You are on page 1of 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan
yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan itu diharapkan dapat menaikan
harkat dan martabat bangsa Indonesia. Untuk mencapai itu, pendidikan harus
adaptif terhadap perubahan zaman.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia

tidak pernah

berhenti. Berbagai terobosan baru terus dilakukan oleh pemerintah melalui


Depdiknas. Upaya itu antara lain dalam pengelolaan sekolah, peningkatan sumber
daya tenaga pendidikan, pengembangan/penulisan materi ajar, erta pengembangan
paradigma baru dengan metodologi pengajaran.
Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah
konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar
memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan
pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang
bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan pembelajaran
kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas.
Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar menjadi aktif siswa harus
mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji
gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari.

Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa
bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir
keras (moving about dan thinking aloud)
Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar,
melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang
lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu mengerjakannya, yakni menggambarkan
sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba
mempraktekkan

keterampilan,

dan

mengerjakan

tugas

yang

menuntut

pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.


Salah satu metode untuk membangkitkan apa yang siswa pelajari dalam
satu semester proses belajar mengajar adalah metode pembelajaran bagaimana
menjadikan belajar tidak terlupakan. Metode ini adalah untuk membantu siswa
dalam mengingat materi pelajaran yang telah diterima selama ini. Selain itu
metode ini diterapkan pada akhir semester proses belajar mengajar dengan tujuan
untuk membantu siswa agar siap mengahadapi ujian semester atau ujian akhir.
Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut diatas, maka
dalam penelitian ini penulis penulis mengambil judul Strategi Pembelajaran
Kontekstual Model Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas Dalam Meningkatkan
Prestasi Belajar Bubut Pada Siswa Kelas XII Pemesinan A.

B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan
permasalahnnya sebagi berikut:
1. Seberapa tinggi peningkatan prestasi belajar siswa dengan diterapkannya
pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas pada siswa
Kelas XII Pemesinan A
2. Bagaimanakah pengaruh pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis
proyek/tugas dalam meningkatkan motivasi belajar Bubut pada siswa Kelas
XII Pemesinan A

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Ingin mengetahui seberapa jauh peningkatan prestasi belajar Bubut setelah
diterapkannya

pembelajaran

kontekstual

model

pengajaran

berbasis

proyek/tugas pada siswa Kelas XII Pemesinan A


2. Ingin mengetahui pengaruh pembelajaran kontekstual model pengajaran
berbasis proyek/tugas dalam meningkatkan prestasi dan motivasi belajar
terhadap materi pelajaran Bubut setelah diterapkan pembelajaran kontekstual
model pengajaran berbasis proyek/tugas pada siswa Kelas XII Pemesinan A

D. Kegunaan Penelitian
Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat
berguna sebagai:
1. Memberikan informasi tentang model pembelajaran yang sesuai dengan
proses belajar-mengajar Bubut.
2. Meningkatkan pestasi prestasi dan motivasi pada pelajaran Bubut
3. Mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan bidang studi Bubut.

E. Penjelasan Istilah
Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu
didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
1. Metode kooperatif adalah:
Suatu pengajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompokkelompok untuk menetapkan tujuan bersama
2. Motivasi belajar adalah:
Merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat
melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman.
Motivasi mendorong dan mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan.
3. Prestasi belajar adalah:
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor,
setelah siswa mengikuti pelajaran Pekerjaan Membubud Komplek

F. Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah yang
meliputi:
1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas XII Pemesinan A tahun
pelajaran 2010/2011
2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun
palajaran 2010/2011.
3. Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan membubud permukaan
bertingkat

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Prestrasi Belajar


1. Pengertian Belajar
Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan dalam kepustakaan. Yang
dimaksud belajar yaitu perbuatan murid dalam bidang material, formal serta
fungsional pada umumnya dan bidang intelektual pada khususnya. Jadi belajar
merupakan hal yang pokok. Belajar merupakan suatu perubahan pada sikap
dan tingkah laku yang lebih baik, tetapi kemungkinan mengarah pada tingkah
laku yang lebih buruk.
Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan harus merupakan akhir
dari pada periode yang cukup panjang. Berapa lama waktu itu berlangsung
sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaklah merupakan akhir
dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, bermingguminggu, berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Belajar merupakan suatu proses
yang tideak dapat dilihat dengan nyata proses itu terjadi dalam diri seserorang
yang sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud dengan belajar bukan
tingkah laku yang nampak, tetapi prosesnya terjadi secara internal di dalam
diri individu dalam mengusahakan memperoleh hubungan-hubungan baru.

