Professional Documents
Culture Documents
(COMBUSTIO)
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR
A. Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan
petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Guyton & Hall, 1997).
B. Insiden
Perawatan luka bakar mengalami perbaikan / kemajuan dalam dekade terakhir ini, yang
mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat perawatan luka bakar
telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani luka bakar terdiri dari berbagai
disiplin yang saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada klien dan keluarganya. Di
Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya memerlukan pertolongan medik setiap tahunnya untuk
injuri yang disebabkan karena luka bakar. 70.000 diantaranya dirawat di rumah sakit dengan
injuri yang berat.
Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok
umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada
orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th) (Rohman Azzam, 2008).
C. Etiologi
Etiologi dari luka bakar (Guyton & Hall, 1997) :
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Penyebab
Penampilan
Warna
Perasaan
Ketebalan
Jilatan
api, Kering
tidak
partial
superfisial
(terbakar
(tingkat I)
matahari)
ada Bertambah
Nyeri
edema merah
bila
dengan
berisi
ditekan
ujung
jari,
kembali
bila
Lebih
tekanan dilepas
dalam Kontak dengan Blister
besar
dari
(tingkat II)
bahan
padat. ukurannya
Superfisial
Jilatan
Dalam
api besar.
bertambah kurang
Pucat
bila
Jilatan
jari,
tekanan daerah
langsung
kimiawi, sinar
merah
coklat
Ketebalan
ultraviolet
Kontak dengan Kering disertai kulit Putih,
Tidak sakit,
sepenuhnya
sedikit
mengelupas. kering,
padat.
sakit,
api,
rambut
mudah
arus listrik
Gelembung
jarang, merah
lepas
dindingnya
sangat
dicabut
bila
renal
aliran
darah
berkurang
renal
karena
karena
desakan
desakan
meningkat
darah
turun
darah
dan
CO
berkurang
Kadar sodium / Na+
natrium
Defisit sodium
direabsorbsi
melalui diuresis
oleh
(normal
ginjal,
tapi
kembali setelah
kehilangan
1 minggu)
Na+
melalui
eksudat
dan
tertahan
dalam cairan
Kadar potassium
edema
K+
dilepas Hiperkalemi
K+
sebagai
kembali dalam
akibat cidera
sel,
jaringan sel
terbuang
sel
darah
melalui diuresis
K+
merah,
berkurang
setelah
ekskresi
bakar)
bergerak Hipokalemi
K+
luka
karena fungsi
renal
Kadar protein
berkurang
Kehilangan
protein
ke
dalam
jaringan
Hipoproteinem
ia
akibat
kenaikan
Keseimbangan
permeabilitas
Katabolisme
Keseimbangan
Katabolisme
Keseimbangan
nitrogen
jaringan,
nitrogen
jaringan,
nitrogen negatif
kehilangan
negatif
kehilangan
protein dalam
protein,
jaringan,
immobilitas
lebih banyak
kehilangan
Keseimbangan
dari masukan
Metabolisme
Asidosis
Kehilangan
Asidosis
asam basa
anaerob
metabolik
sodium
metabolik
karena
bicarbonas
perfusi
melalui
jaringan
diuresis,
berkurang,
hipermetabolis
peningkatan
me
asam
peningkatan
dari
disertai
produk akhir,
produk
fungsi
metabolisme
renal
berkurang
(menyebabka
n
retensi
produk akhir
tertahan),
kehilangan
bikarbonas
serum
akhir
Terjadi
Stres
karena
sifat luka
karena
cidera
Aliran darah renal
berkurang
berlangsung
lama
dan
terancam
psikologi
Eritrosit
pribadi
Terjadi
Luka
bakar Tidak
terjadi Hemokonsentra
pecah
pertama
menjadi
Lambung
fragil
Curling ulcer Rangsangan
(ulkus
Jantung
pada central
gaster),
hipotalamus
perdarahan
dan
lambung,
peningkatan
nyeri
jumlah
MDF
cortison
Disfungsi
Akut
di dan
dilatasi Peningkatan
paralise jumlah cortison
usus
meningkat 2x jantung
MDF (Miokard
lipat,
Depresant
merupakan
Factor) sampai
glikoprotein
26
yang
bertanggung
toxic
unit,
yang
jawab terhadap
dihasilkan
syok septic
oleh
kulit
yang terbakar
H. Indikasi Rawat Inap Luka Bakar (Guyton & Hall, 1997)
mukosa rusak
oedem
obstruksi.
obstruksi
iritasi
gagal nafas.
2) Sirkulasi:
Gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler
pindah ke ekstra vaskuler
hipovolemi relatif
syok
Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 3 tahun : BB x 75 cc
3 5 tahun : BB x 50 cc
diberikan 8 jam pertama
diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 2000 + D5% / albumin.
