You are on page 1of 43

Program Gerakan Nasional Percepatan

Revitalisasi Kakao Nasional (GERNAS)

Masukan strategis dari Forum Kemitraan Kakao


Berkelanjutan (Cocoa Sustainability Partnership)

Desember 2008
Program Gerakan Nasional Percepatan
Revitalisasi Kakao Nasional (GERNAS)

Masukan strategis dari Forum Kemitraan Kakao


Berkelanjutan (Cocoa Sustainability Partnership)

Disunting oleh Jeff Neilson (atas permintaan dari ACIAR)

Desember 2008
Lokakarya yang dimaksudkan dalam laporan ini dibiayai oleh beberapa lembaga berikut:

The Cocoa Sustainability Partnership (CSP) – Forum Kemitraan Kakao Berkelanjutan

Pemangku kepentingan sektor kakao di Indonesia terdiri dari: Lembaga Penelitian dan Pengembangan (R&D) milik pemerintah,
sektor swasta, lembaga R&D internasional, LSM, kelompok industri, dan kelompok tani. Intinya, tidak mungkin pemangku
kepentingan tersebut dapat memecahkan persoalan kakao Indonesia jika bekerja sendirian. Forum Kemitraan Kakao
Berkelanjutan (CSP) didirikan pada tahun 2005 sebagai wadah untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang
aktivitas atau kegiatan yang dilaksanakan oleh pemangku kepentingan sektor kakao di Indonesia. Tujuan Forum ini adalah
untuk mencapai sektor kakao Indonesia yang menguntungkan dan kompetitif secara berkelanjutan sehingga membawa
manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan. www.cspindonesia.org

The Australia-Indonesia Partnership (AIP)

Kemitraan Australia-Indonesia (AIP) adalah program kerjasama bilateral Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia, dan
menjadi lembaga donor terbesar yang pernah dibentuk oleh kedua negara.

Melalui berbagai bantuan pembangunan, Australia dan Indonesia bekerja bersama secara kemitraan untuk mengentaskan
kemiskinan, peningkatan keamanan kawasan, stabilitas dan kesejahteraan. Australia senantiasa berupaya membantu Indonesia
untuk mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDG). Australia dan Indonesia telah secara bersama-sama
mengidentifikasi prioritas program bantuan pembangunan jangka panjang dan kedua negara juga secara bersama-sama
mengelola implementasi program-program tersebut.

Australia akan mengalokasikan dana bantuan pembangunan sebesar A$ 2.5 milyar kepada Indonesia selama lima tahun
mendatang, termasuk sekitar A$ 463 juta pada Tahun Anggaran 2008-2009. Angka di atas adalah rekor bantuan terbesar sejak
Tsunami 2004. Dengan fokus bantuan pengentasan kemiskinan, berarti Kemitraan Australia Indonesia (AIP) ini diharapkan
menjangkau sekitar 100 juta orang di seluruh Indonesia yang hidup dalam kemiskinan dengan pendapatan di bawah
US$ 2 per hari. www.indo.ausaid.gov.au

ASKINDO (Asosiasi Kakao Indonesia)

Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO) didirikan pada tahun 1989 yang dimaksudkan sebagai representasi beberapa pemangku
kepentingan sektor kakao yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan kakao Indonesia. Askindo bertujuan untuk (i)
memajukan kakao Indonesia pada arena pasar internasional, (ii) mengembangkan lingkungan bisnis kakao yang lebih sehat,
(iii) membantu petani kakao skala kecil untuk lebih produktif dan memperoleh keuntungan lebih besar, dan (iv) meningkatkan
kerjasama antara industri kakao secara umum dengan pemerintah, untuk menghasilkan devisa bagi negara, menyerap
lapangan kerja dan meningkatkan nilai tambah.

