You are on page 1of 25

Sasaran Belajar Skenario 4

LI 1 MM Defisiensi Imun
1.
2.
3.
4.

Definisi
Etiologi
Klasifikasi
Mekanisme

LI 2 MM Infeksi HIV
1. Definisi
2. Etiololgi
3. Epidemiologi
4. Pathogenesis dan Patofisiologi
5. Manifestasi
6. Pemeriksaan
7. Diagnosis
8. Penatalaksanaan
9. Prognosis
10. Komplikasi
LI 3 MM Etika Kedokteran dalam Menangani Pasien HIV
LI 4 MM Peran dokter dalam Perspektif Islam Mengenai Pasien HIV

LI 1 MM Defisiensi Imun
1. Definisi
Penyakit imunudefisiensi terjadi jika sistem imun gagal berespon secara adekuat terhadap
invasi asing. Penyakit ini dapat bersifat kongenital (terdapat sejak lahir) atau di dapat
(nonherediter), dan mungkin hanya mengganggu imunitas yang diperantarai oleh antibodi atau
sel atau keduanya.
Pada suatu penyakit herediter yang jarang dan dikenal sebagai severe combined
immunodeficiency, pasien tidak imemilki baik se T maupun sel B. Para pasien ini memilki
pertahanan tubuh yang sangat terbatas terhadap organisme patogenik dan meninggal pada masa
bayi kecuali tinggal di lingkungan bebas kuman (di dalam gelembung bubble). Tetapi saat ini
ditemukan terapi gen yang berhasil menyembuhkan penyakit pada sebagian pasien.
Keadaan imunodefisiensi didapat (herediter) dapat terjadi akibat perusakan tak sengaja
jaringan limfoid sewaktu pemberian obat antiinflamasi jangka panjang, misalnya turunan
kortikosteroid, atau akibat terapi kangker yang di tujukan untuk menghancurkan sel-sel kanker
yang cepat membelah. Misal penyakitnya adalah HIV.
Gangguan defisiensi imun adalah gangguan yang dapat disebabkan oleh kerusakan herediter
yang mempengaruhi perkembangan sistem imun atau dapat terjadi akibat efek sekunder dan
penyakit lain (misalnya infeksi malnutrisi, penuaan, imunosupresi, autoimunitas atau
kemoterapi). Dan penyakit imunodefisiensi adalah defisiensi respon imun akibt hipoaktivitas
atau penurunan jumlah sel limfoid. Defisiensi imun tersebut merupakn salah satu jenis defisiensi
jaringan limfoid yang dapat timbul pada pria maupun wanita dari berbagai usia dan ditentukan
oleh faktor genetik atau timbul sekunder oleh karena faktor lain.
2. Etiologi
Dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Defisiensi imun primer
a. Kongenital/genetik
Terkadang bermanifestasi, tetapi keadaan klinis terjadi pada usia lebih lanjut.
2. Defisiensi imun sekunder
a. Malnutrisi
b. Kanker generalisata
c. Pengobatan imunosupresan
d. Infeksi penyakit (HIV/AIDS)
e. Immatur limfosit
Selain itu dapat diakbiatkan oleh :
a. Defek genetic
Defek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak jaringan (misal ataksia-teleangiektasia,
defsiensi deaminase adenosin) Defek gen tunggal khusus pada sistem imun (misal defek
tirosin kinase pada X-linked agammaglobulinemia; abnormalitas rantai epsilon pada

b.
c.

d.
e.
f.

reseptor sel T). Kelainan multifaktorial dengan kerentanan genetik (misal common
variable immunodeficiency).
Obat atau toksin
Imunosupresan (kortikosteroid, siklosporin), Antikonvulsan (fenitoin).
Penyakit nutrisi dan metabolic
Malnutrisi ( misal kwashiorkor), Protein losing enteropathy (misal limfangiektasia
intestinal), Defisiensi vitamin (misal biotin, atau transkobalamin II).
Defisiensi mineral
Seng pada Enteropati Akrodermatitis
Kelainan kromosom
Anomali DiGeorge (delesi 22q11)Defisiensi IgA selektif (trisomi 18).
Infeksi
Imunodefisiensi transien (pada campak dan varicella )Imunodefisiensi permanen (infeksi
HIV, infeksi rubella kongenital).

3. Klasifikasi
1. Defisiensi Imun Non-Spesifik
a. Defisiensi Komplemen
Dapat berakibat meningkatnya insiden infeksi dan penyakit autoimun (SLE),
komponen komplemen diperlukan untuk membunuh kuman, opsonisasi, kemotaksis,
pencegahan penyakit autoimun dan eliminasi kompleks antigen antibodi. Kebanyakan
defisiensi komplemen adalah herediter.
i. Defisiensi Komplemen Kongenital
Menimbulkan infeksi berulang /penyakit kompleks imun (SLE dan
glomerulonefritis).
Defisiensi inhibitor esterase C1 (berhubungan dengan angioedema herediter,
penyakit yang ditandai dengan edem lokal sementara tetapi seringkali.
Menimbulkan aktifitas C1 yang tidak dapat dikontrol dan produksi kinin yang
meningkatkan permeabilitas kapiler)
Defisiensi C2 dan C4 (menimbulkan penyakit serupa LES, mungkin disebabkan
kegagalan eliminasi kompleks imun yang komplemen dependen)
Defisiensi C3 (menimbulkan reaksi berat yang fatal terutama yang berhubungan
dengan infeksi mikroba piogenik. Tidak adanya C3 berarti fragmen kemotaktik
C5 tdak diproduksi. Kompleks antigen-antibodi C3b tidak diendapkan di
membrane dan terjadi gangguan opsonisasi)
Defisiensi C5 (menimbulkan kerentanan terhadap infeksi bakteri yang
berhubungan dengan gangguan kemotaksis)
Defisiensi C6, C7 dan C8 (meningkatkan kerentanan terhadap septikemi,
meningokok dan gonokok)

