You are on page 1of 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

KONSEP KATETERISASI PERKEMIHAN


2.1.1

Definisi dan Klasifikasi Kateterisasi


Suatu tindakan invasif dengan memasukkan selang melalui
uretra ke dalam kandung kemih untuk mengalirkan urin. Kateter ini
biasanya dimasukkan melalui uretra kedalam kandung kemih,
namun metode lain yang disebut pendekatan suprapubis yang
dapat digunakan (Marrelli, 2007). Ada tiga macam kateter kandung
kemih, yaitu kateter dengan selang pembuangan satu buah, dengan
dua buah dan dengan tiga buah saluran pembuangan. Saluran
pembuangan ini dinamakan lumen. Kateter dengan tiga lumen
dengan sendirinya akan memiliki garis tengah (jadi lebih gemuk)
yang lebih besar disbanding kateter dengan satu lumen. Kateter
yang dipakai tergantung pada tujuan memakai kateter tersebut:
kateter dengan satu lumen dipakai untuk tujuan satu kali, kateter
dengan dua lumen adalah kateter yang ditinggal tetap disitu satu
lumen dipakai sebagai saluran pembuangan urin, lumen yang lain
dipakai untuk mengisi dan mengosongkan balon yang dipasang
pada ujungnya. Balon ini diisi jika kateter dimasukkan dengan cara
yang tepat. Jumlah air destilasi tertentu, yang menyebabkan kateter
tidak dapat tergeser dan tetap berada dalam kandung kemih. Baru
setelah kateter akan dilepas, balon ini harus dikosongkan. Kateter

10

dengan tiga lumen, terutama dipakai untuk tujuan membilas


kandung kemih. Disini satu lumen dipakai untuk memasukkan
cairan pembilas, satu sebagai saluran pembuangan cairan, dan satu
untuk balon penampungan (Smeltzer& Bare,2005).
Menurut Potter dan Perry (2005), ada dua jenis kateter yang
digunakan untuk mendrainase urin yaitu:
a. Kateter French adalah selang berlubang. Biasanya terbuat dari
karet yang lembut atau plastik. Kateter ini digunakan untuk
mengeringkan kandung kemih dan tidak terus-menerus berada
di kandungkemih.
b. Kateter foley mempunyai balon di sekeliling bagian lehernya.
Balon ini diberi udara (air) setelah kateter masuk kekandung
kemih. Kateter ini dikenal juga sebagai kateter retensi atau
indweling.
2.1.2

Prosedur Pemasangan Kateter


Karena pemasangan kateter merupakan tindakan invasif,
yang dapat menimbulkan nyeri dan komplikasi permanen,
pemasangannya harus melalui standar operasional prosedur (SOP)
(Marrelli, 2007). Prosedur pemasangan kateter baik memenuhi
kriteria standar operasional prosedur (SOP) sebagai berikut :
Persiapan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Sarung tangan steril


Kateter steril (sesuai dengan ukuran dan jenisnya)
Duk steril
Minyak pelumas/jeli
Larutan pembersih anti septik (kapas sublimat)
Spuit yang berisi cairan
Perlak

11

8. Pinset anatomi
9. Bengkok
10. Kantung penampung urin
11. Sampiran
12. Jelaskan prosedur
13. Cuci tangan
14. Pasang sampiran
15. Pasang perlak
16. Gunakan sarung tangan steril
17. Pasang duk steril
18. Lakukan penis hygiene pada laki-laki atau vulva hygiene pada
perempuan
19. Beri minyak pelumas atau jeli pada ujung kateter (kurang lebih
12,5-17,5 cm pada laki-laki atau 2,5-5 cm pada perempuan)
dan Masukan perlahan (kurang lebih 17,5-20 cm pada laki-laki
atau 2,5-5 cm pada perempuan) hingga urine keluar sambil
anjurkan pasien tarik napas dalam
20. Mengisi balon dengan cairan aquades atau sejenisnya
21. Sambungkan dengan kantung penampung dan fiksasi ke arah
paha/abdomen pada laki-laki atau ke arah samping pada
perempuan
22. Rapikan alat
23. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
24. Catat prosedur dan respon pasien
Pemasangan kateter kurang baik apabila tidak mengikuti
standar operasional prosedur (SOP) (Alimul Aziz, 2005).
2.1.3

