Professional Documents
Culture Documents
Fatih Az Zahra
22030112120009
22030112130019
Nindya Marta G. P.
22030112130021
22030112130025
Cahyani Kusumaningtyas
22030112130047
Silmi Mahardini
22030112110069
22030112140099
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Gambaran Kasus
Keterangan Pasien: gangguan pernapasan akut, COPD, gangguan vascula perifer dengan
intermittent claudication
Riwayat pasien:
Onset penyakit: Pasien memiliki riwayat penyakit paru obstruktif kronis, yang mungkin
disebabkan dari penggunaan tembakau berat yakni dalam jangka waktu yang lama dan jumlah
yang banyak, menjalani tes PPD sebanyak 2 tahap (purified protein derivative) selama 50 tahun
untuk melihat apakah terdapat infeksi tuberculosis atau tidak. Hari ini, kondisinya terlihat seperti
keadaan biasanya ditandai dengan adanya pembatasan frekuensi olahraga yang berhubungan
dengan dyspnea (kesulitan bernafas) saat aktivitas. Dia juga memperhatikan adanya kebutuhan
terhadap penggunaan 2 bantal akibat adanya orthopnea (bentuk gangguan seperti dyspnea
dimana pasien hanya dapat bernafas dengan nyaman saat ia duduk atau berdiri tegak),
pembengkakan di kedua ekstremitas bawah. Hari ini, ketika dia sedang berkebun, tiba-tiba dia
merasakan adanya gangguan pernafasan (dyspnea). Istrinya langsung membawanya ke UGD. Di
UGD, pasien diberikan hasil rontgen dadanya yang menunjukkan adanya pneumothorax pada
paru-paru bagian kiri. Pasien mengatakan bahwa ia juga merasakan kram di betis bagian kanan
saat ia berjalan.
Riwayat Medis: Kolesistektomi (pengangkatan kantung empedu) 20 tahun yang lalu. Ekstraksi
total gigi (pencabutan gigi) 5 tahun yang lalu. Pasien merasakan adanya gangguan intermittent
claudication (kondisi medis yang ditandai dengan rasa gatal atau nyeri kram pada tungkai kaki
ketika berjalan). Pasien memiliki alergi terhadap penicillin. Didiagnosis dengan emfisema lebih
dari 10 tahun yang lalu. Obat yang digunakan oleh pasien yaitu, Combivent (metered dose
inhaler) - 2 inhalasi 4 kali sehari (masing-masing inhalasi mengandung 18 mcg bromide
ipratropium dan 130 mcg albuterol sulfat).
Riwayat pembedahan: Kolesistektomi (pengangkatan kantung empedu) 20 tahun yang lalu.
Obat yang digunakan saat ini: Combivent, Lasix, O2 2 L / jam melalui nasal canula pada malam
hari
Penggunaan tembakau: Ya; tes PPD sebanyak 2 tahap selama 50 tahun
Penggunaan alkohol: Ya; 1-2 botol miras, 1-2 kali / minggu
Riwayat keluarga: Ayahnya memiliki riwayat kanker paru-paru
Demografi:
Status pernikahan: Menikah, tinggal bersama istri yang berusia 62 tahun dan memiliki empat
orang anak yang keempatnya tidak tinggal bersama dalam satu atap.
Pendidikan: Sarjana
Bahasa: Inggris dan Jepang
Pekerjaan: Pensiun dari manajer supermarket lokal
Jam kerja: N/A
Kebangsaan: Nisei
Agama: Methodist
Riwayat fisik:
Keluhan utama: "Suami saya telah memiliki emfisema selama bertahun-tahun Ia bekerja di
kebun hari ini dan merasakan sesak napas secara tiba-tiba. Pada akhirnya saya menelepon dokter
dan dia meminta saya untuk segera membawanya ke UGD.