Keanggotaan ASKINDO bersifat terbuka bagi seluruh pemangku kepentingan sektor kakao Indonesia, seperti produsen,
pengolah, pedagang, eksportir, dan kelompok tani. www.askindo.org

SADI, ACIAR dan Penelitian Industri Kakao Indonesia

Publikasi dari laporan ini dibiayai oleh Kemitraan Australia Indonesia (AIP) dan Australian Center for International Agricultural
Research (ACIAR) melalui program yang bernama the Smallholder Agribusiness Development Initiative (SADI). SADI bertujuan
untuk meningkatkan pendapatan dan produktivitas petani dan agribisnis untuk merebut peluang pasar di empat provinsi
Indonesia Timur: Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. www.sadi.or.id

Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) merupakan bagian dari program kerjasama internasional Australia,
dengan misi utama untuk membangun sistem pertanian yang lebih produktif dan berkelanjutan, khususnya yang bermanfaat
bagi negara-negara berkembang dan Australia. ACIAR menjalankan penelitian kolaboratif antara para peneliti Australia dan
peneliti di negara-negara berkembang, terutama untuk disiplin ilmu di mana peneliti Australia memiliki kompetensi penelitian
yang memadai. ACIAR juga mengelola kontribusi Australia kepada International Agricultural Research Centres. www.aciar.gov.au

Komitmen ACIAR kepada SADI lebih difokuskan pada penelitian adaptif berbasis pasar (market-driven adaptive research)
meningkatkan alih pengetahuan dan mengembangkan kapasitas beberapa lembaga strategis. Komitmen ini dimaksudkan
untuk memecahkan masalah dan kendala lain yang menghambat petani kecil dan agribisnis menggapai pasar yang lebih
luas. Dukungan yang dimaksud meliputi kemitraaan penelitian antara Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka/
ICCRI), Lembaga Peneltian Bioteknologi Perkebunan (BRIEC), Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Tenggara, Lembaga Penyuluhan Hortikultura dan Perkebunan, La Trobe University, University of Sydney and PT
Mars Symbioscience and Mars. Inc Indonesia. Kemitraan ini mendorong secara sistematis untuk meningkatkan klon kakao,
mengevaluasi klon yang ada, menguji secara agronomis untuk penanggulangan hama dan penyakit tanaman, dan mengkaji
hambatan sosial-ekonomis untuk meningkatkan produktivitas.
Ringkasan Eksekutif

Forum Kemitraan Kakao Berkelanjutan atau ‘Cocoa Sustainability Partnership’ (CSP),


yang anggota-anggotanya merupakan semua stakeholder yang peduli terhadap
pengembangan kakao di Indonesia, menyambut gembira kehadiran Program
Program GERNAS ini
Gerakan Revitalisasi Kakao Nasional (GERNAS) yang dicanangkan Departmen
Pertanian Republik Indonesia. Program GERNAS ini adalah suatu terobosan yang adalah suatu terobosan
inovatif dan berpotensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan petani kakao, yang inovatif dan
khususnya petani di Kawasan Timur Indonesia. Berdasarkan hal di atas, CSP sangat berpotensi besar
berkepentingan untuk menyukseskan pelaksanaan Program GERNAS dengan untuk meningkatkan
berupaya memberikan sumbangan pikiran yang dihimpun dari segenap anggota kesejahteraan petani
forum CSP melalui workshop di Bali pada tanggal Oktober 31- November 1, 2008,
kakao, khususnya petani di
yang dihadiri oleh wakil-wakil instansi terkait (pemerintah pusat maupun daerah
Kawasan Timur Indonesia.
bersama-sama dengan organisasi swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat) dan
dilanjutkan dengan beberapa pertemuan berikutnya.

Seperti diuraikan dalam laporan lengkap secara detail, setidaknya terdapat


sembilan komponen Program GERNAS yang memerlukan perhatian khusus, dari
tingkat perencanaan sampai implementasi Program GERNAS:

1. Pendataan: Perlu sistem manajemen informasi yang efektif, interaktif, terbuka


dan dinamis, dan melibatkan semua stakeholder.