2. Pengertian Prestasi Belajar


Sebelum dijelaskan pengertian mengenai prestasi belajar, terlebih dahulu
akan dikemukakan tentang pengertian prestasi. Prestasi adalah hasil yang
telah dicapai. Dengan demikian bahwa prestasi merupakan hasil yang telah
dicapai oleh seseorang setelah melakukan sesuatu pekerjaan/aktivitas tertentu.
Jadi prestasi adalah hasil yang telah dicapai oleh karena itu semua
individu dengan adanya belajar hasilnya dapat dicapai. Setiap individu belajar
menginginkan hasil yang yang sebaik mungkin. Oleh karena itu setiap
individu harus belajar dengan sebaik-baiknya supaya prestasinya berhasil
dengan baik. Sedang pengertian prestasi juga ada yang mengatakan prestasi
adalah kemampuan. Kemampuan di sini berarti yan dimampui individu dalam
mengerjakan sesuatu.
3. Pedoman Cara Belajar
Untuk memperoleh prestasi/hasil belajar yang baik harus dilakukan
dengan baik dan pedoman cara yang tapat. Setiap orang mempunyai cara atau
pedoman sendiri-sendiri dalam belajar. Pedoman/cara yang satu cocok
digunakan oleh seorang siswa, tetapi mungkin kurang sesuai untuk anak/siswa
yang lain. Hal ini disebabkan karena mempunyai perbedaan individu dalam
hal kemampuan, kecepatan dan kepekaan dalam menerima materi pelajaran.

Oleh karena itu tidaklah ada suatu petunjuk yang pasti yang harus
dikerjakan oleh seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Tetapi
faktor yang paling menentukan keberhasilan belajar adalah para siswa itu
sendiri. Untuk dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya harus
mempunyai kebiasaan belajar yang baik.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar


1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Adapun faktor-faktor itu, dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:
a. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang kita sebut faktor individu.
Yang termasuk ke dalam faktor individu antara lain faktor kematangan
atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
b. Faktor yang ada pada luar individu yang kita sebut dengan faktor sosial
Sedangkan yang faktor sosial antara lain faktor keluarga, keadaan rumah
tangga, guru, dan cara dalam mengajarnya, lingkungan dan kesempatan
yang ada atau tersedia dan motivasi sosial.
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas
menunjukkan bahwa belajar itu merupaka proses yang cukup kompleks.
Artinya pelaksanaan dan hasilnya sangat ditentukan oleh faktor-faktor di atas.
Bagi siswa yang berada dalam faktor yang mendukung kegiatan belajar akan

dapat dilalui dengan lancar dn pada gilirannya akan memperoleh prestasi atau
hasil belajar yang baik.
Sebaliknya bagi siswa yang berada dalam kondisi belajar yang tidak
menguntungkan, dalam arti tidak ditunjang atau didukung oleh faktor-faktor
diatas, maka kegiatan atau proses belajarnya akan terhambat atau menemui
kesulitan.

C. Hakikat Bubut
Bubut didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun
secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi
juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan
ilmiah menekankan pada hakikat Bubut.
Secara rinci hakikat Bubut menurut Bridgman (dalam Lestari, 2002: 7)
adalah sebagai berikut:
1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep Bubut selalu dapat dinyatakan dalam
bentuk angka-angka.
2. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami
konsep-konsep Bubut secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.
3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam

Bubut

bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan

asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam
yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.
4. Progresif dan komunikatif; artinya Bubut itu selalu berkembang ke arah yang
lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari
penemuan sebelumnya.
Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan
metode ilmiah dalam rangkan menemukan suatu kebernaran.
5. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat Bubut merupakan
bagian dari IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses
dengan menggunakan

metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah

kemudian diperoleh hasil (produk).

D. Proses Belajar Mengajar Bubut


Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau
unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling
berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman,
200: 5).
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingka laku pada diri individu
berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai
dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses
belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya,

10

keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa,
dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman, 2000: 5).
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab
moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam
kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan
anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.
Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan
secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses belajar
mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru
dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi
edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik
antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses
belajar mengajar (Usman, 2000: 4).
Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam, proses
belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan kegiatan
perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi program tindak
lanjut (dalam Suryabrata, 1997: 18).
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar
mengajar Bubut meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu
pengajaran Bubut.

11

E. Prestasi Belajar Bubut


Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar.
Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik
menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang
dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah.
Menurut Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai
(dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil pekerjaan,
hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta
perjuangan yang membutuhkan pikiran.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang
dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah
siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat
diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk
mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan
oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru
dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapt diartikan bahwa prestasi belajar
Bubut adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan secara langsung/aktif
seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif (pengetahuan), afektif
(sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar mengajar Bubut.