Tanda-tanda vital:
Suhu: 98oF
Tingkat pernapasan: 36
TD: 110/80
HEENT (Kepala, Mata, Telinga, Hidung, Tenggorokan): dalam batas normal; tes funduskopi
mengindikasikan adanya AV nicking (suara memekik)
Mata: refleks pupil normal
Telinga: Penurunan neurosensorik
Hidung: Normal
Tenggorokan: vena jugularis terlihat menggembung. Trakea bergeser ke kanan. Karotis
berbentuk simetris.
Alat vital: normal
Rectal: normal
Ekstremitas: Edema
Kulit: tekstur kering, hangat
Dada / paru-paru: hiper resonansi di dada kiri pada bagian depan dan belakang. Suara tarikan
napas yang kencang terdapat pada dada sebelah kanan.
Perut: bekas luka bedah pada perut bagian kanan atas. Tidak ada organomegali atau massa.
Sirkulasi: terdapat suara menekik. Tidak ditemukan adanya denyut nadi di bagian PT (Posterior
Tibialis) dan DP (Dorsalis Pedis).
Pengkajian keperawatan
Penampakan abdomen
Palpasi abdomen
Fungsi usus
Suara perut
RUQ
LUQ
RLQ
LLQ
Warna feses
Konsistensi feses
Pipa/ostomy
(tindakan
3/26
obesitas sentral
lembut
tidak berfungsi
operasi
Ada
Ada
Ada
Ada
Coklat
Lembut
yang Kateter
Genitourinari
Pembatasan urinari
Sumber urin
Penampakan
Integumen
Warna kulit
Suhu
Turgor kulit
Kondisi kulit
Membran mukosa
Komponen lain pada skor braden
Kateter
Kateter
Kuning
Pucat
Hangat
Normal
Normal
Normal
tekanan sensorik, 18, tidak beresiko
Zat Gizi
Riwayat: Menurut istrinya, biasanya sarapan adalah makan yang terbesar. Namun, selama
beberapa minggu terakhir nafsu makan Bapak H menurun. Istri bapak H menyatakan bahwa
berat badan suaminya paling berat mencapai 61.2 kg, tetapi menurutnya bapak H berat badannya
lebih dari 61.2 kg.
Kebiasan asupan sehari:
Makan pagi
: telur, sereal panas, roti atau muffin, teh panas (dengan susu dan gula)
Makan siang : sup, sandwich, teh panas (dengan susu dan gula)
Makan malam : sedikit daging, nasi, 2-3 macam buah-buahan, teh panas (dengan susu dan gula)
Recall 24 jam: 2 telur telur orak-arik, krim gandum, teh panas, roti; tidak ada makanan sisa.
Alergi terhadap makanan
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
Rentang normal
< 0,3
120 - 199
>55 F, >45 M
3/26
0.8
155
32
LDL (mg/dl)
Rasio LDL/HDL
<130
<3.22 F
142
4,44
TGS (Trigliserida)
<3.55 M
35 135 F
155
40 160 M
BAB II
NUTRITION CARE PROCESS
2.1.
Skrining Gizi
Nama belakang
: Mr. Hayato
Berat badan
Nama Depan
: Daishi
Jenis kelamin
: Laki-laki
Tanggal
: 3/26
Skrining
A Apakah terdapat penurunan asupan makanan selama 3 bulan terakhir
akibat dari kehilangan nafsu makan , masalah pencernaan , kesulitan
mengunyah atau menelan?
0 = Penurunan asupan makanan berat
bulan terakhir ?
0 = Ya
2 = Tidak
Masalah neuropsikologi
3 = LB 31 atau lebih
Skor skrining
(maksimal 14 poin)
12 - 14 poin:
8 - 11 poin:
beresiko malnutrisi
0 - 7 poin:
kekurangan gizi
2.2.