2. Pengadaan bibit unggul berbasis klonal: Perlu perencanaan yang matang dan
melibatkan berbagai stakeholder untuk menjamin pengadaan bibit unggul
yang bersertifikat sebanyak minimal 6 klon. Bibit ini bisa berasal baik dari hasil
pengembangan somatic embryogenesis (SE) maupun dari klon sambung pucuk
yang diproduksi dengan model pembibitan usaha petani dan kelompok tani
dengan memperhatikan kelebihan /kekurangan resiko pengembangannya.

3. Penyediaan teknologi yang tepat: Pelaksanaan program GERNAS perlu


memberdayakan sumber daya lokal (universitas dan lembaga penelitian)
secara terkoordinasi dan bersinergi dengan memperhatikan kondisi spesifik
lokasi, termasuk kondisi tanah dan kebutuhan drainase. Informasi mengenai
kelayakan lahan, termasuk hasil analisis tanah, perlu diketahui dengan baik
sebelum kegiatan peremajaan dan rehabilitasi dimulai. Teknologi budidaya

3
yang tepat harus diterapkan oleh petani di bawah bimbingan pendamping
terlatih. Perlu kejelasan mengenai kegiatan riset di empat sub-stasiun. Menurut
CSP, sebaiknya ini difokuskan kepada i) pengembangan dan pengujian
klon unggul, dan ii) menyediakan informasi yang dapat dimanfaatkan oleh
pendamping lapangan (sebagai resource centre).

4. Rekrutmen dan pelatihan pendamping lapangan: Tenaga pendamping


lapangan sangat penting untuk mendukung kesuksesan dan keberlanjutan
GERNAS sehingga rekrutmen dan pelatihan tenaga pendamping perlu
mendapatkan prioritas. Diperkirakan, 450 orang tenaga pendamping harus
dilatih khusus untuk mendukung GERNAS. Pelatihan ini seharusnya melalui
suatu module pelatihan terpadu dengan memanfaatkan segenap sumberdaya
yang tersedia, dan dilaksanakan di lapangan dengan menggunakan paket
teknologi yang tepat dan konsisten.

5. Sistem usahatani kakao yang berkelanjutan: GERNAS perlu secara eskplisit


menyebutkan pentingnya mengembangkan suatu industri kakao yang
benar-benar berkelanjutan. Hal ini memerlukan definisi dan ruang lingkup
‘berkelanjutan’ yang jelas dalam konteks perkakaoan, mulai dari aspek
ekonomi, lingkungan, dan sosial, sampai pada kelestarian sumberdaya
lahan, hutan, air, dan keanekaragaman hayati umumnya. Dalam hal ini, ada
beberapa unsur penting yang harus diperhatikan, termasuk peran pohon
pelindung, perawatan dan konservasi tanah, pengendalian kerusakan hutan,
pengendalian hama terpadu, dan diversifikasi usahatani kakao.

6. Kebijakan pemerintah: Perlu dukungan kebijakan dan peraturan pemerintah


yang berpihak kepada petani secara konsisten, termasuk penerapan SNI dan
sistem pengawasan mutu. Dalam hal ini, pemerintah perlu memperhatikan
dan memperbaiki infrastruktur pembangunan, sistem insentif bagi petani
untuk meningkatkan produktivitas dan mutu kakao, dan bukannya
membebani petani dengan pajak, retribusi dan pungutan lain yang
memberatkan. Pembangunan infrastruktur yang penting misalnya adalah
perbaikan jalan yang menghubungkan petani dengan pasar dan pembuatan
drainase dimana diperlukan.

7. Program kredit petani: Perlu ada reformasi sektor perbankan, lembaga


pertanahan dan prosedur administrasi organisasi petani yang mampu
menjamin akses petani kepada lembaga pembiayaan. Perlu dicari model
mikro-kredit inovatif yang mampu menghubungkan kelompok tani dengan
bank secara berkelanjutan. Tanpa inovasi dan reformasi tersebut, petani akan
tetap menghadapi kesulitan dalam hal perkreditan.