ATN
gagal ginjal.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor urine dan CVP.
E. Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfadiazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 7 hari, kecuali balutan kotor.
F. Obat obatan:
o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
o Analgetik : kuat (morfin, petidine)
o Antasida : kalau perlu
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik.Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC.
Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Anonim. (2009). Kumpulan Artikel Keperawatan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar
(Combustio). (Online) http://www.artanto.com.
A. PENGERTIAN
Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan seringkali
merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain)
Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai aliran darah
koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme miokard.
Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan paru saja yang
bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan parenkim paru tidak menimbulkan
rasa sakit (Himawan, 1996)
B. ETIOLOGI
Nyeri Dada:
a.
Cardial
Koroner
Non Koroner
b. Non Cardial
-
Pleural
Gastrointestinal
Neural
Sakit kepala
Sesak nafas
Takikardi
Kulit pucat
Kelemahan
Perubahan kesadaran
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
Takhikardi / disritmia
b. Laboratorium
-
c.
Foto Thorax
d. Echocardiografi
e.
Kateterisasi jantung
E. PATHWAY
F. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a.
Airway
b. Breathing
-
c.
Circulation
Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan tegangan)
Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis atau oliguri?
2. Pengkajian Sekunder
Hal-hal penting yang perlu dikaji lebih jauh pada nyeri dada (koroner) :
a.
Lokasi nyeri
Dimana tempat mulainya, penjalarannya (nyeri dada koroner : mulai dari sternal menjalar ke
leher, dagu atau bahu sampai lengan kiri bagian ulna)
b. Sifat nyeri
Perasaan penuh, rasa berat seperti kejang, meremas, menusuk, mencekik/rasa terbakar, dll.
c.
Derajat nyeri, lamanya, berapa kali timbul dalam jangka waktu tertentu.
d. Kronologis nyeri
Awal timbul nyeri serta perkembangannya secara berurutan
H. INTERVENSI KEPERAWATAN
Prinsip-prinsip Tindakan :
1. Tirah baring (bedrest) dengan posisi fowler / semi fowler
2. Melakukan EKG 12 lead kalau perlu 24 lead
3. Mengobservasi tanda-tanda vital
4. Kolaborasi pemberian O2 dan pemberian obat-obat analgesik, penenang, nitrogliserin, Calcium
antagonis dan observasi efek samping obat.
5. Memasang infus dan memberi ketenangan pada klien
6. Mengambil sampel darah
7. Mengurangi rangsang lingkungan
8. Bersikap tenang dalam bekerja
9. Mengobservasi tanda-tanda komplikasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdurrahman, N, Anamnesa dan pemeriksaan Jasmani Sistem Kardiovaskuler dalam IPD Jilid
I, Jakarta: FKUI, 1999.
2. Doenges, Marilynn E,Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC, 2000.
3. Himawan, Buku Kuliah Gangguan Sistem Kardiovaskuler,1994.
4. Hudak&Gallo, Keperawatan Kritis cetakan I, Jakarta : EGC, 1995
PENGERTIAN
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. ( Corwin, 2001 )
Penurunan kesadaran adalah keadaan dimanapenderita tidak sadar dalam arti tidak
terjaga / tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons
yang normal terhadap stimulus.
Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang
mengenal / mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya. ( Padmosantjojo,
2000 )
Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu :
1. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca
indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar
maupun dalam.
2. Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan perintah,
masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak gelisah dan
orientasi terhadap sekitarnya menurun.
3. Stupor / Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau
bersuara satu dua kata . Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap
rangsang nyeri.
4. Soporokoma / Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
5. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka
mata, bicara maupun reaksi motorik. ( Harsono , 1996 )
B.
ETIOLOGI
3. M : Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum
4. E : Elektrolit
Misalnya diare dan muntah yang berlebihan.
5. N : Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis
6. I
: Intoksikasi
MANIFESTASI KLINIS
2.
3.
4.
Muntah proyektil
5.
Papil edema
6.
Asimetris pupil
7.
8.
Demam
9.
Gelisah
10. Kejang
11. Retensi lendir / sputum di tenggorokan
12. Retensi atau inkontinensia urin
13. Hipertensi atau hipotensi
14. Takikardi atau bradikardi
15. Takipnu atau dispnea
16. Edema lokal atau anasarka
17. Sianosis, pucat dan sebagainya
D.
PATHWAYS ( terlampir )
E.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah ( BUN ),
osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol, obatobatan dan analisa gas darah ( BGA ).
2.
CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
3.
4.
5.
MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6.
Angiografi serebral
Untuk
mengetahui
adanya
gangguan
vascular,
aneurisma
dan
malformasi
arteriovena.
