You are on page 1of 25

TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET

(Hevea brasiliensis)

Disusun oleh :
1. Destara Twinka Putra
2. Rizqika Nur Amanah
3. Yeyen Ami Kurniawati

H0714028
H0714124
H0714154

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET (Hevea brasiliensis)
A. Karet (Hevea brasiliensis)
Karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam famili Euphorbiacea, disebut
dengan nama lain rambung, getah,

gota,

kejai

ataupun

hapea. Karet

merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini
terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen
yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi,
dock fender, sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun karet
sintetik terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia.
Kebutuhan karet sintetik relatif lebih mudah dipenuhi karena sumber bahan
baku relatif tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi karet alam
dikonsumsi sebagai bahan baku industri tetapi diproduksi sebagai komoditi
perkebunan.
Tanaman karet adalah tanaman tahunan yang dapat tumbuh sampai
umur 30 tahun. Habitus tanaman ini merupakan pohon dengan tinggi tanaman
dapat mencapai 20 meter. Tanaman karet memiliki sifat gugur daun sebagai
respon tanaman terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan
(kekurangan air/kemarau). Tanaman karet juga memiliki sistem perakaran
yang ekstensif/menyebar cukup luas. Akar ini juga digunakan untuk
menyeleksi klon-klon yang dapat digunakan sebagai batang bawah pada
perbanyakan tanaman karet. Tanaman karet memiliki masa belum
menghasilkan selama lima tahun dan sudah mulai dapat disadap pada awal
tahun ke enam. Secara ekonomis tanaman karet dapat disadap selama 15
sampai 20 tahun.
Karet menjadi salah satu komoditas perkebunan yang penting sebagai
sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang
cerah. Upaya peningkatan produktivitas tanaman tersebut terus dilakukan
terutama dalam bidang teknologi budidaya dan pasca panen. Sesuai habitat
aslinya di Amerika Selatan, terutama Brazil yang beriklim tropis, maka karet
juga cocok ditanam di Indonesia yang sebagian besar di Sumatera Utara dan
Kalimantan.
Luas areal perkebunan karet di Indonesia tahun 2008 tercatat mencapai
lebih dari 3,5 juta hektar yang sebagian besar yaitu 85% merupakan
perkebunan karet rakyat dan hanya 8% perkebunan besar milik

swasta

serta 7% perkebunan besar milik negara. Hasil studi REP (Rubber Eco

Project) meyatakan bahwa permintaan karet dunia pada tahun 2035 adalah
sebesar 31,3 juta ton untuk industri ban dan non ban sedangkan permasalahan
karet Indonesia adalah rendahnya produktivitas dan mutu karet yang
dihasilkan khususnya oleh petani karet rakyat. Sebagai gambaran, produksi
karet rakyat hanya 600-650 kg KK/ha/thn. Meskipun demikian, peranan
Indonesia sebagai produsen karet alam dunia masih dapat diraih dengan
memperbaiki

teknik

budidaya

dan

pascapanen/pengolahan,

sehingga

produktivitas dan kualitasnya dapat ditingkatkan secara optimal.


B. Persiapan Tanaman
Agar tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan lateks
yang banyak maka perlu diperhatikan syarat-syarat tumbuh dan lingkungan
yang tepat. Apabila tanaman karet ditanam pada lahan yang tidak sesuai
dengan habitatnya maka pertumbuhan tanaman akan terhambat. Lingkungan
yang kurang baik juga sering mengakibatkan produksi lateks menjadi rendah.
1. Syarat tumbuh karet
Berikut ini merupakan syarat tempat untuk pertumbuhan karet :
a. Terletak antara 150 LS dan 150 LU dengan suhu harian sebesar 2530 C.
b. Curah hujan merata sepanjang tahun atau antara 2.000-2.500
mm/tahun dengan hari hujan berkisar 100-150 HH/tahun.
c. Terkena sinar matahari minimum 5-7 jam/hari.
d. Ketinggian tempat 200-400 mdpl.
e. Kecepatan angin maksimum kurang atau sama dengan 30 km/jam.
f. Aerase dan drainase tanah cukup.
g. Tekstur tanah remah.
h. Struktur terdiri dari 35% tanah liat dan 30% tanah pasir.
i. Kemiringan lahan < 16%.
j. Permukaan air tanah < 100 cm.
2. Bahan tanaman karet
Produktivitas tanaman karet ditentukan oleh mutu bahan tanaman/
bibit yang ditanam, mutu bibit/benih dipengaruhi oleh mutu genetik,
mutu fisiologi, mutu fisik. Persiapan bahan tanam dilakukan sebelum
penanaman dengan tenggang waktu kira-kira 1,0-1,5 tahun. Bahan tanam
yang perlu disiapkan yaitu batang bawah (root stoct), entres/ batang atas
(budwood). Okulasi (grafting) juga perlu pada penyiapan bahan tanam.