12

F. Gaya Belajar
Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki
bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya
dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka ini menyukai
penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang
dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu
oleh kebisingan. Perserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik auditori,
yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan
oleh guru, dan membuat catatan. Mereka menggurulkan kemampuan untuk
mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan
mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik
kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka
cenderung impulsive, semau gue, dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka
mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu.
Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tida karuan.
Tentu saja, hanya ada sedikit siswa yang mutlak memiliki satu jenis cara
belajar. Grinder (1991) menyatakan bahwa dari setiap 30 siswa, 22 diantaranya
rata-rata dapat belajar dengan efektif selama gurunya mengahadirkan kegaitan
belajar yang berkombinasi antara visual, auditori dan kinestik. Namun, 8 siswa
siswanya sedemikan menyukai salah satu bentuk pengajaran dibanding dua
lainnya. Sehingga mereka mesti berupaya keras untuk memahami pelajaran bila
tidak ada kecermatan dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan ara yang mereka

13

sukai. Guna memenuhi kebutuhan ini, pengajaran harus bersifat mulitsensori dan
penuh dengan variasi.
Kalangan pendidikan juga mencermati adanya perubahan cara belajar
siswa. Selama lima belas tahun terakhir, Schroeder dan koleganya (1993) telah
menerapkan indikator tipe Myer-Briggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI
merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam dunia
pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan individu dalam proses belajar.
Hasilnya menunjukkan sekitar 60 persen dari mahasiswa yang masuk memiliki
orientasi praktis ketimbang teoritis terhadap pembelajaran, dan persentase itu
bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam pengalaman
langsung dan konkret daripada mempelajari konsep-konsep dasar terlebih dahulu
dan baru kemudian menerapkannya. Penelitain MBTI lainnya, jelas Schroeder,
menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang
benar-benar aktif dari pada kegiatan yang reflektif abstrak, dengan rasio lima
banding satu. Dari semua ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar
aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru harus
menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi
dan debat, dalam kelas, latihan melalui pengalaman, pengalaman lapangan,
simulasi, dan studi kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa
masa kini bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan kelompok dan belajar
bersama.

14

Temuan-teman ini dapat dianggap tidak mengejutkan bila kita


mempertimbangkan secepatnya laju kehidupan modern. Dimasa kini siswa
dibesarkan dalam dunia yang segala sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak
pilihan yang tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak merdu, dan
warna-warna terlihat begitu semarak dan menarik. Obyek, baik yang nyata
maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk mengubah segala sesuatu dari
satu kondisi ke kondisi lain terbuka sangat luas.

G. Sisi Sosial Proses Belajar


Karena siswa masa kini menghadapi dunia di mana terdapat pengetahuan
yang luas, perubahan pesat, dan ketidakpastian, mereka bisa mengalami
kegelisahan dan bersikap defensif. Abraham Maslow mengajarkan kepada kita
bahwa manusia memiliki dua kumpulan kekuatan atau kebutuhan yang satu
berupaya untuk tumbuh dan yang lain condong kepada keamanan. Orang yang
dihadapkan pada kedua kebutuhan ini akan memiliki keamanan ketimbang
pertumbuhan. Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum bisa
sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu mengambil resiko, dan menggali
hal-hal baru. Pertumbuhan berjalan dengan langkah-langkah kecul, menurut
Maslow, dan tiap langkah maju hanya dimungkin akan bila ada rasa aman, yang
mana ini merupakan langkah ke depan dari suasana rumah yang aman menuju
wilayah yang belum diketahui (Maslow, 1968).

15

Salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa aman adalah menjalin
hubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari kelompok. Perasaan saling
memiliki ini memungkinkan siswa untuk menghadapi tantangan. Ketika mereka
belajar bersama teman, bukannya sendirian, mereka mendapatkan dukungan
emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka melampaui ambang
pengetahuan dan ketermapilan mereka yang sekarang.
Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar dama buku klasiknya,
Toward a Theory of Instruction. Dia menjelaskan tentang kebutuhan mendalam
manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerjasama dengan mereka guna
mencapai tujuan, yang mana hal ini dia sebut resiprositas (hubungan timbal
balik). Bruner berpendapat bahwa resiprositas merupakan sumber motivasi yang
bisa dimanfaatkan oleh guru sebagai berikut, Di mana dibutuhkan tindakan
bersama, dan di mana resiprositas diperlukan bagi kelompok untuk mencapai
suatu tujuan, disitulah terdapat proses yang membawa individu ke dalam
pembelajaran membimbingnya untuk mendapatkan kemampuan yang diperlukan
dalam pembentukan kelompok (Bruner, 1966).
Konsep-konsepnya Maslow dan Bruner mengurusi perkembangan metode
belajar kolaboratif yang sedemikian popular dalam lingkup pendidikan masa kini.
Menempatkan siswa dalam kelompok dan memberi mereka tugas yang menuntut
untuk bergantung satu sama lain dalam mengerjakannya merupakan cara yang
bagus untuk memanfaatkan kebutuhan sosial siswa. Mereka menjadi cenderung
lebih telibat dalam kegiatan belajar karena mereka mengerjakannya bersama