Indikasi dan Kontraindikasi


Kateterisasi dapat menjadi tindakan yang menyelamatkan
jiwa, khususnya bila traktus urinarius tersumbat atau pasien tidak
mampu melakukan urinasi. Kateterisasi juga dapat digunakan
dengan indikasi lain, yaitu : untuk menentukan perubahan jumlah
urin sisa dalam kandung kemih setelah pasien buang air kecil,
untuk meminta suatu obstruksi yang menyumbat aliran urin, untuk

12

menghasilkan drainase pasca operatif pada kandung kemih, daerah


vagina atau prostat, atau menyediakan cara-cara untuk memantau
pengeluaran urin setiap jam pada pasien yang sakit berat (Smeltzer
& Bare, 2005).
Menurut Potter dan Perry (2005), ada 8 indikasi
penggunaan kateter yaitu: untuk menyembuhkan retensi urin,
mengurangi

tekanan

pada

kandung

kemih,

memudahkan

pengobatan dengan operasi, mempercepat pemulihan jaringan


setelah operasi, memasukkan obat kedalam kandung kemih,
mengukur output urin secara tepat, mengukur output residual,
memvisualisasikan struktur anatomi secarara diografis. Kateterisasi
kandung kemih mencakup pemasangan selang karet atau plastik
melalui uretra kedalam kandung kemih. Kateter memungkinkan
aliran kontinu pada pasien yang tidak mampu mengontrol
perkemihan atau pada mereka yang mengalami obstruksi aliran
perkemihan.

Kozier

(2010)

menyebutkan

kontra

indikasi

pemasangan kateter yaitu: adanya penyakit infeksi di dalam vulva


seperti uretritis gonorhoe dan pendarahan pada uretra.
2.1.4

Komplikasi
Adanya kateter indwelling dalam traktus urinarius dapat
menimbulkan infeksi. Kolonisasi bakteri (bakteriuria) akan terjadi
dalam waktu dua minggu pada separuh dari pasien - pasien yang
menggunakan kateter urin, dan dalam waktu empat hingga enam
minggu sesudah pemasangan kateter pada hampir semua pasien.

13

Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian besar daya


tahan alami pada traktus urinarius inferior dengan menyumbat
duktus periuretralis, mengiritasi mukosa kandung kemih dan
menimbulkan jalur artificial

untuk masuknya kuman kedalam

kandung kemih. Manipulasi kateter paling sering menjadi


penyebab kerusakan mukosa kandung kemih pada pasien yang
mendapat kateterisasi.
Dengan demikian

infeksi akan terjadi tanpa terelakkan

ketika urin mengenai mukosa yang rusak

itu.

Ketika

terpasang, kandung kemih tidak akan terisi dan


Karena itu, pada akhirnya

kateter

berkontraksi.

kandung kemih akan kehilangan

tonusnya (atonia). Apabila hal ini terjadi dan kateter dilepas, otot
detrusor mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat
mengeliminasi urinnya. Latihan kandung kemih dapat mencegah
kejadian ini (Smeltzer& Bare, 2005).
2.2

KONSEP INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)


2.2.1

Pengertian Infeksi Saluran Kemih (ISK)


Infeksi saluran kemih merupakan penyakit infeksi
nosokomial yang terjadi pada saat organisme berkembang biak di
dalam saluran kemih (Smeltzer & Bare, 2005). Infeksi saluran
kemih

yaitu

istilah

umum

yang

menunjukan

keberadaan

mikroorganisme (MO) dalam urin (Sudoyo, 2009). Infeksi Saluran


Kemih (ISK) adalah ditemukannya bakteri pada urine di kandung
kemih, yang umumnya steril. Istilah ini dipakai secara bergantian

14

dengan istilah infeksi urin. Termasuk pula berbagai infeksi di


saluran kemih yang tidak hanya mengenai kandung kemih
(prostatitis, uretritis) (Arief Mansjoer, 2005). Infeksi saluran kemih
adalah berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam saluran
kemih, yang dalam keadaan normal tidak mengandung bakteri,
virus atau mikroorganisme lain. (Suharyanto, 2009). Infeksi saluran
kemih di diagnosis dengan membiak organisme spesifik. Bakteri
penyebab paling umum adalah Escheria Coli, organisme aerobik
yang banyak terdapat di daerah usus bagian bawah (Tambayong,
2008).

2.2.2

Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih


Kejadian infeksi saluran kemih dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor
predisposisi yang mengakibatkan perubahan struktur saluran kemih
termasuk ginjal (Sudoyo, 2009).
Infeksi saluran kemih cenderung terjadi pada perempuan
dibandingkan laki-laki karena pada perempuan panjang saluran
uretranya lebih pendek dibandingkan pada laki-laki. Pada
perempuan panjang uretranya 1,5 inci dan laki-laki 8 inci sehingga
bakteri lebih mudah masuk (Dipiro, 2005).
Selama periode usia, infeksi saluran kemih cenderung
ditemukan pada orang lanjut usia dibandingkan usia yang lebih
muda ini disebabkan oleh penurunan sistem imun, hal ini akan

15

memudahkan timbulnya infeksi saluran kemih (Sudoyo, 2009).


