You are on page 1of 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

T
DENGAN UROLITHIASIS (BATU GINJAL)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia dibutuhkan keadaan
yang seimbang (homeostasis) yang dilakukan oleh
organ tubuh kita, salah satunya adalah ginjal.
Ginjal merupakan organ vital yang berperan dalam
mempertahankan volume dan komposisi cairan
ekstrasel dalam batas-batas normal. Bila fungsi ini
terganggu, maka akan timbul ketidakseimbangan
yang salah satu akibatnya akan timbul batu.
Batu perkemihan dapat timbul pada berbagai
tingkat dari sistem perkemihan (ginjal, ureter, dan
kandung kemih). Bila terjadi pada kandung kemih
dapat menyebabkan penyumbatan dan
pengosongan kandung kemih tidak sempurna,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada ginjal yang merupakan jalur akhir
dari penyakit urinarius.
Di rumah sakit di Amerika Serikat, kejadian batu
ginjal dilaporkan sekitar 7 10 pasien untuk setiap
1000 pasien rumah sakit dan insiden dilaporkan
10.000 orang dalam setahun. Sedangkan di salah
satu rumah sakit di Indonesia dilaporkan
prevalensi batu saluran kemih sebesar 80 / 10.000
pasien rawat inap.
Gejala awal terbentuknya batu jarang dirasakan
oleh penderita, mungkin hanya perubahan dalam
pola perkemihan, namun bila tidak ditindak lanjuti
maka dapat menimbulkan keadaan yang parah,

seperti nyeri yang hebat, terjadi penyumbatan


saluran kemih bahkan terjadi kerusakan ginjal.
Peran perawat dalam hal ini adalah memberikan
penyuluhan tentang pencegahan terjadinya batu,
seperti mengkonsumsi cairan dalam jumlah
banyak (3 4 liter/hari), diit yang seimbang/sesuai
dengan jenis batu yang ditemukan, aktivitas yang
cukup serta segera memeriksakan diri bila timbul
keluhan pada saluran kemih agar dapat segera
ditangani. Bagi penderita yang mengalami batu
pada saluran kemih agar selalu menjaga
kesehatannya agar tidak terjadinya pembentukan
batu yang baru. Hal yang harus diperhatikan oleh
penderita adalah diet makanan dan pemeliharaan
kesehatan seperti berobat ke dokter, minum obat
secara teratur dan menghindari penyakit infeksi
yang menjadi salah satu penyebab timbulnya
urolithiasis.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
a. Untuk lebih memahami dan menambah
pengetahuan mengenai penyakit batu ginjal
(urolithiasis)
b. Untuk memahami cara melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan batu ginjal
(urolithiasis).
c. Untuk mengetahui perbandingan antara teori
yang telah diperoleh dengan yang nyata
dilapangan.
d. Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Keperawatan Medikal Bedah III


2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa/i dapat menjelaskan pengertian
urolithiasis (batu ginjal).
b. Mahasiswa/i dapat menyebutkan tanda dan
gejala urolithiasis (batu ginjal).
c. Mahasiswa/i dapat menyebutkan penyebab dari
urolithiasis (batu ginjal)..
d. Mahasiswa/i dapat menyebutkan komplikasi dari
urolithiasis (batu ginjal).
e. Mahasiswa/i dapat melakukan Askep pada klien
dengan urolithiasis (batu ginjal) mulai dari
pengkajian sampai dengan evaluasi.
C. Ruang Lingkup
Makalah ini hanya membahas tentang asuhan
keperawatan pada Klien dengan Urolithiasis ( Batu
Ginjal) di RSKB CINTA KASIH TZU-CHI
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam
menyusun makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Studi kepustakaan yaitu mempelajari buku /
referensi mengenai urolithiasis.
2. Pengamatan dan keterlibatan langsung dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan.
3. Pengumpulan data dengan cara wawancara
kepada klien untuk mendapatkan data yang
diperlukan.

E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini digunakan
sistematika penulisan yang dimulai dari Bab I
mengenai pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang penulisan, tujuan penulisan, ruang
lingkup, metode penulisan dan sistematika
penulisan. Bab II tinjauan teoritis yang terdiri dari
konsep dasar medik dan konsep dasar
keperawatan. Dalam konsep dasar medik diuraikan
mengenai definisi, anatomi fisiologi, klasifikasi,
etiologi, patofisiologi, patoflowdiagram, tanda dan
gejala, test diagnostik, komplikasi, terapi medik.
Kemudian pada konsep dasar keperawatan
dibahas mengenai pengkajian, diagnosa
keperawatan, rencana keperawatan dan
perencanaan pulang, dilanjutkan dengan Bab III
yang berisi pengamatan kasus dilanjutkan dengan
Bab IV memuat tentang pembahasan kasus.
Kemudian pada Bab V dibahas mengenai
kesimpulan dan saran serta pada bagian akhir dari
makalah ini dilampirkan daftar kepustakaan.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. Definisi
Urolithiasis adalah kalsifikasi dengan sistem urinari
kalkuli, seringkali disebut batu ginjal. Batu dapat
berpindah ke ureter dan kandung kemih (Black,
Joyce, 1997, hal. 1595).
Urolithiasis adalah adanya batu (kalkuli) di traktus
urinarius (Brunner and Suddarth, 2002, hal. 1460).
Urolithiasis atau batu ginjal (kalkulis) adalah
bentuk deposit mineral, paling umum oksalat
kalsium dan fosfat kalsium, namun asam urat dan
Kristal lain juga pembentuk batu. ( Doenges, hal:
686)
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi ginjal
Ginjal adalah bagian utama dari sitem perkemihan
yang juga termasuk didalamnya ureter, kandung
kemih dan uretra. Ginjal terletak pada rongga

