Professional Documents
Culture Documents
Desember 2008
Program Gerakan Nasional Percepatan
Revitalisasi Kakao Nasional (GERNAS)
Desember 2008
Lokakarya yang dimaksudkan dalam laporan ini dibiayai oleh beberapa lembaga berikut:
Pemangku kepentingan sektor kakao di Indonesia terdiri dari: Lembaga Penelitian dan Pengembangan (R&D) milik pemerintah,
sektor swasta, lembaga R&D internasional, LSM, kelompok industri, dan kelompok tani. Intinya, tidak mungkin pemangku
kepentingan tersebut dapat memecahkan persoalan kakao Indonesia jika bekerja sendirian. Forum Kemitraan Kakao
Berkelanjutan (CSP) didirikan pada tahun 2005 sebagai wadah untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang
aktivitas atau kegiatan yang dilaksanakan oleh pemangku kepentingan sektor kakao di Indonesia. Tujuan Forum ini adalah
untuk mencapai sektor kakao Indonesia yang menguntungkan dan kompetitif secara berkelanjutan sehingga membawa
manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan. www.cspindonesia.org
Kemitraan Australia-Indonesia (AIP) adalah program kerjasama bilateral Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia, dan
menjadi lembaga donor terbesar yang pernah dibentuk oleh kedua negara.
Melalui berbagai bantuan pembangunan, Australia dan Indonesia bekerja bersama secara kemitraan untuk mengentaskan
kemiskinan, peningkatan keamanan kawasan, stabilitas dan kesejahteraan. Australia senantiasa berupaya membantu Indonesia
untuk mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDG). Australia dan Indonesia telah secara bersama-sama
mengidentifikasi prioritas program bantuan pembangunan jangka panjang dan kedua negara juga secara bersama-sama
mengelola implementasi program-program tersebut.
Australia akan mengalokasikan dana bantuan pembangunan sebesar A$ 2.5 milyar kepada Indonesia selama lima tahun
mendatang, termasuk sekitar A$ 463 juta pada Tahun Anggaran 2008-2009. Angka di atas adalah rekor bantuan terbesar sejak
Tsunami 2004. Dengan fokus bantuan pengentasan kemiskinan, berarti Kemitraan Australia Indonesia (AIP) ini diharapkan
menjangkau sekitar 100 juta orang di seluruh Indonesia yang hidup dalam kemiskinan dengan pendapatan di bawah
US$ 2 per hari. www.indo.ausaid.gov.au
Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO) didirikan pada tahun 1989 yang dimaksudkan sebagai representasi beberapa pemangku
kepentingan sektor kakao yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan kakao Indonesia. Askindo bertujuan untuk (i)
memajukan kakao Indonesia pada arena pasar internasional, (ii) mengembangkan lingkungan bisnis kakao yang lebih sehat,
(iii) membantu petani kakao skala kecil untuk lebih produktif dan memperoleh keuntungan lebih besar, dan (iv) meningkatkan
kerjasama antara industri kakao secara umum dengan pemerintah, untuk menghasilkan devisa bagi negara, menyerap
lapangan kerja dan meningkatkan nilai tambah.
Keanggotaan ASKINDO bersifat terbuka bagi seluruh pemangku kepentingan sektor kakao Indonesia, seperti produsen,
pengolah, pedagang, eksportir, dan kelompok tani. www.askindo.org
Publikasi dari laporan ini dibiayai oleh Kemitraan Australia Indonesia (AIP) dan Australian Center for International Agricultural
Research (ACIAR) melalui program yang bernama the Smallholder Agribusiness Development Initiative (SADI). SADI bertujuan
untuk meningkatkan pendapatan dan produktivitas petani dan agribisnis untuk merebut peluang pasar di empat provinsi
Indonesia Timur: Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. www.sadi.or.id
Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) merupakan bagian dari program kerjasama internasional Australia,
dengan misi utama untuk membangun sistem pertanian yang lebih produktif dan berkelanjutan, khususnya yang bermanfaat
bagi negara-negara berkembang dan Australia. ACIAR menjalankan penelitian kolaboratif antara para peneliti Australia dan
peneliti di negara-negara berkembang, terutama untuk disiplin ilmu di mana peneliti Australia memiliki kompetensi penelitian
yang memadai. ACIAR juga mengelola kontribusi Australia kepada International Agricultural Research Centres. www.aciar.gov.au
Komitmen ACIAR kepada SADI lebih difokuskan pada penelitian adaptif berbasis pasar (market-driven adaptive research)
meningkatkan alih pengetahuan dan mengembangkan kapasitas beberapa lembaga strategis. Komitmen ini dimaksudkan
untuk memecahkan masalah dan kendala lain yang menghambat petani kecil dan agribisnis menggapai pasar yang lebih
luas. Dukungan yang dimaksud meliputi kemitraaan penelitian antara Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka/
ICCRI), Lembaga Peneltian Bioteknologi Perkebunan (BRIEC), Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Tenggara, Lembaga Penyuluhan Hortikultura dan Perkebunan, La Trobe University, University of Sydney and PT
Mars Symbioscience and Mars. Inc Indonesia. Kemitraan ini mendorong secara sistematis untuk meningkatkan klon kakao,
mengevaluasi klon yang ada, menguji secara agronomis untuk penanggulangan hama dan penyakit tanaman, dan mengkaji
hambatan sosial-ekonomis untuk meningkatkan produktivitas.
Ringkasan Eksekutif
2. Pengadaan bibit unggul berbasis klonal: Perlu perencanaan yang matang dan
melibatkan berbagai stakeholder untuk menjamin pengadaan bibit unggul
yang bersertifikat sebanyak minimal 6 klon. Bibit ini bisa berasal baik dari hasil
pengembangan somatic embryogenesis (SE) maupun dari klon sambung pucuk
yang diproduksi dengan model pembibitan usaha petani dan kelompok tani
dengan memperhatikan kelebihan /kekurangan resiko pengembangannya.
3
yang tepat harus diterapkan oleh petani di bawah bimbingan pendamping
terlatih. Perlu kejelasan mengenai kegiatan riset di empat sub-stasiun. Menurut
CSP, sebaiknya ini difokuskan kepada i) pengembangan dan pengujian
klon unggul, dan ii) menyediakan informasi yang dapat dimanfaatkan oleh
pendamping lapangan (sebagai resource centre).
