You are on page 1of 9

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Apakah anak berkebutuhan khusus? Siapakah anak berkebutuhan khusus? Mereka


adalah anak-anak istimewa yang memiliki kebutuhan yang lebih atau agak berbeda
dengan anak-anak lain pada umumnya. Menurut Suron dan Rizzo (1979), anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dalam keadaan dimensi
penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka adalah secara fisik, psikologis, kognitif, atau
sosial terhambat dalam mencapai tujuan/kebutuhan dan potensinya secara maksimal,
sehingga memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga professional.
Banyak orang yang mempersepsikan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah
anak-anak yang memiliki kekurangan atau keterbatasan, padahal pengertian dari anak
berkebutuhan khusus tidak sesempit itu. Anak berbakat atau gifted juga termasuk
kedalam kategori anak berkebutuhan khusus.
Pemerintah juga telah mengupayakan pendidikan yang layak dan sesuai untuk
anak-anak berkebutuhan khusus. Dengan cara apa? Dengan mengadakan sekolah yang
dikhususkan atau difokuskan untuk mendidik anak-anak berkebutuhan khusus. Sekolah
yang diperuntukan bagi anak-anak berkebutuhan khusus ini adalah Sekolah Luar Biasa
(SLB), dimana SLB ini dikelompokan menjadi beberapa jenis, yaitu SLB-A yang
diperuntukkan bagi murid-murid yang memiliki keterbatasan dalam penglihatan atau
biasa disebut tuna netra, SLB-B yang diperuntukkan bagi murid-murid yang memiliki
keterbatasan dalam pendengaran atau yang biasa disebut tuna rungu, SLB-C yang
diperuntukkan bagi murid-murid yang memiliki IQ dibawah rata-rata (<90) atau yang
biasa disebut tuna grahita, SLB-D yang diperuntukkan bagi murid-murid yang memiliki
keterbatasan dalam anggota tubuh atau biasa disebut tuna daksa, SLB-E yang
diperuntukkan bagi murid-murid yang yang mengalami kesukaran dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosial dan anak yang mengalami gangguan emosi atau biasa
disebut tuna laras, dan SLB-F yang diperuntukkan bagi murid-murid yang memiliki
kemampuan atau kecerdasan diatas rata-rata yang biasa disebut gifted atau anak

berbakat. Namun kebanyakan anak gifted atau berbakat lebih memilih bersekolah di
sekolah umum dengan jalur akselerasi, karena lagi-lagi persepsi orang terhadap SLB
sangatlah sempit. Kebanyakan orang menganggap SLB adalah sekolah bagi anak-anak
yang memiliki kekurangan atau keterbatasan, padahal kenyataannya tidak seperti itu.
Sekarang ini banyak orang yang melihat sebelah mata kepada anak-anak
berkebutuhan khusus, banyak juga yang meremehkan dan menganggap anak-anak ini
kurang berguna, padahal persepsi yang demikian tidak dapat dikatakan benar. Anak-anak
berkebutuhan khusus juga memiliki potensi-potensi dan kemampuan-kemampuan yang
mungkin masih terpendam di dalam diri dan tidak semua orang dapat membantu mereka
untuk mengeluarkan dan mengeksplorasi kemampuan mereka. Kebanyakan orang hanya
tidak tahu bagaimana cara mendidik dan memperlakukan anak berkebutuhan khusus.
Padahal jika dididik dan diarahkan dengan benar, anak-anak berkebutuhan khusus juga
memiliki kelebihan-kelebihan yang mungkin tidak terbayangkan oleh kebanyakan orang.
Contohnya, saya pernah bermain-main dan melakukan observasi di beberapa SLB di Kota
Malang dan berinteraksi dengan adik-adik yang bersekolah disana. Saya berinteraksi
dengan adik-adik yang tuna rungu, tuna daksa, bahkan tuna grahita. Mereka semua
manis, mereka ramah, mereka senang jika diajak berinteraksi. Saya juga berkesempatan
untuk melihat kegiatan-kegiatan mereka. Banyak diantara mereka yang bisa melukis,
menari, bermain alat musik, dan sebagainya. Iya mereka memang memiliki keterbatasan,
tapi dibalik itu pasti mereka juga memiliki kelebihan yang lain. Mungkin mereka tidak bisa
mendengar, tapi mereka bisa memahami apa yang kita ungkapkan. Mungkin mereka tidak
memiliki anggota tubuh yang sempurna, tapi mereka juga ingin diperlakukan sama
dengan orang-orang yang memiliki anggota tubuh yang lengkap, yang sempurna.
Mungkin mereka tidak mengerti apa yang sedang terjadi, dengan siapa mereka
berinteraksi, tapi mereka juga ingin dicintai.
Intinya, anak-anak berkebutuhan khusus adalah makhluk ciptaan tuhan yang juga
memiliki hak yang sama dengan kita. Mereka berhak untuk dicintai, mereka berhak untuk
diberi pendidikan yang layak, mereka berhak diperlakukan dengan baik, mereka berhak
merasa bahagia. Mereka mungkin sedikit berbeda, tapi mereka anak-anak yang hebat.