abdomen posterior, dibelakang peritoneum di area


kanan dan kiri dari kolumna vertebralis. Ginjal
dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan
lemak yang tebal. Pada orang dewasa normal
panjangnya 12-13 cm, lebar 6 cm dan beratnya
antara 120 -150 gram. Setiap ginjal memiliki
korteks di bagian luar dan medula di bagian dalam
yang terbagi menjadi piramid-piramid. Papila dari
tiap piramid membentuk duktus papilaris bertini
yang selanjutnya menjadi kaliks minor, kaliks
mayor dan bersatu membentuk pelvis ginjal
tempat terkumpulnya urine. Ureter
menghubungkan pelvis ginjal dengan kandung
kemih.
b. Pembuluh darah ginjal
Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah per menit.
Lebih dari 90 % darah yang masuk ke ginjal
berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan
ke medula. Arteri renalis dicabangkan dari aorta
abdominalis dan bercabang menjadi arteri
interlobaris yang berjalan diantara piramid yang
selanjutnya membentuk arteria arkuata yang
melengkung melintasi batas piramid-piramid
tersebut. Arteri arkuata kemudian membentuk
arteriola-arteriola interlobularis yang tersusun
paralel dalam korteks. Arteriola interlobularis ini
selanjutnya membentuk arteriola eferen yang
yang berahir di gomelurus. Selnjutnya glomerulus
membentuk arterioa eferen yang kemudian
bercabang-cabang membentuk sistem portal ini
akan dialirkan kedalam jalinan vena. Selanjutnya
menuju vena arkuata, vena interlobaris dan vena
renalis dan akhirnya mencapai vena cava inferior.
c. Struktur miskroskopik ginjal

Nefron adalah unit fungsional dari ginjal. Setiap


nefron terdiri dari glomelurus dengan arteriola
aferen dan eferen, kapsula bowmans, tubulus
proksimal, ansa henle, tubulus distal dan duktus
pengumpul. Fungsi utama dari komponoen nefron
adalah : Glomerulus untuk filtrasi, tubulus
proksimal mereabsorbsi Na, K ,H, ADH, glukose, K,
asam amino, CL, HCO3, po4, urea, mensekresi H
dan subtabsi asing. Ansa henle untuk
mengantisipasi arus aliran konsentrasi urine, Na
direabsorbsi secara pasif dan Cl direabsorsi secara
aktif.
d. Fungsi ginjal:
1. Fungsi eksresi
- Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285
ml osmol dengan mengubah eksresi air.
- Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit
plasma dalam rentang normal.
- Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan
mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk
kembali HCO3-.
- Mengeluarkan produk akhir nitrogen dan
metabolisme protein, terutama urea, asam urat
dan kreatinin.
2. Fungsi non eksresi
- Menghasilkan renin penting untuk pengaturan
tekanan darah.
- Menghasilkan eritropoetin factor penting dalam
stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum
tulang.
- Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
- Degradasi insulin
- Menghasilkan prostaglandin.

3. Klasifikasi Batu
a. Batu kalsium
Terutama dibentuk oleh pria pada usia rata-rata
timbulnya batu adalah dekade ketiga. Kandungan
dari batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat,
kalsium fosfat atau campuran dari kedua jenis
batu tersebut.
Faktor yang menyebabkan terjadinya batu kalsium
adalah :
1. Hiperkalsiuria
Dapat disebabkan oleh pembuangan kalsium ginjal
primer atau sekunder terhadap absorbsi traktus
gastrointestinal yang berlebihan. Hiperkalsiuria
absorptif dapat juga disebabkan oleh
hipofosfatemia yang merangsang produksi vitamin
D3.
2. Hiperoksalouria
Terdapat pada 15% pasien dengan penyakit batu
berulang (> 60 mg/hari). Hiperoksaluria primer
jarang terjadi, kelainana metabolisme kongenital
yang merupakan autosan resesif yang secara
bermakna meningkatkan ekskresi oksalat dalam
urin, pembentukan batu yang berulang.
3. Hipositraturia
Sitrat dalam urin menaikkan kelarutan kalsium dan
memperlambat perkembangan batu kalsium
oxalat. Hipositraturia dapat terjadi akibat asidosis
tubulus distal ginjal, diare kronik atau diuretik
tiazid.
b. Batu asam urat
Batu asam urat merupakan penyebab yang paling
banyak dari batu-batu radiolusen di ginjal. Batu-