Klon-klon unggul anjuran pada tanaman karet yang dikeluarkan


Balai Penelitian Sembawa yaitu :
Klon penghasil lateks : BPM 24, BPM 107, BPM 109, IRR 104, PB

217, PB 260.
Klon penghasil lateks dan kayu : AVROS 2037, BPM 1, IRR 5, IRR

32, IRR 39, IRR 112, IRR 118, PB 330, PB 340, RRIC 100.
Klon penghasil kayu : IRR 70, IRR 71, IRR 72, IRR 78.
a. Menyiapkan Batang Bawah
Persiapan batang bawah adalah suatu kegiatan untuk
memperoleh bibit yang perakarannya kuat dan daya serap hara yang
baik. Batang bawah berasal dari biji tanaman karet yang memiliki
daya kecambah baik. Penyiapan batang bawah meliputi kegiatan
seleksi biji, pengecambahan, dan penyemaian. Biji karet yang
memiliki daya kecambah baik adalah yang berkulit luar mengkilap
dan jika dijatuhkan di ubin dan memantul berarti keadaannya cukup
baik.
b. Menyiapkan Batang Atas
Klon karet yang akan dijadikan batang atas dipilih sesuai
dengan rekomendasi berdasarkan tipe iklim di berbagai provinsi.
Batang atas bisa diambil dari pohon induk atau tanaman karet yang
ditanam secara khusus untuk menghasilkan batang atas dilakukan
dengan cara memotong ranting-ranting tanaman karet seukuran
pergelangan tangan.
c. Okulasi
1) Persyaratan okulasi
Prinsip dasar yang harus dimengerti agar kegiatan okulasi
berhasil sebagai berikut:
a) Ketika proses penempelan tidak boleh mengalami geseran
sedikitpun.
b) Tidak dianjurkan melakukan okulasi pada batang bawah
dalam keadaan basah.
c) Peralatan atau pisau okulasi harus tajam dan bersih atau
steril.

d) Pekerja yang melaksanakan kegiata okulasi juga harus


dalam keadaan bersih atau steril.
e) Pekerja harus teliti dan sabar.
2) Waktu okulasi
Saat terbaik melakukan okulasi adalah pada musim hujan
karena saat itu kelembaban tinggi. Kegiatan okulasi dilakukan
pukul 07.00 - 10.00 WIB saat matahari belum bersinar terik.
3) Pelaksanaan Okulasi
Okulasi merupakan cara perbanyakan bibit karet yang
paling baik, untuk memperoleh tingkat keberhasilan okulasi dan
mutu fisiologi bibit yang tinggi. Tahapan okulasi dilaksanakan
seperti okulasi pada umumnya.
4) Bentuk Bibit Okulasi
Setelah kegiatan okulasi selesai, biasanya akan didapatkan
bibit karet klonal dengan beberapa bentuk stadium. Berikut ini
bentuk-bentuk stadium bibit karet klonal :
a) Stum mata tidur
Bibit stum mata tidur adalah bibit yang diokulasi di
lahan pesemaian dan dibiarkan tumbuh selama kurang dari
dua bulan. Kelebihan bibit stum mata tidur adalah ringan
sehingga mudah diangkut dan kekurangannya adalah
persentase kematian bibit tinggi.
b) Stum mini
Bibit stum mini juga diokulasi dilahan pesemaian
tetapi dibiarkan tumbuh selama 8-12 bulan. Kelebihan
stum mini adalah kemungkinan tumbuhnya besar karena
memiliki beberapa mata tunas. Kekurangannya hanya
terletak pada bentuk bibit yang masih bengkok sehingga
perlu perawatan intensif agar tumbuh lurus yakni dengan
cara menopang bibit menggunakan sebilah kayu.
c) Stum tinggi
Stum tinggi dibiarkan 2-2,5 tahun. Kelebihan stum
tinggi adalah persentase kematian kecil dan matang sadap

terjadi lebih awal. Kekurangannya pelaksanaan pencabutan


agak sulit.
C. Pengolahan Lahan
Ada dua jenis penanaman karet yaitu penanaman baru (newplanting)
dan peremajaan (replanting). Newplanting adalah usaha penanaman karet
di areal yang belum pernah dipakai untuk budi daya karet. Sementara itu,
replanting adalah usaha penanaman ulang di areal karet karena tanaman lama
sudah tidak produktif lagi.
Kegiatan pengolahan lahan, baik untuk newplanting maupun replanting
sebenarnya sama saja. Langkah pertama pengolahan lahan adalah
membabat pepohonan yang tumbuh. Pada newplanting jenis pohon yang
tumbuh di areal relatif banyak dengan ketinggian dan diameter
beragam. Sementara itu pada replanting pohon yang tumbuh

hanya

batang
karet

dengan ketinggian dan diameter yang sama.


Untuk areal yang tidak terlalu luas, pembabatan bisa dilakukan secara
manual menggunakan kapak dan gergaji yang memadai. Sementara itu areal
yang akan dijadikan kebun karet sangat luas, sebaiknya memanfaatkan
mesin pembabat pohon karena lebih ekonomis dibandingkan dengan
peralatan manual yang membutuhkan banyak tenaga manusia. Pohon-pohon
yang telah dibabat bisa disimpan di suatu tempat untuk dijadikan kayu
bakar dalam kegiatan pengasapan lateks atau dimanfaatkan untuk keperluan
lain seperti untuk bahan pembuatan rumah atau mebel.
Setelah pepohonan dibabat, tahap berikutnya membongkar tanah
dengan cangkul atau traktor. Bertujuan membersihkan sisa-sisa akar,
rhizoma, alang-alang, dan bebatuan karena akan mengganggu perakaran
tanaman karet. Jika lahan untuk budi daya karet tidak berkontur rata, tetapi
memiliki kemiringan lebih dari 10%, sebaiknya dibuat teras dengan lebar
minimum tiga meter. Teras ini dibuat untuk mencegah terjadinya erosi.
Kebun karet memerlukan sarana berupa jalan, baik untuk pemeliharaan
tanaman maupun kegiatan produksi. Jalan tersebut diantaranya jalan utama,

jalan antar blok, jalan kontrol, dan jalan pengangkutan lateks. Pembuatan
jalan di lahan berkontur miring memerlukan perencanaan dan pemikiran yang
matang. Jika tanahnya berbukit-bukit, jalan yang dibuat tidak boleh menanjak
tajam karena bisa menimbulkan kecelakaan fatal.
D. Penanaman
Selain

