You are on page 1of 3

Paskapenundaan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, pos subsidi BBM

dalam APBNP 2012 meningkat sangat besar. Dipastikan akan ada anggaran sector pembangunan
lain yang terkorbankan, salah satunya anggaran kesehatan.
Jumlah anggaran untuk subsidi BBM melebihi pagu yang sudah disetujui oleh Badan Anggaran
(Banggar) DPR RI pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2012,
yaitu sekitar Rp 137,4 triliun menjadi sekitar Rp 200 triliun.
Bila angka tersebut di atas digabung dengan subsidi listrik yang diperkirakan mencapai angka di
atas Rp 90 triliun, itu berarti nilainya sudah jadi Rp 290 triliun. Ini masih ditambah subsidi
pupuk dan bibit, sehingga total subsidi yang harus dibebankan pada APBNP 2012 ini bisa
mencapai lebih dari Rp 300 triliun. Sebuah angka yang memang sangat besar.
Lalu, dari manakah dana sebesar itu diperoleh? Pasti akan ada anggaran sektor lain yang
dikorbankan demi kebutuhan dana subsidi BBM yang justru banyak dikonsumsi oleh orangorang mampu itu. Salah satunya anggaran kesehatan.
Jika terjadi pemangkasan anggaran kesehatan, maka sebaiknya orang-orang miskin jangan
pernah sakit. Biaya rumah sakit, perawatan dokter, dan obat-obatan di negara ini yang sudah
sangat mahal, pasti akan sangat sulit terjangkau oleh kemampuan kantung orang-orang miskin.
Abaikan Perintah UU
Berdasarkan UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), pemerintah harus
mengalokasikan dana minimal 5% dari APBN untuk pelayanan kesehatan. Perintah tersebut
tertuang jelas dalam pasal 171 ayat (1) yang menyatakan, Besar anggaran kesehatan pemerintah
dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara, di
luar gaji.
Pada kenyataan, anggaran kesehatan di Indonesia belum mencapai angka sebagaimana
diamanatkan UU tersebut. Bahkan sejak Indonesia merdeka, angka yang dialokasikan untuk
anggaran kesehatan selalu di bawah 5%. Ini menunjukkan komitmen Indonesia sangat rendah
dalam membiayai pelayanan kesehatan masyarakat. Hal ini jauh berbeda dengan negara-negara
lain yang menganggarkan biaya kesehatan masyarakatnya cukup tinggi.
Negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, dan Timor Leste kini telah mengganggarkan
dana kesehatan sebesar 12%. Pada APBN 2012, sebagaimana disebutkan Koordinator Forum
Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Ucok Khadafi, anggaran untuk kesehatan hanya
Rp 28 triliun.
Meskipun pada APBNP 2012 tercatat ada kenaikan, yakni sebesar lebih dari Rp 30 triliun,
kenaikan tersebut tetap tidak signifikan. Jumlah ini hanya sekitar 3,5% dari total APBNP 2012,
di luar gaji pegawai. Sebagaimana disebutkan dalam APBNP 2012, pemerintah dan Banggar
DPR RI telah menyepakati total anggaran sebesar Rp 1.069.534 triliun, dengan alokasi untuk
belanja pegawai sebesar Rp 212.242 triliun.

Jika mengikuti perintah UU Kesehatan pasal 171 ayat (1), itu berarti anggaran kesehatan
seharusnya sebesar 5/100 x Rp (1.069.534 212.242) triliun = Rp 42.865,6 triliun. Dengan
anggaran yang sudah dialokasikan Rp 30 triliun, itu artinya pemerintah melakukan pembiaran.
Pemerintah melanggar UU Kesehatan.
Minimnya anggaran kesehatan itulah yang selama ini telah memperburuk pelayanan kesehatan di
rumah sakit, terlebih lagi bagi si miskin. Orang miskin tidak boleh sakit. Bila si miskin sakit,
siapakah yang harus menanggung biaya perawatannya. Sudah jamak terjadi di negeri ini, bahwa
kalau si miskin membutuhkan perawatan di rumah sakit, akan sulit baginya untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang memadai di sana.
Meski di rumah sakit pemerintah, tapi kalau si miskin yang sakit tadi tidak ada uang muka,
pelayanan tidak diberikan. Apakah ini bukan sebuah pembiaran atau pengabaian? Ironisnya, saat
hiruk pikuk politik soal harga BBM bersubsidi memanas beberapa waktu lalu, perhatian politikus
maupun pemerintah lebih tercurahkan pada angka-angka subsidi BBM. Fenomena orang miskin
yang masih terus menggelayuti bangsa ini, bahkan jumlah akan kian membengkak, terutama bila
harga BBM bersubsidi dinaikkan, sungguh-sungguh berada di luar agenda pembahasan DPR di
gedung parlemen.
Padahal, semua politikus di Senayan selalu dengan lantang mengatakan, Par tai kami prorakyat. Kami berpihak pada rakyat, dan bekerja untuk kepentingan rakyat. Komisi IX DPR RI,
yang antara lain membawahkan bidang kesehatan pun nyaris tak terdengar suaranya. Para wakil
rakyat inilah yang seharusnya memperjuangkan hakhak rakyat Indonesia untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang memadai.
Ini bukan hanya perintah UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, tapi juga amanat UUD 1945
yang diamendemen. Berdasarkan pasal 34 ayat (2), (3) UUD 1945 yang diamendemen tersebut,
adalah hak seluruh rakyat Indonesia untuk mendapatkan jaminan kesehatan.
Namun, para wakil rakyat di Senayan rupanya lebih terbius oleh upaya-upaya pencitraan diri dan
partainya. Apa yang dilakukan dan apa yang dikatakan, termasuk ketika berjuang menolak
kenaikan harga BBM di gedung parlemen beberapa waktu lalu, tak lebih dari jualan citra diri
untuk publikasi media cetak dan elektronik.Pencitraanlah yang terus digadang-gadang,
sementara di sudut yang lain, rakyat miskin masih harus terus bergulat dengan kesulitan
hidupnya.
Langkah-Langkah Strategis
Sebetulnya pemerintah boleh saja menyubsidi BBM, tapi kewajibannya untuk menyubsidi
kesehatan masyarakat, terutama bagi orang sakit yang tidak mampu, tetap harus dilakukan. Ini
kewajiban negara sebagaimana sudah diamanatkan UU Kesehatan.
Mengabaikan pelayanan kesehatan untuk orang miskin sama saja dengan melanggar perintah UU
tersebut. Karena itu, pemerintah harus bertanggung jawab kepada publik atas pelanggaran UU
Kesehatan dengan segera memenuhi kewajibannya untuk mengalokasikan minimal 5% dari
APBN, di luar gaji. Meskipun APBNP 2012 sudah diketok palu oleh DPR RI,

Pemerintah tetap harus bertanggung jawab dan harus bisa mengalokasikan dana kesehatan
masyarakat tersebut sesuai perintah UU. Jika hal itu tidak dilakukan, organisasi publik seperti
Fitra atau pun Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dapat melakukan tuntutan hukum
atas nama rakyat kepada pemerintah yang telah melakukan pembiaran

You might also like