batu tersebut dapat terbentuk jika terdapat


hiperurikosuria dan urin asam yang menetap.
c. Batu struvit
Sering ditemukan dan potensial berbahaya. Batu
ini terutama pada wanita, diakibatkan oleh infeksi
saluran kemih oleh bakteri-bakteri yang memiliki
urease, biasanya dari psesies proteus. Batu ini
dapat tumbuh menjadi besar dan mengisi pelvis
ginjal dan kaliks untuk menimbulkan suatu
penampilan seperti tanduk rusa jantan. Dalam
urin, kristal struvit berbentuk prisma bersegi
empat yang menyerupai tutup peti mati.
d. Batu cystine
Akibat gangguan metabolisme kongenital yang
diturunkan sebagai kelainan resepsip autoimun,
khas ditemukan pada masa anak dan remaja.
e. Batu xantin
Akibat dari kondisi herediter dimana terjadi
defisiensi oksidasi xantine kristal. Batu ini jarang
terjadi.
4. Etiologi
Sampai saat sekarang penyebab terbentuknya
batu belum diketahui secara pasti. Beberapa
faktor predisposisi terjadinya batu :
1. Ginjal
Tubular rusak pada nefron, mayoritas
terbentuknya batu.
2. Immobilisasi
Kurang gerakan tulang dan muskuloskeletal
menyebabkan penimbunan kalsium. Peningkatan
kalsium di plasma akan meningkatkan
pembentukan batu.
3. Infeksi : infeksi saluran kemih dapat

menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan menjadi


inti pembentukan batu.
4. Kurang minum : sangat potensial terjadi
timbulnya pembentukan batu.
5. Pekerjaan : dengan banyak duduk lebih
memungkinkan terjadinya pembentukan batu
dibandingkan pekerjaan seorang buruh atau
petani.
6. Iklim : tempat yang bersuhu dingin (ruang AC)
menyebabkan kulit kering dan pemasukan cairan
kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di
daerah tropis, di ruang mesin menyebabkan
banyak keluar keringat, akan mengurangi produksi
urin.
7. Diuretik : potensial mengurangi volume cairan
dengan meningkatkan kondisi terbentuknya batu
saluran kemih.
8. Makanan, kebiasaan mengkonsumsi makanan
tinggi kalsium seperti susu, keju, kacang polong,
kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti :
ikan, ayam, daging, jeroan. Tinggi oksalat seperti :
bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D.
5. Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih
atau dikenal dengan urolitiasis belum diketahui
secara pasti. Namun ada beberapa faktor
predisposisi terjadinya batu antara lain :
Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari
intake cairan yang kurang dan juga peningkatan
bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih
atau stasis urin menyajikan sarang untuk
pembentukan batu.

Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat,


oxalat, dan faktor lain mendukung pembentukan
batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi
asam, jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan
urin. Masalah-masalah dengan metabolisme purin
mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH
urin juga mendukung pembentukan batu. Batu
asam urat dan batu cystine dapat mengendap
dalam urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan
batu struvite biasa terdapat dalam urin yang
alkalin. Batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan
pergerakan kalsium menuju tulang akan
terhambat. Peningkatan serum kalsium akan
menambah cairan yang akan diekskresikan. Jika
cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan
atau pengendapan semakin bertambah dan
pengendapan ini semakin kompleks sehingga
terjadi batu.
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat
bervariasi, ada batu yang kecil dan batu yang
besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan
akan menimbulkan rasa nyeri, trauma pada
saluran kemih dan akan tampak darah dalam urin.
Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan
obstruksi saluran kemih yang menimbulkan
dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi
refluks urin dan akibat yang fatal dapat timbul
hidronefrosis karena dilatasi ginjal.
Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan
mengakibatkan kerusakan pada organ-organ
dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis
karena ginjal tidak mampu melakukan fungsinya
secara normal.

Maka dapat terjadi penyakit GGK yang dapat


menyebabkan kematian

6. Patoflow diagram
Kerusakan nefron Statis urine
Imobilisasi yang lama
Intake cairan yang kurang
pH urine asam Iklim yang panas/dingin
Pengendapan urine
Aktivitas yang kurang
kelebihan kalsium Makanan tinggi kalsium,
oksalat
dan purin oksalat dan purin