Nutrition Assessment1,2
Domain
FH
Data
FH-1.1.1.1
FH-1.2.1.1
Asupan cairan
FH-1.4.1.1
FH-1.4.1.2
FH-1.5.1.1
Total lemak
FH-1.5.2.1
Total protein
FH-1.5.3.1
Total karbohidrat
FH-2.1.2.5
AD AD-1.1.1
AD-1.1.2
Identifikasi Masalah
1446 kkal
965,3
ml
Interpretasi
Data
Asupan inadekuat
(830,3
ml+2100-1965 ml)
1-2 gelas
1-2 kali seminggu
36,1 g
49,3 g
227,2 g
NKA
Asupan inadekuat
Asupan moderat
Asupan adekuat
Asupan inadekuat
Asupan inadekuat
Alergi makanan
TB
162,56 cm = 2,64
BB
55,33-2,76 = 52,57 kg
AD-1.1.5
BMI
19,91 kg/m2
Underweight
(Normal = >20
BD
BD-1.1.1
Arterial pH
kg/m2 )1
Rendah
(normal
7.35-7.45)
BD-1.1.2
Arterial bikarbonat
38 ; 33 ; 32 ; 37
Tinggi
(normal
24-28)
BD-1.1.3
pCO2
65 ; 59 ; 50 ; 66
Tinggi
(normal
35-45mm Hg)
BD-1.1.4
pO2
56 ; 58 ; 60 ; 57
Rendah
(normal
80mm Hg)
BD-1.4.6
Bilirubin
0.8
Tinggi
(normal
<0.3)
BD-1.7.2
HDL
32 mg/dL
Rendah
(normal
>55 F, >45M)
BD-1.7.3
LDL
142 mg/dL
Tinggi
(normal
<130)
BD-1.7.6
LDL : HDL
4.44
Tinggi
(normal
<3.22 F, <3.55 M)
Rendah
BD-1.10.1
Hemoglobin
13.2 g/dL
(normal
12-15 F, 14-17 M)
Rendah
(normal
37-47 F, 40-54 M)
PD
BD-1.10.2
Hematokrit
39%
PD-1.1.3
PD-1.1.4
Ekstremitas,
tulang
otot,
- Sianosis, edema
- Telinga ada sedikit defisit
dan
neurosensori pada akustik
(sensor pendengaran)
- Trakea tampak bergeser ke
kanan
- Abdomen tampak sedikit
PD-1.1.5
buncit
Sistem Digestive (mulut
- Kontinensi urin
hingga rektum)
- Pengeluaran urin melalui
catheter
Warna kulit pucat, sedikit
kasar
PD-1.1.8
Integumen
Kulit
kasar
Tanda vital
nafas/menit
- Nadi : 118/menit
karena
:
36
asupan cairan
Normal
Normal
Normal
Takikardi
CH-1.1.1
Usia
65 tahun
CH-1.1.2
Jenis kelamin
Laki-laki
CH-1.1.3
Etnik
Nisei
CH-1.1.4
Bahasa
CH-1.1.6
Pendidikan
Sarjana
CH-1.1.7
Suami
CH-1.1.8
Merokok
2 bungkus sehari
CH-2.1.13
Respirasi
Dyspnea
CH-2.2.1
Combivent, Lasix
CH-2.2.2
Riwayat operasi
Cholecystectomy
kurang
CH-3.1.4
Hanya
istri
yang
mendukung
CS
CH-3.1.6
CS-1.1.1
Pekerjaan
Total kebutuhan energi
Pensiunan
BEE = 9.99 x 55,33 kg +
6.25 x 162,56 cm - 4.92 x
65 + 5 = 552,74 + 1016
319,8 +5 = 1253,94 kkal
AF = 20% x 1253,94 =
250,78
SDA = 10% x (1253,94 +
250,78) = 150,47 kkal
TEE = 1253,94 + 250,78 +
150,47 = 1655,11 kkal
CS-1.1.2
Metode
perhitungan energi
CS-2.1.1
= 42 % x 1655,11 kkal
= 695,14 kkal atau 77,24
gr
CS-2.2.1
18% x 1655,11
= 297,91 kkal atau 74,47
gr 2
CS-2.3.1
Total kebutuhan Kh
40% x 1655,11
= 662 kkal atau 165,5 gr
CS-3.1.1
= (25-40) ml x 55,33 kg / 24
jam = (1383,25 2213,2)
ml / 24 jam = 1,3 -2,2 liter
per hari
2.3.