9. GERNAS Action Plan: Koordinasi intensif dan diskusi lebih lanjut diperlukan
untuk menghasilkan sebuah Action Plan dengan perincian kegiatan yang akan
dilakukan dibawah program GERNAS. Action Plan ini harus mengidentifikasikan
tanggung jawab setiap stakeholder yang akan dilibatkan.
4
Executive Summary
As outlined in greater detail in the full report, there are at least nine major
components of GERNAS that we believe require special attention, ranging from
initial planning through to field implementation:
5
facilitators. Clarification is required concerning the actual research activities
to be performed at each of the four sub-stations: we recommend that these
activities focus on: i) development and testing of new clonal material and
ii) provision of technical information for the benefit of field facilitators (ie. as
resource centres).
6
Daftar isi
Ringkasan Eksekutif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
7
Latar Belakang Kelahiran
GERNAS 1
Perkembangan kakao di Indonesia sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari
program besar pada tahun 1980an, yang dikenal dengan Proyek Rehabilitasi dan
Tidak berlebihan untuk
Peremajaan Tanaman Ekspor (PRPTE). Pada waktu itu Indonesia berkepentingan
untuk mencari dan mengembangkan komoditas ekspor non-migas, sekaligus
dikatakan bahwa kakao
untuk mengantisipasi penurunan produksi dan ekspor minyak dan gas bumi, yang di Indonesia telah
menunjukkan tanda-tanda kejenuhan. Kakao tumbuh pesat pada dekade 1990an berkontribusi signifikan
dan menjadikan Indonesia sebagai eksportir ketiga terbesar di dunia, setelah Pantai pada pengentasan
Gading dan Ghana. Petani kakao di Indonesia sekarang diperkirakan berjumlah 1.4 kemiskinan, terutama di
juta rumah tangga, umumnya berskala kecil, sekitar 2 hektar atau kurang, sekalipun kawasan pedesaan.
di luar Jawa. Kenaikan harga kakao yang sangat tinggi pada saat terjadinya krisis
ekonomi pada akhir 1990an benar-benar telah membawa berkah tersendiri bagi
petani kakao, terutama di Indonesia Timur. Tidak berlebihan untuk dikatakan bahwa
kakao di Indonesia telah berkontribusi signifikan pada pengentasan kemiskinan,
terutama di kawasan pedesaan.
9
penanganan usahatani yang kurang memadai. Selain hama PBK yang sangat ganas
itu, penyakit dan hama kakao berikut ini juga banyak ditemukan di Indonesia
(Gambar 2), misalnya Phytophthora palmivora yang menyebabkan busuk buah,
busuk batang (Helopeltis spp), penggerek batang (Zeuzera spp), dan jamur perusak
pembuluh batang atau dikenal dengan vascular-streak dieback (VSD) yang
Stagnansi dan bahkan disebabkan oleh jamur Oncobasidium theobromae.
penurunan produksi kakao
Stagnansi dan bahkan penurunan produksi kakao yang terjadi di Indonesia sejak
yang terjadi di Indonesia
tahun 2003, seperti terlihat pada Gambar 1, tentu diperhatikan dengan seksama
sejak tahun 2003, seperti
karena hal tersebut justru terjadi bersamaan dengan peningkatan areal tanam yang
terlihat pada Gambar signifikan, yang tentu saja berimplikasi penurunan produktivitas kakao nasional.
1, tentu diperhatikan Di beberapa daerah, bahkan perluasan areal kakao Indonesia berkaitan dengan
dengan seksama karena penurunan areal hutan atau deforestasi yang tentu bukan merupakan pilihan
hal tersebut justru terjadi yang bijak. Maksudnya, tanpa perhatian dan uluran dari berbagai pihak, kejadian
bersamaan dengan yang menimpa Brazil dan Malaysia dapat saja menimpa Indonesia. Sektor kakao
Indonesia masih memerlukan intervensi dari pemerintah, swasta, dan masyarakat
peningkatan areal tanam
perkakaoan umumnya, agar Indonesia tetap berkibar dalam kancah ekonomi
yang signifikan …
kakao di tingkat global. Singkatnya, seluruh pemangku kepentingan sektor kakao
perlu bahu-membahu untuk menjaga dan mengamankan tingkat keberlanjutan
perkakaoan Indonesia.
700
600
Brazil
500 Malaysia
Indonesia
400
300
200
100
0
196
196
196
196
196
197
197
197
197
197
198
198
198
198
198
199
199
199
199
199
200
200
200
200
1
3
5
7
9
1
3
5
7
9
1
3
5
7
9
1
3
5
7
9
1
3
5
7
Gambar 1. Perbandingan Perkembangan Produksi Kakao di Indonesia, Brazil dan Malaysia (1961-2007). Sumber:
Diolah dari data FAOSTAT 2008
10
Menyadari besar dan kompleksnya persoalan perkakaoan Indonesia, pemerintah
Sulawesi Barat (Sulbar) yang sebagian besar penduduknya hidup dan bergantung
pada produksi kakao, mengambil inisiatif untuk fokus pada kakao dalam program
pembangunannya. Pemerintah Sulbar pada 31 Juli 2007 mencanangkan
program yang disebut ‘Gerakan Pembaharuan Kakao (GPK) Sulbar’ sebagai
lokomotif pembangunan berbasis kerakyatan. GPK merupakan program terpadu
yang holistik, melibatkan berbagai stakeholder dengan tujuan meningkatkan
produktivitas dan mutu kakao serta profitabilitas petani kakao (terkait dengan
pengentasan kemiskinan), mendorong pertumbuhan perdagangan dan industri
kakao, dan menjadikan kakao sebagai lokomotif pembangunan Sulbar. Diperlukan
dana yang besar dan keterlibatan berbagai pihak untuk menyukseskan GPK. Karena
itu, Pemerintah Provinsi Sulbar melakukan berbagai usaha untuk meyakinkan
dan memohon dukungan pendanaan dari Pemerintah Pusat yang akhirnya
berbuah dalam bentuk GERNAS Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao ini yang
dicanangkan Wakil Presiden RI di Mamuju, 10 Agustus 2008.
11
Gambar 2. Kakao Indonesia mulai terserang oleh berbagai macam hama dan penyakit seperti Penggerek Buah
Kakao atau PBK(gambar diatas) dan Vascular Streak Dieback atau VSD (Gambar dibawah).