ii. Defisiensi Komplemen Fisiologik

Ditemukan pada neonatus disebabkan kadar C3, C5, dan faktor B yang masih
rendah.
iii. Defisiensi Komplemen Didapat
Disebabkan oleh depresi sintesis (sirosis hati dan malnutrisi protein/kalori).
Defisiensi Clq,r,s (terjadi secara bersamaan dengan penyakit autoimun terutama
pada penderita LES. Penderita ini sangat rentan terhadap infeksi bakteri)
Defisiensi C4 (ditemukan pada beberapa penderita LES)
Defisiensi C2 (paling sering terjadi)
Defisiensi C3 (menunjukkan infeksi bakteri rekuren)
Defisiensi C5-C8 (kerentanan yang meningkat terhadap infeksi neseria)
Defisiensi C9 (jarang ditemukan)
b. Defisiensi Interferon dan lisozim
i. Interferon kongenital
Menimbulkan infeksi mononukleosis fatal
ii. Interferon dan lisozim didapat
Pada malnutrisi protein/kalori
c. Defisiensi Sel NK
i. Defisiensi Kongenital
Pada penderita osteopetrosis (defek osteoklas dan monosit), kadar IgG, IgA, dan
kekerapan autoantibodi meningkat.
ii. Defisiensi Didapat
Akibat imunosupresi atau radiasi.
d. Defisiensi Sistem fagosit
Menyebabkan infeksi berulang, kerentanan terhadap infeksi piogenik berhubungan
langsung dengan jumlah neutrofil yang menurun, resiko meningkat apabila jumlah
fagosit turun < 500/mm3. Defek ini juga mengenai sel PMN.
i. Defisiensi Kuantitatif
Terjadi neutropenia/granulositopenia yang disebabkan oleh menurunnya produksi
atau meningkatnya destruksi. Penurunan produksi diakibatkan pemberian depresan
(kemoterapi pada kanker, leukimia) dan kondisi genetik (defek perkembangan sel
hematopioetik). Peningkatan destruksi merupakan fenomena autoimun akibat
pemberian obat tertentu (kuinidin, oksasilin).
ii. Defisiensi Kualitatif
Mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, fagositosis, dan membunuh mikroba
intrasel.
1. Chronic Granulomatous Disease (infeksi rekuren mikroba gram dan +)
2. Defisiensi G6PD (menyebabkan anemia hemolitik)
3. Defisiensi Mieloperoksidase (menganggu kemampuan membunuh benda asing)
4. Chediak-Higashi Syndrome (abnormalitas lisosom sehingga tidak mampu
melepas isinya, penderita meninggal pada usai anak)

5. Job Syndrome (pilek berulang, abses staphylococcus, eksim kronis, dan otitis
media. Kadar IgE serum sangat tinggi dan ditemukan eosinofilia).
6. Lazy Leucocyte Syndrome (merupakan kerentanan infeksi mikroba berat.
Jumlah neutrofil menurun, respon kemotaksis dan inflamasi terganggu)
7. Adhesi Leukosit (defek adhesi endotel, kemotaksis dan fagositsosis buruk, efeks
sitotoksik neutrofil, sel NK, sel T terganggu. Ditandai infeksi bakteri dan jamur
rekuren dan gangguan penyembuhan luka)
2. Defisiensi Imun Spesifik
a. Defisiensi Kongential/primer
Sangat jarang terjadi.
i. Sel B
Defisiensi sel B ditandai dengan penyakit rekuren (bakteri)
1. X-linked hypogamaglobulinemia (hanya terjadi pada bayi laki-laki tampak pada
usia 5-6 bulan sewktu IgG asal ibu mulai menghilang. Penyakit ini jarang
terjadi)
2. Hipogamaglobulinemia sementara (terjadi pada bayi bila sibtesi IgG terlambat.
Biasa nya usia antara 6-7 bulan. Sebabnya tidak jelas, tetapi berhubungan
dengan defisiensi sementara dari sel Th)
3. Common variable hypogammaglobulinemia (penyakit berhubungan dengan
insidens autoimun yang tinggi. Meskipun jumlah sel B dan Ig normal,
kemampuan memproduksi dan atau melepas Ig mengalami gangguan . kadar Ig
menurun seiring dengan memberatnya penyakit.
4. Disgamaglobulinemia ( adanya penurunan kadar satu atau lebih Ig, sedang kadar
Ig yang lain normal atau meningkat.
ii. Sel T
Defisensi sel T ditandai dengan infeksi virus, jamur, dan protozoa yang rekuren
1. Sindrom DiGeorge (aplasi timus kongenital) (penderita ini sangat sedikit
memilki sel T dalam darah, KGB, limpa)
2. Kandidiasis mukokutan kronik (infeksi jamur yang disertai dengan gangguan
fungsi sel T yang selektif)
iii. Kombinasi sel T dan sel B
1. Severe combined immunodeficiency disease (SCID, defisiensi kombinasi sel B
dan sel T yang berat)
2. Sindrom nezelof (golongan penyakit dengan gambaran imun yang sama.
Imunitas sel T tampak jelas menurun. Defisiensi sel B variable dan kadar Ig
spesifik dapat rendah, normal atau meningkat)
3. Sindrom wiskott-aldrich (menunjukkan trombositopenia)
4. Ataksia telangiektasi (penyakit autosomal resesif mengenai saraf, endokrin, dan
system vascular)
5. Defisiensi adenosin deaminase (adenosine deaminase tidak di temukan di semua
sel, hal ini berbahaya, karena bila ahal itu tejadi kadar bahan toksik berupa ATP
dan deoksi-ATP dalam sel limfoid akan meningkat)
b. Fisiologik
i. Kehamilan

Defisiensi imun seluler dapat diteemukan pada kehamilan. Hal ini karena
pningkatan aktivitas sel Ts atau efek supresif faktor humoral yang dibentuk
trofoblast. Wanita hamil memproduksi Ig yang meningkat atas pengaruh estrogen
ii. Usia tahun pertama
Sistem imun pada anak usia satu tahun pertama sampai usia 5 tahun masih belum
matang.
iii. Usia lanjut
Golongan usia lanjut sering mendapat infeksi karena terjadi atrofi timus dengan
fungsi yang menurun.
c. Defisiensi imun didapat/sekunder
i. Malnutrisi
ii. Infeksi
iii. Obat, trauma, tindakan, kateterisasi, dan bedah
Obat sitotoksik, gentamisin, amikain, tobramisin dapat mengganggu kemotaksis
neutrofil. Kloramfenikol, tetrasiklin dapat menekan antibodi sedangkan rifampisin
dapat menekan baik imunitas humoral ataupun selular.
iv. Penyinaran
Dosis tinggi menekan seluruh jaringan limfoid, dosis rendah menekan aktivitas sel
Ts secara selektif
v. Penyakit berat
Penyakit yang menyerang jaringan limfoid seperti Hodgkin, mieloma multipel,
leukemia dan limfosarkoma. Uremia dapat menekan sistem imun dan
menimbulkan defisiensi imun. Gagal ginjal dan diabetes menimbulkan defek
fagosit sekunder yang mekanismenya belum jelas. Imunoglobulin juga dapat
menghilang melalui usus pada diare
vi. Kehilangan Ig/leukosit
Sindrom nefrotik penurunan IgG dan IgA, IgM norml. Diare (linfangiektasi
intestinal, protein losing enteropaty) dan luka bakar akibat kehilangan protein.
vii. Stres
viii. Agammaglobulinmia dengan timoma
Dengan timoma disertai dengan menghilangnya sel B total dari sirkulasi.
Eosinopenia atau aplasia sel darah merah juga dapat menyertai
d. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)

4. Mekanisme
LI 2 MM Infeksi HIV

1. Definisi
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau
penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV yang
termasuk family retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
Struktur HIV terdiri atas :
HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical) hingga oval karena
bentuk selubung yang menyelimuti partikel virus (virion). Selubung virus berasal dari membran
sel inang yang sebagian besar tersusun dari lipida. Di dalam selubung terdapat bagian yang
disebut protein matriks.
Bagian internal dari HIV terdiri dari dua komponen utama, yaitu genom dan kapsid. Genom
adalah materi genetik pada bagian inti virus yang berupa dua kopi utas tunggal RNA. Sedangkan,
kapsid adalah protein yang membungkus dan melindungi genom.