7.
Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang
disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang luas
dan neoplasma.
8.
EEG ( elektroensefalography )
Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan parut
otak, infeksi otak
9.
EMG ( Elektromiography )
Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit lain.
F.
1.
PENGKAJIAN PRIMER
Airway
i. Suara serak
j. Batuk
2.
Breathing
Circulation
a. Hipotensi / hipertensi
b. Takipnu
c. Hipotermi
d. Pucat
e. Ekstremitas dingin
f. Penurunan capillary refill
g. Produksi urin menurun
h. Nyeri
i. Pembesaran kelenjar getah bening
G.
1.
PENGKAJIAN SEKUNDER
a. Penyakit stroke
b. Infeksi otak
c. DM
d. Diare dan muntah yang berlebihan
e. Tumor otak
f. Intoksiaksi insektisida
g. Trauma kepala
h. Epilepsi dll.
2.
Pemeriksaan fisik
b. Sirkulasi
Data Subyektif:
Riwayat penyakit stroke
Riwayat penyakit jantung
Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung ,
endokarditis bacterial.
Polisitemia.
Data obyektif:
Hipertensi arterial
Disritmia
Perubahan EKG
Pulsasi : kemungkinan bervariasi
Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Eliminasi
Data Subyektif:
Inkontinensia urin / alvi
Anuria
Data obyektif
Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh )
Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
d. Makan/ minum
Data Subyektif:
Ekstremitas
kelemahan
paraliysis
genggaman
tangan
tidak
imbang,
Data obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap tubuh
Kesulitan untuk melihat objek
Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan
Berkurang kesadaran diri
i. Interaksi sosial
Data obyektif:
Problem berbicara
Ketidakmampuan berkomunikasi
3.
Menilai GCS
Ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan
Skala Coma Glasgow :
Respon motorik
Respon bicara
Pembukaan mata
Ketiga hal di atas masing-masing diberi angka dan dijumlahkan.
Penilaian pada Glasgow Coma Scale
Respon motorik
Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan seperti tekanan
pada sternum, cubitan pada M. Trapezius
Nilai 4 :
Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan , tapi tidak mampu menunjuk
lokasi atau tempat rangsang dengan tangannya.
Nilai 3 :
fleksi abnormal .
Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah , fleksi pergelangan tangan dan tinju
mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decorticate rigidity )
Nilai 2 :
ekstensi abnormal.
Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan bawah, fleksi pergelangan tangan
dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decerebrate rigidity )
Nilai 1 :
Catatan :
- Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat
- Tidak ada trauma spinal, bila hal ini ada hasilnya akan selalu negatif
Respon verbal atau bicara
Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun). Pemeriksaan ini tidak
berlaku bila pasien :
- Dispasia atau apasia
- Mengalami trauma mulut
- Dipasang intubasi trakhea (ETT)
Nilai 5 :
orientasi waktu,
Nilai 4 :
Nilai 3 :
Nilai 2 :
bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya (ngrenyem), suarasuara tidak dapat dikenali makna katanya
Nilai 1 :
Nilai 4 :
Nilai 3 : Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama atau diperintahkan
membuka mata
Nilai 2 :
Nilai 1 :
4.
a. Reflek Babinsky
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda yang
runcing maka timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki dan jarijarinya ke daerah plantar
b. Reflek Kremaster :
Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada bagian dalam
(medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya kontrkasi M.kremaster
homolateral yang berakibat tertariknya atau mengerutnya testis. Menurunnya atau
menghilangnya reflek tersebut berarti adanya ganguan traktus corticulspinal
5.
NI.N.
N.II. N. Opticus
Diperiksa dengan pemerikasaan fisus pada setiap mata . digunakan optotipe
snalen yang dipasang pada jarak 6 meter dari pasien . fisus ditentukan dengan
kemampuan membaca jelas deretan huruf-huruf yang ada
N.III/
Okulomotoris.
N.IV/TROKLERIS , N.VI/ABDUSEN
Diperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata kesegala
arah , diameter pupil , reflek cahaya dan reflek akomodasi
N.V.
diperiksa
kemampuan
menggigitnya,
rabalah
kedua
tonus
Glosofaringeus,
N.X/vagus : diperiksa letak ovula di tengah atau deviasi dan kemampuan menelan pasien
N.XI /
N.XII/
H.
1.
Tentukan
faktor
yang
berhubungan
dengan
keadaan
tertentu,
yang
dapat
Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan
penglihatan kabur
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekret
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1 jam.
Kriteria hasil:
-
Kolaborasi :
- Berikan oksigenasi sesuai advis
- Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi
3. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Tujuan :
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam
Kriteria hasil:
-
RR 16-24 x permenit
4.
diberikan
tindakan
keperawatan
selaama
jam,
pasien
dapat
Kolaboraasi :
-Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
-Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II.
Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
2. Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998
3. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001
4.
5. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarths textbook of medical surgical
nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A.
10. Padmosantjojo, Keperawatan Bedah Saraf, Jakarta, Bagian Bedah Saraf FKUI, 2000
11. Markum, Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis, Jakarta, Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000
Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan
seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred
pain)
Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai
aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan
metabolisme miokard.
Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan
paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan
parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit (Himawan, 1996)
B.
ETIOLOGI
Nyeri Dada:
a.
Cardial
Koroner
Non Koroner
b.
Non Cardial
Pleural
Gastrointestinal
Neural
C.
Sakit kepala
Sesak nafas
Takikardi
Kulit pucat
Kelemahan
Perubahan kesadaran
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
Takhikardi / disritmia
b.
Laboratorium
c.
Foto Thorax
d.
Echocardiografi
e.
Kateterisasi jantung
E.
PENGKAJIAN
1.
Pengkajian Primer
a.
Airway
b.
Breathing
c.
Circulation
Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan tegangan)
Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis atau oliguri?
2.
Pengkajian Sekunder
Hal-hal penting yang perlu dikaji lebih jauh pada nyeri dada (koroner) :
a.
Lokasi nyeri
Dimana tempat mulainya, penjalarannya (nyeri dada koroner : mulai dari sternal
menjalar ke leher, dagu atau bahu sampai lengan kiri bagian ulna)
b.
Sifat nyeri
Perasaan penuh, rasa berat seperti kejang, meremas, menusuk, mencekik/rasa
terbakar, dll.
c.
Derajat nyeri, lamanya, berapa kali timbul dalam jangka waktu tertentu.
d.
Kronologis nyeri
Awal timbul nyeri serta perkembangannya secara berurutan
e.
f.
g.
Gejala lain yang mungkin ada atau tidaknya hubungan dengan nyeri dada.
F.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Perubahan kenyamanan nyeri (nyeri akut) b.d iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri, inflamasi jaringan
2.
3.
G. INTERVENSI KEPERAWATAN
Prinsip-prinsip Tindakan :
1.
2.
3.
4.
Kolaborasi
pemberian
O2
dan
pemberian
obat-obat
analgesik,
penenang,
6.
7.
8.
9.
1.
2.
3.
4.
Pengertian
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea
dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dan
dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea,
batuk dan mengi. (Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal. 611).
Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana
peradangan ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan
menyebabkan kekambuhan. (Lewis, 2000, hal. 660).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons
terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Ini
merupakan situasi yang mengancam kehidupan dan memerlukan tindakan segera.
Jenis-jenis Asma :
a) Asma alergik
Yaitu asma yang disebabkan oleh alergen, misalnya: serbuk sari binatang, marah,
makanan dan jamur. Biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergen dan
riwayat medis masa lalu, iskemia dan rhinita alergik.
b) Asma idiopatik atau non alergik
Yaitu tidak berhubungan dengan alergen spesifik, faktor-faktor seperti common cold,
infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan lingkungan pencetus serangan.
Serangan menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan
empisema.
c) Asma gabungan
Yaitu bentuk asma yang paling umum, mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
maupun bentuk idiopatik atau non alergik.
Klasifikasi Asma:
1.
Mid Intermiten
Yaitu kurang dari 2 kali seminggu dan hanya dalam waktu yang pendek; tanpa
gejala, diantara serangan-serangan pada waktu malam kurang dari 2 kali sebulan.
Fungsi paru-paru FEV dan PEF diperkirakan lebih dari 80%.
2.
Mid Persistent
Yaitu serangan lebih ringan tetapi tidak setiap hari, serangan pada waktu malam
timbul lebih dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan sebesar
80%.
3.
Moderat Persistent
Yaitu serangan timbul setiap hari dan memerlukan penggunaan bronkodilator
serangan timbul 2 kali atau lebih dalam seminggu dan pada waktu malam timbul
gejala berat setiap minggu. Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan 60-80%.
4.
Severe Persistent
Yaitu gejala muncul terus menerus dengan aktivitas yang terbatas, peningkatan
frekuensi serangan dan peningkatan frekuensi gejala pada waktu malam.
Penyebab / Faktor resiko serangan asma
1.
Faktor Ekstrinsik
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dan disebabkan oleh alergen yang
diketahui karena kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari
yang hidup, bulu halus binatang, kain pembalut atau yang lebih jarang terhadap
makanan seperti susu atau coklat, polusi.
2.
Faktor Intrinsik
Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktorfaktor non spefisik seperti flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan
asma. Asma instrinsik ini lebih biasanya karena faktor keturunan dan juga sering
timbul sesudah usia 40 tahun. Dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus
hidung atau pada percabangan trakeobronchial.
Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau
lebih dari faktor berikut ini.
1.
2.
3.
2.
3.
4.
5.
Inhibitor sel mast, contoh obat: natrium kromalin, diberikan melalui inhalasi untuk
bronkodilator dan mengurangi inflamasi jalan nafas.
6.
7.
6.
A. Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Guyton & Hall, 1997).
B. Insiden
Perawatan luka bakar mengalami perbaikan / kemajuan dalam dekade terakhir
ini, yang mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-
pusat perawatan luka bakar telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang
menangani luka bakar terdiri dari berbagai disiplin yang saling bekerja sama untuk
melakukan perawatan pada klien dan keluarganya. Di Amerika kurang lebih 2 juta
penduduknya memerlukan pertolongan medik setiap tahunnya untuk injuri yang
disebabkan karena luka bakar. 70.000 diantaranya dirawat di rumah sakit dengan
injuri yang berat.
Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada
semua kelompok umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari
pada wanita, terutama pada orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th) (Rohman
Azzam, 2008).
C. Etiologi
Etiologi dari luka bakar (Guyton & Hall, 1997) :
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
D. Fase Luka Bakar
Fase fase luka bakar (Guyton & Hall, 1997) yaitu :
1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi
segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut
sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal
yang berdampak sistemik.
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.
E. Klasifikasi luka bakar (Hudak & Gallo, 1997)
1. Dalamnya luka bakar
Kedalaman
Penyebab
Penampilan
Warna
Perasaa
n
Ketebalan
Jilatan
api,
Kering
partial
sinar
gelembung, edema
superfisial
ultraviolet
(tingkat I)
(terbakar
ada,
oleh
ditekan
matahari)
ujung
kembali
tidak
pucat
ada
bila
dengan
jari,
berisi
bila
Bertamba
h merah
Nyeri
tekanan dilepas
Lebih
dalam
Kontak
Blister
dari
partial
dengan
lembab
(tingkat II)
Superfisial
Dalam
bahan
atau
besar
dan
yang
air
ukurannya
bahan
bertambah
Berbintik
Sangat
bintik
nyeri
yang
besar.
padat. Jilatan
Pucat
ditekan
jelas,
api
putih,
pakaian.
coklat,
Jilatan
berisi kembali
pink,
kepada
bila
kurang
langsung
daerah
kimiawi, sinar
merah
ultraviolet
coklat
Ketebalan
Kontak
Putih,
Tidak
sepenuhnya
dengan
yang
kering,
sakit,
bahan
atau
Nyala
cair
mengelupas.
Pembuluh
darah
hitam,
sedikit
padat.
seperti
arang
coklat
sakit,
api,
terlihat
dibawah
tua,
rambut
hitam,
mudah
merah
lepas bila
kimia, kontak
kulit
dengan
mengelupas.
listrik
arus
yang
Gelembung
jarang,
dindingnya
sangat
tipis,
tidak
membesar,
tidak
dicabut
Tingkatan
(s/d
hipovolemik
48-72
jam
Tingkatan
diuretik
(12
pertama)
Fungsi renal
Mekanism
Dampak
Hemodilusi
dari
Interstitial ke
vaskuler
e
Aliran darah
Oliguri
Peningkatan
Diuresis
renal
aliran
berkurang
renal karena
karena
desakan
desakan
darah
darah turun
meningkat
dan
darah
CO
berkurang
Kadar
sodium
natrium
Na+
Defisit
Kehilangan
Defisit
direabsorbsi
sodium
Na+
sodium
oleh
ginjal,
melalui
diuresis
tapi
(normal
kehilangan
kembali
Na+ melalui
setelah
eksudat dan
minggu)
tertahan
dalam
cairan
edema
Kadar potassium
K+
dilepas
Hiperkalemi
K+ bergerak
sebagai
kembali
akibat
dalam
cidera
K+ terbuang
jaringan sel
melalui
sel darah
diuresis
merah,
K+
sel,
(mulai
4-5
berkurang
hari
ekskresi
luka bakar)
karena
fungsi renal
setelah
Hipokalemi
berkurang
Kadar protein
Kehilangan
protein
ke
dalam
jaringan
akibat
Hipoprotein
emia
kenaikan
permeabilit
as
Keseimbangan
Katabolisme
Keseimbang
Katabolisme
Keseimbang
nitrogen
jaringan,
an nitrogen
jaringan,
an
kehilangan
negatif
kehilangan
negatif
protein
protein,
dalam
immobilitas
nitrogen
jaringan,
lebih
banyak
kehilangan
dari
masukan
Keseimbangan
Metabolism
Asidosis
Kehilangan
Asidosis
asam basa
metabolik
sodium
metabolik
anaerob
karena
bicarbonas
perfusi
melalui
jaringan
diuresis,
berkurang,
hipermetabol
peningkata
isme disertai
n asam dari
peningkatan
produk
produk akhir
akhir,
metabolisme
fungsi renal
berkurang
(menyebab
kan retensi
produk
akhir
tertahan),
kehilangan
bikarbonas
serum
Terjadi
Stres karena
karena sifat
luka
cidera
Aliran darah renal
berkurang
berlangsun
g lama dan
terancam
psikologi
pribadi
Eritrosit
Terjadi
Luka
karena
termal
bakar
panas,