12
GERNAS: Penyelamatan
Industri Kakao Indonesia 2
Di tingkat administrasi pemerintahan, Program Gerakan Revitalisasi Kakao Nasional
(GERNAS Pro-Kakao) diumumkan oleh Departemen Pertanian, atau tepatnya
Direktorat Jenderal Perkebunan pada tanggal 18 Juli 2008, yang didukung oleh
pemangku kepentingan (stakeholders) sektor kakao di Indonesia. Wakil Presiden M
Jusuf Kalla secara resmi menetapkan GERNAS tersebut pada tanggal 10 Agustus
2008 di Mamuju Sulawesi Barat. Acara pencanangan ini diikuti oleh pernyataan
kesiapan empat Gubernur se-Sulawesi, yaitu Sulawesi Selatan, Barat, Tengah dan
Tenggara untuk menjadi penanggung jawab GERNAS di wilayahnya masing-
masing. GERNAS, yang secara resmi akan beroperasi pada periode tahun 2009-2011
ini, kemudian diperluas hingga juga mencakup lima provinsi lain di Indonesia
Timur, yaitu Nusa Tenggara Timur, Bali, Maluku, Papua Barat dan Papua.
13
telah mengadakan workshop pada tanggal 31 Oktober s/d 1 November 2008 di
Sanur, Bali. Tujuan dari workshop tersebut adalah untuk membahas persiapan
industri kakao untuk mendukung kegiatan GERNAS di lapangan.
Pihak CSP yakin bahwa Program GERNAS merupakan kesempatan yang sangat
baik untuk menggalang kerjasama yang lebih erat di antara para pemangku
kepentingan di sektor kakao, dari unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah,
sektor swasta nasional dan swasta asing, lembaga akademis, petani, kelompok tani,
koperasi dan sebagainya. Pihak CSP juga merasa terbantu oleh Program GERNAS,
karena aktivitas dan program yang dicanangkan di dalam GERNAS sangat sesuai
dan saling mendukung dengan aktivitas yang dilaksanakan oleh CSP selama
beberapa tahun terakhir. Program GERNAS (dan Forum CSP) sangat peduli untuk
menanggulangi persoalan dan tantangan jangka pendek, seperti peremajaan
tanaman yang sudah berumur tua, dan pengendalian hama dan penyakit kakao.
Dalam jangka panjang, program ini sangat bermanfaat untuk merumuskan langkah
jangka panjang yang lebih strategis menuju pengembangan industri kakao yang
berkelanjutan yang mampu berkiprah positif di tingkat global.
Proses menuju industri kakao yang berkelanjutan ini memerlukan paling tidak
lima tahun dukungan pembinaan dan pemantauan yang ketat, termasuk
pembangunan infrastruktur komersial, dan kerangka kebijakan yang benar-benar
bervisi pembangunan usaha dan sistem agribisnis yang sekaligus memberdayakan
petani. Dalam konteks ini GERNAS seharusnya mampu mencapai visi strategis
seperti di atas, serta menjadikan sektor kakao di Indonesia yang lebih tangguh,
melalui serangkaian program baik dari pemerintah, swasta, dan inisiatif masyarakat
madani di Indonesia. Berhubung cukup banyak dana publik yang dibutuhkan
untuk mendukung Program GERNAS ini, para pemangku kepentingan sektor
kakao tentu diharapkan mampu berkontribusi dalam hal desain, perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian dan evaluasi program-program yang sesuai
dengan kebutuhan pengembangan industri kakao yang berkelanjutan.
14
Latar belakang Forum
Kemitraan Kakao
Berkelanjutan (CSP) 3
Visi dan Misi
CSP merupakan forum
CSP merupakan forum kerjasama kemitraan antara pemerintah, swasta dan semua kerjasama kemitraan
pendukung sektor kakao yang mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan pengembangan antara pemerintah, swasta
kakao di lapangan, tukar-menukar pengalaman dan berbagi informasi. Sekretariat CSP dan semua pendukung
berada di Makassar, Sulawesi Selatan. Dulu, program-program pengembangan kakao sektor kakao yang
Indonesia cenderung berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi dan kerjasama yang mengkoordinasikan
optimal. Pengalaman itulah yang mendorong lahirnya CSP.
kegiatan-kegiatan
Visi CSP adalah menjadikan industri kakao Indonesia berkelanjutan, menguntungkan pengembangan kakao di
dan kompetitif bagi semua stakeholder. lapangan, tukar-menukar
Misi CSP adalah mengkoordinasikan pengembangan dan alih teknologi budi daya pengalaman dan berbagi
kakao; pemberdayaan petani dan penguatan kelembagaan petani; mendukung informasi.
keberlanjutan dan keuntungan semua pihak perkakaoan melalui identifikasi,
prioritasisasi, pengembangan, pendanaan dan koordinasi berbagai program secara
terintegrasi untuk kebutuhan jangka pendek dan panjang.
15
Berkelanjutan secara alami berarti kakao
dihasilkan oleh petani dan diolah menjadi
cokelat dan produk kakao lain dengan cara
Economic
yang tidak merusakkan (dan seimbang Benefits
Keanggotaan CSP
Forum CSP terbuka untuk kalangan industri dan perdagangan kakao nasional maupun
internasional, pemerintah regional, lembaga penelitian, organisasi sektor publik,
supplier sarana produksi pertanian, para donor internasional, LSM, petani, organisasi
produsen, dan pendukung industri lainnya. Sampai sekarang mitra aktif CSP adalah:
Forum CSP terbuka
ACDI/Voca Indonesia
untuk kalangan industri
dan perdagangan Australian Centre for International Reserach (ACIAR)
16
Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Beberapa institusi penelitian baik dari dalam maupun luar negeri sepakat
untuk berkolaborasi melaksanakan kegiatan-kegiatan penelitian dalam forum
CSP. Lebih lanjut mereka juga berkomitmen untuk saling berbagi informasi Kegiatan-kegiatan
maupun menyediakan sumber daya dan infrastruktur, sebagai dukungan
penelitian, baik yang
dalam melaksanakan kegiatan penelitian. Kegiatan-kegiatan penelitian, baik
yang dilaksanakan individu maupun bersama-sama akan diinformasikan dalam
dilaksanakan individu
pertemuan rutin triwulan sehingga perkembangannya dapat dipantau baik oleh maupun bersama-sama
komite yang lain maupun tim manajemen. akan diinformasikan
dalam pertemuan rutin
Kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi dikoordinir oleh Pusat Penelitian
triwulan sehingga
Kopi dan Kakao (PUSLITKOKA), yang berkedudukan di Jember. Komite operasional
ini menetapkan program yang meliputi: perkembangannya
dapat dipantau baik oleh
Pengendalian hama & penyakit terpadu,
komite yang lain maupun
Rehabilitasi tanaman kakao, tim manajemen.