Nutrition Diagnosis
No
Problem
.
1.
Asupan
Etiologi
oral Daya
inadekuat (NI-2.1)
Sign/Symptoms
terima
menurun
dan
mampuan
untuk
dan
minum
terganggunya
pernafasan
2.
Asupan
3.
Altered
related
akibat
yang pendek.
cairan Daya terima
inadekuat (NI-3.1)
saluran
nafas
makanan Asupan
cairan
berdasarkan
terbatas
dan
mampuan
untuk
dan minum.
nutrition- Perubahan fungsi
values (NC-2.2)
hasil laboratorium.
Nutrition Intervensi
Intervensi dibagi menjadi dua ketika kondisi pasien belum dapat mengasup makanan per oral
sehingga harus diberi nutrisi enteral dan ketika kondisi sudah membaik dan mampu makan
melalui oral
2.1.1. Tujuan
= 55,33 kg
= BB saat ini x 5%
= 55,33 x 5%
= 52,56 kg
= 20% x 1348,9
= 269,78 kkal
SDA = 10% x (1348,9 + 269,78)
= 161,87 kkal
TEE
= 1348,9 +269,78+161,87
= 1780,55 kkal
= 45% x 1655,11
= 801,3 kkal atau 200,3 gr
Cairan
Kebutuhan cairan dipenuhi secara bertahap agar tidak menyebabkan retensi cairan yang
dapat memperparah odema.
Tahapan pemberian cairan pertama diberi sesuai dengan kebiasaan pasien yaitu 800 mL,
kemudian bertahap menjadi 900 mL, 1000 mL, 1200 mL, 1300 mL. Pemberian tersebut tidak
bisa dipaksakan, ketika pasien mampu untu mengasup lebih banyak cairan dianjurkan untuk
menuju ke tahap pemberian cairan yang lebih banyak hingga memenuhi kebutuhan. Retensi
cairan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya efek samping dari terapi medis misalnya
obat-obatan, efek samping dari kondisi penyakit. Retensi cairan juga dapat disebabkan terlalu
banyak mengonsumsi garam, dan jarang diakibatkan karena konsumsi cairan yang berlebihan 3,
sehingga pemenuhan kebutuhan sesuai dengan kebutuhan harus dicapai secara bertahap.
2.1.4. Implementasi
1. Tahap I (Ketika kesulitan mengasup per oral Nutrisi Enteral)
Terdapat formula nutrisi enteral yang dijual komersial yang dibuat khusus untuk pasien
dengan penyakit pernafasan yang mengandung karbohidrat rendah (30%) dan lemak yang lebih
tinggi (50%)4, misalnya yang tertera sebagai berikut5:
Kkal/m
Produk
Produsen
NovaSourc
Novartis
L
1,5
Nestle
Ross
Novartis
1,5
1,5
1,5
% KH
40,0
Protein
20,0
27,0
28,2
40,0
18,0
16,7
20,0
% Lemak
Harga/1000 kkal
40,0
(dlm USD)
6,72
55,0
55,1
40,0
5,33
4,28
7,50
e
Pulmonary
NutriVent
Pulmocare
Respalor
2.
Tahap II (Ketika keadaan sudah lebih baik dan dapat mengasup makanan melalui
oral)
Menu 1 hari (1780,55 kkal)
Sarapan
cangkir (120 ml) jus apel
2 lbr roti tawar dengan mentega, keju dan daging asap
gelas (120 ml) susu (whole milk)
Snack 1
Chocolate Peanut Butter Shake
cangkir heavy whipping cream
3 sdm creamy peanut butter
3 sdm sirup cokelat
1 cangkir es krim cokelat
Makan siang
100 gr nasi dengan 50 gr kacang, bawang dan paprika
Scramble egg
Miso soup
Rumput laut
Tahu
2 bh Biskuit
1 cangkir (240 ml) teh tidak berkafein
Snack 2
Great Grape Slush
2 bh es krim anggur
cangkir jus anggur atau soda lemon
2 sdm sirup jagung
1 sdm minyak jagung
Makan malam
Sushi Mr Crab
50 gr Nasi
Rumput laut
Timun
Wortel
Crab stick
Chicken katsu
50 gr Dada ayam
Tepung
Salad
Kubis
Wortel
Saus tousand island
Snack 3
Super Pudding
2 cangkir whole milk
2 sdm minyak zaitun
1 bks agar-agar instan
cangkir susu bubuk
Perhitungan Menu
Zat Gizi
energi
Air
protein
lemak
karbohidra
t
Vit. A
Vit. E
Vit. C
sodium
kalsium
magnesiu
m
fosfor
2.5.