2. Etiololgi
HIV menginfeksi terutama dengan tiga cara utama yaitu :
1. Transmisi utama : Hubungan seksual diluar nikah
2. Transmisi langsung : Transfusi darah, Penggunaan narkotika suntik
3. Transmisi vertical : dari ibu ke janin
Menurut spesies terdapat dua jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2 . HIV-1
paling banyak ditemukan di daerah barat, Eropa, Asia, dan Afrika Tengah, Selatan, dan Timur.
HIV-2 terutama ditemukan di Afrika Barat. HIV-1 maupun HIV-2 mempunyai struktur hampir
sama, HIV-1 mempunyai gen VPU, tetapi tidak mempunyai gen VPX, sedangkan HIV-2
sebaliknya.
a. HIV-1

Merupakan penyebab utama AIDS diseluruh dunia. Genom HIV mengkode sembilan protein
esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Pada HIV-1 terdapat protein Vpu yang membantu
pelepasan virus. Terdapat 3 tipe dari HIV-1 berdasarkan alterasi pada gen amplopnya yaitu tipe
M, N, dan O.
b. HIV-2
Protein Vpu pada HIV-1 digantikan dengan protein Vpx yang dapat meningkatkan
infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan hasil duplikasi dari protein lain (Vpr).
Walaupun sama-sama menyebabkan penyakit klinis dengan HIV-2 tetapi kurang patogenik
dibandingkan dengan HIV-1.

3. Epidemiologi
UNAIDS memperkirakan pada tahun 1993 jumlah penderita HUV di dunia sebnyak 12 juta
orang danpada akhir tahun 2000 sebanyak 20 juta orang. Prevalensi AIDS pada tahun1993
sebesar 900.000, sedangkan pada akhir tahun2000 sebnayak 2 juta. Pada tahun 2001 insiden
infeksi HIV-baru pada anak sebanyak 800.000 dengan 580.000 kematian akibat HIV/AIDS. Dari
800.000 anak, 65.000 kasus diperkirakan terjadi di asia selatan dan asia tenggara.
Di Indonesia HIV pertama kali dilaporkan di Bali pada april 1987 (terjadi pada orang
belanda). Pada tahun 1999 terdapat 635 kasus HIV dan 183 kasus-baru AIDS. M ulai yahun
2000-2005 terjadi peningkatan kasus HIV dan AIDS secara signifikan di Indonesia. Kasus AIDS
tahun 2000 tercatat 255 orang, meningkat menjadi 361 orang pada tahun 2003, dan meningkat
menjadi 2638 orang pada tahun 2005. Dari data tersebut. DKI Jakarta memiliki jumlah penderita
terbesar , di ikuti jawa timur, papua, jawa barat dan bali. Peningkatan ini disebabkan karna
semakin baiknya system pencatatan dan laporan kasusu dan semakin banyaknya srana pelayanan
diagnostic kasus klinik volunteer counseling and testing (VCT)
Di bandingkan dengan negara-negara lainnya di asia tenggara, angka kasus HIV di Indonesia
termasuk rendah. Alasan yang paling mungkin adalah lemahnya system pencatatan dan
pelaporan, terbatasnya peralatan laboratorium penunjang dan rendanhnya kemampuan diagnosis.
Jika pada awalnya, sebagian besar penularan HIV berasal dari kelompok homoseksual maka
kini Fakta yang paling mengkhawatirkan adalah bahwa peningkatan infeksi HIV yang semakin
nyata pada pengguna narkotika. Sebagian besar ODHA yang merupakan pengguna narkotika
adalah remaja usia produktif.

4. Pathogenesis dan Patofisiologi


Perlekatan virus

Limfosit CD4+ merupakan target utama pada infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas
terhadap molekul permukaan CD4+ (berfungsi dalam imunologis yang penting). HIV menginfeksi
sel dengan berikatan dengan reseptor sel T CD4+. gp120 berikatan kuat dengan reseptor sel T
CD4+, agar gp41 dapat memerantarai fusi membran virus ke membran sel induk, selain itu
diperlukan koreseptor pada permukaan sel T yaitu CCR5/CXCR4. Di dalam sel induk, HIV akan
membentuk DNA HIV dari RNA HIV melalui enzim polymerase. Enzim integrase kemudian
akan membantu DNA HIV untuk berintegrasi dengan DNA sel induk.
DNA virus dianggap oleh tubuh sebagai DNA sel induk akan membentuk RNA dengan
fasilitas sel induk, sedangkan mRNA dalam sitoplasma akan diubah oleh enzim protease menjadi
partikel HIV. Partikel itu selanjutnya mengambil selubung dari bahan sel induk untuk dilepas
sebagai virus HIV lainnya. Mekanisme penekanan pada system imun (imunosupresi) ini akan
menyebabkan pengurangan dan tergangguanya jumlah dan fungsi sel limfosit T.
Replikasi virus
1. Perlekatan virus dengan sel T CD4+

2. Fusi dan masuknya virus kedalam sel T CD4+


3. Pelepasan nukleokapsid dan bekerjanya enzim reverse transcriptase yang membuat satu
untai RNA menjadi DNA salinan untai ganda virus.
4. cDNA bermigrasi ke dalam inti sel dengan bantuan enzim integrase
5. Integrasi ke dalam inti sel pejamu menghasilkan DNA provirus dan memicu transkripsi
membentuk mRNA
6. mRNA virus ditranslasikan menjadi enzim-enzim dan protein struktural oleh ribosom sel
7. RNA genom virus dari inti sel dibebaskan ke sitoplasma
8. RNA virus bergabung dengan protein-protein virus, yang sebelumnya enzim protease
memotong dan menata protein virus menjadi segmen-segmen kecil mengelilingi RNA
virus yang menonjol keluar sel pejamu
9. Virion HIV baru siap dibebaskan dari sel T CD4+ yang terbungkus oleh sebagian sitoplasma
dari membran sel T CD4+

Patofisiologi
Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali
seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi
HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi
pasien AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang terinfeksi HIV
menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan
igambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan perusakan system kekebalan tubuh yang
bertahap.

Infeksi HIV tidak langsung menunjukkan tanda atau gejala tertentu. Sebagian menunjukkan
gejala tidak khas pada HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi. Setelah infeksi akut, dimulailah
infeksi HIV asimtomatik (tanpa gejala), berlangsu 8-10 tahun.
Seiring dengan memburuknya kekebalan tubuh. Odha mulai menunjukkan gejal infeksi
oportunistik.
Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak menunjukkan gejala,
pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Replikasi yang cepat
disertai dengan mutasi HIV dan seleksi, muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan replikasi
HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi
dengan memproduksi limfosit CD4 sekitar 109 sel setiap hari.
Perjalanan penyakit lebih proresif pada pengguna narkotika. 80% terinfeksi virus hepatitis C.
infeksi katup jantung sering terjadi pada odha pengguna narkotika.