Pemuliaan dan seleksi tanaman kakao,
Peningkatan kualitas kakao,
Sosial ekonomi pertanian petani kakao.
17
2. Melobi pihak industri dan donor untuk mensponsori program-program
tambahan,
Kendala off-farm ini Minimnya pengetahuan untuk menangani proses paska panen mempengaruhi
turut mempengaruhi buruknya kualitas biji yang diproduksi, dan berdampak pada rendahnya harga
jual biji. Hal lain yang juga menyulitkan para petani kakao ialah akses terhadap
rendahnya pendapatan
perkembangan harga maupun informasi pasar yang minim, dan kurangnya
para petani.
kepercayaan pihak bank terhadap para petani sehingga para petani kakao bukan
menjadi prioritas utama untuk mendapatkan kredit.
Para mitra dalam komite operasional Pemberdayaan Petani & Penguatan Kelompok
Tani tetap menjalankan program masing-masing; akan tetapi program-program
tersebut diarahkan sesuai dengan tema program komite yang telah disepakati.
Komite yang menangani Kegiatan Pemberdayaan Petani & Penguatan Kelompok
Tani dalam forum CSP ini menitikberatkan programnya pada hal berikut ini:
18
Masukan dari CSP untuk
Implementasi GERNAS 4
Pertemuan para stakeholder kakao yang diadakan di Sanur, Denpasar Bali pada
tanggal 31 Oktober sampai dengan 1 November tahun 2008 merupakan forum
diskusi yang sangat produktif, diikuti oleh sekitar 110 partisipan dari berbagai
organisasi baik dari pemerintah maupun pihak industri, dan membuahkan
sejumlah usulan praktis mengenai pelaksanaan program GERNAS. Pertemuan ini
mengidentifikasikan beberapa komponen dalam program GERNAS yang oleh
anggota Forum CSP menganggap perlu diberi perhatian khusus. Berikutnya,
dokumen ini akan menyajikan masukan strategis kepada program GERNAS
mengenai pelaksaanan kegiatan GERNAS di lapangan serta sebutkan kegiatan
yang bisa didukung langsung oleh CSP.
a. Pendataan
Sebelum kegiatan GERNAS dimulai, harus dilakukan program pendataan lebih dahulu
mengenai luas perkebunan yang perlu direhabilitasi dan diremajakan di setiap
kabupaten. Sebaiknya anggota CSP bekerjasama untuk melakukan pemetaan dasar
yang diperlukan agar perencanaan program rehabilitasi, peremajaan dan intensifikasi
Mengembangkan sistem
dapat berjalan degan baik. Aktivitas tersebut sangat diperlukan karena setiap daerah
memiliki kebutuhan yang berbeda, yang tentu saja memerlukan penanganan yang
manajemen informasi
berbeda pula. Idealnya, kantor-kantor Dinas Perkebunan di tingkat provinsi dan (IMS) yang terintegrasi
kabupaten mulai mengkoordinir kegiatan ini dengan melibatkan semua stakeholder dan mampu menerima,
yang mampu berperan dalam penyediaan informasi dan data, minimal dari program- mengolah, menganalisis
program pengembangan kakao yang pernah dilakukan dan yang sedang berjalan. dan mendistribusikan data
termasuk data pencitraan
Usulan satelit, perkiraan cuaca,
Mengembangkan sistem manajemen informasi (IMS) yang terintegrasi informasi pasar dan
dan mampu menerima, mengolah, menganalisis dan mendistribusikan keperluaan teknis.
data termasuk data pencitraan satelit, perkiraan cuaca, informasi pasar dan
keperluaan teknis. Hal ini perlu staf khusus untuk mengelola data dan informasi
yang dapat dikoordinir oleh CSP.
19
Database sistem informasi geografis (GIS) merupakan kompon inti dari IMS dan
harus mampu memetakan distribusi spasial daerah produksi kakao, termasuk
perubahan penggunaan lahan, umur dan kondisi pohon, pohon pelindung,
tingkat serangan hama dan penyakit, dan keberadaan kelompok tani. Sistem
GIS ini harus bersifat dinamis dalam arti data dan informasi baru dapat
ditambahkan secara kontinyu.
Mars Inc sudah mulai melakukan kegiatan pemetaan dan bersedia untuk
membagi informasi awal tentang data spasial ini dengan stakeholder lain.
Salah satu kunci sukses Mengembangkan sistem pelaporan dengan fasilitator lapangan yang
konsisten agar informasi yang masuk dari lapangan dapat diolah dengan
program GERNAS adalah
mudah oleh IMS.
penyediaan bahan tanam
yang sehat dan bermutu Terlebih dulu mendata mengenai kesanggupan petani untuk berpartisipasi
tinggi dan pengadaannya dalam program GERNAS, karena harus diantisipasi bahwa ada beberapa petani
yang akan enggan bertanam modal dalam kebun kakao dengan berbagai
dengan tepat waktu.
macam alasan seperti: i) pemilik tidak mengelola kebun sendiri; ii) motivasi
bukan produksi tetapi aset lahan; iii) petani ingin lebih fokus pada komoditas
atau pekerjaan lain yang dianggap lebih menguntungkan.
Pemanfaatan setidaknya
Usulan
dua jalur pengadaan
bahan tanam: i) teknologi Sumber tanaman harus berupa bibit klonal yang telah disertifikasikan.
somatic embryogenesis Pengadaan bibit dilaksanakan secara bersama melalui Dirjen Perkebunan,
(SE); dan ii) teknologi Puslitkoka dan seluruh Disbun.
sambung pucuk yang
Pemanfaatan setidaknya dua jalur pengadaan bahan tanam: i) teknologi
diproduksi dengan model somatic embryogenesis (SE); dan ii) teknologi sambung pucuk yang diproduksi
pembibitan usaha petani dengan model pembibitan usaha petani dan kelompok tani. Usaha
dan kelompok tani. pembibitan di tingkat petani harus dipandang sebagai suatu kewajiban agar
tercipta suatu industri kakao yang berkelanjutan (Box 1 dan Gambar 3).