Asupan
1778,5 kkal
1418,1 g
85,0 g
72,2 g
Kebutuhan
1780,55 kkal
1300-2100 ml
89 gr
69,2 gr
192,7 g
200,3 gr
766,9 g
13,5 mg
53,2 mg
<2400 mg
1877 mg
993,3 g
10,2 mg
56,8 mg
1568,9 mg
834,8 mg
284,9 mg
420 mg
700
1282,6 mg
Diagnosis
Intervensi
Evaluasi
Asupan oral tidak adekuat Memenuhi kebutuhan asupan Kebutuhan makanan terpenuhi
(NI-2.1)
zat
gizi
dengan sesuai
mempertimbangkan
COPD
yang
dengan
kebutuhan
dialami
pasien.
Asupan cairan tidak adekuat Memenuhi kebutuhan cairan Kebutuhan
cairan
pasien
(NI-3.1)
yaitu
1,3-2,1
dengan
mempertimbangkan terpenuhi
kondisi odema.
Altered
secara bertahap.
nutrition-related Memberi rekomendasi asupan Kebutuhan zat gizi terkait
terpenuhi
dengan
karbohidrat
(45%),
BAB III
PEMBAHASAN
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran
napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri atas bronkitis
kronis dan emfisema atau gabungan keduanya. Pada pasien dalam kasus ini, didiagnosis bahwa
pasien mengalami emfisema lebih dari 10 tahun yang lalu. Pada emfisema ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding alveoli, sehingga
klien selalu kehabisan napas dan lebih sulit untuk menjadi aktif.
Pertama-tama, Bapak H mengalami gangguan pernafasan (dyspnea) dan pneumothorax.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa pasien dengan PPOK mengalami kesulitan
bernafas dan hanya mendapatkan sedikit oksigen untuk memenuhi fungsionalitas organ.
Kegagalan fungsionalitas paru-paru yang terjadi pada pasien dengan PPOK disebabkan adanya
kista di paru-paru yang dapat pecah. Denyut nadinya mencapai 118 BPM dan laju respirasi
sebanyak 36 BPM. Dua indikator tersebut berada pada kategori tinggi, dimana digunakan
sebagai salah satu acuan diagnosis terjadinya PPOK disebabkan jantung dan paru-paru
membutuhkan kerja yang lebih berat untuk menyediakan oksigen bagi seluruh tubuh yang
memerlukan oksigen. Pada bagian ekstremitas tubuhnya, dia mengalami sianosis (gangguan pada
kulit yang menyebabkan warna kulit, kuku, dan membrane mukosa menjadi biru), yang mana
mengindikasikan adanya kekurangan oksigen pada bagian tubuhnya yang lebih jauh dari jantung.
Wajahnya juga terlihat pucat yang berhubungan dengan adanya kekurangan oksigen. Selama
menjalankan tes terhadap dada/paru-paru-nya, didapatkan adanya hyperresonansi dan suara
tarikan nafas yang kencang. Hal ini berarti bahwa dia bernafas lebih berat dibandingkan dengan
orang normal yang tidak mengalami gangguan pernafasan dan dia membutuhkan lebih banyak
energi untuk mendapatkan oksigen yang dia butuhkan.