CERITA TENTANG AYAH SEORANG ANAK BERKEBUTUHAN


KHUSUS

Orang-orang biasa memanggilku dengan panggilan Sarwo. Padahal, ibuku memberi nama
Harun sejak aku dilahirkan dulu. Entah dari mana mereka bisa mengubah namaku menjadi
Sarwo. Ah iya! Sebentar, aku ingat. Mungkin karena jumlah jerawat yang sudah tidak bisa
terhitung lagi jumlahnya yang menyebar di seluruh permukaan kulitku sehingga
menimbulkan banyak lubang. Seperti sarang wewe gombel, begitu kata teman-temanku
yang sejak kecil sampai sekarang masih juga memanggilku dengan nama favorit mereka.
Sarwo. SARang Wewe gOmbel.
Tapi bukan cerita tentang namaku dan bagaimana merananya aku menyandang nama
Sarwo yang mau aku bagikan ke kalian semua. Ada sepenggal cerita tentang ketegaranku
menghadapi cobaan Tuhan yang dititahkan padaku sampai hari ini. Bahkan mungkin saja,
sampai rohku melayang-layang diatas jasadku nanti.
Setelah mengandung 9 bulan pada 12 tahun yang lalu, istriku melahirkan seorang bayi
laki-laki dengan kulit bersepuh coklat. Kami memberinya nama Alif, dengan harapan dia
mampu berdiri tegak menghadapi dunia seperti layaknya huruf alif ( )dalam huruf arab.
Sungguh karunia yang tidak terduga datangnya setelah kami alpa menggendong anak
selama 3 tahun karena harus memulihkan kondisi psikis istriku setelah kehilangan bayi
kami dalam sebuah kecelakaan beruntun di Jawa Tengah.
Rasa bahagia kami karena titipan rizki dari Tuhan ini, ternyata tidak bertahan lama setelah
kami mengetahui anak kami hanya ber-IQ 86 dan mulai menunjukkan tingkah laku di luar
garis normal layaknya anak seumurnya. Banyak cercaan dari orang lain karena anak kami
sering memukul kepala temannya tanpa kami tahu apa sebabnya. Atau mudah

membanting barang miliknya sendiri ketika dia sedang marah. Banyak pula laporan dari
guru pengajarnya kalau Alif banyak bicara di kelas ketika pelajaran sedang berlangsung.
Dan masih banyak tingkah Alif lainnya yang membuat kami harus menanggung malu.
Atas saran seorang guru ketika Alif dipenghujung kelas 3 SD, saya dan istri
memboyongnya pindah ke sebuah sekolah dasar berbasis inklusi di kota Gresik. Bagi
kami, langkah ini akan menjadi langkah terbaik bagi Alif agar dia dapat belajar dengan
kondisi yang kondusif dalam pengawasan kurikulum yang tepat sesuai dengan kondisi
psikologinya. Alif marah besar ketika dia tahu kami akan memindahkan dia dari sekolah
lamanya. Karena kami memahami, Alif memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan yang
baik dengan orang-orang yang baru dia kenal.
Demi kebaikan Alif pula, kami bersedia dia diberi kurikulum yang berbeda dari pada
teman-teman sebayanya. Karena aku dan istri bukan lulusan sarjana seperti guru-guru Alif
dan tidak memahami teks-teks yang ada dihadapan kami, saya iyakan saja ketika
beberapa guru yang tergabung dalam program pelaksanaan sekolah inklusi memberi tahu
kepada kami langkah-langkah apa saja yang harus mereka tempuh demi masa depan Alif.
Setelahnya, mereka menyodorkan seberkas formulir pendaftaran yang bisa kami isi di
rumah. Diatasnya tertulis, Formulir Pendaftaran Program Inklusi.
Kami tidak berharap Alif menjadi anak yang pandai seperti teman-temannya yang berada
dalam program reguler. Melalui program kami, kami berharap dia mampu meningkatkan
kualitas diri. Supaya kelak ketika dewasa, dia mampu menjaga dirinya secara mandiri dan
mampu menjalin hubungan sosial yang baik dengan orang banyak. Begitu kira-kira
kepala program inklusi berkata kepada kami berdua.
Dalam perjalanan belajar Alif di sekolah yang baru, perilaku Alif mulai ada perubahan.
Kebiasaan memukul kepala teman sudah pelan-pelan bisa dikendalikan sendiri oleh Alif.
Namun, ketidakstabilan emosi yang dimiliki Alif, masih sering menjadi masalah tersendiri
bagi Alif dan bagi kami sebagai orang tuanya. Surat panggilan orang tua, sudah sering
kami terima kalau Alif masih saja bermasalah ketika sudah marah, sedih atau bahkan
ketika senang menghampiri. Tapi, kami tetap datang ke sekolah Alif dengan hati yang
kami besar-besarkan karena memang seperti itulah kondisi anak kami. Untuk apa kami
menutup-nutupi? Apapun yang terjadi pada Alif di sekolah, kami akan tetap datang.
Karena kami sudah menyerahkan Alif untuk dididik dengan kurikulum yang sesuai. Demi
masa depan dia, bukan demi masa depan kami.
Selain melalui program inklusi di sekolah, untuk mendukung munculnya perilaku positif
dalam keseharian Alif, aku dan istri memutuskan untuk menyewa seorang terapis. Sesuai