dapat

ditanam

secara

monokultur

karet

juga

dapat

ditumpangsari dengan berbagai tanaman lain. Tanaman yang dapat


ditumpangsarikan dengan karet antara lain tanaman semusim, seperti pisang
dan jahe atau palawija (kedelai, kacang hijau, atau kacang tanah). Tanaman
tahunan, seperti cengkih, kakao, dan kopi pun bisa ditumpangsarikan dengan
karet.
Dalam pengaturan jarak tanam idealnya semakin jauh jarak antar
tanaman akan semakin baik hasilnya. Meskipun demikian, prinsip ini
bertentangandengan efisiensi penggunaan lahan. Karenanya, untuk

setiap

jenis tanaman harus ditentukan jarak tanam optimal. Untuk tanaman karet,
jarak tanam optimal tersebut adalah 3x7 meter jika ditanam secara
monokultur.
Penanaman karet secara monokultur bisa menggunakan jarak tanam
berbentuk segitiga tidak teratur. Jarak tanam segitiga teratur hanya bisa
diterapkan di lahan berkontur datar atau mendekati datar. Sementara itu, jarak
tanam tidak teratur bisa diterapkan di lahan dengan kontur berbukit-bukit.
Setelah ditentukan dan ditandai, lubang tanam segera dibuat. Ukuran
lubang tanam dalam budidaya karet harus disesuaikan dengan jenis atau
stadium bibit yang

akan ditanam. Ukuran lubang tanam cukup 60 x 60 x

60 cm sampai 80 x 80 x 80 cm. Bentuk lubang tanam sebenarnya tidak harus


kubus tetapi bisa

juga berbentuk silinder atau kerucut yang semakin

menyempit ke dalam. Bentuk

lubang tanam yang akan dipakai tergantung

pada peralatan yang tersedia.


Setelah digali dengan ukuran sesuai dengan stadium bibit yang akan
ditanam, tanah galian bagian atas atau top soil yang subur dipisahkan dari

tanah bagian bawah atau subsoil yang kurang subur. Lubang tanam
kemudian dibiarkan terkena panas matahari selama dua minggu agar bibit
hama dan penyakit yang ada di dalamnya mati. Setelah bibit dan lubang
tanam siap maka penanaman bisa segera dilaksanakan. Akar harus masuk
lurus ke dalam tanah. Akar yang arahnya miring bisa mengakibatkan
pertumbuhan tanaman terhambat.
E. Penanaman Tanaman Penutup Tanah
Penamaman tanaman penutup tanah di lahan karet dilakukan untuk
mencegah erosi dan mempercepat matang sadap. Tanaman yang paling sering
digunakan adalah kacang-kacangan karena sosok tanamannya rendah dan
kecil, sehingga perakarannya tidak terlalu mengganggu perakaran tanaman
utama. Tanaman kacang-kacangan juga memiliki bintil akar yang bisa
menambah kesuburan tanaman. Penanaman tanaman penutup tanah bisa
dilakukan dengan cara menyebarkan benih secara merata di antara larikan
tanaman karet sebagai tanaman utama. Bisa juga ditugalkan dengan jarak
40-50 cm diantara larikan tanaman karet.

F. Pemeliharaan Tanaman
1. Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
TBM yaitu tanaman berumur 1-5 tahun. Pemeliharaan tanaman
karet yang belum menghasilkan meliputi penyulaman, penyiangan,
pemupukan, seleksi dan penjarangan, serta pemeliharaan tanaman
penutup tanah.
a) Penyulaman
Persentase kematian bibit yang bisa ditolerir dalam budi daya
karet adalah sebesar 5%. Kegiatan penyulaman dilakukan saat
tanaman berumur 1-2 tahun karena saat itu sudah ada kepastian
tanaman yang hidup dan yang mati. Karena penyulaman dilakukan

saat tanaman berumur 1- 2 tahun, bibit yang digunakan berupa bibit


berumur 1-2 tahun agar tanaman bisa seragam.
Sebelum penyulaman dilakukan perlu diketahui penyebab
kematian bibit. Jika kematian disebabkan oleh bakteri atau jamur,
tanah

bekas

tanaman

harus

diberi

fungisida.

Pelaksanaan

penyulaman dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 - 09.00 atau sore
hari pukul 15.00-17.00 WIB saat cuaca tidak terlalu panas untuk
mengurangi resiko kematian.
b) Penyiangan
Penyiangan dalam budidaya karet bertujuan membebaskan
tanaman karet dari gangguan gulma yang tumbuh di lahan.
Umumnya penyiangan dilakukan tiga kali dalam setahun untuk
menghemat tenaga dan biaya. Penyiangan dapat secara manual dan
kimiawi. Secara manual menggunakan peralatan penyiangan,
seperti cangkul atau parang. Sementara itu, secara kimiawi dengan
menyemprotkan herbisida atau bahan kimia pemberantas gulma.
c) Pemupukan
Pemupukan tanaman pada budidaya karet adalah untuk
memacu pertumbuhan tanaman muda dan mempercepat matang
sadap, sehingga panen lateks dapat dilakukan secepatnya. Aplikasi
pemupukan dengan membuat lubang. Untuk tanaman berumur 3-5
bulan lubang melingkari tanaman dengan jarak 20-30 cm, 6-10 bulan
dengan jarak 20-45 cm, 11-20 bulan dengan jarak 40-60 cm, 21-48
bulan dengan dengan jarak 40-60 cm, dan lebih dari 48 bulan dengan
jarak 50-120 cm. Lubang dibuat

dengan

kedalaman 5-10 cm,

kemudian pupuk ditaburkan ke dalamnya dan ditutup dengan tanah.