Pada assessment domain data biokimia, ditemukan bahwa kadar gas-gas dalam darah di
bagian arteri, kesemuanya memiliki kadar diluar kisaran normal. Ditunjukkan bahwa pH arteri
dan pO2 pasien tersebut memiliki kadar yang lebih rendah dari normal ditandai dengan skor pH
arteri adalah 7.2 ; 7.3 ; 7.36 ; 7.22 lebih rendah dibandingkan skor normal yakni 7.35-7.45
dan skor pO2 adalah 56 ; 58 ; 60 ; 57 lebih rendah dibandingkan skor normal yakni 80mm
Hg. Sedangkan untuk status kadar pCO2 dan bikarbonat arteri memiliki kadar yang lebih tinggi
dibandingkan kadar normal ditandai dengan skor pCO2 adalah 65 ; 59 ; 50 ; 66 lebih tinggi
dibandingkan skor normal yakni 35-45mm Hg dan skor bikarbonat arteri adalah 38 ; 33 ; 32 ;
37 lebih tinggi dibandingkan skor normal yakni 24-28. Hal ini mengindikasikan bahwa
tubuhnya mengalami kondisi kompensasi terhadap adanya asidosis pada pernafasannya
disebabkan oleh tingginya kadar CO2 yang menyebabkan pH arteri turun, dan disertai dengan
kadar bikarbonat arteri yang tinggi menunjukkan bahwa ginjalnya mencoba untuk menormalkan
kadar pH dengan mengubah bikarbonat arteri basa melalui proses metabolik.
Tingginya rasio LDL/HDL disebabkan Bapak H cenderung memakan banyak telur dan
olahannya. Sedangkan rendahnya kadar hemoglobin dan hematokrit berhubungan dengan
kurangnya konsumsi makanan yang kaya akan protein dan zat besi.
Kebiasaan merokok pada bapak H menjadi salah satu factor resiko terpenting, jauh lebih
penting dari factor resiko lainnya. Penyebab lain adalah riwayat terpajan polusi udara
(lingkungan dan tempat kerja) dimana dahulu pasien tersebut bekerja sebagai manajer di pasar
local. Selain itu factor hipereaktiviti bronkus, riwayat infeksi saluran napas bawah berulang,
jenis kelamin laki-laki dan ras (kulit putih lebih berisiko).
Pasien dengan PPOK memiliki status gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan orang
normal tanpa PPOK disebabkan kesulitan pasien untuk makan dan nafsu makan pasien yang
menurun. Pasien dengan PPOK pada umumnya mengalami penurunan berat badan yang
disebabkan adanya peningkatan kebutuhan energi dimana energy tersebut digunakan untuk
bernafas dan akibat dari adanya penurunan nafsu makan menyebabkan penurunan terhadap
asupan makan.
Pasien yang merokok membutuhkan asupan vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan
asupan normal. Selain itu, mineral bertanggung jawab terhadap proses kontraksi otot seperti
kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) yang penting untuk dimonitoring karena seluruh kontraksi
otot perlu bernafas. Pasien tersebut memiliki risiko osteoporosis yang lebih besar jika asupan
kalsium tidak terpenuhi. Asupan vitamin D perlu ditingkatkan untuk mendukung absorpsi
kalsium. Monitoring terhadap status vitamin K, natrium dan kalium menyesuaikan terhadap
kondisi pasien dan obat yang digunakan.
Respiratory quotient (RQ) merupakan rasio antara karbondioksida dengan oksigen yang
dikonsumsi oleh organisme pada waktu tertentu. Terdapat perbedaan jumlah karbondioksida
yang diproduksi ketika masing-masing makronutrien (karohidrat, lemak dan protein) yang
dikonsumsi. RQ untuk karbohidrat adalah 1, lemak adalah 0.7, dan protein adalah 0.8. Maka baik
untuk pasien PPOK untuk meningkatkan asupan lemak dan menurunkan asupan karbohidrat
sehingga dapat menurunkan kadar CO2 dalam darah. Anjuran asupan karbohidrat sebanyak 4055%, lemak sebanyak 30-45% dan protein sebanyak 15-20% dari total kalori sehari.