5. Manifestasi
Adapun kriteria gejala pada dewasa menurut WHO :
Gejala mayor:
Penurunan berat badan >10% berat badan
Diare kronis lebih dari 1 bulan
Demam lebih dari 1 bulan
Gejala minor:

Batuk-batuk selama lebih dari 1 bulan


Pruritus dermatitis menyeluruh
Infeksi umum yang rekuren (misalnya herpes zoster)
Kandidiasis orofaringeal
Infeksi herpes simplek kronis progresif atau yang meluas
Limfadenopati generalisata

Gejala klinis
Gambaran klinis infeksi HIV dapat di sebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retrovirus akut
demensia HIV), infeksi oportunitis, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan penyakit HIV
dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4.
a. Infeksi retrovirus akut
Frekuensi gejala infeksi retrovirus akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis
menunjukkan demam, perbesaran kelenjar, hepatosplenomegali, nyeri tenggorokan,

myalgia, rash seperti mobili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia dan limfosit
atipik.sebagian pasiaen mengalami gangguan neurologi seperti meningitis aseptic,
sindrom Guillain Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri
tanpa pengobatan.
b. Masa asimtomatik
Pada masa ini pasien tidak menunjukkan gejal, tetapi dapat terjadi limfadenopati
umum. penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window
period)
c. Masa gejala dini
Pada masa ini jumlah CD4 berkisar antara 100-300. Gejala yang timbul adalah
akibat infeksi pneumonia bacterial, kandidosis vagina, sariawan, herpes zoster,
leukoplakia, ITP, dan tuberculosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS related complex
(ARC)
d. Masa gejala lanjut
Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. Penurunana\ daya tahan yang lanjut ini
menyebabkan risiko tinggi terjadinya infeksi oportunistik berat atau keganasan.
6. Pemeriksaan
Pemeriksaan primer untuk mendiagnosis HIV dan AIDS meliputi:
ELISA
ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) digunakan untuk mendeteksi infeksi
HIV. Jika tes ELISA positif, tes Western blot biasanya dilakukan untuk
mengkonfirmasikan diagnosis. Jika tes ELISA negatif, tetapi ada kemungkinan pasien
tersebut memiliki HIV, pemeriksaan harus diulang lagi dalam satu sampai tiga bulan.
ELISA cukup sensitif pada infeksi HIV kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi
segera setelah infeksi, hasil tes mungkin negatif selama beberapa minggu untuk beberapa
bulan setelah terinfeksi. Meskipun hasil tes mungkin negatif selama periode ini, pasien
mungkin memiliki tingkat penularan tinggi.
Pemeriksaan Air Liur
Pad kapas digunakan untuk memperoleh air liur dari bagian dalam pipi. Pad ditempatkan
dalam botol dan diserahkan ke laboratorium untuk pengujian. Hasil dapat diperoleh
dalam tiga hari. Hasil positif harus dikonfirmasi dengan tes darah.
Viral Load Test
Tes ini bertujuan untuk mengukur jumlah virus HIV dalam darah. Umumnya, tes ini
digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan atau mendeteksi dini infeksi HIV. Tiga
teknologi yang digunakan untuk mengukur viral load HIV dalam darah: Reverse
Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), Branched DNA (bDNA) and
Nucleic Acid Sequence-Based Amplification Assay (NASBA). Prinsip-prinsip dasar dari
tes ini sama. HIV dideteksi menggunakan urutan DNA yang terikat secara khusus pada
virus. Penting untuk dicatat bahwa hasil dapat bervariasi antara tes.
Western Blot

Ini adalah pemeriksaan darah yang sangat sensitif yang digunakan untuk mengkonfirmasi
hasil tes ELISA positif.
Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui secara pasti apakah seseorang terinfeksi
HIV sangatlah penting, karena infeksi pada HIV gejala klinisnya dapat baru terlihat setelah
bertahun-tahun lamanya. Terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk memastikan
diagnosis infeksi HIV. Secara garis besar dapat dibagi menjadi pemeriksaan serologik untuk
mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus
HIV. Deteksi adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan isolasi dan biakan virus,
deteksi antigen, dan deteksi materi genetik dalam darah pasien.
Pemeriksaan yang lebih mudah dilaksanakan adalah pemeriksaan terhadap antibodi HIV.
Sebagai penyaring, biasanya digunakan teknik ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay),
aglutinasi atau dot-blot immunobinding assay. Metode yang biasanya digunakan di Indonesia
adalah dengan ELISA. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan tes terhadap antibodi HIV
ini yaitu adanya masa jendela (window period). Masa jendela adalah waktu sejak tubuh terinfeksi
HIV sampai mulai timbulnya antibodi yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan. Antibodi mulai
terbentuk pada 4-8 minggu setelah infeksi. Jadi pada periode ini hasil tes HIV pada seseorang
yang sebenarnya telah terinfeksi HIV dapat memberikan hasil yang negatif. Untuk itu jika
kecurigaan akan adanya risiko terinfeksi cukup tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiga
bulan kemudian.
World Health Organization (WHO) menganjurkan pemakaian salah satu dari tiga strategi
pemeriksaan antibodi terhadap HIV seperti disajikan pada tabel dan gambar di bawah ini.

Pada keadaan yang memenuhi dilakukannya strategi I, hanya dilakukan satu kali
pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan reaktif, maka dianggap sebagai kasus terinfeksi HIV dan
bila hasil pemeriksaan nonreaktif dianggap tidak terinfeksi HIV. Reagensia yang dipakai untuk
pemeriksaan pada strategi ini harus memiliki sensitivitas yang tinggi (>99%).
Strategi II menggunakan dua kali pemeriksaan jika serum pada pemeriksaan pertama
memberikan hasil reaktif. Jika pada pemeriksaan pertama hasilnya nonreaktif, maka dilaporkan
hasilnya negatif. Pemeriksaan pertama menggunakan reagensia dengan sensitivitas tertinggi dan
pada pemeriksaan kedua dipakai reagensia yang lebih spesifik serta berbeda jenis antigen atau
tekniknya dari yang dipakai pada pemeriksaan pertama. Bila hasil pemeriksaan kedua juga

reaktif, maka disimpulkan sebagai terinfeksi HIV. Namun jika hasil pemeriksaan yang kedua
adalah nonreaktif, maka pemeriksaan harus diulang dengan kedua metode. Bila hasil tetap tidak
sama, maka dilaporkan sebagai indeterminate.
Strategi III menggunakan tiga kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan pertama, kedua, dan
ketiga reaktif, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut memang terinfeksi HIV. Bila hasil
pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil tes pertama reaktif, tes kedua reaktif, dan tes ketiga
nonreaktif, atau tes pertama reaktif, sementara tes kedua dan ketiga nonreaktif, maka keadaan ini
disebut sebagai equivokal atau indeterminate bila pasien yang diperiksa memiliki riwayat
pemaparan terhadap HIV atau berisiko tinggi tertular HIV. Sedangkan bila hasil seperti yang
disebut sebelumnya terjadi pada orang tanpa riwayat pemaparan terhadap HIV atau tidak
berisiko tertular HIV, maka hasil pemeriksaan dilaporkan sebagai nonreaktif. Perlu diperhatikan
juga bahwa pada pemeriksaan ketiga dipakai reagensia yang berbeda asal antigen atau tekniknya,
serta memiliki spesifisitas yang lebih tinggi.
Jika pemeriksaan penyaring menyatakan hasil yang reaktif, pemeriksaan dapat dilanjutkan
dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh HIV, yang paling sering
dipakai saat ini adalah teknik Western Blot (WB). Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk
keperluan diagnosis harus mendapatkan konseling pra tes. Hal ini dilakukan agar ia bisa
mendapat informasi yang sejelas-jelasnya mengenai infeksi HIV/AIDS sehingga dapat
mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya serta lebih siap menerima apapun hasil tesnya
nanti. Untuk keperluan survei tidak diperlukan konseling pra tes karena orang yang dites tidak
akan diberi tahu hasil tesnya.
Untuk memberi tahu hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes, baik hasil tes positif
maupun negatif. Jika hasilnya positif akan diberikan informasi mengenai pengobatan untuk
memperpanjang masa tanpa gejala serta cara pencegahan penularan. Jika hasilnya negatif,
konseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan informasi bagaimana mempertahankan
perilaku yang tidak berisiko. Seseorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan
laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan antibodi atau
pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh

7. Diagnosis
Banyak orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui bahwa mereka terinfeksi karena mereka
tidak mengalami gejala setelah mereka pertama kali terinfeksi HIV. Sebagian dari mereka
memiliki gejala mirip flu dalam beberapa hari sampai beberapa minggu setelah terpapar virus.
Mereka mengeluh demam, sakit kepala, kelelahan, dan terjadi pembesaran kelenjar getah bening
di leher. Gejala-gejala ini biasanya hilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu. Setelah
itu, orang tersebut merasa normal dan tidak memiliki gejala. Fase ini sering berlangsung tanpa
gejala selama bertahun-tahun. Pemeriksaan darah adalah cara paling umum untuk mendiagnosis
HIV. Tes ini bertujuan untuk mencari antibodi terhadap virus HIV. Orang yang terkena virus

harus segera dilakukan pemeriksaan laboratorium. Tindak lanjut tes mungkin diperlukan,
tergantung pada waktu awal paparan.
8. Penatalaksanaan
HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Namun, data
selama 8 tahun terakhir menunjukan bukti yang amat menyakinkan bahwa pengobatan dengan
kombinasi beberapa obat anti HIV (obat anti retroviral , disingkat obat ARV) bermanfaat
menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV, orang dengan HIV/AIDS menjadi
lebih sehat, dapat bekerja normal dan produktif. Manfaat ARV di capai melalui pulihnya sistem
kekebalan akibat HIV dan pulihnya kerentanan odha terhadap infeksi oportunistik.
Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu:
a). Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretrovira (ARV),
b).Pengobatan untuk mengatasi beberapa penyakit infeksi dan kangker yang menyertai
infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkolosis ,hepatitis, toksoplasma, sarkoma, kaposi, limfoma,
kanker serviks,
c). Pengobatan suportif, yaitu: makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan
pengobatan pendukung lain seperti dukungan lain seperti dukungan psikososial dan dukungan
agama seperti juga tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan pengobatan
yanglengkap tersebut, angka kematian dapat di tekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian
infeksi oportunistik amat berkurang.
TERAPI ANTIRETROVIRAL(ARV)
Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase inhibitor,
nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor, dan
inhibitor protease. tidak semua ARV yang ada telah tersedia di indonesia (tabel 3). Waktu
memulai terapi ARV harus di pertimbangkan dengan seksama karena obat ARV akan diberikan
dalam jangka panjang. Obat ARV di rekomendasikan pada semua pasien yang telah menunjukan
gejala yang termasuk dalam kriteria diagnosis AIDS, atau menunjukan gejala yang sangat berat,
tanpa melihat jumlah limfosit CD4+. Obat ini juga di rekomendasikan pada pasien asimptomatik
dengan llimfosit CD4+ kurang dari 200 sel /mm3. Pasien asimptomatik dengan limfosit
CD4+200-350 sel/mm3 dapat di tawarkan untuk memulai terapi. Pada pasien asimptomatik
dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml terapi
ARV dapat di mulai, namun dapat pula ditunda.Terapi ARV tidak di anjurkan di mulai pada
pasien dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load kurang dari 100.000 kopi/ml.
. Obat anti-retroviral, yang dikenal sebagai Highly Active Anti-Retroviral Therapy (ART),
sekarang tersedia untuk menghambat replikasi dari virus HIV. Obat-obat ini membantu untuk
memperpanjang hidup, mengembalikan sistem kekebalan pasien hingga mendekati aktivitas
normal dan mengurangi kemungkinan infeksi oportunistik. Kombinasi dari tiga atau lebih obatobatan diberikan untuk mengurangi kemungkinan resistensi.

Saat ini regimen pengobatanm ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3 obat
ARV. Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan (tabei 4), dengan

keungulan dan kerugiannya masing-masing.kombinasi obat antiretroviral lini pertama yang


umumnya digunakan di indonesia adalah kombinasi zidovudin (ZDV)/lamivudin (3TC),dengan
nevirapin (NVP).
Obat ARV juga di berikan pada beberapa kondisi khusus seperti pengobatan profilaksis pada
orang yang terpapar dengan cairan tubuh yang mengandung virus HIV (post- exposure
prophylaxis ) dan pencegahan penularan ibu ke bayi.
Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat ARV penting
untuk mendapat perhatian lebih besar meningkat sudah ada beberapa bayi di indonesia yang
tertular HIV dari ibunya. Evektifitas penularan HIV dari ibu ke bayi adalah sebesar 10-30%.
Artinya dari 100 ibu hamil yang terinfeksi HIF, ada 10sampai30 bayi yang akan tertular.
Sebagian besar penularan terjadi sewaktu proses melahirkan, dan serbagian kecil melalui
plasenta selama kehamilan dan sebagian lagi melalui air susu ibu.
Kendala yang di khawatirkan adalah biyaya untuk membeli obat ARV.obatARV yang di
anjurkan untuk PTMCT adalah zidovudin (AZT) atau nevirapin.pemberian nevirpin dosis
tunggal untuk ibu dan anak dinilai sangat mudah untuk di terapan dan ekonomis.sebelumnya
pilihan yang terbaik adalah pemberian ARV yang di kombinasikan dengan operasi caesar, karena
dapat menekan penularan sampai 1% namun sayangnya di negara berkembang seperti indonesia
tidak mudah untuk melakukaan operasi sectio caesaria yang murah dan aman.

EVALUASI PENGOBATAN
Pemantauan jumlah sel CD4 di dalam darah merupakan indikator yang dapat di percaya
untuk membantu beratnya kerusakan kekebalan tubuh akibat HIV, dan memudahkan kita untuk
mengambil keputusan memberikan pengobatan ARV. Jika kita mendapat sarana pemeriksaan
CD4, maka jumlah CD4 dapat di perkirakan dari jumlah limfosit total yang sudah dapat
dikerjakan dari banyak laboratorium pada umumnya.
Sekarang ini sudah ada tambahan parameter baru yaitu hitungan virus HIV dalam darah(viral
load) sehingga upaya tersebut menjadi lebih tepat.Dengan pemeriksaan viral load, kita dapat
memperkirakan resiko kecepatan perjalanan penyakit dan kematian akibat HIV. Pemeriksaan vira
load memudahkan untuk memantau efektifitas obat ARV.
Obat-obat golongan protease inhibitor (PIs) seperti lopinavir/ritonavir, atazanavir, saquinavir,
fosamprenavir, dan darunavir memiliki barier genetik yang tinggi terhadap resistensi. Obat
golongan lain memiliki barier rendah.
Indikasi terapi untuk merubah terapi pada kasus gagal terapi adalah progresi penyakit secara
klinis dimulai setelah >6 bulan memakai ARV.
Tes resistensi seharusnya dilakukan selama terapi atau dalam 4 minggu penghentian regimen
obat yang gagal. Interpretasi hasil tes resistensi merupakan hal yang kompleks, bahkan terkadang
lebih baik dikerjakan oleh ahlinya.
9. Prognosis
Tanpa pengobatan, waktu hidup bersih rata-rata setelah terinfeksi HIV diperkirakan 9 sampai
11 tahun, tergantung pada subtipe HIV, di daerah-daerah dimana banyak tersedia, pengembangan
ARV sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS mengurangi kematian tingkat dari