Pemupukan sebaiknya tidak dilakukan pada pertengahan musim
hujan karena pupuk mudah tercuci air hujan.
Dosis dan frekuensi pemupukan karet TBM :
Umur

Jenis Pupuk

Frekuensi

10

Pemupukan
Tanaman(th)
1
2
3
4
5

Urea
(g/p/th)
250
250
250
300
300

SP 36
(g/p/th)
150
250
250
250
250

KCL
(g/p/th)
100
200
200
250
250

Kieserit
(g/p/th)
50
75
100
100
100

6 kali / th
6 kali / th
6 kali / th
6 kali / th
6 kali / th

Sumber : Balai Penelitian Perkebunan Sembawa


d) Seleksi tanaman
Tanaman yang sakit harus ditebang dan dibongkar sampai
akar-akarnya agar penyakit tersebut tidak menyebar ke tanaman yang
sehat.
e) Pemeliharaan tanaman penutup tanah
Tanaman penutup tanah berfungsi untuk mencegah erosi dan
mempercepat matang sadap sehingga harus dipelihara dengan
pemupukan dan pemangkasan. Pupuk yang digunakan sebaiknya
kompos yang telah matang dengan dosis 4-5 ton/hektar. Cara
pemberiannya adalah dengan ditaburkan di sela-sela tanaman. Jika
pertumbuhan

tanaman

penutup

tanah

terlalu

pesat

perlu

dikendalikan dengan cara pemangkasan. Alat yang dipakai untuk


pemangkasan cukup berupa parang atau sabit.

2. Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM)


Setelah menginjak umur lebih dari lima tahun atau mulai disadap,
tanaman karet sering disebut dengan TM. Pemeliharaan tanaman
selama masa produksi dimaksudkan agar kondisi tanaman dalam keadaan
baik, produksinya tetap bahkan meningkat sesuai dengan umur tanaman,
dan masa produktifnya makin panjang. Pemeliharaan tanaman pada
masa produksi ini hanya meliputi penyiangan dan pemupukan.
a) Penyiangan

11

Penyiangan lahan karet pada masa produksi bertujuan sama


dengan

penyiangan

pada

masa

sebelum

produksi,

yaitu

mengendalikan pertumbuhan gulma agar tidak mengganggu


tanaman

utama.

Penyiangan

yang

dilakukan

sama

dengan

penyiangan pada TBM.


b) Pemupukan
Dalam budidaya karet, pemupukan dilakukan sejak tanam
sampai tanaman tidak berproduksi lagi. Cara pemupukan tanaman
karet pada masa produksi sama dengan masa sebelum produksi,
yaitu pupuk dimasukkan ke dalam lubang yang digali melingkar.
Sebelum pemupukan dilakukan harus dipastikan tanah sudah bebas
dari gulma.
Dosis dan frekuensi pemupukan karet TM :
Umur

Urea
(g/p/th)
350
300
200

Jenis Pupuk
SP 36
KCL
(g/p/th) (g/p/th)
260
300
190
250
150

Frekuensi
Kieserit
Pemupukan
(g/p/th)
75
2 kali / th
75
2 kali / th
2 kali / th

6 15
16 25
> 25-2
tahun
sebelum
peremajaan
Sumber : Balai Penelitian Perkebunan Sembawa

G. Pengendalian Hama dan Penyakit


Gangguan hama dan penyakit harus ditangani dengan baik agar
tanaman tumbuh subur dan produktivitasnya optimal.
1. Hama
Beberapa jenis hewan menjadi hama tanaman karet dari fase
pembibitan, penanaman, hingga fase berproduksi.
a) Hama pada fase pembibitan

12

1) Tikus
Tikus (Rattus sp.) menjadi hama tanaman karet pada fase
perkecambahan dan pesemaian. Pada waktu perkecambahan, tikus
memakan biji-biji yang sedang dikecambahkan dan saat penyemaian
memakan daun-daun bibit yang masih muda. Langkah pencegahan
dengan menutup tempat perkecambahan dengan kawat kasa dan
dipasang pagar plastik.
2) Belalang
Belalang menjadi hama bagi tanaman karet pada fase
penyemaian dengan cara memakan daun yang masih muda.
Mengendalikan serangan belalang bisa secara kimiawi dengan
menyemprotkan insektisida Thiodan dengan dosis 1,5 ml/liter
air. Penyemprotan dilakukan 1 - 2 minggu sekali tergantung pada
intensitas serangan.
3) Siput
Siput (Achatina fulicd) menjadi hama karena memakan
daun-daunkaret di areal pembibitan dengan gejala daun patah-patah.
Pengendalian

secara

mekanis

bisa

dilakukan

dengan

cara

mengumpulkan siput dan membakar atau menguburnya. Sementara


itu, secara kimiawi dengan membuat umpan dari campuran
dedak,

kapur,

semen,

dan

Meradex

dengan

perbandingan

16:5:3:2. Campuran ini dilembabkan dulu dengan cara diberi air


sedikit kemudian diletakkan di areal pembibitan.
4) Ulat Tanah.
Ulat tanah sangat merugikan karena memakan bagian
tanaman karet yang berada di dalam tanah, terutama tanaman karet
yang masih berada di pembibitan. Pengendaliannya bisa secara
mekanis atau kimiawi. Secara mekanis dengan mengumpulkan ulat
tersebut dan membakarnya. Secara kimiawi dengan menaburkan