16

teman-teman. Begitu terlibat, mereka juga langsung memiliki kebutuhan untuk


membicarakan apa yang mereka alami bersama teman, yang mengarah kepada
hubungan-hubungan lebih lanjut.
Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif. Kegiatan
belajar dan mengajar di kelas memang dapat menstimulasi belajar aktif dengan
cara khusus. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang
diajarkan

siswa kepada

teman-temannya

memungkinkan

mereka

untuk

memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran. Metode belajar


bersama yang terbaik, semisal pelajaran menyusun gambar (jigsaw), memenuhi
persyaratan ini. Pemberian tugas yang berbeda kepada siswa akan mendorong
mereka untuk tidak hanya belajar bersama, namun juga mengajarkan satu sama
lain.

H. Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas


Pengajaran berbasis proyek/tugas terstruktur (Project-Based Learning)
membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan
belajar siswa disain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalahmasalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran,
dan melaksanakan tugas bermana lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa
untuk bekerja secara mandiri dalam mengkostruksikannya dalam produk nyata
(Buck Institue for Eduction, 2001).

17

Siswa diberikan tugas/proyek yang kompleks, sulit, lengkap, tetapi


realistis/autentik dan kemudian diberikan bantuan secekupnya agar mereka dapat
menyelesaikan tugas mereka (bukan diajar sedikit demi sedikit komponenkomponen suatu tugas kompleks yang padu suatu diharapkan akan terwujud
menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks tersebut).
Prinsip ini digunakan untuk menunjang pemberian tugas kompleks di kelas
seperti proyek, simulasi, penyelidikan masyarakat, menulis untuk disajikan
kepada forum pendengar yang sesungguhnya, dan tugas-tugas autentik lainnya.
Istilah situated learning (Prawat, 1992) digunakan untuk menggambarkan
pembelajaran yang terjadi di dalam kehidupan nyata, tugas-tugas outentik/asli
yang sebenarnya.
Tidak memandang apakah suatu tugas harus dikerjaklan sebagai pekerjaan
kelas atau sebagai pekerjaan rumah, empat prinsip berikut ini akan membantu
siswa dalam perjalana mereka menjadi pembelajar mandiri yang efektif.
1. Membuat tugas bermakna, jelas, dan menantang
Salah satu tantangan paling sukar yang dihadapi guru pada saat
mereka menggunakan pekerjaan kelas atau pekerjaan rumah adalah menjaga
siswa tetap terlibat. Pada saat bekerja sendiri, sangat mudah bagi sisa untuk
kehilangan minat dan melalukan tindakan yang tidak relevan, khususnya
apabila tugas-tugas itu rutin.
Kebanyakan guru setuju bahwa tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan
rumah mandiri yang dapat mempertahankan keterlibatan siswa memiliki

18

tujuan yang jelas. Siswa perlu mengetahui dengan tepat apa yang mereka
harus kerjakan, mengapa mereka mengerjakan pekerjaan itu, dan apa yang
dibutuhkanuntuk menyelsaikan pekerjaan itu. Siswa-siswa itu tetap berada
dalam tugas selama pekerjaan kelas dan menyelesaikan pekerjaan rumah
apabila mereka menyikapi tugas-tugas tersebut secar bermakna.
Linda Anderson (1985) menunjukan bahwa guru jarang menaruh
perhatian pada tujuan pekerjaan kelas atau strategi-strategi belajar yang
telibat. Sebaliknya, guru menekankan pada arahan-arahan procedural. Sebagai
contoh guru dapat menghabiskan waktu banyak menjelaskan kepad siswa di
mana menulis nama di kertas atau bagaimana menyusun jawaban-jawabannya.
Sementar petunjuk-petunjuk tentang apa yang dilakukan adalah penting
guru tidak menyertakan penjelasan tentang mengapa sesuatu harus
dikerjakan

dan

proses-proses

pembelajaran

yang

terlibat.