penyakit dengan 80%, dan meningkatkan harapan hidup untuk orang yang terinfeksi HIV baru
didiagnosis sekitar 20 tahun.
Tanpa terapi antiretroviral, kematian biasanya terjadi dalam waktu satu tahun. Laju
perkembangan penyakit klinis sangat bervariasi antara individu dan telah terbukti dipengaruhi
oleh banyak faktor seperti kerentanan host dan fungsi kekebalan tubuh.
10. Komplikasi
Kebanyakan komplikasi HIV terjadi akibat dari surpresi sel T. Karena sel T yang diserang,
kekebalan tubuh menuruh hingga dapat terjadi infeksi oportunistik. Komplikasi-komplikasi pada
pasien yang terjangkit HIV menyebabkan AIDS
Komplikasi-komplikasi umum pada pasien HIV/AIDS akibat infeksi oportunistik:
Tuberkulosis (TB)
Di negara-negara miskin, TB merupakan infeksi oportunistik yang paling umum yang
terkait dengan HIV dan menjadi penyebab utama kematian di antara orang yang hidup
dengan AIDS. Jutaan orang saat ini terinfeksi HIV dan TBC dan banyak ahli menganggap
bahwa ini merupakan wabah dua penyakit kembar.
Salmonelosis
Kontak dengan infeksi bakteri ini terjadi dari makanan atau air yang telah terkontaminasi.
Gejalanya termasuk diare berat, demam, menggigil, sakit perut dan, kadang-kadang,
muntah. Meskipun orang terkena bakteri salmonella dapat menjadi sakit, salmonellosis
jauh lebih umum ditemukan pada orang yang HIV-positif.
Cytomegalovirus (CMV)
Virus ini adalah virus herpes yang umum ditularkan melalui cairan tubuh seperti air liur,
darah, urine, semen, dan air susu ibu. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat
menonaktifkan virus sehingga virus tetap berada dalam fase dorman (tertidur) di dalam
tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh melemah, virus menjadi aktif kembali dan dapat
menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan, paru-paru atau organ tubuh
lainnya.
Kandidiasis
Kandidiasis adalah infeksi umum yang terkait HIV. Hal ini
menyebabkan peradangan dan timbulnya lapisan putih tebal pada
selaput lendir, lidah, mulut, kerongkongan atau vagina. Anak-anak
mungkin memiliki gejala parah terutama di mulut atau
kerongkongan sehingga pasien merasa sakit saat makan.
Cryptococcal Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang
mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang (meninges). Cryptococcal meningitis
infeksi sistem saraf pusat yang umum terkait dengan HIV. Disebabkan oleh jamur yang
ada dalam tanah dan mungkin berkaitan dengan kotoran burung atau kelelawar.
Toxoplasmolisis

Infeksi yang berpotensi mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Penularan
parasit ini disebabkan terutama oleh kucing. Parasit berada dalam tinja kucing yang
terinfeksi kemudian parasit dapat menyebar ke hewan lain.
Kriptosporidiosis
Infeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada hewan. Penularan
kriptosporidiosis terjadi ketika menelan makanan atau air yang terkontaminasi. Parasit
tumbuh dalam usus dan saluran empedu yang menyebabkan diare kronis pada orang
dengan AIDS.
Kanker yang biasa terjadi pada pasien HIV/AIDS:
Sarkoma Kaposi
Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor pada dinding pembuluh darah. Meskipun jarang
terjadi pada orang yang tidak terinfeksi HIV, hal ini menjadi biasa pada orang dengan
HIV-positif. Sarkoma Kaposi biasanya muncul sebagai lesi merah muda, merah atau ungu
pada kulit dan mulut. Pada orang dengan kulit lebih gelap, lesi mungkin terlihat hitam
atau coklat gelap. Sarkoma Kaposi juga dapat mempengaruhi organ-organ internal,
termasuk saluran pencernaan dan paru-paru.
Limfoma
Kanker jenis ini berasal dari sel-sel darah putih. Limfoma biasanya berasal dari kelenjar
getah bening. Tanda awal yang paling umum adalah rasa sakit dan pembengkakan
kelenjar getah bening ketiak, leher atau selangkangan.
Komplikasi lainnya:
Wasting Syndrome
Pengobatan agresif telah mengurangi jumlah kasus wasting syndrome, namun masih tetap
mempengaruhi banyak orang dengan AIDS. Hal ini didefinisikan sebagai penurunan
paling sedikit 10 persen dari berat badan dan sering disertai dengan diare, kelemahan
kronis dan demam.
Komlikasi Neurologis
Walaupun AIDS tidak muncul untuk menginfeksi sel-sel saraf, tetapi AIDS bisa
menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, lupa, depresi, kecemasan dan
kesulitan berjalan. Salah satu komplikasi neurologis yang paling umum adalah demensia
AIDS yang kompleks, yang menyebabkan perubahan perilaku dan fungsi mental
berkurang.
LI 3 MM Etika Kedokteran dalam Menangani Pasien HIV
Stigma adalah stempel yang menimbulkan kesan jijik, kotor, antipati dan berbagai perasaan
negatif lainnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Makassar pada tahun 2007 ditemukan
bahwa stigma terhadap Orang dengan HIV/ AIDS (ODHA) :
Lingkungan masyarakat (71,4%),

Ditempat pelayanan kesehatan (35,5%)


Dilingkungan keluarga (18,5%).

KODEKI
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat
dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan
pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
Kaidah Dasar Bioetik
Prinsip Autonomy, menghormati hak-hak pasien, hak otonomi pasien. Melahirkan
informed consent
Prinsip Beneficence, Tindakan untuk kebaikan pasien. Memilih lebih banyak
manfaatnya daripada buruknya.
Prinsip Non-maleficence, Melarang tindakan yang memperburuk kedaan pasien.
Primum non nocere atau above all do no harm.
Prinsip Justice, mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam
mendistribusikan sumber daya (distributiv justice)
UUD yang Berhubungan
Pasal 30
Pemberantasan penyakit menular dilaksanakan dengan upaya penyuluhan, penyelidikan,
pengebalan, menghilangkan sumber dan perantara penyakit, tindakan karantina, dan upaya lain
yang diperlukan.
Pasal 31
Pemberantasan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dan penyakit karantina
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Kewajiban etik yang utama
dari professional MIK maupun tenaga kesehatan adalah melindungi privasi dan kerahasiaan