13

Furadan 3G, Diazinon 10G, atau Basudin 10G di sekitar pohon


karet. Dosis yang dipakai sekitar 10 gram/pohon.
b) Hama pada fase penanaman sampai produksi
1) Rayap
Rayap menggerogoti bibit yang baru saja ditanam dilahan,
dari ujung stum sampai perakaran, sehingga menimbulkan kerusakan
yang sangat berat. Pengendaliannya bisa dengan kultur

teknis,

mekanis, dan kimiawi. Secara kultur teknis ujung stum sampai


sedikit di atas mata dibungkus plastik agar rayap tidak memakannya.
Secara mekanis dilakukan dengan menancapkan umpan berupa 2-3
batang singkong dengan jarak 20-30 cm dari bibit, sehingga rayap
lebih suka memakan umpan tersebut daripada bibit karet yang lebih
keras. Pengendalian secara kimiawi bisa dilakukan dengan
menyemprotkan insektisida pembasmi rayap seperti Furadan 3G,
Agrolene 26 WP atau Lindamul 250 EC ditaburkan di sekitar batang
karet.
2) Babi hutan
Babi hutan (Sus verrucosus) pada malam hari membongkar
tanaman karet

yang masih muda kemudian memakan daun karet

dan menguliti kulit pohonnya. Babi hutan sangat takut dengan bunyibunyian yang bising. Karenanya, pada malam hari disarankan
memukul-mukul kentongan atau kaleng minyak di areal perkebunan.

2. Penyakit
Penyakit pada tanaman karet dengan kerugian besar umumnya
disebabkan oleh cendawan. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan
virus kerugiannya tidak begitu besar. Penyakit tanaman karet menyerang
dari wilayah akar, batang, bidang sadap, hingga daun.

14

a) Penyakit menyerang akar


1) Penyakit Akar Putih
Disebut dengan penyakit akar putih karena di akar tanaman
yang terserang terlihat miselia jamur berbentuk benang berwarna
putih yang menempel kuat dan sulit dilepaskan. Akar tanaman yang
terinfeksi akan menjadi lunak, membusuk, dan berwarna cokelat.
Cendawan penyebab penyakit akar putih adalah Rigidoporus
lignosus.
Gejala lain serangan penyakit akar putih tampak dari
memucatnya daun-daun dengan tepi ujungnya terlipat ke dalam.
Daun tersebut

selanjutnya gugur dan ujung rantingnya mati.

Sebagai upaya mempertahankan diri, tanaman yang sakit akan


menumbuhkan daun, bunga, dan buah sebelum waktunya. Serangan
penyakit tertinggi terjadi pada tanaman muda berumur 2-4 tahun.
2) Penyakit Akar Merah
Penyakit akar merah lebih banyak menyerang tanaman dewasa
atau bahkan yang mulai menua. Kematian tanaman baru terjadi lima
tahun setelah terinfeksi. Gejala yang bisa dilihat dari serangan
penyakit

ini adalah terjadinya perubahan warna daun dari hijau

menjadi hijau pucat suram, menguning, dan akhirnya berguguran.


b) Penyakit yang menyerang batang
1) Jamur Upas
Penyakit jamur upas disebabkan oleh cendawan Corticium
salmonicolor. Penyakit jamur upas menyerang percabangan atau
batang tanaman, sehingga cabang dan tajuk mudah patah. Gejala
penyakit ini adalah munculnya benang-benang berwarna putih
seperti sutera dipangkal atau bagian atas percabangan. Batang yang
terinfeksi akan mengeluarkan cairan lateks berwarna cokelat
kehitaman yang meleleh di permukaan batang tanaman. Kulit
tanaman yang terinfeksi akan membusuk, berwarna hitam,

15

mengering, dan mengelupas. Bagian kayu dibawah kulit akan


rusak dan menghitam. Pada serangan yang lebih parah, tajuk
percabangan akan mati dan mudah patah oleh tiupan angin.
2) Kanker Bercak
Kanker bercak muncul akibat infeksi jamur Phytophthora
palmivora yang memiliki benang hifa berwarna putih yang kurang
jelas dilihat dengan mata telanjang. Jamur ini berkembang biak
dengan spora yang bisa bertahan hidup lama di dalam tanah.
Gejala serangan penyakit ini tidak mudah dikenali karena
serangannya dimulai dari bawah kulit. Bagian yang sakit biasanya
mengeluarkan cairan lateks berwarna cokelat kemerahan dengan
bau busuk. Penyakit ini lebih banyak menyerang tanaman karet di
kebun berkelembaban tinggi atau terletak di daerah beriklim basah.
3) Busuk Pangkal Batang
Cendawan Botrydipbdia theobromae adalah biang keladi
penyakit busuk pangkal batang. Penyakit busuk pangkal batang lebih
sering menyerang tanaman karet muda yang siap disadap. Penyakit
busuk pangkal batang dipicu kondisi tanaman yang kekurangan air.
Spora cendawan akan berkembang pada kelembaban tinggi dan suhu
udara rendah.
Gejala serangan penyakit di pangkal batang kulit terlihat
kering dan pecah-pecah padahal kayu dibagian atasnya masih utuh
dan baik. Lama-kelamaan kulit pecah-pecah tersebut menghitam,
bagian kayu rusak, dan menjalar ke atas. Bagian yang rusak dan
terlihat seperti terbakar tersebut tingginya mencapai satu meter atau
lebih bisa menyebabkan tanaman mudah patah karena tidak kuat
menyangga tajuk.
c) Penyakit yang menyerang bidang sadap
1) Kanker Garis

16

Cendawan penyebab penyakit yaitu Phytophthora palmivora.