Sebelum

memberikan suatu tugas, guru hendaknya mempertimbangkan cirri penting itu


secara seksama dan kemudian menyediakan waktu cukupuntuk menjelaskan
cirri penting itu kepada siswa.
2. Menganekaragamkan Tugas-tugas
Sama dengan kehidupan pada umumnya, keanekaragaman menambah
daya tarik tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah.siswa kemungkinan
besar ttap terlibata dan mengerjakan pekerjaan mereka jika tugas-tugas lebih
bervariasi dan menarik daripada rutindan monoton. Guru yang efektif
mengubah panjang dan cara tugas yang diberikan di samping hakikat tugas

19

beljar dan strategi-strategi kognitif yang telibat. Membaca di dalam hati,


laporan proyek-proyek khusus, dan bahan-bahan multimedia menawarkn
berbagai macam cara untuk menyelesaikan pekerjaan mandiri. Pilihan
kemungkinan tidak terbatas dan tidak aka alasan bagi guru untuk membuat
jenis tugas yang sama dari hari ke hari.
3. Menaruh Perhatian pada Tingkat Kesulitan
Menetapkan tingkat kesulitan yang cocok atas tugas-tugas yang
diberikan kepada siswa merupakan suatu bahan baku penting untuk
keterlibatan berkelanjutan yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas
tersebut. Apabila siswa diharapkan untuk bekerja secara mandiri, tugas tesebut
sehrusnya memiliki tingkat kesulitan yang menjamin kemungkinan berhasil
tinggi. Siswa tidak akan tertantang ketika tugas-tugas yang diberikan guru
terlalu mudah. Mereka menyikapi tugas-tugas seperti sebagai pekerjaan yang
tidak menantang. Pada umumnya tugas yang baik perlu memiliki tingkat
kesulitan cukup sehingga kebanyakan siswa memandangnya sebagai sesuatu
yang menantang, namun cukup mudah sehingga kebanyakan siswa akan
menemukan pemecahannya dan mengerjakan tugas tersebut atas jerih payah
sendiri
4. Memonitor Kemajuan Siswa
Akhirnya, merupakan hal penting bagi guru untuk memonitor tugastugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Monitoring hendaknya meliputi
pengecekan untuk mengetahui apakah siswa memahami tugas mereka dan

20

proses-proses kognitif yang telibat. Monitoring ini juga termasuk pengecekan


pekerjaan siswa dan mengembalikan tugas dengan umpan balik. Pad saat
beberfapa siswa diberikan pekerjaan kelas, maka guru dapat bekerja dengan
siswa lain.a dianjurkan agar guru menyediakan waktu 5 atau 10 menit untuk
berkeliling di antara siswa yang bekerja untuk memastikan apakah mereka
memahami tugas tersebut sebelum menangani siswa-siswa lain. Apabila siswa
bekerja dalam kelompok-kelompok, maka guru hendaknya berada dalam
kelompok-kelompok tersebut secara bergantian dan berkeliling di antara siswa
yang bekerja secara mandiri. Meskipun mengoreksi tugas menghabiskan
waktu, hendaknya guru mengoreksi pekerjaan yang dibuat siswa dan
mengembalikan kepda mereka dengan umpan balik.

21

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena


penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian
ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu
teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran
peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa,
sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data
yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.

A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian


1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan
penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di
SMK PGRI 2 Geneng
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat
penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober
semester gasal tahun pelajaran 2010/2011.

22

3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-siswa SMK PGRI 2 Geneng Ngawi
tahun pelajaran 2010/2011, pada pokok bahasan membubud permukaan
bertingkat

B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut
Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat
reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan
rasional dari tindakan mereka dalam

melaksanakan tugas, memperdalam

pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki


kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis,
2003: 3).
Sedangkah menurut Mukhlis (2003: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian
yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi
pembelajaran yang dilakukan.
Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan
pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya
adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2003: 5).
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan,
maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan
Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke

23

siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action


(tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada
siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan,
dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang
berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian
tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.
Putar
an 1

Refleksi

Rencana
Rencana
awal/rancangan
awal/rancangan

Putar
an 2

Tindakan/
Observasi
Refleksi

Rencanayang
yang
Rencana
direvisi
direvisi

Tindakan/
Observasi
Refleksi

Putar
an 3

Rencanayang
yang
Rencana
direvisi
direvisi

Tindakan/
Observasi

Gambar 3.1 Alur PTK


Penjelasan alur di atas adalah:

24

1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun


rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di
dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti
sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil
atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran

model kooperatif

tugas/proyek
3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau
dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang
diisi oleh pengamat.
4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat
membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana
masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan
membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir
masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki
sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Silabus

25

Yaitu

seperangkat

rencana

dan

pengaturan

tentang

kegiatan

pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.


