia ringan, keterlibatan asimetris dengan ringan atau tidak
adanya choroid
d. Cancer-related retinopathy
Kesamaan: Nyctalopia. Terbatasnya lapangan pandang perifer, penyempitan
arteriol dan elektroretinogram yang dapat dibedakan
Perbedaan: Perubahan pigmen ringan atau tidak ada

2.3.9 Penatalaksanaan
Belum ada pengobatan yang efektif untuk retinitis pigmentosa. Penderita
dianjurkan untuk berkunjung secara teratur kepada spesialis mata untuk memantau
kelainan ini. Sebaiknya dilakukan secara teratur setiap 5 tahun termasuk untuk
menguji lapangan pandang dan evaluasi elektroretinogram.7,11
Pemakaian kaca mata gelap untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet bisa
mempertahankan fungsi penglihatan. Baru-baru ini, muncul terapi baru (meskipun
masih dalam perdebatan) seperti pemberian antioksidan (misalnya vitamin A
palmitat) bisa menunda perkembangan penyakit ini.7,11
a. Medical Care
1) Vitamin A/ Beta Karoten
Antioksidan dapat bermanfaat dalam mengobati pasien dengan retinitis
pigmentosa, tetapi belum ada bukti, yang jelas pada saat ini. Sebuah studi
komprehensif terbaru epidemiologi menyimpulkan bahwa dosis harian yang
sangat tinggi dari vitamin A palmitat (15.000 U/d) memperlambat kemajuan
RP sekitar 2% per tahun.

20

2) Docosahexaenoic acid (DHA)


DHA adalah asam lemak tak jenuh ganda omega-3 dan antioksidan.
Penelitian telah menunjukkan korelasi ERG (electroretinogram) amplitudo
dengan konsentrasi DHA eritrosit-pasien. Studi lainnya melaporkan adanya
perubahan ERG kurang pada pasien dengan tingkat yang lebih tinggi kadar
DHA.
3) Acetazolamide
Edema makula dapat mengurangi penglihatan dalam tahap lanjut dari
retinitis pigmentosa. Dari banyak terapis mencoba, acetazolamide oral telah
menunjukkan hasil yang paling menggembirakan dengan beberapa
perbaikan dalam fungsi visual. Studi yang dilakukan oleh Fishman dkk dan
Cox et al telah menunjukkan perbaikan dalam ketajaman visual snelling
dengan acetazolamide oral untuk pasien yang memiliki retinitis pigmentosa
dengan edema makula
4) Calcium channel blocker
Calcium channel blockers, seperti diltiazem, adalah obat-obat yang biasa
digunakan pada penyakit jantung. Kalsium channel blocker telah
menunjukkan beberapa manfaat dalam beberapa model binatang dari
retinitis pigmentosa tetapi mereka tidak efektif dalam model lain.
5) Lutein / zeaxanthin
Lutein dan zeaxanthin merupakan makula pigmen yang tubuh tidak dapat
membuat melainkan berasal dari sumber makanan. Lutein berfungsi untuk
melindungi macula dari kerusakan oksidatif, dan suplementasi oral telah
terbukti meningkatkan pigmen makula. Dosis 20 mg / hari telah
direkomendasikan.
6) Asam valproik
Asam valproik oral telah menunjukkan manfaat dalam uji klinis, dan uji
klinis yang lebih lanjut sedang dilakukan.
7) Obat-obat yang dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan menjadi
retinitis pigmentosa

21

Sotretinoin (Accutane), obat yang digunakan untuk mengobati jerawat telah


dilaporkan

memperburuk

penglihatan

pada

malam

hari,

respon

electroretinogram, dan adaptasi terhadap gelap. Sildenafil (Viagra), obat


untuk mengobati disfungsi ereksi telah terbukti menyebabkan perubahan
reversibel elektroretinogram dan penglihatan .Sildenafil adalah inhibitor
PDE5 dan kurang begitu sensitif terhadap PDE6. Mutasi dari gen PDE6
diketahui menyebabkan RP autosomal resesif.
8) Obat Lain
Dosis 1000 mg/hari asam askorbat telah direkomendasikan, tetapi belum
ada bukti bahwa asam askorbat sangat membantu. Bilberry juga
direkomendasikan oleh beberapa praktisi pengobatan alternatif dalam dosis
80 mg, tetapi belum ada studi terkontrol tentang khasiat dalam pengobatan
pasien

dengan

retinitis

pigmentosa.

Antibodi

antiretinal,

agen

imunosupresif (termasuk steroid) juga telah digunakan dengan sukses.


b. Surgical Care
1) Katarak ekstraksi
Operasi katarak sering bermanfaat dalam tahap selanjutnya pengobatan
retinitis pigmentosa. Bastek et al, mempelajari 30 pasien dengan retinitis
pigmetasi, 83% dari mereka menunjukkan perbaikan dalam pengobatan,
dengan 2 garis pada grafik ketajaman visual Snellen setelah dilakukan
operasi katarak
2) Faktor pertumbuhan
Faktor neurotropik ciliary (CNTF) telah menunjukkan adanya perlambatan
degenerasi retina pada sejumlah model hewan. Tahap II uji klinis sedang
dilakukan, dengan menggunakan bentuk dienkapsulasi dari sel-sel epitelium
pigmen retina menghasilkan CNTF (Neurotech) untuk pasien dengan
sindrom Usher dan RP. Sel-sel ini harus dikemas dengan pembedahan yang
diletakkan ke dalam mata. Tahap I hasil uji coba klinis telah mendukung.
3) Transplantasi
Transplantasi sel epitelium pigmen retina telah dittranspalntasikan ke dalam
ruang subretinal untuk menyelamatkan fotoreseptor pada hewan model

22

retinitis pigmentosa. Salah satu pendekatan yang mungkin berguna adalah


modifikasi ex vivo pada sel-sel yang terdapat faktor - faktor trofik.
4) Prostesis retina
Sebuah chip prostesis atau phototransducing retina ditanamkan pada
permukaan retina dan telah diteliti selama beberapa tahun. Lapisan sel
ganglion retina yang sehat dapat dirangsang, dan implan pada hewan model
memiliki stabilitas jangka panjang. Dalam sebuah studi oleh Humayun et al,
ini telah terbukti bermanfaat pada manusia. Satu pasien yang tidak punya
persepsi cahaya, mampu melihat dan melokalisasi senter setelah prostesis
pada retinitis pigmentosa
5) Terapi gen
Terapi gen masih dalam penelitian, dengan harapan untuk menggantikan
protein yang rusak dengan menggunakan vektor DNA (misalnya,
adenovirus, Lentivirus).

2.3.10 Prognosis
Retinitis pigmentosa merupakan suatu progress yang kronik. Penampakan
klinis tergantung pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk
keparahan dapat menyebabkan kebutaan.4

You might also like