pasien dan melindungi hak-hak pasien dengan menjaga kerahasiaan rekam medis pasien HIV
AIDS. Kaidah turunan moral bagi tenaga kesehatan adalah privacy,confidentiality, fidelity dan
veracity. Privacy berarti menghormati hak privacy pasien,confidentialty berarti kewajiban
menyimpan informasi kesehatan sebagai rahasia, fidelity berarti kesetiaan, dan veracity berarti
menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran. Pengelolaan informasi pasien HIV AIDS di tempat
kerja juga diatur Menurut Kepmenaker No.KEP. 68/MEN/IV/2004 tentang pencegahan dan
penanggulangan HIV AIDS :
Pasal 6
Informasi yang diperoleh dari kegiatan konseling, tes HIV, pengobatan, perawatan dan kegiatan
lainnya harus dijaga kerahasiaannya seperti yang berlaku bagi data rekam medis. Dalam
kaitannya aspek hukum kerahasiaan pasien HIV AIDS , kode etik administrator perekammedis
dan informasi kesehatan ( PORMIKI, 2006) adalah :
Selalu menyimpan dan menjaga data rekam medis serta informasi yang terkandung di
dalamnya sesuai dengan ketentuan prosedur manajemen, ketetapan pimpinan institusi dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan dan
hak atas informasi pasien yang terkait dengan identittas individu atau sosial. Administrator
informasi kesehtan wajib mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang dari kode etik profesi.
Perbuatan / tindakan yang bertentangan dengan kode etik adalah menyebarluaskan
informasiyang terkandung dalam laporan rekam medis HIV AIDS yang dapat merusak citra
profesi rekam administrator informasi kesehatan. Disisi lain rumah sakit sebagai institusi
tempatdilaksanakannya pelayanan medis, memiliki Kode Etik Rumah Sakit ( Kodersi ) dalam
kaitannya manajemen informasi kesehatan :
Pasal 4
Rumah sakit harus memelihara semua catatan / arsip, baik medik maupun non medik secara baik.
Pasal 9
Rumah sakit harus mengindahkan hak-hak asasi pasien
Pasal 10
Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita pasien dan tindakan apa yang
hendak dilakukan.
Pasal 11
Rumah sakit harus meminta persetujuan pasien ( informed consent ) sebelum melakukan
tindakan medik. Selain itu, kerahasiaan rekam medis diatur di dalam UU Praktik Kedokteran
No. 29 Tahun 2004 pasal 47 ayat (2) sebagaimana disebutkan di atas. UU tersebut memang
hanya menyebut dokter,dokter gigi dan pimpinan sarana yang wajib menyimpannya sebagai
rahasia, namun PP No 10tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran tetap mewajibkan
seluruh tenaga kesehatan dan mereka yang sedang dalam pendidikan di sarana kesehatan untuk
menjaga rahasia kedokteran.

Tujuan dari rahasia kedokteran dalam kasus HIV AIDS, selain untuk kepentingan jabatan
adalahuntuk menghindarkan pasien dari hal-hal yang merugikan karena terbongkarnya
statuskesehatan. Menurut Declaration on the Rights of the Patients yang dikeluarkan oleh
WMA memuat hak pasien terhadap kerahasiaan sebagai berikut:
Semua informasi yang teridentifikasi mengenai status kesehatan pasien, kondisi
medis,diagnosis, prognosis, dan tindakan medis serta semua informasi lain yang sifatnya pribadi,
harus dijaga kerahasiaannya, bahkan setelah kematian. Perkecualian untuk kerabat pasien
mungkin mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang dapat memberitahukan mengenai
resiko kesehatan mereka.
LI 4 MM Peran dokter dalam Perspektif Islam Mengenai Pasien HIV
Solusi Preventif
Transmisi utama (media penularan yang utama) penyakit HIV/AIDS adalah seks bebas. Oleh
karena itu pencegahannya harus dengan menghilangkan praktik seks bebas tersebut. Hal ini
meliputi media-media yang merangsang (pornografi-pornoaksi), tempat-tempat prostitusi, clubclub malam, tempat maksiat dan pelaku maksiat.
1. Islam telah mengharamkan laki-laki dan perempuan yang bukanmuhrim berkholwat
(berduaan/pacaran). Sabda Rasulullah Saw:Laa yakhluwanna rojulun bi imroatin Fa inna
tsalisuha syaithanartinya: Jangan sekali-kali seorang lelaki dengan perempuan menyepi
(bukan muhrim) karena sesungguhnya syaithan ada sebagai pihak ketiga. (HR. Baihaqy)
2. Islam mengharamkan perzinahan dan segala yang terkait dengannya.
Allah Swt berfirman:Janganlah kalian mendekati zina karena sesungguhnya zina itu
perbuatan yang keji dan seburuk-buruknya jalan (QS al Isra[17]:32)
3. Islam mengharamkan perilaku seks menyimpang, antara lain homoseks (laki-laki
dengan laki-laki) dan lesbian (perempuan dengan perempuan ). Firman Allah Swt dalam
surat al Araf ayat 80-81 : Dan (kami juga telah mengutus) Luth ( kepada kaumnya).
(Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka : Mengapa kamu mengerjakan perbuatan kotor
itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun manusia (didunia ini) sebelummu?
Sesungghnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu ( kepada mereka ), bukan
kepada wanita, Bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. ( TQS. Al Araf : 80-81)
4. Islam melarang pria-wanita melakukan perbuatan-perbuatan yang membahayakan
akhlak dan merusak masyarakat, termasuk pornografi dan pornoaksi. Islam melarang
seorang pria dan wanita melakukan kegiatan dan pekerjaan yang menonjolkan sensualitasnya.
Rafi ibnu Rifaa pernah bertutur demikian: Nahaana Shallallaahu alaihi wassaliman kasbi;
ammato illa maa amilat biyadaiha. Wa qaala: Haa kadza biashobiihi nakhwal khabzi wal
ghazli wan naqsyi.artinya: Nabi Saw telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan
wanita kecuali yang dikerjakan oleh kedua tangannya. Beliau bersabda Seperti inilah jarijemarinya yang kasar sebagaimana halnya tukang roti, pemintal, atau pengukir.
5. Islam mengharamkan khamr dan seluruh benda yang memabukkan serta
mengharamkan narkoba. Sabda Rasulullah Saw :Kullu muskirin haraamun artinya :
Setiap yang menghilangkan akal itu adalah haram (HR. Bukhori Muslim) Laa dharaara wa
la dhiraara artinya : Tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri dan kepada orang