Tidak terjadi
Hemokonsen
pada hari
trasi
hari pertama
pecah
menjadi
fragil
Lambung
Jantung
Curling
Rangsangan
Akut dilatasi
Peningkatan
ulcer (ulkus
central
dan paralise
jumlah
pada
hipotalamus
usus
cortison
gaster),
dan
perdarahan
peningkatan
lambung,
jumlah
nyeri
cortison
MDF
Disfungsi
Peningkatan
CO menurun
meningkat
jantung
zat
2x
lipat,
merupakan
di
MDF
(Miokard
Depresant
glikoprotein
Factor)
yang
sampai
toxic
26
yang
unit,
dihasilkan
bertanggung
oleh
jawab
kulit
yang
terhadap
terbakar
syok septic
A. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan
a) Udara panas
mukosa rusak
oedem
obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi obstruksi
gagal nafas.
2) Sirkulasi:
Gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler
hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.
B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi cairan Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 3 tahun : BB x 75 cc
3 5 tahun : BB x 50 cc
diberikan 8 jam pertama
diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor urine dan CVP.
E. Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfadiazin tebal.
A. Pengertian
Intoksikasi (keracunan) adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh
manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai manusia
untuk membasmi hama yang merugikan manusia. Termasuk peptisida ini adalah
insektisida. Ada dua macam insektisida yang paling banyak digunakan dalam
pertanian adalah :
1.
2.
B.
Patogenesis
IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetilkolinesterase
tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis Akh
dengan jalan mengadakan ikatan Akh- KhE yang bersifat inaktif. Bila konsentrasi
racun lebih tinggi ikatan IFO KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi
penumpukan AKh di tempat tempat tertentu, sehingga timbul gejala gejala
rangsangan AKh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik,
nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP).
Pada keracunan IFO, ikatan IFO KhE bersifat menetap (irreversible), sedangkan
pada keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara (reversible). Secara
farmakologis efek AKh dapat dibagi dalan 3 bagian, yaitu :
1.
Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat, pupil,
bronkus dan jantung.
2.
Nikotinik, terutama pada otot otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata dan
otot pernapasan.
3.
C.
Gambaran klinik
Yang paling menonjol adalah kelainan visus, hiperaktivitas kelenjar ludah, keringat
dan saluran pencernaan, serta kesukaran bernapas.
Keracunan ringan : anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah, rasa takut, tremor lidah,
kelopak mata, pupil miosis.
Keracunan sedang : nausea, muntah muntah, kejang atau kram perut, hipersaliva,
hiperhidrosis, fasikulasi otot dan bradikardi.
Keracunan berat : diare, pupil pi point, reaksi cahaya negatif, sesak napas,
sianosis, edema paru, inkontinensia urine dan feses, konvulsi, koma, blokade
jantung, akhirnya meninggal.
D. Pemeriksaan .
1.
Laboratorik.
Pengukuran kadar KhE dalam sel darah merah dan plasma, penting untuk
memastikan diagosis keracunan IFO akut maupun kronik (menurun sekian % dari
harga normal).
Keracunan akut : ringan : 40 70 %
sedang : 20 40 %
berat
: < 20 %.
2.
E.
Penatalaksanaan
1.
Resusitasi
Setelah jalan napas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernapasan dan
nadi. Infus dextrose 5 % kecepatan 15 20 tts/mnt, napas buatan + oksigen, hisap
lendir dalam saluran napas, hindari obat obat depresan saluran napas, kalau perlu
respirator pada kegagalan napas berat. Hindar pernapasan buatan dari mulut ke
mulut sebab racun organofosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernapasan
buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag
valve mask.
2.
Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar
atau dengan pemberian sirup ipecac 15 30 ml. Dapat diulan setelah 20 menit bila
tidak berhasil. Katarsis (intestinal lavage), dengan pemberian laksans bila diduga
racun telah sampai di usus halus dan tebal. Kumbah lambung (KL atau gastric
lavage), pada penderita yang kesadaran yang menurun, atau pada mereka yang
tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila KL dikerjakan dalam 4 jam setelah
keracunan.
Keramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis, katarsis dan KL sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang
daari 4 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan KL sebaiknya
dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon, untuk
mencegah aspirasi pneumonia.
3.
Antidotum
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi AKh pada tempat
penumpukan.
a.
b.
c.
d.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan napas dan
sirkulasi yang mengancam jiwa, adaya gangguan asam basa, keadaan status
jantung, status kesadaran. Riwayat kesehatan : riwayat keracunan, bahan racun
yang digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan, ada masalah lain
sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan
terjadinya.
B.
Masalah keperawatan
Masalah keperawatan yang bisa timbul adalah tidak efektifnya pola napas, resiko
tinggi kekurangan cairan tubuh, gangguan kesadaran, tidak efektifnya koping
indicidu.
C.
Intervensi
Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi tindakan umum yang bertujuan untuk
keselamatan hidup, mencegah penyerapan dan penawar racun (antidotum) yang
meliputi resusitasi : air way, breathing dan circulation, eliminasi untuk menghambat
absorbsi melalui pencernaan dengan cara kumbah lambung, emesis atau katartasis
dan keramas rambut.
Berikan antidotum sesuai pesanan dokter minimal 2 X 24 jam yaitu Atropin sulfat
(SA).
Perawatan suportif meliputi pertahankan agar pasien tidak sampai demam atau
mengigil, monitor perubahan perubahan fisik seperti perubahan nadi yang cepat,
distress pernapasan, sianosis, diaphoresis, dan tanda tanda lain kolaps pembuluh
darah dan kemungkinan fatal atau kematian. Monitor tanda vital setiap 15 menit
untuk beberapa jam dan laporkam perrubahannya segera kepada dokter. Catat
tanda tanda seperti muntah, mual dan nyeri abdomen serta monitor semua
muntah akan adanya darah. Observasi feses dan urine serta pertahankan cairan
intravenous sesuai pesanan.
Jika pernapasan depresi, berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin
bias diperlukan. Jika keracunan sebagai suatu usaha untuk membunuh diri maka
lakukan safety precautions. Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatris klinis.
Pertimbangkan juga masalah kelainan kepribadian, reaksi depresi, psikosis,
neurosis, mental retardasi dan lain lain.
SUMBER :
1.
Lab./UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo, (1994), Pedoman Diagnosis dan
Terapi, Surabaya
2.
Phipps, etc. (1991), Medical Surgical Nursing ; Cencept and Clinical Practice, 4th,
Mosby Year Book, Toronto.
3.
4.
Latar Belakang
Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial
paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau
melalui saluran limfatik. Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik
dan NonKardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat
berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri
apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya
Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor , dapat terjadi pula pada
penderita Payah Jantung Kiri Khronik.
B.
1.
2.
3.
Rumusan Masalah
4.
5.
6.
7.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tujuan Khusus
Menjelaskan tentang respiratory distress syndrome.
Menjelaskan tentang penyebab dari respiratory distress syndrome.
Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari respiratory distress syndrome.
Menjelaskan tentang patofisiologi dari respiratory distress syndrome.
Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk respiratory distress syndrome.
Menjelaskan tentang komplikasi respiratory distress syndrome.
Menjelaskan tentang penatalaksanaan respiratory distress syndrome.
Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan respiratory distress
syndrome.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
DEFINISI
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat
peningkatan tekanan intravaskular. (Elizabeth J Corwin, 2001)
Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan ekstravaskular
yang patologis pada jaringan parenkim paru. (Titin Suprihatin, 2000)
B.
1.
a.
1)
ETIOLOGI
Ketidak-seimbangan Starling Forces :
Peningkatan tekanan kapiler paru :
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri
2)
(stenosis mitral).
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel
3)
kiri.
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan
b.
d.
a.
b.
c.
Syndrome)
Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon, NO2, dsb).
Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
3.
a.
b.
c.
4.
a.
b.
c.
d.
e.
thiourea).
Aspirasi asam lambung.
Pneumonitis radiasi akut.
Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
Disseminated Intravascular Coagulation.
Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
Pankreatitis Perdarahan Akut.
Insufisiensi Limfatik :
Post Lung Transplant.
Lymphangitic Carcinomatosis.
Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
Tak diketahui/tak jelas
High Altitude Pulmonary Edema.
Neurogenic Pulmonary Edema.
Narcotic overdose.
Pulmonary embolism.
Eclampsia
f.
f.
g.
Post Cardioversion.
Post Anesthesia.
Post Cardiopulmonary Bypass.
C. PATOFISIOLOGI
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan
dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah
kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat
terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak
ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma
(bagian
dari
darah
yang
tidak
megandung
segala
sel-sel
darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area
yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati
oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah
dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida
dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli
normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran
udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini
kehilangan integritasnya.