Infeksi cendawan ini mengakibatkan kerusakan berupa benjolan atau
cekungan dibekas bidang sadap lama, sehingga penyadapan
berikutnya sulit dilakukan. Penyakit ini umumnya berjangkit di
kebun berkelembaban tinggi, terletak diwilayah beriklim basah serta
di kebun yang penyadapannya terlalu dekat dengan tanah.
Gejala serangan dapat dilihat dari adanya selaput tipis putih
dan tidak begitu jelas menutup alur sadap. Jika diiris, di bawah kulit
yang terletak di atas irisan sadap terlihat garis-garis tegak berwarna
cokelat kehitaman. Pengendalian penyakit bisa dilakukan sedini
mungkin, perlu dilakukan pemeriksaan yang cermat pada seluruh
tanaman setiap hari sadap selama musim hujan.
2) Mouldy rot
Penyebab penyakit adalah cendawan Ceratocystis jimbriata
dengan benang-benang hifa yang membentuk lapisan berwarna
kelabu di bagian yang terserang. Penyakit ini menimbulkan luka di
bidang sadap, sehingga menyulitkan penyadapan berikutnya bahkan
tidak bisa dilakukan penyadapan lagi. Penyakit ini mudah
berjangkit pada musim hujan, terutama di daerah berkelembaban
tinggi dan beriklim basah. Pencegahannya bisa dilakukan dengan
cara berikut :
i.

Jarak tanam jangan terlalu rapat dan tanaman penutup tanah


rutin dipangkas agar kebun tidak lembab.

ii.

Kegiatan penyadapan jangan terlalu sering dan jika perlu saat


serangan menghebat kegiatan penyadapan dihentikan.

iii.

Sebelum penyadapan, pisau yang akan digunakan dicelupkan ke


larutan Difolatan 4 F 1% atau Difolatan 80 WP 1%.

3) Brown Blast

17

Penyakit

brown

blast

bukan

disebabkan

oleh

infeksi

mikroorganisme, melainkan karena penyadapan yang terlalu sering,


apalagi jika disertai penggunaan bahan perangsang lateks. Gejala
penyakit ini dapat dilihat dengan tidak mengalirnya lateks dari
sebagian alur sadap. Penyakit bisa menurunkan produktivitas
lateks dalam jumlah yang cukup signifikan karena alur sadap
mengering, sehingga tidak bisa mengalirkan lateks. Beberapa upaya
pengendalian yang bisa dilakukan sebagai berikut :
i.

Jangan melakukan penyadapan terlalu sering dan dianjurkan


mengurangi penggunaan bahan perangsang lateks.

ii.

Tanaman yang kulitnya tidak bisa disadap lagi sebaiknya tidak


disadap .

d) Penyakit yang menyerang daun


1) Colletotrichum
Penyakit

disebabkan

oleh

cendawan

Colletotrichum

gloeosporoides dengan gejala berupa daun muda tampak lemas


berwarna hitam, keriput, bagian ujung mati, menggulung, dan
akhirnya berguguran. Sementara itu, serangan pada daun tua
menunjukkan gejala-gejala adanya bercak cokelat atau hitam,
berlubang, mengeriput, dan sebagian ujungnya mati. Pengendalian
penyakit ini dapat dilakukan dengan menyemprotkan fungisida
Dithane M 45 0,25%, Manzate M 200 0,2%, Cobox

0,5%, dan

Capravit 0,5% seminggu sekali selama lima kali.


2) Phytophthora
Cendawan Phytopthora botriosa atau Phytopthora palmivora
adalah penyebab penyakit ini dan menyebabkan daun hijau
berguguran. Penyakit ini umumnya berjangkit pada musim hujan
dengan penularan melalui spora yang dibawa air hujan atau angin.
Pencegahan dilakukan dengan menyemprotkan fungisida Cobox
atau Cupravit.

18

3) Corynespora
Penyebab penyakit adalah cendawan Corynespora casssiicola
dengan hifa berwarna hitam pucat yang kurang jelas terlihat di
permukaan daun. Penyebaran penyakit ini melalui spora yang
terbawa terbang oleh angin. Gejala yang ditimbulkan sama dengan
penyakit Phytophthora. Pengendalian penyakit ini bisa dilakukan
menggunakan fungisida Mankozeb dan Tridemorf untuk tanaman
yang belum disadap dan untuk tanaman yang telah disadap
dilakukan pengabutan menggunakan Tridemorf atau Calixin 750
dengan dosis 500 ml/ hektar, seminggu sekali selama 3 - 4 minggu.
4) Helminthosporium.
Cendawan Helminthosporium heveae dengan hifa berwarna
putih dan spora berwarna cokelat merupakan penyebab penyakit
ini. Penyebaran penyakit helminthosporium melalui spora yang
diterbangkan angin, terbawa hujan, atau alat-alat pertanian
mengandung spora yang mengenai tanaman sehat. Gejala infeksi
penyakit ini adalah daun muda menjadi hitam, menggulung, dan
kemudian gugur.
H. Penyadapan
1. Penentuan Matang Sadap Pohon
Kriteria :
a) Umur tanaman
Tanaman karet siap disadap pada umur sekitar 5 6 tahun.
b) Pengukuran lilit batang
Pohon karet dinyatakan matang sadap apabila lilit batang sudah
mencapai 45 cm atau lebih. Lilit batang diukur pada ketinggian batang
100 cm dari pertautan okulasi untu tanaman okulasi.
2. Persiapan Buka Sadap
a) Penggambaran Bidang Sadap