20
Minimalnya, 6 jenis klon unggul harus diadakan untuk petani. Diversifikasi
klon seperti ini diperlukan agar dapat menghindari kemungkinan munculnya
masalah dengan salah satu klon pada masa yang akan mendatang.
Kerjasama dengan sentra dan lokasi percobaan klon yang sudah berjalan
selama ini di Sulawesi oleh anggota CSP (Puslitkoka, BPTP, ACIAR, Mars). Lihat
Box 3 dan Gambar 4.
21
Gambar 4. Uji coba klon unggul di Bone Bone yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh ACIAR dengan
PUSLITKOKA
22
Box 1. Mendukung usaha pembibitan petani
Pendirian kebun bibit komersial tingkat petani dan mendatang. Diagram Bagan tentang mekanisme
kebun induk untuk rehabilitasi kakao petani perlu program ini ditampilkan pada Gambar berikut.
dilakukan untuk mencapai strategi pengembangan Dengan demikian, pendekatan model penyediaan
sistem manajemen kebun yang berkelanjutan. bibit tanaman dengan sistem franchise seperti
Program jangka panjang perlu dikembangkan untuk dapat berhasil.
mencapai strategi verifikasi dan sertifikasi varietas
Untuk menjaga tingkat keberlanjutannya,
kakao yang memiliki produktivitas dan kualitas tinggi
penyebarluasan bibit kakao harus berlandaskan
serta tahan hama dan penyakit.
prinsip-prinsip komersial, yang mungkin saja
Mars Symboscience telah berhasil mengembangkan disubsidi pemerintah pada tahap awal, tapi harus
“model usaha kebun bibit” pada 72 kelompok tani mampu berdiri sendiri pada tahap lanjutan di
pada tahun 2008 ini, sehingga dapat ditingkatkan masa mendatang. Penetapan harga bibit untuk
skalanya baik oleh lembaga pemerintah, maupun petani yang terlibat pada program peremajaan
oleh lembaga swasta. Model seperti ini dipercaya dan rehabilitasi kebun cokelat perlu diawasi penuh
menjadi model pengembangan manajemen kebun dan dikendalikan Program GERNAS. Misalnya
kakao yang perlu diteruskan dan dikembangkan menggunakan metode subsidi biaya input untuk
dalam Program GERNAS, bersamaan dengan kebun kebun bibit, seperti polybag, entris dan bahan
induk dan kebun bibit yang dikelola pemerintah. sambung atau menggunakan penawaran seperti
Forum CSP tetap bertekad untuk mendukung “beli satu dapat dua”, dan sebagainya.
kebun bibit yang dikelola petani untuk masa
Nursery Flow
23
Box 2. Perencanaan Pengadaan Bibit dalam Program GERNAS
Tahap perencanaan dalam pengadaan bibit kakao, Dalam hal ini, Puslitkoka harus membuat
terutama yang berasal dari metode somatic perencanaan yang matang, berapa jumlah
embryogenesis (SE) dalam Program Gernas menjadi bibit SE yang dibutuhkan dan berapa banyak
factor yang sangat penting dalam keberhasilan ketersediaan bibit tersebut ke depan, setelah melalui
perbaikan dan rehabilitasi usahatani kakao. Jika hal serangkaian uji varietas, dan kapan bibit tersebut
ini tidak dilakukan, atau jika penanaman bibit kakao dapat tersedia bagi petani. Maksudnya, komponen
dari SE ini tidak dilakukan dengan perencanaan yang perencanaan tanam dan rehabilitasi kakao lain
matang, maka hasil yang diperoleh tidak akan perlu menyesuaikan dengan tahapan paling
optimal, bahkan menimbulkan dampak negatif krusial tersebut.
jangka panjang yang cukup sulit untuk
Pada saat ini, Puslitkoka Jember telah siap mengirim
ditanggulangi. Berhubung tahapan ini sangat
bibit ke lokasi penangkar sebanyak 250ribu bibit
penting, maka seluruh stakeholders perlu duduk
per provinsi dan mampu menyiapkan 18 juta bibit
bersama dan menyusun perencanaan sebaik-
SE pada tahun 2009 (sekitar bulan September-
baiknya, sehingga tidak timbul langkah saling
Oktober). Sebenarnya, pada tahun 2009, Indonesia
menyalahkan yang tidak produktif. Dalam hal ini,
memerlukan batang entris sebanyak 120 juta,
perencanaan untuk mendukung implementasi
sehingga pengadaannya perlu didorong juga ke
Program GERNAS harus dilakukan sesuai dengan
masing-masing provinsi dan kabupaten/kota.
kapasitas dan tanggung jawab atau tugas pokok dan
fungsi (tupoksi) masing-masing stakeholders.
Minimal, perencanaan perlu dibuat dengan
kerangka waktu yang jelas dan rinci, bahkan sesuai
dengan pola curah hujan daerah setempat, seperti
berikut ini:
Entris
Entris
Entris
Entris
Total Bibit
Entris
24
Box 3. Pengembangan Klon Kakao di Sulawesi
Usulan
25
Box 4. Kerjasama Perumusan ‘Good Farming Practices’
26
Box 5. Analisis tanah
Teknologi yang mampu meningkatkan pengelolaan untuk dapat diaplikasikan pada perkebunan kakao
kesuburan tanah sangat diperlukan, terutama untuk rakyat. Pada kasus khusus yang mengharuskan
jangka panjang. Teknologi tersebut sedapat penggantian total dan penanaman kembali, analisis
mungkin menggunakan cara sederhana dalam tanah yang spesifik lokasi harus dilakukan untuk
mendeteksi kekurangan hara pada tanaman kakao. menentukan kondisi tanah dan persyaratan restorasi
Program GERNAS harus menyediakan alat untuk kesuburan, termasuk syarat infrastruktur drainase
menganalisis, menguji, memvalidasi dan dan sebagainya.
menyesuaikan alat soil test kits yang sudah ada
Dalam konsep GERNAS, petani kakao akan mendapatkan kredit melalui bank
untuk melakukan rehabilitasi dan peremajaan, dengan total nilai sebesar 5.9 triliun
rupiah. Dalam skema ini, semua biaya sarana produksi untuk pemeliharaan (pupuk,
pestisida dan alat pertanian) akan memanfaatkan fasilitas kredit melalui perbankan. … tanpa ada usaha yang
Akan tetapi, ada kekuatiran bahwa petani tetap akan menghadapi masalah klasik
serius untuk mereformasi
untuk meminjam uang dari bank, yaitu tanpa agunan petani tidak akan dapat
pinjaman, padahal agunan berupa sertifikat tanah jarang dimiliki petani kakao.