2. Rencana Pelajaran (RP)
Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai
pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masingmasing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan
pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
3. Tes formatif
Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai,
digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep Bubut pada
pokok bahasan membubud permukaan bertingkat. Tes formatif ini diberikan
setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan guru
(objektif). Sebelumnya soal-soal ini berjumlah 45 soal yang telah diujicoba,
kemudian penulis mengadakan analisis butir soal tes yang telah diuji validitas
dan reliabilitas pada tiap soal. Analisis ini digunakan untuk memilih soal yang
baik dan memenuhi syarat digunakan untuk mengambil data. Langkahlangkah analisi butir soal adalah sebagai berikut:
a. Validitas Tes
Validitas butir soal atau validitas item digunakan untuk
mengetahui tingkat kevalidan masing-masing butir soal. Sehingga dapat
ditentukan butir soal yang gagal dan yang diterima. Tingkat kevalidan ini
dapat dihitung dengan korelasi Product Moment:

26

rxy

N XY X Y

N X

N Y

(Suharsimi

Arikunto,

2001: 72)
Dengan: rxy

: koefisien korelasi product moment

: jumlah peserta tes

: jumlah skor total

: jumlah skor butir soal

X2

: jumlah kuadrat skor butir soal

XY : jumlah hasil kali skor butir soal


b. Reliabilitas
Relaiabilitas butir soal dalam penelitian ini menggunakan rumus
belah dua sebagai berikut:
r11

2r1 / 21 / 2
(Suharsimi Arikunto, 20001: 93)
(1 r1 / 21 / 2 )

Dengan: r11
r1/21/2

: koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan


: korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Kriteria reliabilitas tes jika harga r11 dari perhitungan lebih besar dari
harga r pada tabel product moment maka tes tersebut reliable.
c. Taraf Kesukaran
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal
adalah indeks kesukaran. Rumus yang digunakan untuk menentukan taraf
kesukaran adalah:

27

B
Js

(Suharsimi Arikunto, 2001: 208)

Dengan: P

: Indeks kesukaran

: banyak siswa yang menjawab soal dengan benar

Js

: Jumlah seluruh siswa peserta tes

Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran sola adalah sebagai berikut:


-

Soal dengan P = 0,000 sampai 0,300 adalah sukar

Soal dengan P = 0,301 sampai 0,700 adalah sedang

Soal dengan P = 0,701 sampai 1,000 adalah mudah

d. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang
berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya
pembeda desebut indeks diskriminasi. Rumus yang digunakan untuk
menghitung indeks diskriminasi adalah sebagai berikut:
D

B A BB

PA PB
JA JB

(Suharsimi Arikunto, 2001: 211)

Dimana:
D : Indeks diskriminasi
BA : Banyak peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar
BB : Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar
JA : Jumlah peserta kelompok atas

28

JB : Jumlah peserta kelompok bawah


PA

BA
proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar.
JA

PB

BB
proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
JB

Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya pembeda butir


soal sebagai berikut:
-

Soal dengan D = 0,000 sampai 0,200 adalah jelek

Soal dengan D = 0,201 sampai 0,400 adalah cukup

Soal dengan D = 0,401 sampai 0,700 adalah baik

Soal dengan D = 0,701 sampai 1,000 adalah sangat baik

D. Metode Pengumpulan Data


Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi pengolahan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis
proyek/tugas, dan tes formatif.

E. Teknik Analisis Data


Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran
perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis
deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan
kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk

29

mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon
siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses
pembelajaran.
Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa
setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara
memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistic sederhana yaitu:
1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang
selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga
diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
X

X
N

Dengan

: X

= Nilai rata-rata

X = Jumlah semua nilai siswa


N = Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan
secara klasikal. Berdasarkan petunju pelaksanaan belajar mengajar kurikulum
1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah
mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas
tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama

30

dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan


rumus sebagai berikut:
P

Siswa. yang.tuntas.belajar x100%


Siswa

31

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data
observasi berupa pengamatan pengelolaan pembelajaran kontekstual model
pengajaran berbasis proyek/tugas dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir
pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus.
Data hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang
betul-betul mewakili apa yang diinginkan. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat
validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.
Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah
diterapkan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas.