19

Tinggi bukan sadap Tanaman karet okulasi mempunyai lilit


batang bawah dengan bagian atas yang relatif sama (silinder), demikian
juga dengan tebal kulitnya. Tinggi bukaan sadap pada tanaman okulasi
adalah 130 cm di atas pertautan okulasi. Ketinggian ini berbeda dengan
ketinggian pengukuran lilit batang untuk penentuan matang sadap
Arah dan sudut kemiringan irisan sadap Arah irisan sadap harus
dari kiri atas ke kanan bawah, tegak lurus terhadap pembuluh lateks.
Sudut kemiringan irisan yang paling baik berkisar antara 300 400
terhadap bidang datar untuk bidang sadap bawah. Pada penyadapan
bidang sadap atas, sudut kemiringannya dianjurkan sebesar 450.
Panjang irisan sadap Panjang irisan sadap adalah 1/2s (irisan miring
sepanjang spiral atau lingkaran batang).Letak bidang sadap Bidang
sadap harus diletakkan pada arah yang sama dengan arah pergerakan
penyadap waktu menyadap.
b) Pemasangan Talang dan Mangkuk Sadap
Talang sadap terbuat dari seng selebar 2,5 cm dengan panjang
sekitar 8 cm. Talang sadap dipasang pada jarak 5 cm 10 cm dari ujung
irisan sadap bagian bawah. Mangkuk sadap umumnya terbuat dari
plastik, tanah liat atau aluminium. Mangkuk sadap dipasang pada jarak
5-20 cm di bawah talang sadap. Mangkuk sadap diletakkan di atas
cincin mangkuk yang diikat dengan tali cincin pada pohon.
3. Pelaksanaan penyadapan
a) Kedalaman irisan sadap
Penyadapan diharapkan dapat dilakukan selama 25 30 tahun.
Kedalaman irisan sadap dianjurkan berkisar 1-1,5 mm dari kambium.
b) Ketebalan irisan sadap
Ketebalan irisan sadap yang dianjurkan adalah berkisar antara 1,5
mm2 mm setiap penyadapan, agar penyadapan dapat dilakukan selama
kurang lebih 25 30 tahun.
c) Frekuensi penyadapan

20

Frekuensi penyadapan adalah jumlah penyadapan dilakukan


dalam jangka waktu tertentu. Dengan panjang irisan spiral (1/2 s),
frekuensi penyadapan adalah 1 kali dalam 3 hari (3/d) untuk 2 tahun
pertama penyadapan, dan kemudian diubah menjadi 1 kali dalam 2 hari
(d/2) untuk tahun selanjutnya.
d) Waktu penyadapan
Penyadapan sebaiknya dilakukan sepagi mungkin yaitu antara
jam 05.00 07.30 pagi.
Dari hasil penyadapan, dapat ditentukan:
1

Bobot atau isi lateks

Kadar Karet Kering (KKK)

I. Pasca Penyadapan
Pada saat mulai keluar dari pohon hingga beberapa jam lateks masih
berupa cairan, tetapi setelah kira kira 8 jam lateks mulai mengental dan
selanjutnya membentuk gumpalan karet atau yang lebih dikenal dengan
istilah prakoagulasi. Penyebab terjadinya prakoagulasi :
1

Penambahan asam organik ataupun anorganik sehingga mengakibatkan


turunnya pH lateks sehingga lateks kebun membeku.

Mikroorganisme yang menghasilkan asam yang menurunkan pH serta


menimbulkan bau karena terbentuknya asam yang mudah menguap.

Iklim bisa dari garam yang terbawa air hujan dan sinar matahari yang
menyebabkan kestabilan koloid lateks rusak sehingga menggumpal.

Pengangkutan yang terlambat ataupun jarak yang jauh ke tempat


pengolahan dan terguncang dalam perjalanan.

Kotoran atau bahan bahan lain yang ikut tercampur.

21

Prokoagulasi bisa dicegah dengan antikoagulan. Berikut ini contoh


beberapa antikoagulan yang banyak dipakai di perusahaan atau tempat tempat
pengolahan karet diantaranya :
1

Soda atau natrium karbonat (Na2CO3)

Amonia (NH3)

Formaldehid

Natrium sulfit (Na2SO3)

Proses pembentukan lembaran karet :


1

Pengangkutan lateks segar


Lateks segar dari kebun dibawa ke pabrik pengolahan dengan truk.

Penerimaan lateks
Lateks yang sampai di pabrik pengolahan ditambah ammonia untuk
mencegah

penggumpalan

sendiri

lalu

dimasukkan

dalam

bak

penampungan untuk disaring dari bahan campuran lain seperti plastik atau
daun. Lateks hasil saringan ini kemudian di tampung lagi dalam sebuah
wadah atau bak yang berbentuk sumur. Pada wadah yang berbentuk sumur
ini semua karet hasil penyaringan di tampung untuk diaduk agar supaya
busa dari lateks tersebut dapat diambil dan di buang.
3

Ketersediaan air bersih


Air bersih ini selain digunakan untuk proses pembersihan tempat
pengolahan, air bersih ini di gunakan untuk merendam lateks yang di
tampung dalam wadah atau bak yang di beri sekat, dan juga di gunakan
untuk mengalirkan lateks yang telah di gumpalkan ketempat penggilingan.

Pengaliran cairan lateks


Cairan lateks yang sudah di saring dan di beri ammonia di alirkan
melalui wadah panjang terbuka kurang dengan lebar kurang lebih 20 cm.
Cairan lateks tersebut di alirkan dan kemudian di tampung dalam wadah
atau bak yang diberi 26 sekat yang telah di bersikan sebelumnya. Wadah

22

atau bak pengaliran cairan lateks ini di beri lubang setiap satu meter, untuk
memudahkan menampung cairan lateks tersebut pada wadah tempat untuk
menggumpalkan karet.
5

