You are on page 1of 5

1.

ARTI PENGENDALIAN
Pengendalian merupakan salah satu bagian dari manajemen. Pengendalian dilakukan
dengan tujuan supaya apa yang telah direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik sehingga
dapat mencapai target maupun tujuan yang ingin dicapai. Pengendalian memang merupakan
salah satu tugas dari manager. Satu hal yang harus dipahami, bahwa pengendalian dan
pengawasan adalah berbeda karena pengawasan merupakan bagian dari pengendalian. Bila
pengendalian dilakkan dengan disertai pelurusan (tindakan korektif), maka pengawasan
adalah pemeriksaan di lapangan yang dilakukan pada periode tertentu secara berulang kali.
2. PROSES PENGENDALIAN
Proses Pengendalian Manajemen yang baik sebenarnya formal, namun sifat pengendalian
informal masih banyak terjadi. Pengendalian Manajemen formal merupakan tahap-tahap yang
dsaling berkaitan sat sama lain, terdiri dari proses:
1. Pemrograman (Programming)
Dalam tahap ini perusahaan menentukan program-program yang dilaksanakan dan
memperkirakan sumber daya yang akan dialokasikan untuk setiap program yang telah
ditentukan.
2. Penganggaran (Budgeting)
Pada tahap penganggaran ini program yang telah direncanakan secara terperinci dinyatakan
dalam satuan moneter untuk suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Anggaran ini
berdasarkan pada kumpulan anggaran-anggaran dari pusat pertanggungjawaban.
3. Operasi dan Akuntansi (Operation and Accounting)
Dalam tahap ini telah dilaksanakan pencatatan mengenai berbagai sumber daya yang
digunakan dan penerimaan-penerimaan yang dihasilkan. Catatan dan biaya-biaya tersebut
digolongkan sesuai dengan program yang telah ditetapkan pusat-pusat tanggung jawabnya.
Penggolongan yang sesuai program dipakai sebagai dasar untuk pemrograman dimasa yang
akan datang, sedangkan penggolongan yang sesuai dengan pusat tanggung jawab digunakan
untuk mengukur kinerja para manajer.
4. Laporan dan Analisis (Reporting and Analysis)
Tahap ini merupakan tahapan yang paling penting, karena menutup suatu siklus dari proses
Pengendalian Manajemen agar data untuk proses pertanggungjawaban akuntansi dapat
dikumpulkan. Analisis laporan manajemen antara lain dapat berupa:

Perlu tidaknya strategi perusahaan diperiksa kembali

Perlu tidaknya dilakukan penghapusan, penambahan, atau pengubahan program ditahun


yang akan datang.
Dari analisis penyimpangan dapat disimpulkan perlunya diadakan perubahan anggaran,
apabila sudah tidak realitas.
Dari laporan-laporan dapat diambil kesimpulan perlu adanya perbaikan-perbaikan untuk
masalah yang tidak dapat diantisipasi.

Jadi secara konseptual Sistem Pengendalian Manajemen diartikan sebagai sebuah sistem yang
terdiri dari beberapa subsistem yang saling berhubungan, yakni pemrograman, pengenggaran,
pelaporan akuntabilitas dan kinerja serta sistem pendelegasian wewenang untuk membantu
manajemen suatu organisasi/perusahaan untuk mencapai tujuannya melalui strategi tertentu
secara efisien dan efektif.

3.SASARAN PENGENDALIAN
Sasaran utama pengendalian adalah sebagai berikut :

Melindungi aset perusahaan (yaitu sumber daya, termasuk data dan informasi).
Memastikan ketepatan dan keandalan data dan infomasi akunting (artinya menjaga
agar data dan informasi bebas dari kesalahan dan menyediakan hasil yang konsisten
bila memproses data yang serupa)
Mendorong efisiensi disemua operasi perusahaan.
Mendorong kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur yang ditetapkan manajemen.