perjanjian kami dengan ibu Maya, nama terapis Alif, Alif akan menerima terapi perilaku
sebanyak 3 kali dalam seminggu. Hari Senin, Rabu dan Jumat pada pukul 15.30 sampai
pukul 17.00, setelah Alif menyelesaikan kegiatan di sekolahnya. Karena terapi perilaku
akan berhenti jika perilaku yang diubah itu hilang, maka kami sebagai orang tua harus
menjadi pelapor aktif kepada bu Maya tentang perilaku lain yang muncul dan tidak sesuai
dengan perkembangan Alif agar perilaku tersebut dapat berubah menjadi perilaku yang
menyenangkan.
Terapi dengan bu Maya berlangsung sampai Alif menyelesaikan studinya di sekolah dasar.
Bagi Alif, bu Maya sudah menjadi sahabat tersendiri ketika dia tidak mau menceritakan
masalahnya kepada kami sebagai orang tuanya. Dedikasi bu Maya sebagai terapis pun,
bisa kami andalkan karena bu Maya selalu memberikan laporan secara rinci kepada kami
tentang penurunan dan perkembangan perilaku Alif. Menyampaikan apa adanya.
Sehingga kami, terutama aku, siap dengan kondisi Alif yang terburuk sekali pun apabila
perilakunya tidak dapat kami kendalikan lagi.

Alif/Miss Rochma.doc
Namun, hubungan baik kami dengan bu Maya harus berakhir ketika Alif sudah menjalani
masa-masa remajanya di bangku SMP yang juga berbasis inklusi. Terpaksa kami lakukan
ini, karena kami kekurangan biaya. PHK secara sepihak dari pihak manajemen pabrik
tempatku bekerja, membuat aku harus mementingkan mana yang terbaik bagi kelanjutan
hidup kami sekeluarga. Terapi Alif penting, tapi kami harus mempertimbangkan pula kalau
adik laki-laki Alif juga membutuhkan biaya untuk sekolah. Karena menganggur sudah
melekat dalam kehidupanku sebulan ini, pengawasan terhadap Alif menjadi lebih mudah
karena harus aku sendiri yang melakukannya.
Ternyata apa yang aku bayangkan tentang kemudahan mengawasi Alif, tidak sesuai
dengan kenyataan. Munculnya perilaku lain yang menuju ke arah negatif karena proses
terapi yang terhenti, membuat Alif semakin dijauhi oleh teman-teman sekelasnya. Seperti

meludahi teman ketika sedang marah, mendorong teman ketika merasa tidak nyaman,
atau seringnya mengejek teman-temannya. Melihat kondisi Alif sekarang ini, membuat
aku harus mencari jalan keluar lain yang bisa membuat Alif merasa nyaman bergaul
dengan teman-temannya di SMP.
Dan jalan keluar itu muncul di saat-saat tidak aku duga. Seorang guru pembimbing pada
program inklusi di SMP Alif, menawarkan diri untuk memberikan terapi perilaku dengan
biaya yang tidak memberatkanku. Tanpa berpikir panjang, aku terima saja tawarannya
meskipun aku tahu, dia bukan seorang lulusan di bidang terapi Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sekarang ini, aku dan istriku hanya bisa berfikir positif atas semua jalan yang sudah
ditetapkan Tuhan kepada kami. Meskipun Alif sudah ditangani oleh guru pembimbingnya,
bagaimana pun tanggung jawab terhadap Alif tetap menjadi tanggung jawabku dan
istriku. Dan demi Alif dan keluargaku, aku akan terus mencari pekerjaan supaya beban
hidup kami lebih mudah.

DAMPINGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

PERLU perhatian khusus untuk membesarkan anak berkebutuhan khusus. Bila dibimbing
secara maksimal, mereka bisa tumbuh seperti anak normal lainnya.
Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia terus meningkat jumlahnya. Pada Hari
Autis Sedunia yang jatuh pada 8 April lalu diketahui bahwa prevalensi anak berkebutuhan
khusus saat ini mencapai 10 anak dari 100 anak. Berdasarkan data ini menunjukkan 10
persen populasi anak-anak adalah anak berkebutuhan khusus dan mereka harus
mendapatkan

pelayanan

khusus.

Anak yang dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang
mengalami keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar atau gangguan atensi,
gangguan emosional atau perilaku, hambatan fisik, komunikasi, autisme, traumatic brain
injury, hambatan pendengaran, hambatan penglihatan, dan anak-anak yang memiliki
bakat

khusus.

"Mereka secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam mencapai aktualisasi
potensinya secara maksimal," ucap Dra Psi Heryanti Satyadi MSi saat acara seminar
bertema "Mengatasi Anak Berkebutuhan Khusus/Special Needs" yang diselenggarakan
KiddyCuts.
Psikolog yang berpraktik di Jalan Paku Buwono VI Nomor 84 Kebayoran Baru ini juga
mengatakan, eningkatnya populasi anak berkebutuhan khusus ini salah satunya karena
perubahan gaya hidup. "Banyak penyebab meningkatnya angka populasi ini. ang pertama
adalah karena semakin banyaknya orang yang peduli terhadap anak berkebutuhan
khusus dan adanya perubahan gaya hidup yang memang berbeda pada zaman dulu,"
ujarnya psikolog dari I Love My Psychologist ini.

Di zaman sekarang ini, banyak orang tua yang hanya memiliki sedikit waktu untuk
keluarga. Hal tersebut juga berdampak pada anak-anak yang menjadi kurang perhatian,
terutama pada anakanak yang berkebutuhan khusus. "Anak berkebutuhan khusus
merupakan anak yang memang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang
penting dari fungsi kemanusiaannya," papar psikolog yang berpraktik di Kawasan Kelapa
Gading

ini.

Penyebab seorang anak mengalami keterbelakangan mental ini disebabkan beberapa hal.
Antara lain dari dalam dan dari luar. Jika dari dalam adalah karena faktor keturunan.
Sedangkan dari luar memiliki banyak penyebab. Penyebab dari luar ada beberapa faktor.
Satu di antaranya karena maternal malanutritisi (malanutrisi pada ibu). Ini biasanya
terjadi pada ibu hamil yang tidak menjaga pola makan yang sehat, keracunan atau efek
substansi.
Hal tersebut bisa memicu kerusakan pada plasma inti, kerusakan pada otak waktu
kelahiran, gangguan pada otak. Misalnya tumor otak, bisa juga karena gangguan fisiologis
seperti

down

syndrome.

"Penyebab dari luar juga bisa. Misalnya karena pengaruh lingkungan dan kebudayaan.
Biasanya ini terjadi pada anak yang dibesarkan di lingkungan yang buruk. Kasus abusif,
penolakan atau kurang stimulasi yang ekstrem dapat berakibat pada keterbelakangan
mental," katanya.
Pada umumnya, anak-anak yang berkebutuhan khusus dan sebagian anak normal
mengembangkan suatu bentuk perilaku yang perlu perhatian dan penanganan secara
khusus
Perilaku

dan
tersebut

bisa

saja

terjadi

karena

hati-hati.
anak

merasa

frustrasi

tidak

dapat

mengekspresikan dirinya dengan kata-kata yang komunikatif agar dipahami orang lain.
Akhirnya amarahnya meledak dan mengamuk.
"Banyak anak berkebutuhan khusus mengalami masalah serius dalam pengendalian
perilaku dan memerlukan bantuan untuk mengendalikan ledakan-ledakan perilaku agresif,
yang tidak relevan dengan situasi sosial sehari-hari," papar ibu dua anak ini.
Dokter ahli kejiwaan Dr Ika Widyawati SpKJ (K) mengatakan, anak yang perlu penanganan
khusus tidak harus belajar di sekolah khusus. Mereka bisa saja disekolahkan di sekolah
umum bersama anak normal lainnya.

You might also like