Tubuh juga akan kehilangan kemampuan untuk meningkatkan
responnya terhadap sel asing, terutama bila menghadapi infeksi
( Stanly & Beare, 2006). Pada orang lanjut usia sering ditemukan
nutrisi yang kurang sehingga lebih menurunkan respon selular
seperti proliferasi limfosit, sintesis sitokin dan juga respon antibodi
(Baratawidjaya & Rengganis, 2009).
Prevalensi bakteriuria asimtomik lebih sering ditemukan
pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah 1% meningkat
menjadi 5% selama periode aktif seksual. Prevalensi

infeksi

asimtomatik meningkat mencapai 30%, baik laki-laki maupun


perempuan bila di sertai faktor predisposisi sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Litiasis
Obstruksi saluran kemih
Penyakit ginjal polikistik
Nekrosis papilar
Diabetes mellitus pasca transplatasi ginjal
Nefropati analgesic
Penyakit sikle-cell
Senggama
Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesterone
Kateterisasi
(Sudoyo, 2009)

2.2.3 Penyebab Infeksi Saluran Kemih


Infeksi

saluran

kemih

disebabkan

oleh

adanya

mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius atau tanpa


disertai

gejala.

ketidakmampuan

Faktor
atau

risiko
kegagalan

yang

umum

kandung

mencakup

kemih

untuk

mengosongkan isinya secara lengkap, penurunan mekanisme

16

pertahanan alamiah dari pejamu, peralatan yang dipasang pada


traktus urinarius, seperti kateter dan prosedur sistoskopi. Pasien
diabetes sangat berisiko karena peningkatan kadar glukosa dalam
urin menyebabkan suatu infeksi akibat lingkungan pada traktus
urinarius. Kehamilan dan gangguan neurologi juga meningkatkan
risiko karena kondisi ini menyebabkan pengosongan kandung
kemih yang tidak lengkap dan stasis urin (Smeltzer& Bare, 2005).
2.2.4

Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih


Pada

individu

normal,

biasanya

laki-laki

maupun

perempuan urin selalu steril karena dipertahankan jumlah dan


frekuensi kencing. Uretro distal merupakan tempat kolonisasi
mikroorganisme nonpathogenic fastidious Gram-positive dan gram
negatif.
Hampir semua infeksi saluran kemih disebabkan invasi
mikroorganisme asending dari uretra ke dalam kandung kemih.
Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat
mencapai ginjal. Proses ini dipermudah refluks vesikoureter.
Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang
ditemukan di klinik, mungkin akibat lanjut dari bakteriemia. Ginjal
diduga merupakan lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemi
atau endokarditis akibat stafilokokus aureus. Kelainan ginjal yang
terkait dengan endokarditis (stafilokokus aureus) dikenal Nephritis
Lohlein. Beberapa peneliti melaporkan pielonefritis akut (PNA)
sebagai akibat lanjut invasi hematogen dan infeksi sistemik gram

17

negatif (Sudoyo, 2009).


2.2.5

Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih


Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi dua kategori
umum berdasarkan lokasi anatomi yaitu:
a. Infeksi Saluran Kemih (ISK) bawah
Presentasi klinis Infeksi Saluran Kemih bawah tergantung dari
gender :
1) Perempuan
a) Sistisis
Sistisis adalah presentasi klinik infeksi kandung
kemih disertai bakteriuria bermakna.
b) Sindrom uretra akut (SUA)
Sindrom uretra akut adalah presentasi klinis sistisis
tanpa ditemukan mikroorganisme (steril), sering
dinamakan sistisis bakterialis.
2) Laki-laki
Presentasi klinis infeksi saluran kemih pada laki-laki
mungkin sistitis, prostatitis, epidimidis dan uretritis.
b. Infeksi Saluran Kemih (ISK) atas
Infeksi Saluran Kemih atas terbagi menjadi 2 yaitu:
1) Pielonefritis akut (PNA) adalah proses inflamasi parenkim
ginjal yang disebabkan infeksi bakteri.
2) Pielonefritis kronis (PNK) mungkin akibat lanjut dari
infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa
kecil. Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter
dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti

18

pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai


pielonefritis kronik yang spesifik (Sudoyo, 2009).