Banyak dari pengendalian yang lebih jauh dari sasaran ini dilakukan dalam konteks
proses pengendalian. Artinya, mereka terdiri atas perbandingan tindakan-tindakan aktual
dengan tolak ukur, sebagai contoh uang tunai aktual yang ada dibandingkan dengan jumlah
yang tertera dalam rekening buku besar kas, nomor pelanggan pada tanda terima
dibandingkan dengan nomor rekening yang tercantum pada arsip induk piutang, tanggal
pengiriman aktual dibandingkan dengan tanggal jadwal, tanda tangan pada cek dapat
diperiksa dengan mengacu pada nama pejabatyang berwenang menurut ketentuan
manajemen.
Pengendalian lain, seperti penggunaan kotak atau lemari penyimpanan yang terkunci
bersifat fisik. Pengendalian seperti ini sering dinamai tindakan-tindakan pengamanan.

Kesulitan kesulitan dalam mencapai sasaran pengendalian :

Sasaran-sasaran pengendalian yang disebutkan diatas sukar dicapai sepenuhnya. Salah


satu kesulitan disebabkan oleh kompleksitas dan perubahan cepat yang dihadapi perusahaan.
Perusahaan dihujani oleh aturan-aturan perpajakan yang membingungkan dan berubah ubah,
teknologi baru, tidakan pesaing dan sebagainya. Kompleksitas dan perubahan-perubahan
seperti ini mempengaruhi tolak ukur yang menjadi dasar kegiatan pengendalian. Kesukaran
lain adalah adanya serangkaian risiko yang dihadapi struktur pengendalian intern dari
perusahaan. Sebagai contoh, data mungkin saja diakses oleh orang yang tidak berhak.
Kesulitan ketiga, ada kaitannya dengan yang pertama, menyangkut pemanfaatan teknologi
komputer dalam struktur pengendalian. Kesulitan keempat bersumber pada faktor manusia,
karena sasaran pengendalian dicapai melalui manusia. Sebagai contoh, karyawan mungkin
tidak mematuhi prosedur secara konsisten. Kesulitan terakhir berkaitan dengan biaya
pengendalian. Kapan seharusnya perusahaan tidak lagi memperbesar usaha pengendalian,
yang tentu saja biayanya mahal.

4 . INSTRUMEN PENGENDALIAN
Instrumen pengendalian ada bermacam macam , salah satu contohnya adalah instrumen
pengendalian pemanfaatan ruang :
Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pada dasarnya, bila peruntukan pemanfaatan ruang telah didasari pertimbangan yang
matang, mempunyai kekuatan hukum yang pasti (Perda), dan dianggap masih sesuai dengan
kebutuhan masyarakat umum dan perkembangan kota, maka prosedur pengendaliannya
menjadi sangat sederhana. Setiap permohonan yang tidak sesuai dengan peruntukan harus
ditolak, kecuali bila dalam Perda peruntukan lahan tersbut dicantumkan dispensasi yang
diperbolehkan. Keringanan/dispensasi yang diperbolehkan, yang dikenal dengan istilah minor
variance, dapat diberikan oleh pejabat yang diberi kewenangan (biasanya Kepala Dinas Tata
Ruang), asal aturannya telah ditetapkan dalam Perda tersebut secara tegas dan diterapkan
dengan transparan tanpa diskriminasi. Dengan kepastian hukum peruntukan lahan yang
disertai dengan penegakan hukum yang tegas, maka pergeseran pemanfaatan ruang yang
tidak diinginkan hampir tidak mungkin terjadi (Zulkaidi, 1999: 121 122).

Zulkaidi juga menjelaskan dalam tulisannya beberapa contoh perangkat yang telah
mempunyai dasar hukum, antara lain :
1. Mekanisme perizinan
Merupakan penerapan dari prinsip pencegahan (preventive). Berbagai izin dan
persyaratan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang telah diatur, baik di tingkat pusat
maupun tingkat daerah, misalkan izin prinsip, izin lokasi, izin peruntukan penggunaan tanah

(IPPT), izin usaha (SIUP), izin tempat saha (SITU), izin mendirikan bangunan (IMB), izin
gangguan (HO), AMDAL, dll. Meskipun secara prinsip bagus, syarat yang diberikan tidak
tegas dimanfaatkan untuk mengendalikan, dan seringkali memang sulit dipenuhi karena
berada di luar kendali pengembang/investor. Akibatnya izin tetap diberikan sementara tidak
ada jaminan peroalan yang dikhawatirkan tidak akan muncul. Contoh syarat yang sulit
dikendalikan pengembang adalah kemacetan lalu lintas di sekitar lahan usaha dan gangguan
terhadap penduduk sekitar.