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes
keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini
dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan
karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang
buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai air dalam paru-paru ketika
menggambarkan
kondisi
ini
pada
pasien-pasien.
Pulmonary
edema
dapat
dideteksi
dini.
1. Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan
pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya
ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat
inspirasi.
2. Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal
(garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan
lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat
takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi
takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan
intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja.
3. Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih
kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi
right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi
pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.
Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and
Braunwald, 1988).
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektrokardiografi
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa
2.
a.
ditemukan,
Laboratorium
Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian
b.
c.
hiperkapnia.
Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim
lebih
parah
dari
pulmonary
edema
dapat
menunjukan
opacification
(pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari
bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli
sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi
yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
F. PENATALAKSANAAN
1.
Posisi duduk.
2.
Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk
(pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan
60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau
tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi
3.
4.
5.
organ-organ vital.
Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
6.
dihindari).
Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap
7.
4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
8.
9.
dengan oksigen.
10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
11. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur
dinding ventrikel / corda tendinae.
G. KOMPLIKASI
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari
komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya.
Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang
dikompromikan secara parah oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia)
dapat secara potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke
organ-organ tubuh yang berbeda, seperti otak.
H. PENCEGAHAN
Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung
pada
penyebab
dari
sebab mungkin tidak sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS yang
disebabkan oleh infeksi atau trauma yang berlimpahan.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data umum:
1.
Identitas :
Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa
2.
muda
Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batukbatuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan
dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar
3.
1.
Pemeriksaan fisik
Sistem Integumen
Subyektif
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
2.
3.
paru.
Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan
otot aksesoris pernafasan
Sistem genitourinaria
Subyektif :
Obyektif : produksi urine menurun/normal.
7.
Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
Pemeriksaan Laboratorium :
1.
Hb : menurun/normal
2.
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
6.
PRIORITAS MASALAH
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d intubasi, ventilasi, proses penyakit,
2.
3.
4.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan :
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
a.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d intubasi, ventilasi, proses penyakit,
kelemahan dan kelelahan
Tujuan : Jalan nafas dapat dipertahankan kebersihannya
Kriteria : Suara nafas bersih, ronchii tidak terdengar pada seluruh lapang paru
Rencana Tindakan
Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam
Lakukan hisap lendir bila ronchii terdengar
Monitor humidivier dan suhu ventilator
Monitor status hidrasi klien
Monitor ventilator tekanan dinamis
Beri Lavase cairan garam faali sesuai indikasi
Beri fisioterapi dada sesuai indikasi
Beri bronkodilator
Ubah posisi, lakukan postural drainage
Rasional
Monitor produksi secret
b.
Tekanan penghisapan tidak lebih 100-200 mmHg. Hiperoksigenasi dengan 4-5 kali
pernafasn dengan O2 100 % dan hiperinflasi dengan 1 kali VT menggunakan
c.
d.
e.
f.
g.
h.
2.
nafas
Fasilitasi pembuangan sekret.
Fasilitasi pengenceran dan penge-luaran sekret menuju bronkus utama.
Fasilitasi pengeluaran sekret menuju bronkus utama.
Gangguan pertukaran Gas b.d sekresi tertahan, proses penyakit, atau pengesetan
a.
perubahan ventilator
Monitor AGD atau oksimetri selama periode penyapihan
Kaji apakah posisi tertentu menimbulkan ketidaknyamanan pernafasan
Monitor tanda hipoksia dan hiperkapnea
Rasional
a.
AGD diperiksa sebagai evaluasi status pertukaran gas; menunjukkan konsentrasi
b.
c.
d.
b.
c.
d.
3.
a.
tepat
Rencana Tindakan:
Jelaskan lingkungan, semua prosedur, tujuan dan alat yang berhubungan dengan
a.
klien
Berikan bel atau papan catatan serta alat tulis untuk momunikasi
Ajukan pertanyaan tertutup
Yakinkan pasien bahwa suara akan kembali bila endotrakela dilepas.
Rasional
Mengurangi kebingungan klien dan meminimalisasi adanya komunikasi yang sulit
b.
c.
b.
c.
d.
d.
a.
b.
c.
d.
4.
a.
b.
c.
d.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,
Jakarta
Corwin, Elizabeth J, (2001), Buku saku Patofisiologi, Edisi bahasa Indonesia, EGC,
Jakarta
Doengoes, E. Marilyn (1989), Nursing Care Plans, Second Edition, FA Davis,
Philadelphia
Mansjoer Arif:1999: Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid I: Medi Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Suprihatin, Titin (2000), Bahan Kuliah Keperawatan Gawat Darurat PSIK Angkatan I,
Universitas Airlangga, Surabaya