Professional Documents
Culture Documents
DI SUSUN OLEH :
NAMA : MAS SUBENTAR, S. Kep
NIM
: 113063J114055
I.
1. Defenisi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto,
2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi
(Arif, 2000).
2. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik),
sering terjadi pada:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi (malnutrisi) yang bisa
menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya kejang. Proses persalinan
yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan (serotinus) mengakibatkan otak
janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan ini berpotensi menjadi ''embrio''
epilepsi bahkan bayi yang tidak segera menangis saat lahir atau adanya gangguan
pada otak seperti infeksi/ radang otak dan selaput otak, cedera karena benturan fisik/
trauma serta adanya tumor otak atau kelainan pembuluh darah otak juga memberikan
kontribusi terjadinya epilepsi.
Tabel 01. Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi
Bayi (0- 2 th)
Hipoksia dan iskemia paranatal
Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan
metabolik
(hipoglikemia,
hipokalsemia,
Gangguan genetic
Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
Trauma
Alkoholisme
Tumor otak
Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
Alkoholisme
3. Klasifikasi
Epilepsi diklasifikasikan menjadi dua pokok umum yaitu klasifikasi epilepsi
dengan sindrom epilepsi dan klasifikasi berdasarkan tipe kejang
a) klasifikasi epilepsi dan sindrom epilepsi
Berdasarkan penyebab
1. Epilepsi idiopatik: bila tidak diketahui penyebabnya, epilepsi pada anak
dengan paroksimal oksipital
2. Simtomatik: bila ada penyebabnya, letak fokus pada pada semua lobus otak
b) klasifikasi tipe kejang epilepsi (browne, 2008)
1. Epilepsi kejang parsial (lokal, fokal)
a. Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap
normal
Dengan gejala motorik:
Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh
saja
Fokal motorik menjalar: epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan
tertentu
Disertai gangguan fonasi: epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau
pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
jarum.
Visual: terlihat cahaya
Auditoris: terdengar sesuatu
Olfaktoris: terhidu sesuatu
Gustatoris: terkecap sesuatu
Disertai vertigo
lebih besar.
Halusinasi kompleks (berstruktur): mendengar ada yang bicara, musik,
melihat suatu fenomena tertentu, dll.
bilateral.
Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher,
mengedang.
Dengan automatisme
Dengan komponen autonom.
b. Grand Mal
Kejang mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat
kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang.
Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
Kejang klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam,
lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama
sekali pada anak.
Kejang tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi
kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi
tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak.
Kejang tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal
dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tandatanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan, otototot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira menit
diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti
sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila
pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena
hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan.
Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun
dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan
keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
Kejang atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga
pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi ini
terutama sekali dijumpai pada anak.
berlebihan
neurotransmitter
aksitatorik
atau
deplesi
neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang
sebagian
disebabkan
oleh
meningkatkannya
kebutuhan
energi
akibat
Pathway
Trauma lahir, cedera
kepala,
demam,
gangguan
metabolik,
tumor otak
Faktor
idiopatik
Kerusakan
Ketidak seimbangan
stabilisasi membran
neurotransmiter
Invlux Na
ke
intraseluler
Na dlm intra
sel
depolarisasi
Asetilkolin
eksitatif) )
(zat
G3 polarisasi
(hypo/hiper polarisasi)
GABA
inhibitif
Kerusakan
berfikir
zat
Ketidk
seimbangan
Ketidak
G3b
ion
G3
presesi
sensori
sambungan
depolarisasi
(ke
Isola
si
sosia
l
KEJANG
listrikan saraf)
Umum
Parsial
sederha
komple
abse
kesadaran
Resti
injuri
Reflek
Akumulasi
mucus
miokloni
atoni
klonik
G3 peredaran
Aktifitas
Pen
Permeabilita
s kapiler
G3 bersihan
jalan nafas
inefektif
Lidah melemah,
dan menutup
saluran trakea
Tonik
metabolism
Keb O2
asfiksi
Gangguan
perfusi
jaringan
Kerusakan
neuron
otak
suhu
tubuh/
hipertermi
G3 nervus V,
IX, X
5. Manifestasi Klinik
a. Kehilangan kesadaran
b. Aktivitas motorik
1) Tonik klonik
2) Gerakan sentakan, tepukan atau menggarau
3) Kontraksi singkat dan mendadak disekelompok otot
4) Kedipan kelopak mata
5) Sentakan wajah
6) Bibir mengecap ecap
7) Kepala dan mata menyimpang ke satu sisi
c. Fungsi pernafasan
1) Takipnea
2) Apnea
3) Kesulitan bernafas
4) Jalan nafas tersumbat
(Tucker, 1998 : 432 )
Sedangkan manifestasi klinik berdasarkan proses terjadinya keadaan
epilepsi yang dialami pada penderitagejala yang timbul berturut-turut meliputi
dan
dapat
aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan
anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.
g) Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka
berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2. Setelah kejang
a) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan
c)
d)
e)
f)
10. Prognosis
Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi
faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada
umumnya prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita
epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada
suatu waktu akan dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang
bersifat kejang umum maupun serangan lena atau melamun atau absence
mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya
mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi
mental mempunyai prognosis relatif jelek.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien
ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan
alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji: Apakah ada keterbatasan yang
ditimbulkan oleh gangguan kejang? Apakah pasien mempunyai program rekreasi?
Kontak sosial? Apakah pengalaman kerja? Mekanisme koping apa yang digunakan?
1. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan
diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. Pasien
sering mangalami kejang.
3. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan,
mulai timbul. Biasanya ditandai dengan anak mulai rewel, kelihatan pucat, demam,
anemia, terjadi pendarahan (pendarah gusi dan memar tanpa sebab), kelemahan.
nyeri tulang atau sendi dengan atau tanpa pembengkakan.
b) Sesudah serangan
Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara
Apakah ada perubahan dalam gerakan.
Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum, selama
dan sesudah serangan.
Pemeriksaan fisik
1. Tingkat kesadaran pasien
2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.
3. Penglihatan (mata)
Perubahan pada posisi bola mata, dan perubahan pupil
4. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, perdarahan pada gusi
5. Ekstremitas:
Adanya kelemahan otot ekstremitas, distrosia osteo atau tidak
6. Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
Tanda : depresi, ansietas, marah.
7. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
8. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
b. Analisa Data
Data
DS: -DO:
pasien kejang (kaki menendangnendang, ekstrimitas atas fleksi), gigi
geligi terkunci, lidah menjulur
DS:
sesak,
DO:
apnea, cianosis
Etiologi
Masalah Keperawatan
perubahan aktivitas listrik di Resiko cedera
otak
Keseimbangan terganggu
gerakan tidak terkontrol
gangguan nervus V, IX, X Bersihan jalan napas tidak
efektif
lidah melemah
menutup saluran trakea
Adanya obstruksi
Terjadi depolarisasi berlebih Gangguan persepsi
Bangkitan listrik di bagian sensori
otak serebrum
DS:
terjadi aura (mendengar bunyi yang
melengking di telinga, bau- bauan,
melihat sesuatu), halusinasi, perasaan
bingung, melayang2.
Menyebar ke nervus- nervus
DO:
penurunan respon terhadap stimulus,
terjadi salah persepsi
DS:
klien terlihat rendah diri saat
berinteraksi dengan orang lain
Mempengaruhi aktivitas
organ sensori persepsi
Stigma masyarakat yang
buruk tentang penyakit
epilepsi atau ayan
Isolasi sosial
Menarik diri
Terjadi kejang epilepsi
Ansietas
c. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva
c. Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit
epilepsi dalam masyarakat
d. Ketidakefektifan pola napas b.d terganggunya saraf pusat pernafasan
e. Ansietas b.d kurang pengetahuan mengenai penyakit
d. Intervensi
Dx 1. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan
keseimbangan).
Tujuan :
Klien
dapat
mengidentifikasi
faktor
presipitasi
serangan
dan
dapat
Rasional
Untuk mengetahui tindakan keperawatan
selanjutnya.