7. Tanda dan Gejala


Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus
urinarius bergantung pada adanya obstruksi,
infeksi dan edema.
a. - Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi
obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter
proksimal.
- Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai
menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari
iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu
menyebabkan sedikit gejala namun secara
perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal.
- Nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
b. Batu di ginjal
- Nyeri dalam dan terus-menerus di area
kastovertebral.
- Hematuri dan piuria.
- Nyeri berasal dari area renal menyebar secara
anterior dan pada wanita nyeri ke bawah

mendekati kandung kemih sedangkan pada pria


mendekati testis.
- Mual dan muntah.
- Diare.
8. Test Diagnostik
a. Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah.
Secara umum menunjukkan adanya sel darah
merah, sel darah putih dan kristal serta serpihan,
mineral, bakteri, pus, pH urine asam.
b. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium,
fosfat, oksalat atau sistin meningkat.
c. Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi
saluran kemih.
d. Survei biokimia : peningkatan kadar
magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein
dan elektrolit.
e. Kadar klorida dan bikarbonat serum :
peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar
bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis
tubulus ginjal.
f. Darah lengkap :
- Sel darah putih : meningkat menunjukkan adanya
infeksi.
- Sel darah merah : biasanya normal.
- Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat
atau polisitemia.
g. Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau
perubahan anatomik pada area ginjal dan
sepanjang ureter.
h. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis,
seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul.
i. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan
obstruksi, lokasi batu.

9. Terapi dan Penatalaksanaan Medik


a. Tujuannya :
- Menghilangkan obstruksi
- Mengobati infeksi
- Mencegah terjadinya gagal ginjal
- Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi
(terulang kembali).
b. Operasi dilakukan jika :
- Sudah terjadi stasis, bendungan.
- Tergantung letak dan besarnya batu, batu dalam
pelvis dengan bendungan positif harus dilakukan
operasi.
c. Terapi :
- Analgesik untuk mengatasi nyeri.
- Allopurinol untuk batu asam urat.
- Renisillin untuk batu systin.
- Antibiotika untuk mengatasi infeksi.
d. Diet
Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu
yang ditemukan :
- Batu kalsium oksalat
Makanan yang harus dikurangi adalah jenis
makanan yang mengandung kalsium oksalat
seperti bayam, daun seledri, kacang-kacangan,
kopi, teh, dan coklat. Sedangkan baut kalsium
fosfat : mengurangi makanan yang mengandung
kalsium tinggi seperti : ikan laut, kerang, daging,
sarden, keju dan sari buah.
- Batu asam urat
Makanan yang dikurangi : daging, kerang,
gandum, kentang, tepung-tepungan, saus dan lainlain.
- Batu struvite

Makanan yang dikurangi : keju, telur, buah murbai,


susu dan daging.
- Batu cystin
Makanan yang dikurangi : sari buah, susu,
kentang.
Anjurkan pasien banyak minum : 3-4 liter/hari
serta olahraga yang teratur.
10. Komplikasi
- Hidroneprosis
- Hipertensi
- Gagal ginjal
- Obstruksi
- Haemoragic.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala: pekerjaan monoton, pekerjaan dimana
pasien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi.
Keterbatasan aktivitas/ imobilisasi sehubungan
dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit
yamg tidak sembuh, cedera medulla spinalis)
2. Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD/ nadi (nyeri ansietas, gagal
ginjal)
Kulit hangat: pucat
3. Eliminasi
Gejala: riwayat adanya/ISK kronis: obstruksi
sebelumnya (kalkulus)
Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh,
diare
Tanda: oliguria, hematuria, piuria
Perubahan pola berkemih
4. Makanan/ cairan
Gejala: mual/ muntah, nyeri tekan abdomen
Diet tinggi purin, kalsium oksalat dan posfat
Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum
air dengan cukup
Tanda: distensi abdomen, penurunan/ tidak adanya
bising usus, muntah
5. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: episode akut nyeri berat, nyeri balik, lokasi
tergantung pada lokasi batu, contoh pada panggul
difegio sudut kostoverbal; dapat menyebar
kepunggung, abdomen dan turun kelipat paha/

genitalia. Nyeri dangkal konstan menunjukkan


kalkulus ada dipelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri
dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak
hilang dengan posisi atau tindakan lain.
Tanda: melindungi; perilaku distraksi, nyeri tekan
pada area ginjal pada palpasi.
6. Keamanan
Gejala: penggunaan alcohol, demam dan
menggigil
7. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala: Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit
ginjal, hipertensi, gout dan ISK kronik.
Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen
sebelumnya, hiperparatiroidisme.
Penggunaan antibiotic, antihipertensi, natrium
bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan
berlebihan kalsium atau vitamin.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Pre-Operasi
a. Nyeri b.d peningkatan frekuensi / dorongan
kontraksi ureteral.
b. Perubahan pola eliminasi b.d stimulasi kandung
kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral.
c. Risti kekurangan volume cairan b.d mual,
muntah.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis
dan kebutuhan pengobatan b.d kurangnya
informasi.
e. Cemas b.d tindakan invasif, pemeriksaan dan
persiapan operasi.
2. Post-Operasi
a. Resiko kekurangan volume cairan b.d
haemoragic atau hipovolemik