Proses penggumpalan
Proses penggumpalan adalah proses untuk menggumpalkan cairan
lateks yang akan membentuk persegi panjang dengan panjang kurang
lebih 1-1,5 meter. Sebelum di gumpalkan, cairan lateks sebelumnya di
alirkan dan di tampung kedalam wadah atau bak yang memiliki panjang
2-2,5 meter dan lebar 1-1,5 yang kemudian di beri 26 sekat untuk
membentuk 26 lembaran gumpalan lateks.
Lateks yang di tampung pada bak tersebut mempunyai ukuran
banyaknya cairan lateks yang akan di tampung pada wadah tersebut.
Wadah atau bak penampung tersebut memiliki tinggi 75 cm, sedangkan
setiap wadah hanya dapat di isi kurang lebih 24 cm cairan lateks untuk di
gumpalkan. Setelah wadah atau bak tersebut di isi dengan ukuran tersebut,
maka 1 cmnya di isi dengan asam semut. Berarti semua cairan dalam
wadah tersebut memiliki tinggi 25 cm yang berisi lateks dan asam semut
itu sendiri, kemudian cairan dalam wadah tersebut diaduk sebanyak empat
kali adukan secara bertahap.
Proses pengadukan ini bertujuan untuk mengambil busa busa cairan
lateks yang kemudian di buang pada tempat pembuangan yang tersalur
pada penampungan limbah. kemudian sekat sekat tesebut di pasang dengan
antara setiap sekatnya kurang lebih 20 cm. Proses penambahan asam
semut disini, bertujuan untuk mempercepat penggumpalan lateks. Setelah
proses pemasangan sekat selesai, wadah tersebut di tutup dengan
menggunakan terpal untuk mencegah terjadinya oksidasi oleh udara.
Dengan menunggu sekitar satu jam, lateks tersebut dengan sendirinya akan
menggumpal. Kemudian lateks yang telah menggumpal pada wadah
tesebut di isi air, dengan tujuan lateks tersebut tidak melekat pada wadah
tersebut sehingga mudah untuk di angkat dan di keluarkan. Dengan

23

menunggu sekitar satu jam, barulah karet di angkat kemudian di alirkan


dengan air pada tempat penggilingan.
6

Proses penggilingan
Penggilingan di lakukan setelah menunggu satu jam gumpalan karet
yang di diamkan pada pengaliran menuju alat penggilingan. Setelah satu
jam, gumpalan lateks tersebut di giling sehingga membentuk lembaran
lembaran karet dengan ketebalan pada setiap lembaran karet tersebut
setebal 3 cm. Lembaran lembaran karet hasil penggilingan tersebut
kemudian di keringkan dahulu sebelum diangkut ke proses pengasapan.
Lembaran karet tersebut tidak membentuk lembaran rata, akan tetapi
lembaran terbentuk dengan lembaran bintik-bintik yang telah di buat pada
alat penggilingan supaya karet tidak mudah rusak oleh jamur dan pengaruh
lain. Setelah kering, kemudian lembaran karet di angkut ke ruang
pengasapan.

Proses pengasapan
Pengasapan adalah proses yang di lakukan untuk merubah warna
lembaran karet dari warna putih menjadi warna cokelat dan untuk
mengeringkan lembaran karet. Proses pengasapan di lakukan pada sebuah
ruangan yang di sebut kamar asap. Proses pengasapan di lakukan sebanyak
lima hari dengan bahan bakar yang di gunakan adalah kayu karet
2,5-3 m3 / ton setiap harinya. Setiap harinya proses pengasapan di lakukan
dengan kamar asap yang mempunyai suhu yang berbeda.

Sortasi
Sortasi adalah proses pengumpulan lembaran lembaran karet sebelum
pengepakan. Pada ruang sortasi ini lembaran lembaran karet akan di
pisahkan sesuai warna dari karet yang di sebut Riber Smoked sheat dan di
singkat dengan RSS. Dalam proses sortasi, lembaran karet di bedakan
dengan empat RSS yaitu RSS 1, RSS 2, RSS 3, dan RSS 4. Setiap RSS di
bedakan dengan warna dari lembaran karet tersebut. RSS 1,2,3, dan 4
mempunyai warna sama yaitu warna cokelat tetapi ada perbedaan di setiap

24

RSS seperti contoh RSS1 lebih cokelat di bandingkan RSS4 yang


mempunyai warna cokelat kehitaman, begitu juga pada RSS2 dan RSS3
dimana keempatnya mempunyai warna mirip namun berbeda. Setelah
proses pembedaan di setiap RSSnya, di lakukan proses selanjutnya yang
dinamakan cutting atau proses pengguntingan.
9

Pengepakan
Proses pengepakan dilakukan di dalam ruang sortasi. Pengepakan di
lakukan dengan melakukan penimbangan terlebih dahulu. Untuk RSS yang
utuh berat yang harus di timbang untuk pengepakan adalah 113/ball,
sedangkan untuk cutting 116/ball. Berat dari pengepakan dapat di
sesuaikan dengan pesanan pemasok. Sebelum di lakukan pengepakan,
lembaran karet tersebut di pres terlebih dahulu dan kemudian dilakukan
pengepakan setelah itu lembaran karet tersebut dibungkus yang dinamakan
pembungkusan ball dan di beri merk.

J. Kesimpulan
Membangun kebun karet agar memperoleh hasil yang optimal
diperlukan teknologi budidaya karet yang mencakup beberapa kegiatan yang
meliputi syarat tumbuh tanaman karet, klon-klon rekomendasi, bahan
tanam/bibit,

pemeliharaan

tanaman,

pemupukan,

hama/penyakit, penyadapan/panen, dan pascapanen.

pengendalian

25

DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, Didit Heru dan Andoko Agus . 2008. Petunjuk Lengkap Budidaya
Karet. PT Agro Media Pustaka : Jakarta.
Island, Boerhendy. 2010. Manajemen dan Teknologi Budidaya Tanaman Karet.
Balai Penelitian Sembawa.
Tasma, Made et al. 2010. Budidaya dan Pascapanen Karet. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan.

You might also like