Observasi:
Barang- barang di sekitar pasien dapat
Identivikasi factor lingkungan yang
Mandiri
Jauhkan benda- benda yang dapat
mengakibatkan terjadinya cedera pada
pasien saat terjadi kejang
Pasang penghalang tempat tidur pasien
Observasi
Identifikasi bersihan jalan nafas
Rasional
Untuk mengetahui tindakan keperawatan
selanjutnya
Mandiri
Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut Menurunkan resiko aspirasi atau
dari benda / zat tertentu / gigi palsu atau alat masuknya sesuatu benda asing ke faring.
yang lain jika fase aura terjadi dan untuk
menghindari rahang mengatup jika kejang
terjadi tanpa ditandai gejala awal.
Letakkan pasien dalam posisi miring,
permukaan datar
Kolaborasi
Berikan oksigen sesuai program terapi
Edukasi
Anjurkan keluarga untuk memberi motivasi Keluarga sebagai orang terdekat pasien,
sangat mempunyai pengaruh besar dalam
kepada pasien
keadaan psikologis pasien
Dx 3. Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit
epilepsi dalam masyarakat
Tujuan:
mengurangi rendah diri pasien
Kriteria hasil:
adanya interaksi pasien dengan lingkungan sekitar
menunjukkan adanya partisipasi pasien dalam lingkungan masyarakat
Intervensi
Kaji :
Kaji tanda-tanda sosial pasien
Rasional
Untuk mengetahui apakah pasien rendah
diri atau tidak
Observasi:
Memberi informasi pada perawat tentang
Identifikasi dengan pasien, factor- factor yang
berpengaruh pada perasaan isolasi sosial
pasien
Mandiri
Memberikan dukungan psikologis dan
motivasi pada pasien
Kolaborasi:
sebagainya.
Edukasi:
Anjurkan keluarga untuk memberi motivasi
kepada pasien
Memberi informasi pada keluarga dan teman Menghilangkan stigma buruk terhadap
dekat pasien bahwa penyakit epilepsi tidak
penderita epilepsi (bahwa penyakit
menular
epilepsi dapat menular).
Dx 4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan saraf pernafasan
Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan selama pasien tidak mengalami gangguan pola
napas kriteria hasil :
RR dalam batas normal sesuai umur
Nadi dalam batas normal sesuai umur
Intervensi
Kaji :
Rasional
Observasi :
Identifikasi pola napas
Mandiri :
Tanggalkan
pakaian
pada
daerahMemfasilitasi
usaha
bernapas/ekspansi
leher/dada, abdomen
dada
Lakukan penghisapan sesuai sesuai indikasi Menurunkan risiko aspirasi atau asfiksia
Kolaborasi:
Berikan tambahan O2
Edukasi :
Menganjurkan keluarga untuk memberiKeluarga sebagai orang terdekat pasien,
sangat mempunyai pengaruh besar dalam
motivasi kepada pasien
keadaan psikologis pasien
mengungkapkan
pemahaman
tentang
gangguan
dan
berbagai
RASIONAL
Untuk mengetahui pengetahuan
keluarga tentang penyakit yg diderita
pasien
Observasi :
Identifikasi dengan orng tua pasien,
pasien
Mandiri :
Jelaskan mengenai prognosis
Kolaborasi :
Diskusikan manfaat kesalahan umum Aktivitas yang sedang & teratur dapat
yang baik, seperti diet yang adekuat,
membantu
menurunkan/mengendalikan faktor
presdiposisi
Edukasi :
Berikan informasi yang adekuat
sehingga mempersiapkan
indikasi
d. Evaluasi
a. Pasien tidak mengalami cedera, tidak jatuh, tidak ada memar
b. Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak mengalami apnea dan aspirasi
c. Pasien dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan sekitar, pasien tidak menarik
diri (minder)
d. Pola napas normal, TTV dalam batas normal
e. Ansietas pasien dan keluarga berkurang, pasien tampak tenang
DAFTAR PUSTAKA
Asuhan Keperawatan Epilepsi, 2008. www.google.com
Brunner and Sudarth, 2002. Buku ajar keperawatan medikal-bedah. Jakarta ; EGC
Doenges, marilynn E. 2000. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta, EGC