A. Analisis Item Butir Soal


Sebelum melaksanakan pengambilan data melalui instrument penelitian
berupa tes dan mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan
dianalisis. Uji coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis tes
yang dilakukan meliputi:
1. Validitas
Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes
sehingga dapat digunakan sebagai instrument dalam penelitian ini. Dari

32

perhitungan 45 soal diperoleh 15 soal tidak valid dan 30 soal valid. Hasil dari
validits soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.1. Soal Valid dan Tidak Valid Tes Formatif Siswa
Soal Tidak Valid
Soal Valid
5, 6, 8, 15, 16, 18, 20, 1, 2, 3, 4, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 19, 21, 23,
22, 24, 31, 32, 33, 34, 25, 25, 27, 28, 29, 30,36, 37, 38, 39, 41, 42, 43,
35, 40
44, 45
2. Reliabilitas
Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya.
Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r11 sebesar 0, 635. Harga
ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 26)
dengan r (95%) = 0,388. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah
memenuhi syarat reliabilitas.
3. Taraf Kesukaran (P)
Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal.
Hasil analisis menunjukkan dari 45 soal yang diuji terdapat:
-

20 soal mudah

15 soal sedang

10 soal sukar

33

4. Daya Pembeda
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal
dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang
berkemampuan rendah.
Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkteriteria
jelek sebanyak 15 soal, berkriteria cukup 20 soal, berkriteria baik 10 soal.
Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syara-syarat
validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.

B. Analisis Data Penelitian Persiklus


1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat
pengajaran yang mendukung.
b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan
pada tanggal 5 Oktober 2010 di Kelas XII PMAdengan jumlah siswa
26 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses
belajar

mengajar

mengacu

pada

rencana

pelajaran

yang

telah

dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan


pelaksaaan belajar mengajar

34

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I


dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses
belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada
siklus I adalah sebagai berikut:
Table 4.2. Nilai Tes I
Keterangan
No.
Nilai
Urut
T
TT
1
80

2
70

3
40

4
80

5
50

6
80

7
70

8
30

9
80

10
90

11
60

12
50

13
70

Jumlah
850
8
5
Jumlah Skor 1750
Jumlah Skor Masimal Ideal 2600
% Skor Tercapai 67,31
Keterangan: T

No.
Urut
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Jumlah

Nilai
50
80
40
80
60
80
90
70
70
80
50
70
80
900

Keterangan
T
TT

9
4

: Tuntas

TT

: Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas

: 17

Jumlah siswa yang belum tuntas

:9

Klasikal

: Belum tuntas

35

Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I


No
1
2
3

Uraian
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar

Hasil Siklus I
67,31
17
65,38

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan


pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas diperoleh nilai
rata-rata prestasi belajar siswa adalah 67,31 dan ketuntasan belajar mencapai
65,38% atau ada 17 siswa dari 26 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas
belajar, karena siswa yang memperoleh nilai 65 hanya sebesar 65,31% lebih
kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini
disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang
dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode pembelajaran
kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas.
2. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada tahap inipeneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif II dan alat-alat
pengajaran yang mendukung.

36

b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan


Pelaksanaan

kegiatan

belajar

mengajar

untuk

siklus

II

dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2004 di Kelas XII PMA dengan


jumlah siswa 26 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru.
Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan
memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalah atau kekurangan
pada siklus I tidak terulanga lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses
belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah
tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai
berikut.

37

Table 4.4. Nilai Tes II


Keterangan
No.
No.
Nilai
Urut
Urut
T
TT
1
70

14
2
60

15
3
80

16
4
70

17
5
70

18
6
60

19
7
90

20
8
50

21
9
70

22
10
80

23
11
80

24
12
70

25
13
90

26
Jumlah
940
10
3
Jumlah
Jumlah Skor 1860
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2600
% Skor Tercapai 71,54
Keterangan:

Nilai
70
50
80
70
70
70
60
70
80
60
80
70
90
920

Keterangan
T
TT

10
3

: Tuntas

TT

: Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas

: 20

Jumlah siswa yang belum tuntas

:6

Klasikal

: Belum tuntas

Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II


No
Uraian
1 Nilai rata-rata tes formatif
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar
3 Persentase ketuntasan belajar

Hasil Siklus II
71,54
20
76,92

38

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa


adalah 71,54 dan ketuntasan belajar mencapai 76,92% atau ada 20 siswa
dari 26 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami
peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil
belajar siswa ini karena siswa sudah mulai akrab dengan metode
pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas.
Disamping itu kemampuan guru semakin meningkat dalam mengelola
prose belajar-mengajar.
3. Siklus III
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat
pengajaran yang mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pengamatan
Pelaksanaan

kegiatan

belajar

mengajar

untuk

siklus

III

dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 2004 di Kelas XII PMA dengan


jumlah siswa 26 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru.
Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan
memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan
pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