Adapun gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala, gejala ringan
hingga gejala berat. Diagnosis PPOK ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan yang terarah
dan sistematis meliputi gambaran klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisis) dan pemeriksaan
penunjang baik yang bersifat rutin maupun pemeriksaan khusus. Pada kasus Bapak H, diagnosis
yang dibuat adalah sebagai berikut;
1. Inadekuat oral intake (NI-2.1) berkaitan dengan menurunnya kemampuan untuk
mengkonsumsi makanan ditandai dengan swallowing difficulty.
2. Inadequate fluid intake (NI-3.1) berkaitan dengan kurangnya akses untuk minum (manula)
berkaitan dengan kurangnya perkiraan asupan cairan dari kebutuhan yaitu 830,3 ml.
3. Altered nutrition-related laboratory values (NC-2.2) berkaitan dengan pulmonary disfunction
ditandai dengan perubahan pO2 dan pCO2 (pulmonary disorder)
Data antropometri Bapak H yaitu tinggi badan 162,56 cm, berat badan 55,33 kg dan BMI
21,11 kg/m2 berada pada kategori normal. Adapun berat badan ideal Bapak H adalah 52,57 kg
dimana berat badan Bapak H sekarang mendekati berat badan ideal. Namun, Bapak H
mengalami penurunan berat badan sebanyak 5.9 kg dimana berarti ia mengalami penurunan berat
badan sebanyak 10% dari berat badan biasanya yakni 61 kg. Hal ini mengindikasikan penurunan
berat badan tingkat berat dan sangat penting baginya untuk menjaga berat badan dengan
meningkatkan berat badannya.
Berdasarkan perhitungan kebutuhan kalori dan protein, dengan rumus didapatkan hasil
kalori: 1655,11 Kcal/hari; protein: 64-85 g/hari Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kebutuhan kalori sehari Bapak H adalah 1700 Kkal/hari dan kebutuhan
protein sehari Bapak H antara 65-85 gram/hari Adapun kebutuhan asupan cairan Bapak H sehari
adalah 1,3 2,2 L/hari.
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga
penatalaksanaan PPOK terbagi atas penatalaksanaan pada keadaan stabil dan penatalaksanaan
pada eksaserbasi akut.Tujuan umum penatalaksanaan PPOK adalah untuk mengurangi gejala,
mencegah eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru serta
meningkatkan kualiti hidup penderita. Penatalaksanaan meliputi edukasi, obat-obatan, terapi
oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.
Tujuan penatalaksanaan gizi pada Bapak H adalah sebagai berikut;
1. Gol pertama akan meningkatkan kebutuhan kalori sehingga ia dapat mempertahankan atau
meningkatkan berat badan saat ini.
2. Gol kedua akan tetap dengan lemak tinggi, diet karbohidrat rendah sehingga RQ-nya tetap
rendah dan memiliki lebih sedikit karbon dioksida dalam tubuh.
3. Gol terakhir akan meningkatkan makanan padat gizi dalam makanan, terutama produk susu,
sehingga meningkatkan status gizi dan ia dapat mengurangi risiko osteoporosis.
Pada pasien dengan asupan oral yang tidak adekuat, dapat dipertimbangkan pemberian
dukungan nutrisi berupa enteral nutrisi (EN) dan/atau parenteral nutrisi (PN). Menurut ESPEN
(European Society for Parenteral and Enteral Nutrition), evidens tentang keuntungan pemberian
EN dan/atau PN pada pasien PPOK masih terbatas, meskipun demikian kombinasi dengan
latihan fisik dan farmakoterapi anabolik berpotensi untuk meningkatkan status gizi.