2. Pencabutan Izin
Izin pemanfaatan ruang (tempat usaha, lokasi, mendirikan bangunan, dll) yang tidak
sesuai dengan rencana ruang yang ditetapkan dapat dinyatakan batal (atau dicabut) oleh
Kepala Daerah yang bersangkutan. Pembatalan izin ini dapat dimintakan penggantian yang
layak bila dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh dengan itikad baik. Pencabutan izin
yang tidak sesuai ini merupakan penerapan dari prinsip penyembuhan (curative). Tindakan
yang lebih moderat adalah dengan menghentikan pembangunan untuk dievaluasi. Hasil
evaluasi dapat berupa pencabutan izin atau bentuk penertiban lainnya yang lebih ringan.

3. Insentif dan Disinsentif


Dalam hal perubahan pemanfaatan lahan kota, Departemen Dalam Negeri telah
mengeluarkan Permendagri No. 4/1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatn Lahan Kota.
Pedoman ini mengadopsi konsep pengendalian perubahan pemanfaatan lahan yang awalnya
diterapkan di Jakarta. Dalam peraturan tersebut, perubahan pemanfaatan lahan dikenai biaya
yang besarnya dapat ditentukan secara terukur. Terlepas dari kelemahan cakupan
pengaturannya, peraturan ini merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan atau
mendorong perubahan pemanfaatan lahan dengan mengenakan biaya pembangunan
(cevelopment charge) sesuai dengan strategi dan tujuan pembangunan daerah. Aturan ini
merupakan disinsentif bila diterapkan untuk menghambat perubahan pemanfaatan lahan,
tetapi dapat menjadi insentif bila diterapkan untuk mendorong pemanfaatan lahan yang
diharapkan. Besarnya biaya yang dikenakan ditur dalam Peraturan Daerah sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan daerah. Bagi perubahan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan rencana, maka indeks biaya pembangunan dapat diperbesar agar menjadi faktor
penghambat perubahan pemanfaatan lahan, sedangkan bagi perubahan pemanfaatan ruang
yang didorong, maka indeks biaya pembangunan dapat diturunkan.

Pengertian insentif adalah pengaturan yang bertujuan memberikan rangsangan


terhadap kegiatan yang seiring dengan tujuan rencana tata ruang, misalnya; di bidang
ekonomi dengan membuat tata cara penyelenggaraan sewa ruang dan urun saham, di bidang
fisik dengan pembangunan serta pengadaan sarana dan prasarana (jalan, listrik, air minum,
dll). Sedangkan pengertian disinsentif adalah pengaturan yang bertujuan membatasi

pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang,
misalnya; pengenaan pajak yang tinggi, ketidakserdiaan sarana dan prasarana.
4. Perpajakan
Di samping pengenaan biaya pembangunan yang hanya dikenakan satu kali,
sesungguhnya pengenaan disinsentif dapat pula dilakukan setiap tahun dalam bentuk pajak
atau retribusi. Saat ini, belum ada peraturan yang mendukung disinsentif ini. Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) sebetulnya dapat menjadi dasar bagi pengenaan disinsentif ini, akan tetapi
aturan PBB yang berlaku saat ini belum mempunyai komponen pengendalian di dalamnya
karena dikenakan secara seragam berdasarkan komponen yang telah diterapkan. Apabila
komponen pengendalian dimasukkan dalam struktur tarif PBB ini, maka pemanfaatan lahan
yang tidak sesuai dengan peruntukan lahan dikenakan PBB yang lebih tinggi untuk fungsi
tersebut yang berada di peruntukan yang sesuai. Misalnya bangunan perdagangan yang
berada di kawasan yang diperuntukkan bagi fungsi perumahan dikenai PBB 3-5 kali lebih
besar dari PBB untuk bangunan pada lahan di kawasan perdagangan. Dengan cara ini, maka
perubahan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan lahan akan dipikirkan
berkali-kali sebelum dilakukan.

You might also like