39

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses
belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah
tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah
sebagai berikut:
Table 4.6. Nilai Tes III
Keterangan
No.
No.
Nilai
Urut
Urut
T
TT
1
60

14
2
80

15
3
80

16
4
70

17
5
70

18
6
90

19
7
80

20
8
60

21
9
80

22
10
90

23
11
70

24
12
80

25
13
90

26
Jumlah 1000
11
2
Jumlah
Jumlah Skor 2000
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2600
% Skor Tercapai 76,92
Keterangan:

Nilai
80
90
80
70
80
60
80
90
80
70
80
70
70
1000

Keterangan
T
TT

12
1

: Tuntas

TT

: Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas

: 23

Jumlah siswa yang belum tuntas

:3

Klasikal

: Tuntas

40

Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III
No
Uraian
1 Nilai rata-rata tes formatif
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar
3 Persentase ketuntasan belajar

Hasil Siklus III


76,92
23
88,46

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif


sebesar 76,92 dan dari 26 siswa yang telah tuntas sebanyak 23 siswa dan
3. siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal
ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 88,46% (termasuk kategori
tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari
siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi
oleh adanya peningkatan kemampuan siswa dalam mempelajari materi
pelajaran yang telah diterapkan selama ini. Juga dari hasil pembelajaran
kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas ini murid jadi
gampang mengingat kembali.
c. Refleksi
Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik
maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan
penerapan

pembelajaran

kontekstual

model

pengajaran

berbasis

proyek/tugas. Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai


berikut:

41

1. Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua


pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum
sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing
aspek cukup besar.
2. Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif
selama proses belajar berlangsung.
3. Kekurangan

pada

siklus-siklus

sebelumnya

sudah

mengalami

perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.


4. Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan.
d. Revisi Pelaksanaan
Pada siklus III guru telah menerapkan pembelajaran kontekstual
model pengajaran berbasis proyek/tugas dengan baik dan dilihat dari
aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar
mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu
banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah
memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan
agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan
pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas dapat
meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai.

42

C. Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran
kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas memiliki dampak positif
dalam meningkatkan daya ingat siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin
mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah
disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II,
dan III) yaitu masing-masing 65,38%, 76,92%, dan 88,46%. Pada siklus III
ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas dalam
setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap
proses mengingat kembali materi pelajaran yang telah diterima selama ini,
yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap
siklus yang terus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran Bubut dengan pembelajaran kontekstual model pengajaran
berbasis proyek/tugas yang paling dominan adalah bekerja dengan
menggunakan alat/media, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan

43

diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa
aktivitas isiwa dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan

untuk

aktivitas

guru

selama

pembelajaran

telah

melaksanakan langkah-langkah pembelajaran kontekstual model pengajaran


berbasis proyek/tugas dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang
muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam
mengerjakan kegiatan, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi
umpan balik/evaluasi/Tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas
cukup besar

44

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus,
dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis
proyek/tugas memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar
siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam
setiap siklus, yaitu siklus I (65,52%), siklus II (75,860%), siklus III (86,21%).
2. Penerapan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas
mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
untuk mempelajari kembali materi pelajaran yang telah diterima selama ini
yang ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa
siswa tertarik dan berminat dengan pembelajaran kontekstual model
pengajaran berbasis proyek/tugas sehingga mereka menjadi termotivasi untuk
belajar.
3. Pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas memiliki
dampak positif terhadap daya ingat siswa, dimana dengan metode ini siswa
dipaksa untuk mengingat kembali materi palajaran yang telah diterima selama
ini.

45

B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses
belajar mengajar Bubut lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal
bagi siswa, makan disampaikan saran sebagai berikut:
1. Untuk melaksanakan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis
proyek/tugas memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus
mempu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan
dengan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas
dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih
sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran yang sesuai, walau
dalam taraf yang sederhana,

dimana siswa nantinya dapat menemuan

pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa


berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya
dilakukan di satu kelas SMK PGRI 2 geneng saja.

46

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rineksa Cipta
Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindon.
Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang:
Aneka Ilmu.
Hadi, Sutrisno. 198. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi
UGM.
Melvin, L. Siberman. 2004. Aktif Learning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung:
Nusamedia dan Nuansa.
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And
Learning/CTL) dan Penerapannya Dalam KBK. Malang: Universitas
Negeri Malang (UM Press).
Riduwan. 2004. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars.

47

You might also like