sistem perbankan dan
Berdasarkan pengalaman program sebelumnya, petani akan tetap menghadapi pertanahan, kebanyakan
kesulitan untuk mendapatkan kredit. Masalah perkreditan petani di Indonesia petani akan sulit
sangat kompleks dan sulit untuk dipecahkan dengan cepat. Akan tetapi, tanpa diikutsertakan dalam
ada usaha yang serius untuk mereformasi sistem perbankan dan pertanahan, program GERNAS.
kebanyakan petani akan sulit diikutsertakan dalam program GERNAS. Dengan
sistem perbankan yang ada, sangat tidak realistik bahwa 5,9 trilyun rupiah dapat
dicairkan kepada petani kakao seperti dicanangkan oleh program GERNAS.
27
Usulan
Harus ada usaha yang serius dan konsisten untuk mereformasi peraturan
dalam sistem perbankan Indonesia agar lebih sesuai dengan keadaan
petani yang sebenarnya dan mampu mengakomodasikan kebutuhan sektor
pertanian,
Sistem perkreditan petani memerlukan inovasi untuk tahap pencairan kredit, pembelian sarana pupuk
mampu berhasil. Dalam suatu pilot program yang dengan benar dan pembiayaan tenaga kerja.
dikoordinir oleh IFC, sebanyak tujuh kelompok tani Kehadiran pendamping lapangan di tengah-tengah
(129 petani) di kabupaten Luwu berhasil mendapat petani memberikan keyakinan dan kepercayaan
akses kredit perbankan dengan bunga komersil kepada pihak bank bahwa kelompok tani dapat
untuk jangka waktu enam bulan. Salah satu kunci memanfaatkan kredit dengan tepat, serta mampu
keberhasilan ini adalah fungsi pendampingan, mulai menjaga dan menyelesaikan pinjamannya sesuai
dari persiapan peserta, penyusunan RDKK, waktu yang telah ditentukan.
pengumpulan berkas administrasi, sampai pada
Peran pendamping lapangan (Field Facilitator atau FF) sangat penting dan seleksi
FF harus dilakukan secara ketat. Berdasarkan pengalaman program penyuluhan
atau pendampingan sebelumnya, sudah sangat jelas bahwa pelatihan petani yang
hanya dilakukan sekali atau cuma mengadakan kebun percontohan (demplot)
28
TIDAK cukup untuk meyakinkan petani mengenai manfaat dari sebuah teknologi
baru. Harus ada komitmen berjangka panjang dan secara kontinyu dari individu
FF yang terampil dalam masalah teknis dan mampu berkomunikasi dengan
baik dengan petani supaya petani sendiri bisa mengidentifikasi solusi yang
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka. Aspek interaktif dari proses
penyuluhan ini harus ditekankan supaya petani mampu mengambil keputusan
secara arif. Perlu ada pertukaran informasi dua arah. Kalau manfaat ekonomis tidak
langsung nampak untuk petani, mereka tidak akan mau menerapkan teknologi
baru. Selain itu, perubahan apapun dalam tingkah laku petani harus didukung oleh
peraturan yang konsisten. Rekrutmen dan pelatihan
sumber daya manusia
Pendampingan lapangan yang tepat dilakukan oleh tenaga manusia yang
yang terampil dan
berketerampilan teknis, bermotivasi tinggi, mampu berkomunikasi dengan baik
dan mempunyai karakter dengan etos kerja dan moril yang kuat. Kalau bukan,
kompeten merupakan
pendamping itu tidak akan diterima dan dipercayai oleh petani. Jika program tantangan yang sangat
GERNAS mencakup 70,000 ha peremajaan, 235,000 ha rehabilitasi dan 145,000 besar agar GERNAS bisa
ha intensifikasi berarti jumlah tenaga pendamping total yang dibutuhkan adalah berhasil.
450 orang (satu orang pendamping setiap 1000 ha). Program GERNAS sudah
berkomitmen untuk menyediakan 360 tenaga pendamping (anggota CSP
juga tetap berkomitmen untuk meneruskan program pendampingan dan alih
teknologi). Rekrutmen dan pelatihan sumber daya manusia yang terampil dan
kompeten merupakan tantangan yang sangat besar agar GERNAS bisa berhasil.
Usulan
Membentuk ‘tim pelatih FF’ yang kredibel (CSP siap membantu dalam tim ini),
Diperlukan alat peraga untuk kegiatan pelatihan khusus untuk GERNAS (buku
panduan, kalander, CD, brosur dan alat lainnya) yang disusun secara bersama,
29
Perlu penjelasan mengenai pengadaan peralatan pertanian yang diperlukan
untuk mejalankan kegiatan sesuai dengan anjuran teknis dari pendamping
lapangan (lihat Box 8),
GERNAS dapat belajar dari keberhasilan dan kegagalan program lain dalam hal
pelatihan petani kakao Indonesia.
Dinas Perkebunan berniat merekrut 360 fasilitator harus disusun sedemikian rupa agar tidak terlalu
lapangan baru untuk Program GERNAS, sehingga teoritis, tapi sesuai dengan keperluan kebun kakao
program pelatihan bagi mereka benar-benar dan masyarakat setempat.
menjadi faktor kunci, dan harus dilakukan dengan
Sekali lagi, pelatihan ini sangat krusial dalam
seksama, melibatkan para ahli, peneliti, dan petugas
proses alih teknologi dan hanya mereka yang
lapangan yang telah memiliki pengalaman panjang.
memiliki dedikasi, integritas dan kapasitas yang
Langkah pertamanya adalah bahwa GERNAS perlu
dapat mengubah mentalitas petani, dan bukan
melakukan identifikasi para ahli kakao dan petugas
oleh mereka yang hanya berorientasi proyek yang
lapangan yang memiliki pengalaman dan dedikasi
umumnya memiliki visi jangka pendek.
tinggi. Kemudian, program dan kurikulum pelatihan
Dalam hal program peremajaan, rehabilitasi dan dan akan menjadi aset industri secara luas. Usaha
intensifikasi GERNAS, perlu penjelasan mengenai cara penyewaan alat dan mesin pertanian dapat didirikan
kerja program pengadaan peralatan pertanian seperti di lokasi kelompok tani yang sudah menunjukkan
chainsaw, alat pemangkas, cangkul dan lain lain memampuan untuk mengelola dengan baik.