b. Nyeri b.d insisi bedah


c. Perubahan pola eliminasi b.d inverse
perkemihan sementara (selang nefrostomi, kateter
uretra, intervensi pembedahan)
d. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d insisi operasi
dan pemasangan kateter.
c. Rencana Keperawatan
Pre-Operasi :
a. Nyeri (akut) b.d peningkatan frekuensi/dorongan
kontraksi uretral, trauma jaringan, pembentukan
edema, iskemia jaringan.
Tujuan: klien dapat menunjukkan rasa nyeri
berkurang/ hilang setelah
dilakukan asuhan keperawatan.
HYD :
- TTV dalam batas normal
TD: 120/80 mmHg
N: 80-100 x/ menit
P: 12-20 x/ menit
S: 36- 375 o C
- Ekspresi wajah tampak rileks
- skala nyeri 1-3
- klien dapat tidur dan istirahat
Rencana Tindakan :
1) Kaji dan catat lokasi, lamanya, intensitas nyeri
(0-10) dan penyebarannya.
R/ Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan
kemajuan gerakan kalkulus. Nyeri tiba-tiba dan
hebat dapat mencetus ketakutan dan gelisah serta
ansietas
2) Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya
melaporkan bila terjadi perubahan
kejadian/karakteristik nyeri.

R/ Memberikan kesempatan untuk pemberian


analgesik sesuai waktu. Penghentian tiba-tiba nteri
biasanya menunjukkan lewatnya batu
3) Berikan tindakan nyaman contoh pijatan
punggung, lingkungan istirahat.
R/ Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan
otot dan meningkatkan koping.
4) Bantu atau dorong penggunaan napas dalam,
bimbingan imajinasi.
R/ Mengarahkan kembali perhatian dan membantu
dalam relaksasi otot.
5) Dorong/bantu dengan ambulasi sering sesuai
indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan sekitar
3-4 liter/hari.
R/ Hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu dan
mencegah stasis urine, dan membantu mencegah
pembentukan batu selanjutnya.
6) Perhatikan keluhan peningkatan/menetapnya
nyeri abdomen.
R/ Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan
perforasi dan ekstravasasi urine ke dalam area
perirenal.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
terapi analgetik.
R/ Analgetik diberikan untuk mengurangi nyeri.
b. Perubahan pola eliminasi urin b.d stimulasi
kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau
ureteral.
Tujuan: klien dapat menunjukkan pola eliminasi
normal setelah dilakukan
asuhan keperawatan
HYD :
- Aliran urine lancer

- Klien bebas dari tanda-tanda obstruksi


(hematuria)
- Klien berkemih dengan jumlah normal dan pola
biasanya.
Rencana Tindakan :
1) Awasi pemasukan dan pengeluaran dan
karakteristik urin.
R/ Memberikan informasi tentang fungsi ginjal
adanya komplikasi : infeksi dan perdarahan.
Perdarahan dapat mengindikasikan peningkatan
obstruksi dan iritasi ureter. Catatan: perdarahan
sehubungan dengan ulserasi ureter jarang.
2) Tentukan pola berkemih normal pasien dan
perhatikan variasi.
R/ Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf
yang menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih
segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat
bila kalkulus mendekati pertemuan uretrovesikal.
3) Dorong meningkatkan pemasukan cairan : 3 4
liter/hari.
R/ Peningkatan hidrasi membuang bakteri, darah,
dan dapat membantu lewatnya batu.
4) Periksa semua urin, catat adanya keluaran batu.
R/ Identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan
terapi.
5) Palpasi untuk distensi suprapubik dan
perhatikan penurunan keluaran urin, adanya
edema periorbital/tergantung..
R/ Retensi urin dapat terjadi, menyebabkan
distensi jaringan (kandung kemih / ginjal) dan
potensial risiko infeksi, gagal ginjal.
6) Observasi perubahan status mental, perilaku
atau tingkat kesadaran.

R/ Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan


elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP.
7) Kolaborasi
- pemeriksaan laboratorium : elektrolit, BUN,
kreatinin.
R/ peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit
Mengindikasikan disfungsi
ginjal.
- Ambil urine untuk kultur dan sensitivitas
R/ menentukan adanya ISK, yang merupakan
penyebab atau gejala komplikasi
- Berikan obat sesuai indikasi, contoh:
Asetazolamid (diamox), alopurinol (ziloprim);
R/ meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk
menurunkan pembentukan batu asam.
Hidroklorotiazid (esidrix, hidroiuril), klortalidon
(higroton);
R/ mungkin digunakan untuk mencegah statis
urine dan menurunkan pembentukan batu kalsium
bila tidak berhubungan dengan proses penyakit
dasar seperti hipertiroidisme primer atau
abnormalitas vitamin D
Amonium Klorida; kalium atau natrium fosfat ( sal
hepatica);
R/ menurunkan pembentukan batu fosfat
Agen antigout, contoh alupurinol (ziloprim);
R/ menurunkan produksi asam urat/ potensial
pembentukan batu
Antibiotic
R/ adanya ISK/ alkalin urine petensial
pembentukan batu
Natrium bikarbonat;
R/ mengganti cairan yang hilang selama
pembuangan bikarbonat dan/atau alkalinisasi urine