Dibandingkan PN, pemberian EN lebih direkomendasikan, dengan alasan tidak didapatkan
evidens terkait gangguan funsi pencernaan pada pasien PPOK. Selain itu pemberian EN lebih
murah, serta lebih sedikit dan lebih ringan dalam menimbulkan komplikasi dibandingkan
pemberian PN. Meskipun penurunan berat badan berkorelasi dengan kenaikan morbiditas dan
mortalitas, namun, karena keterbatasan penelitian terkait efek dari EN atau PN, maka tidak
memungkinkan untuk menyusun rekomendasi yang jelas dan tidak dapat dikatakan jika
prognosis dipengaruhi oleh pemberian PN. Untuk jenis formula yang diberikan, ESPEN
berpendapat bahwa pada pasien dengan PcxPOK stabil, tidak ada keuntungan tambahan dari
suplementasi nutrisi oral (oral nutritional supplement/ONS) berupa rendah karbohidrat-tinggi
lemak dibandingkan ONS standar atau tinggi protein atau tinggi energi. Pemberian ONS dengan
porsi kecil lebih disukai untuk menghindari sesak nafas setelah makan dan untuk memperbaiki
kepatuhan pasien. Ringkasan pernyataan ESPEN untuk pemberian EN pada pasien PPOK dapat
dilihat pada Tabel 1.6
Tabel 1. Ringkasan Pernyataan ESPEN untuk Enteral Nutrisi pada PPOK
Subyek
Indikasi
Rekomendasi
Terdapat bukti yang terbatas bahwa pasien PPOK
mendapatkan keuntungan dari pemberian enteral
Aplikasi
Tipe
kepatuhan pasien.
Pada pasien PPOK yang stabil, tidak terdapat
Formula
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organorgan lainnya. Terapi oksigen bermanfaat untuk mengurangi sesak napas, hipertensi pulmoner,
vasokonstriksi pembuliuh darah paru, hematokrit dan memperbaiki kualiti dan fungsi
neuropsikologik.
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,
gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan gagal
napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan intubasi maupun tanpa intubasi.
Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan
dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah NIPPV
(noninvasive intermitten positive pressure) atau NPV (negative pressure ventilation). NIPPV bila
digunakan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT/long term oxygen therapy) akan
memberikan perbaikan bermakna pada AGD, kualitas dan kuantitas tidur serta kualiti hidup.
NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi volume control, pressure control dan BiPAP (bilevel
positive airway pressure) dan CPAP (continuous positive airway pressure).
Ventilasi mekanik dengan intubasi. Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan
ventilasi mekanik di rumah sakit bila ditemukan keadaan sebagai berikut:
1. Gagal napas yang pertama kali
2. Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat diperbaiki
(misalnya pneumonia)
3. Aktivitas sebelumnya tidak terbatas.
4. Ventilasi mekanik sebaiknya tidak dilakukan pada pasien PPOK dengan kondisi sebagai
berikut:
a. PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya
b. Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan
c. Aktiviti sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni
menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK
karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresif tidak akan mengatasi masalah,
karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat
metabolisme karbohidrat. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah
karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi
semenit oxigen comsumptiondan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada
PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.
Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk dengan kalori yang dibutuhkan. Dianjurkan
pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang
lebih sering, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan
pipa nasogaster.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.copdeducation.org.uk/Category-284/COPD-Nutrition
2. Mahan LK, Escott-Stump S, Raymod JL. Krauses Food and the Nutrition Care Process, ed
13th.
3. Web MD. COPD Diet Guidelines: Protein, Calcium, Reducing Sodium, and More. Dapat
diakses melalui: http://www.webmd.com/lung/copd/more-essential-dietary-guidelines-forcopd-patients.
4. Marcia Nelms, et al. 2010. Nutrition Therapy and Patophysiology 2/e. Bab 21 Disease of The
Respiratory System. p 662.
5. Ainsley Malone. 2005. Enteral Formula Selection: A Review of Selected Product Categories.
Practical
Gastroenterology
June
2005.
Dapat
diakses
melalui:
http://www.medicine.virginia.edu/clinical/departments/medicine/divisions/digestivehealth/nutrition-support-team/nutrition-articles/MaloneArticle.pdf
D. Anker, et al. 2006. ESPEN Guidelines on Enteral Nutrition: Cardiology and
6. S.