untuk melaksanakan program. Sama halnya dengan
Perlu ditekankan di sini bahwa sedapat mungkin
pengadaan pupuk dan obat-obatan pengendalian
sarana produksi pertanian dan kebutuhan petani
hama. Apakah petani diharapkan untuk membeli alat
lainnya seperti pupuk dan pestisida harus disediakan
dan input tersebut dengan kredit atau pinjaman dari
melalui jasa komersial, untuk mengembangkan
bank atau pemerintah akan menyediakannya dalam
prinsip usaha agribisnis yang lebih bervisi jangka
skema bantuan langsung dan sebagainya?
panjang. Aktivitas ini diharapkan akan terus berjalan,
Pengadaan alat dan mesin pertanian dapat walaupun Program GERNAS secara administrasi telah
dilakukan melalui usaha penyewaaan petani supaya dinyatakan selesai. Di sinilah esensi keberlanjutan
alatnya tetap akan tersedia pada masa depan dari Program GERNAS.
30
f. Kebijakan pemerintah
Pelaksanan Program GERNAS saat ini merupakan waktu yang tepat untuk meninjau
kembali kerangka kebijakan pemerintah yang ada supaya mampu mendorong
pembangunan industri kakao yang makmur dan berkelanjutan. Integrasi kebijakan
antara tingkat pemerintahan dan instansi yang berbeda masih diperlukan. Harus
diingat bahwa, pada intinya, kebijakan pemerintah seharusnya selalu berpihak dan
merujuk kepada kepentingan petani sebagai tujuan terpenting.
Harus diingat bahwa,
Usulan
pada intinya, kebijakan
Sertifikat Mutu: pemerintah seharusnya
88 Penerapan standar SNI pada titik ekspor adalah langkah sangat strategis selalu berpihak dan
untuk mengembalikan kepercayaan pasar internasional terhadap reputasi merujuk kepada
kakao Indonesia, kepentingan petani
88 CSP menerima dengan baik Draft Permendag Pengawasan Mutu Biji Kakao sebagai tujuan terpenting.
yang tidak mensyaratkan aturan biji kakao fermented atau unfermented,
88 Institusi dari pihak ketiga yang dapat dipercaya harus ditempatkan di titik
ekspor untuk menjamin penerapan standar SNI.
31
Kebijakan pemerintah (melalui prosedur administratif yang disederhanakan
atau sistem perpajakan / subsidi) dapat dimanfaatkan untuk mendorong
perubahan tingkah laku stakeholder ke arah yang berkelanjutan, misalnya:
88 Produksi dan aplikasi pupuk organik,
88 Penggunaan sumber energi alternatif,
88 Pendirian dan berjalannya usaha petani, seperti pembibitan (bibit klonal
atau input lain yang disubsidi), produksi kompos, penyewaan alat pertanian,
dan jasa pekerjaan teknis (pemangkasan atau sambung samping).
Program GERNAS merupakan kesempatan yang tidak datang setiap tahun, yaitu
upaya untuk mengembangkan industri kakao yang benar-benar berkelanjutan,
ibarat membangun ulang fondasi rumah sehingga mampu lebih tahan
banting terhadap gangguan internal dan eksternal. Perhatian khusus terhadap
Perhatian khusus terhadap keberlanjutan dalam perencanaan GERNAS sangat dibutuhkan supaya program
keberlanjutan dalam yang berskala nasional ini tidak harus diulang lagi pada masa mendatang. Namun,
perencanaan GERNAS tercapainya industri yang berkelanjutan tentu memerlukan waktu yang panjang
sangat dibutuhkan supaya dan akan menghadapi beberapa tantangan yang tidak ringan. Pada prinsipnya,
program yang berskala sistem usahatani kakao yang berkelanjutan menghendaki sistem pengadaan
sarana produksi pertanian (saprotan), seperti lahan produksi, bibit pohon, pupuk,
nasional ini tidak harus
air, sumberdaya manusia, ilmu teknologi dan energi. Sistem pengadaan ini
diulang lagi pada masa
sebaiknya bersifat komersial, efisien, tidak sementara dan tidak tergantung pada
mendatang. sumberdaya yang semakin menipis.
Dalam rangka mendukung visi ini, CSP mengusulkan bahwa Program GERNAS
menentukan sasaran dan indikator keberlanjutan yang realistis agar kinerja dan
kemajuannya untuk mencapai visi-misi yang dicanangkan dapat diukur, misalnya:
Keberlanjutan ekonomis
32
Gambar 5. Pembuatan kompos dari hasil limbah kebun kakao di Noling, Luwu (Muhamad Nur).
Petani atau kelompok tani mendapatkan akses kredit yang dapat dipercayai
tanpa biaya yang berlebihan. Untuk itu perlu ada intervensi dalam sistem
perkreditan yang ada, baik formal maupun informal,
33
Box 9. Pembuatan Kompos sebagai Model Usaha
Ketersediaan pupuk merupakan masalah yang pembuatan kompos sebagai model bisnis yang
sangat serius dalam Program GERNAS, terutama telah dikembangkan oleh Mars selama tiga tahun
karena pupuk berkualitas ternyata sangat langka dan terakhir akan terus dipertahankan, ditingkatkan
pupuk bersubsidi tidak dapat diharapkan begitu saja, cakupan dan skala usahanya. Model bisnis kompos
walaupun terdapat serangkaian program pinjaman ini akan dipaketkan sehingga dapat direplikasi
komersial dari bank. oleh mitra-mitra lain dalam wadah Forum CSP atau
donor lain yang berkeinginan. Melalui metode
Untuk mengatasi masalah ini, CSP inilah pemanfaatan sumberdaya dapat lebih efisien
merekomendasikan kepada Departemen dan program peningkatan skala usahanya dapat
Perindustrian dan Departemen Pertanian untuk berlangsung lebih efektif lagi. Pada prinsipnya,
memastikan ketersediaan pupuk anorganik pada Pembuatan Kompos sebagai Model Bisnis dapat
saat dibutuhkan petani. Disamping itu, program diikhtisarkan sebagai berikut:
34
Keberlanjutan lingkungan hidup
Sumber daya tanah di kebun kakao harus dirawat secara hati-hati untuk
kepentingan jangka panjang dengan memperhatikan struktur tanah, tingkat
keasaman, kandungan bahan organik, sistem drainase, penggunaan ulang
limbah kebun, pengendalian erosi dan penggunaan air yang bijak,
Menjamin industri kakao adalah industri yang carbon-neutral dan tidak ikut
peran dalam terjadinya pemanasan bumi,
Penegakan aturan peraturan yang ketat menjadi salah satu kunci penting
pada sistem pemilikan dan pengelolaan lahan sehingga tidak ada lahan yang
diterlantarkan.