dapat menurunkan/ mencegah pembentukan


beberapa kalkuli
Asam askorbat
R/ mengasamkan urine untuk mencegah
berulangnya pembentukan batu alkalin
- Pertahankan patensi kateter tak menetap
(ureteral atau nefrostomi) bila digunakan
R/ mungkin diperlukan untuk membantu aliran
urine/ mencegah retensi dan komplikasi. Catatan:
selang mungkin terhambat oleh fragmen batu
- Irigasi asam atau larutan alkalin sesuai indikasi
R/ mengubah pH urine dapat membantu pelarutan
batu dan mencegah pembentukan batu
selanjutnya
- Siapkan pasien/ bantu untuk procedure
endoskopi, contoh:
Prosedur basket;
R/ kalkulus pada ureter distal dan tengah mungkin
digerakan oleh sitoskop endoskopi dengan
penangkapan batu dalam kantung kateter
Stents uretral;
R/ kateter diposisikan diatas batu untuk
meningkatkan dilatasi uretra/ lewatnya batu.
Irigasi continue atau intermitten dapat dilakukan
dapat dilakukan untuk membilas ureter dan
mempertahankan pH urine.
Pielolitotomi terbuka atau perkutaneus,
nefrolitotomi, ureterolitotomi
R/ pembedahan mun gkin perlu untuk membuang
batu terlalu besar untuk melewati ureter
c. Risiko tinggi terhadap kekurangan cairan tubuh
b.d mual, muntah.
Tujuan: pasien dapat mempertahankan cairan
yang adekuat setelah dilakukan asuhan

keperawatan
HYD:
- TTV dalam batas normal
TD: 120/80 mmHg
N: 80-100 x/ menit
S: 36- 37 o C
P: 12-20 x/ menit
- Turgor kulit elastic
- Membran mukosa lembab
- Intake dan output seimbang
Rencana Tindakan :
1) Awasi pemasukan dan pengeluaran.
R/ Membandingkan keluaran aktual dan yang
diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya /
derajat stasis / kerusakan ginjal.
2) Catat insiden muntah, diare, perhatikan
karakteristik dan frekuensi muntah dan diare, juga
kejadian yang menyertai atau mencetuskan.
R/ Mual/muntah dan diare secara umum
berhubungan dengan kolik ginjal karena satarf
ganglion seliaka pada kedua ginjal atau lambung.
Pencatatan dapat mengesampingkan kejadian
abdominal lain yang menyebabkan nyeri atau
menunjukan kalkulus
3) Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 l/hari
dalam toleransi jantung.
R/ Mempertahankan keseimbangan cairan untuk
homeostasis juga tindakan mencuci yang dapat
membilas batu keluar. Dehidrasi dan ketidak
seimbangan elektrolit dapat terjadi sekunder
terhadap kehilangan cairan yang berlebihan
(muntah dan diare)
4) Awasi tanda-tanda vital, evaluasi nadi,
pengisian kapiler, turgor kulit dan membran

mukosa.
R/ Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan
memberikan intervensi yang tepat. Catatan:
penurunan LFG merangsang produksi renin, yang
bekerja untuk meningkatkan TD dalam upaya
untuk meningkatkan aliran darah ginjal.
5) Timbang berat badan tiap hari.
R/ Peningkatan berat badan cepat mungkin
dengan retensi.
6) Kolaborasi
- Awasi pemeriksaan laboratorium : Hb, Ht,
elektrolit.
R/ Mengkaji hidrasi dan keefektifan, kebutuhan
intervensi.
- Berikan cairan IV
R/ mempertahankan volume sirkulasi (bila
pemasukan oral tidak cukup) meningkatkan fungsi
ginjal
- Berikan diet tepat, cairan jernih, makanan lembut
sesuai toleransi
R/ makanan mudah cerna menurunkan aktivitas
GI/ iritasi dan membantu mempertahankan cairan
dan keseimbangan nutrisi
- Berikan obat sesuai indikasi: antiemetic, contoh:
proklorperazin (compazin)
R/ menurunkan mual dan muntah
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis
dan kebutuhan pengobatan b.d kurangnya
informasi.
Tujuan: klien dan keluarga dapat meningkatkan
pengetahuan tentang penyakitnya setelah
dilakukan asuhan keperawatan
HYD:

- Klien mampu mengungkapkan pemahaman


tentang proses penyakit.
- klien mampu menghubungkan gejala dan faktor
penyebab.
- klien mampu melakukan perubahan perilaku dan
berpartisipasi dalam program pengobatan.
Rencana Tindakan :
1) Kaji ulang proses penyakit dan harapan masa
datang.
R/ Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien
dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
yang diberikan.
2) Tekankan pentingnya peningkatan pemasukan
cairan, contoh 3-4 L/hari atau 6-8 L/hari. Dorong
klien untuk melaporkan mulut kering, dieresis
berlebihan/ berkeringat dan untuk meningkatkan
pemasukan cairan baik bila haus atau tidak
R/ Pembilasan sistem ginjal menurunkan
kesempatan statis ginjal dan pembentukan batu.
Peningkatan kehilangan cairan/ dehidrasi
memerlukan pemasukan tambahan dalam
kebutuhan sehari-hari.
3) Kaji ulang program diet, sesuai individual.
R/ Diet tergantung pada tipe batu. Pemahaman
alasan pembatasan memberikan kesempatan pada
pasien membuat pilihan informasi, meningkatkan
kerja sama dalam program dan dapat mencegah
kekambuhan
4) Diet rendah purin contoh membatasi daging
berlemak, kalkun, tumbuhan polong, gandum,
alcohol.
R/ Menurunkan pemasukan oral terhadap pukusor
asam urat.
5) Diet rendah kalsium, membatasi susu, keju,

sayur berdaun hijau, yogurt.


R/ Menurunkan risiko pembentukan batu kalsium.
6) Diet rendah oksalat contoh pembatasan coklat
minuman mengandung kafein, bit, bayam.
R/ Menurunkan pembentukan batu kalsium
oksalat.
7) Diet rendah kalsium/fosfat.
R/ Mencegah kalkulus fosfat dengan membentuk
presipitat yang tak larut dalam gastrointestinal,
mengurangi beban nefron ginjal. Juga efektif
melawan bentuk kalkulus kalsium lain.
Catatan: dapat menyebabkan konstipasi
8) Diskusikan program obat-obatan, hindari obat
yang dijual bebas dan membaca semua label
produk/ kandungan dalam makanan.
R/ Obat diberikan untuk mengasamkan atau
mengalkalikan urine.
9) Mendengar dengan aktif tentang program
terapi/perubahan pola hidup.
R/ Membantu pasien bekerja melalui perasaan dan
meningkatkan rasa kontrol terhadap apa yang
terjadi.
10) Identifikasi tanda/gejala yang menentukan
evaluasi medik. Contoh, nyeri berulang,
hematuria, oliguria
R/ dengan peningkatan kemungkinan berulangnya
batu, intervensi segera dapat mencegah
komplikasi serius.
11) Tunjukan perawatan yang tepat terhadap
insisi/ kateter bila ada
R/ meningkatkan kemampuan perawatan diri dan
kemandirian.

e. Cemas b.d tindakan invasif, pemeriksaan dan


persiapan operasi.
Tujuan: cemas dapat berkurang sampai hilang
setelah dilakukan asuhan keperawatan.
HYD :
- Ekspresi wajah tenang dan rileks.
- Pasien mampu tiduur dan istirahat
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat kecemasan pasien.
R/ Mengetahui sejauh mana kecemasan pasien.
2) Kaji faktor penyebab pasien cemas.
R/ Mengurangi faktor yang menyebabkan cemas.
3) Dorong pasien untuk mengungkapkan
kecemasannya.
R/ Keterbukaan dan rasa percaya diri akan
mengurangi kecemasan.
4) Libatkan keluarga dalam proses perawatan
klien.
R/ Mengurangi kecemasan pasien.
5) Beri informasi yang jelas kepada pasien setiap
sebelum melakukan tindakan : baik invasif dan
non invasif.
R/ mengurangi rasa cemas pasien
Post-Operasi
a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan perdarahan
Tujuan: klien dapat mempertahankan volume
cairan yang adekuat setelah dilakukan asuhan
keperawatan
HYD : - Tanda-tanda vital stabil
TD: 120/80 mmHg
N: 80-100 x/ menit

P: 12-20 x/ menit
S: 36-37,5 o C
- Membran mukosa lembab
- Pengisian kapiler < 3 detik - Kulit hangat dan
kering - Intake output seimbang - Tidak ada
perdarahan melalui selang. Rencana Tindakan : 1)
Pantau dan catat intake output tiap 4 jam dan
laporkan bila terjadi ketidakseimbangan. R/
Mengetahui keseimbangan cairan dalam tubuh. 2)
Observasi tanda-tanda dehidrasi R/ menunjukan
adanya dehidrasi atau kurang volume cairan 3)
Observasi tanda-tanda vital dan turgor kulit, suhu
tiap 4-8 jam. R/ Menunjukkan adanya dehidrasi
atau kurang volume cairan 4) Anjurkan pasien
untuk merubah posisi atau kateter saat mengubah
posisi R/ mencegah perdarahan pada luka insisi. 5)
Kaji balutan selang kateter terhadap perdarahan
setiap jam dan lapor ke dokter. R/ Mengetahui
adanya perdarahan b. Nyeri berhubungan dengan
insisi bedah. Tujuan: klien dapat melaporkan nyeri
terkontrol/ hilang dan meningkatnya kenyaman
setelah dilakukan asuhan keperawatan HYD : Pasien mampu bergerak dengan mudah - Pasien
mampu menunjukkan ekspresi wajah dan tubuh
rileks. Rencana Tindakan : 1) Kaji intensitas, lokasi,
pencetus, skala nyeri dan penghilang faktor-faktor
nyeri. R/ Menentukan intervensi selanjutnya. 2)
Berikan tindakan kenyamanan non farmakologis,
ajarkan teknik relaksasi, bantu pasien memilih
posisi yang nyaman. R/ Kenyamanan dapat
mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan
relaksasi. 3) Kaji insisi dari kemerahan, nyeri
tekan, bengkak. R/ Peradangan dapat
menimbulkan bengkak, nyeri, kemerahan. 4)