lain. (HR. Ibnu Majah). Narkoba termasuk sesuatu yang dapat menghilangkan akal dan
menjadi pintu gerbang dari segala kemaksiatan termasuk seks bebas. Sementara seks bebas
inilah media utama penyebab virus HIV/AIDS .
6. Amar maruf nahi munkar yang wajib dilakukan oleh individu dan masyarakat.
7. Tugas Negara memberi sangsi tegas bagi pelaku mendekati zina. Pelaku zina muhshan
(sudah menikah) dirajam, sedangkan pezina ghoiru muhshan dicambuk 100 kali. Adapun
pelaku homoseksual dihukum mati; dan penyalahgunaan narkoba dihukum cambuk. Para
pegedar dan pabrik narkoba diberi sangsi tegas sampai dengan mati. Semua fasilitator seks
bebas yaitu pemilik media porno, pelaku porno, distributor, pemilik tempat-tempat maksiat,
germo, mucikari, backing baik oknum aparat atau bukan, semuanya diberi sangsi yang tegas
dan dibubarkan.
Solusi Kuratif
Orang yang terkena virus HIV/AIDS, maka tugas negara untuk melakukan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Orang yang tertular HIV/AIDS karena berzina maka jika dia sudah menikah dihukum
rajam. Sedangkan yang belum menikah dicambuk 100 kali dan selanjutnya dikarantina.
2. Orang yang tertular HIV/AIDS karena Homoseks maka dihukum mati.
3. Orang yang tertular HIV/AIDS karena memakai Narkoba maka dicambuk selanjutnya
dikarantina.
4. Orang yang tertular HIV/AIDS karena efek spiral (tertular secara tidak langsung) misalnya
karena transfusi darah, tertular dari suaminya dan sebagainya, maka orang tersebut
dikarantina.
Penderita HIV/AIDS yang tidak karena melakukan maksiat dengan sangsi hukuman mati, maka
tugas negara adalah mengkarantina mereka. Karantina dalam arti memastikan tidak terbuka
peluang untuk terjadinya penularan harus dilakukan, terutama kepada pasien terinfeksi fase
AIDS. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw yang artinya: Sekali-kali janganlah orang
yang berpenyakit menularkan kepada yang sehat (HR Bukhori ). Apabila kamu mendengar ada
wabah di suatu negeri, maka janganlah kamu memasukinya dan apabila wabah itu berjangkit
sedangkan kamu berada dalam negeri itu , janganlah kamu keluar melarikan diri (HR. Ahmad,
Bukhori, Muslim dan Nasai dari Abdurrahman bin Auf).
Mengkarantina agar penyakit tersebut tidak menyebar luas, perlu memperhatikan hal-hal
berikut:
a. Selama karantina seluruh hak dan kebutuhan manusiawinya tidak diabaikan.
b. Diberi pengobatan gratis.
c. Berinteraksi dengan orang orang tertentu di bawah pengawasan dan jauh
dari media serta aktifitas yang mampu menularkan.
d. dilakukan upaya pendidikan yang benar tentang HIV-AIDS kepada semua kalangan
disertai sosialisasi sikap yang diharapkan dari masing-masing pihak/kalangan
(komunitas ODHA/OHIDA, komunitas resiko tinggi, komunitas rentan)

e. dilakukan pendidikan disertai aktivitas penegakan hukum kepada ODHA yang


melakukan tindakan yang membahayakan (beresiko menularkan pada) orang lain
f. Pembinaan rohani, merehabilitasi mental (keyakinan, ketawakalan,kesabaran) sehingga
mempecepat kesembuhan dan memperkuat ketaqwaan. Telah diakui bahwa
kesehatanm mental mengantarkan pada 50% kesembuhan.
g. Dilakukan pemberdayaan sesuai kapasitas
Di sisi lain, jika selama ini penyakit seperti HIV/AIDS belum ditemukan obatnya maka negara
wajib menggerakkan dan memberikan fasilitas kepada para ilmuwan dan ahli kesehatan agar
secepatnya bisa menemukan obatnya.
Jalan Menuju Terwujudnya Strategi Penanggulangan HIV-AIDS
Perspektif Islam
a. Upaya Jangka Pendek
Melakukan telaah kritis, membongkar bahaya dan konspirasi strategi penanggulangan HIVAIDS perspektif sekuler-liberal produk Barat (versi UNAIDS) di satu sisi, dan mulai
memperkenalkan solusi Islam sebagai strategi alternatif penanggulangan HIV-AIDS yang
seharusnya mulai diambil pada sisi yang lain
Memulai diskusi, sosialisasi dan advokasi kepada individu stakesholderyang muslim (KPA,
MPA, Medis, paramedis, dll) level daerah/lokal
Memulai diskusi, sosialisasi dan advokasi kepada tokoh-tokoh muslimyang menjadi
simpul-simpul umat
Penguatan aqidah, keimanan dan konsekuensi untuk berhukum dengansistem Islam
Pembinaan ummat secara ideologis (aqidah, syariah dan dakwah)untuk memperjuangkan
tegaknya Islam kaffah
b. Upaya Jangka Menengah
Mulai memblow-up hasil telaah kritis, membongkar bahaya dan konspirasi strategi
penanggulangan HIV AIDS perspektif sekuler-liberal produk Barat (versi UNAIDS) ke
masyarakat dan media
Mulai memblow-up solusi Islam sebagai strategi alternatif penanggulangan HIV-AIDS
yang seharusnya diambil ke masyarakat dan media
Memulai diskusi, sosialisasi dan advokasi kepada instansi stakesholder(KPA, MPA, Medis,
paramedis, dll) level daerah/lokal hingga pusat
Memulai aktivitas mengoreksi penguasa tentang kebijakan dekstruktif
Memulai aktivitas mengoreksi pihak legislatif akan perundang-undangan yang menjadi
bagian kebijakan dekstruktif
Mengingatkan masyarakat luas dan pemerintah akan bahaya NGO-NGO komprador
Mengingatkan NGO-NGO Komprador
c. Upaya Jangka Panjang

Secara terus menerus mengungkap kebobrokan yang ditimbulkan oleh sistem kapitalismesekulerisme dalam semua bidang dan konspirasi global di belakangnya
Secara terus menerus mengupayakan lahirnya pemahaman dan kesadaran umat
(masyarakat) akan Islam sebagai solusi problematika kehidupan mereka dalam seluruh
aspek kehidupan menggantikan sistem kapitalisme-sekulerisme yang nyata-nyata telah
membawa kerusakan kehidupan
Mengupayakan terwujudnya sebuah kekuatan politik pada saatnyananti- yang bisa
menghadapi konspirasi global negara-negara neoimperialisme dan multi national corp di
negeri-negeri Islam yaitu kekuatan Daulah khilafah Islamiyyah (negara yang akan
menyatukan seluruh potensi umat dan menerapkan sistem Islam sebagai sistem kehidupan
secara kaaffah) dengan dukungan umat.

Daftar pustaka
Baratawidjaja KG, Rengganis I. (2010). Imunologi Dasar. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Dewi, Alexandra I, 2008. Etika dan Hukum Kesehatan,. Yogyakarta : Pustaka Book Publisher
Djoerban Z, Djauzi S. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, vol III Jakarta : Departemen
Penyakit Dalam FKUI.
http://www.scribd.com/doc/17476485/Kritik-Islam-Terhadap-Strategi-Penanggulangan-HivAidsBerbasis-Paradigma-Sekulerliberal-Dan-Solusi-Islam-Dalam-Menangani-KompleksitasProblematika-H
Price, Sylvia Anderson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi VI,
vol. 1. Huriawati Hartanto. Jakarta : EGC.
Rosyidah, F. (2011). Kritik Islam Terhadap Strategi Penangulangan HIV-AIDS Berbasis
Paradigma Sekuler-Liberal dan Solusi Islam dalam Menangani Kompleksitas Problematika
HIV-AIDS.
Widoyo. (2011). Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantsan. Edisi
II. Semarang : Erlangga.

You might also like