Keberlanjutan sosial
Komunitas kakao yang makmur dan aman, dengan penyediaan fasilitas yang
memenuhi kebutuhan rohani, sosial, emosional, dan materil.
Tenaga kerja dan buruh tani di kebun kakao dan pabrik pengolahan perlu
memenuhi peraturan ketenagakerjaan dan anti-diskriminasi yang berlaku
di Indonesia.
35
Box 10. Peran Pohon Naungan di Kebun Kakao
Peran pohon naungan di kebun kakao dalam Pohon naungan perlu dilihat juga dari aspek
peningkatan produktivitas jangka panjang dan komersialnya karena beberapa pohon naungan
keberlanjutan usahanya sebenarnya telah diketahui dapat berfungsi sebagai penyedia kayu, kayu bakar,
oleh petani. Namun demikian, petani kakao di bahkan pangan, dan sebagai tambahan penghasilan
Sulawesi lebih banyak mengadopsi system usahatani petani. Demikian pula, pengelolaan tanaman
kakao dengan sistem kanopi terbuka. Sistem ini naungan yang baik dapat membantu proses polinasi
mungkin akan meningkatkan produktivitas jangka dan mengendalikan hama dan penyakit kakao.
pendek, tapi tentu memerlukan jumlah input atau Misalnya, serangan VSD cenderung meningkat pada
sarana produksi yang lebih besar pula, akan kakao monokultur yang sedikit pohon pelindung.
memperpendek umur produktif dari pohon kakao, Walaupun demikian, pohon naungan yang terlalu
dan meningkatkan kecenderungan degradasi lahan rapat juga dapat menimbulkan mikroklimat yang
dan memperbesar risiko usaha bagi petani. tidak sehat bagi tanaman kakao, sehingga perlu
pendekatan yang berhati-hati.
Sebaiknya, pohon naungan mempunyai akar yang
dalam supaya mampu mengambil unsur-unsur Tim pengembangan teknologi pada forum
hara yang tidak mudah diserap langsung oleh CSP, terutama melalui program-program yang
akar tanaman kakao. Kemudian, dengan jatuh dikembangkan oleh Mars, akan senantiasa
daunnya, unsur-unsur ini dapat menjadi kompos melanjutkan penelitian tentang aspek fiksasi
untuk tanaman kakao. Tanaman naungan dari Nitrogen dari pohon naungan kakao ini. Idealnya,
jenis legum juga harus dipertimbangkan karena bibit pohon naungan juga dapat dikembangkan
mampu mengikat nitrogen dari udara ke dalam secara integratif melalui kebun bibit dan
tanah, sehingga meningkatkan kesuburan atau kebun induk yang menghasilkan bibit kakao.
ketersediaan unsur hara bagi tanaman kakao. Pohon Di sinilah, tahap awal Program GERNAS dapat
naungan juga mampu mengurangi erosi tanah dan mengupayakan program pemihakan dan subsidi
degradasi lahan lainnya. bagi pengembangan pohon naungan di kebun
kakao petani, sehingga keberlanjutan industri kakao
di Indonesia dapat lebih terjamin.
36
h. Pemantauan dan evaluasi (MONEV)
Perlu pelaporan secara reguler (bulanan atau kwarter) hasil MONEV yang dapat
ditelusuri dan akurat dengan tetap menjaga keamanan data.
Sistem MONEV perlu menjadi bagian dari pembiayaan APBN agar bisa
diupdate setiap saat.
Data laporan hasil MONEV dianalisis sebelum dipublikasi, tapi hasil MONEV
perlu dipublikasi secara tepat waktu.
37
GERNAS Action Plan 5
Keberhasilan Program GERNAS tergantung pada kerja keras semua stakeholder
yang berkomitmen untuk membangun sebuah industri perkakaoan yang
makmur dan berkelanjutan. Industri kakao Indonesia berpotensi untuk dijadikan
contoh model kemitraan swasta dengan pemerintah (public-private partnership)
yang berhasil dan diikuti oleh sektor pertanian lain di Indonesia. Dalam rangka
menyukseskan GERNAS, harus ada Action Plan yang menentukan kewajiban
dan tanggung jawab semua stakeholder, khususnya dari pemerintah dan pihak
swasta. Tabel berikutnya adalah langkah awal untuk memulaikan proses ini demi
kepentingan masa depan industri kakao Indonesia.
1. Identifikasi visi, Sepakat terhadap visi Sepakat terhadap visi Sepakat terhadap visi
tujuan dan sasaran pengembangan kakao pengembangan kakao pengembangan kakao
berkelanjutan. berkelanjutan. berkelanjutan.
Menyediakan peta Menghasilkan teknologi Menghasilkan langkah
pengembangan kakao per tepat guna atau ‘Best praktis dan strategis untuk
lokasi/daerah. Practice’ agar dapat mendukung Program
dimanfaatkan. GERNAS.
Merumuskan tujuan
jangka panjang, kriteria
dan indikator untuk
keperluan MONEV.
39
Pemerintah Lembaga Penelitian Pelaku industri swasta
/ LSM
Sarana dan Prasarana Meningkatkan investasi/ Melakukan kajian Melakukan investasi pada
memberbaiki sarana jalan, beberapa hambatan sarana dan prasarana
sistem irigasi dan drainase, pengembangan sarana yang secara ekonomis
memperkuat lembaga dan prasarana berikut menguntungkan,
penelitian, pusat-pusat jalan keluarnya. termasuk sarana
penelitian, laboratorium pengolahan, faslitas
lapangan dan sumber peningkatan mutu kakao
daya lokal lainnya. dan pasca panen lainnya.
40
Pemerintah Lembaga Penelitian Pelaku industri swasta
/ LSM
41
Pemerintah Lembaga Penelitian Pelaku industri swasta
/ LSM
42