2.2.6 Tanda dan Gejala Infeksi Saluran Kemih


Tandatanda dan gejala yang terjadi pada penyakit saluran
kemih, yaitu: rasa nyeri, perubahan eliminasi urin dan gejala
gastrointestinal. Gejala infeksi saluran kemih bawah biasanya
meliputi disuria atau nyeri pada saat buang air kecil, ada dorongan
sering berkemih atau polakisuria, nokturia atau sering buang air
kecil pada malam hari, atau nyeri pada pelvic atau suprapubis.
Pasien infeksi saluran kemih atas sering menunjukkan gejala
sistemik meliputi, demam, mual dan muntah, sakit kepala, dan
lemah sesuai dengan keluhan spesifik dari nyeri di daerah panggul
atau punggung bawah, dan abdomen. Jika timbul infeksi saluran
kemih meskipun sudah dilakukan berbagai tindakan hygiene, maka
keluhan atau penyimpangan yang didengar dan terlihat oleh
perawat yaitu, pada wanita sakit yang membandel pada perut
bagian bawah dan pada pria sakit disekitar muara uretra, urine yang
baru dikeluarkan berbau menyengat dan keruh, dan ada
peningkatan suhu tubuh (Smeltzer & Bare, 2005).
Menurut Potter dan Perry (2006), tanda dan gejala infeksi
saluran kemih terbagi 2 yaitu:
1. Infeksi Saluran Kemih Bawah
a. Nyeri di atas kemaluan

19

b. Kelemahan
c. Warna urin keruh atau berdarah (Hematuria)
d. Mual
e. Muntah
2. Infeksi Saluran Kemih Atas
a. Demam
b. Nyeri pinggang/nyeri panggul
c. Nyeri tekan bagian bawah abdomen
d. Menggigil
2.2.7 Komplikasi Infeksi Saluran Kemih
Menurut Sukandar (1997) dalam Sudoyo, dkk (2009:
1012), komplikasi infeksi saluran kemih tergantung dari 2 tipe
yaitu:
a. Infeksi saluran kemih sederhana (uncomplicated)
Infeksi saluran kemih akut tipe sederhana (sistisis) yaitu nonobstruksi dan bukan perempuan hamil merupakan penyakit
ringan (self limited disiase) dan tidak menyebabkan akibat
lanjut jangka lama.
b. Infeksi saluran kemih berkomplikasi (complicated)
1) Infeksi saluran kemih selama kehamilan.
2) Infeksi saluran kemih pada diabetes mellitus. Penelitian
epidemologi melaporkan bakteriuria dan ISK lebih sering
ditemukan pada wanita diabetes mellitus dibandingkan
perempuan tanpa diabetes mellitus.

2.2.8 Pencegahan Infeksi Saluran Kemih


Sebagian kuman yang berbahaya hanya dapat hidup dalam

20

tubuh manusia. Untuk melangsungkan kehidupannya, kuman


tersebut harus pindah dari orang yang telah kena infeksi kepada
orang sehat yang belum kebal terhadap kuman tersebut. Kuman
mempunyai banyak cara atau jalan agar dapat keluar dari orang
yang terkena infeksi untuk pindah dan masuk ke dalam seseorang
yang sehat. Kalau kita dapat memotong atau membendung jalan
ini, kita dapat mencegah penyakit menular. Kadang kita dapat
mencegah kuman itu masuk maupun keluar tubuh kita. Kadang kita
dapat pula mencegah kuman tersebut pindah ke orang lain (Irianto
dan Waluyo, 2008).
Ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum,
yaitu pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang
meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan
tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosis dini
serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan terhadap cacat dan
rehabilitasi.

Ketiga

tingkatan

pencegahan

tersebut

saling

berhubungan erat sehingga dalam pelaksanaannya sering dijumpai


keadaan tumpang tindih (Nursalam, 2006).
2.2.9 Infeksi Saluran Kemih Berhubungan dengan Kateter
Data penelitian melaporkan prevalensi infeksi saluran
nosokomial mencapai 40% diduga terkait pemasangan kateter urin.
Bakteriuri asimtomik dilaporkan 26% diantara kelompok pasien
indwelling catheter mulai dari hari ke 2-10. Hampir 1/4 kelompok
pasien tersebut diikuti tanda dan gejala infeksi saluran kemih.

21

Bakteriemia dengan prevalensi 3,6% diduga terkait dari sumber


saluran kemih (Sudoyo, 2009).

You might also like