Anjurkan pasien menekan daerah insisi bila batuk.


R/ untuk Mengurangi rasa nyeri pada daerah insisi.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk penghilang
nyeri. R/ Obat analgetik
mengurangi/menghilangkan nyeri. c. Perubahan
pola eliminasi perkemihan berhubungan dengan
kateter uretral atau tindakan pembedahan. Tujuan:
klien dapat menunjukan pola eliminasi normal
setelah dilakukan asuhan keperawatan HYD : Pasien dapat berkemih dengan baik - warna urine
kuning jernih - Klien dapat berkemih spontan bila
kateter dilepas Rencana Tindakan : 1) Kaji pola
berkemih normal pada pasien. R/ untuk
Membandingkan apakah ada perubahan pola
berkemih. 2) Kaji keluhan disetensi kandung kemih
tiap 4 jam. R/ kandung kemih yang tegang
disebabkan karena sumbatan kateter. 3) Ukur
intake dan output cairan R/ untuk mengetahui
keseimbangan cairan 4) Observasi warna urine,
bau dan jumlah urine R/ untuk mengetahui fungsi
ginjal 5) Anjurkan pasien minum air putih 2-3
L/hari kecuali bila ada kontra indikasi. R/ Untuk
melancarkan urine d. Resiko infeksi berhubungan
dengan adanya kateter, insisi pembedahan.
Tujuan: klien tidak menunjukan tanda-tanda infeksi
setelah dilakukan asuhan keperawatan HYD : Suhu dalam batas normal - Insisi kering dan
penyembuhan mulai terjadi. - Drainage dari selang
dan kateter kuning jernih/ bersih Rencana
Tindakan : 1) Kaji dan laporkan tanda dan gejala
adanya infeksi (demam, nyeri tekan, pus). R/
Mengintervensi tindakan selanjutnya. 2) Ukur suhu
tiap 4 jam. R/ Peningkatan suhu menandakan
adanya infeksi. 3) Ganti balutan dengan sering,

pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang


waktu R/ balutan yang basah menyebabkan kulit
iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan
bakteri, peningkatan resiko infeksi luka 4) Anjurkan
pasien menghindari/menyentuh insisi, balutan dan
drainage. R/ Menghindari infeksi silang 5)
Pertahankan teknik steril untuk mengganti balutan
dan melakukan perawatan luka. R/ Menghindari
infeksi silang. 6) Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi antibiotik. R/ Antibiotik diberikan
untuk mencegah infeksi dan membunuh bakteri. d.
discharge Planning Untuk membantu pemulihan
pasca bedah atau tindakan. a. Anjurkan untuk
banyak minum untuk mempercepat pengeluaran
partikel-partikel batu. b. Jelaskan bahwa mungkin
akan ada darah yang terdapat dalam urine selama
beberapa minggu. c. Anjurkan klien untuk sering
berjalan demi membantu keluarnya pecahanpecahan batu. d. Ajarkan tentang penggunaan
obat analgetik yang masih diperlukan untuk
mengurangi nyeri kolik yang menyertai keluarnya
pecahan batu. Untuk mencegah terbentuknya
kembali batu tersebut. a. Anjurkan untuk diet yang
berhubungan dengan jenis batu : hindari kalsium
dan fosfor yang berlebihan untuk batu kalsium
oksalat, turunkan konsumsi purin (daging, ikan dan
unggas) untuk batu asam urat. b. Anjurkan patuh
terhadap terapi sesuai instruksi dokter, seperti
diuretik untuk menurunkan ekresi kalsium dalam
urine. Alopurinol untuk menurunkan pembentukan
asam urat d-penisilamin untuk menurunkan
konsentrasi sistin dan natrium bikarbonat untuk
membasakan urine. c. Anjurkan aktivitas yang
menahan beban dan hindari tirah baring yang

terlalu lama, yang akan mengubah metabolisme


kalsium. d. Beritahukan semua klien dengan
penyakit batu untuk minum cukup banyak air agar
volume urinenya mencapai 2000-3000 cc atau
lebih setiap 24 jam.

http://lydiacibawel.blogspot.co.id/2011/02/asuhan-keperawatanpada-tn-t-dengan.html

You might also like