8. Pemantauan dan evaluasi: Perlu sistem pemantauan dan evaluasi (MONEV)


yang kredibel, transparan dan teliti, dengan tanggung jawab yang jelas.

9. GERNAS Action Plan: Koordinasi intensif dan diskusi lebih lanjut diperlukan
untuk menghasilkan sebuah Action Plan dengan perincian kegiatan yang akan
dilakukan dibawah program GERNAS. Action Plan ini harus mengidentifikasikan
tanggung jawab setiap stakeholder yang akan dilibatkan.

4
Executive Summary

The Cocoa Sustainability Partnership (CSP) forum, whose members include


various stakeholders concerned about Indonesian cocoa development, applaud
the GERNAS Program initiated by the Indonesian Department of Agriculture. The
GERNAS program is an innovative initiative with the potential to significantly
improve the welfare of Indonesian cocoa farmers, especially those living in
Eastern Indonesia. As a result, the CSP is especially interested in ensuring the
successful implementation of GERNAS. Through this document, the CSP would
like to present several recommendations arising from a workshop held in Bali on
October 31-November 1, 2008, which was well attended by central and regional
government agencies, the private sector and NGOs. Workshop findings were then
discussed in subsequent CSP meetings in Makassar.

As outlined in greater detail in the full report, there are at least nine major
components of GERNAS that we believe require special attention, ranging from
initial planning through to field implementation:

1. Data management: An effective information management system (IMS) is


required; one that is interactive, transparent, dynamic and inclusive of all
stakeholders.

2. Provision of clonal planting material: Considered planning, involving all


stakeholders, is required to ensure the provision of certified planting material
to farmers, consisting of at least 6 different clonal varieties. Planting material
should be sourced from both somatic embryogenesis (SE) and from top-grafted
seedlings produced by farmer-managed nurseries, with due consideration to
the strengths, weaknesses and risks of each propogation method.

3. Appropriate technological support: Implementation of GERNAS will require


the empowerment of available research facilities resources (universities
and research institutes) in a coordinated manner to address locally specific
concerns, including draining requirements and soil conditions. Information
on land suitability, including the results of soil analyses, should be considered
before replanting and rehabilitation commences. Appropriate cultivation
techniques should be applied by farmers with the support of trained field

5
facilitators. Clarification is required concerning the actual research activities
to be performed at each of the four sub-stations: we recommend that these
activities focus on: i) development and testing of new clonal material and
ii) provision of technical information for the benefit of field facilitators (ie. as
resource centres).

4. Recruitment and training of field facilitators: Field facilitators are crucial to


the success and sustainability of GERNAS, and their recruitment and training
must be a priority. It is estimated that 450 field facilitators will need to be
trained to support GERNAS. This training should be implemented through an
integrated training module that draws from all available institutional resources,
and should be conducted in the field using appropriate and consistent
technological packages.

5. Sustainable cocoa farm systems: GERNAS should make specific mention of


the need to establish a truly sustainable cocoa industry. This requires a clear
definition of ‘sustainability’ in the context of cocoa, ranging from economic,
social and environmental aspects, through to conservation of soil, forest and
water resources and the protection of biodiversity. In this regard, there are a
few important elements that require attention, including the role of shade
trees, soil conservation and management, prevention of forest clearing,
integrated pest management and diversification of farm incomes.

6. Government Policy: Government policy and the regulatory framework should


be consistently pro-farmer, and should include the application of SNI national
standards and an appropriate quality supervision system. Government policy
should place specific attention on improved infrastructure development
and an adequate incentive system for farmers to increase productivity and
quality, and to not burden farmers with tax and other retributions. Critical
infrastructure development, for example, includes road construction linking
farms to market and improved drainage where necessary.

7. Farmer credit: Reform of the banking sector, land administration and


administrative banking procedures for farmer organisations is needed to
enable farmer access to institutional credit. Innovative micro-credit models are
required that are capable of linking farmer groups with banks in a sustainable
manner. Without this innovation and reform, farmers will continue to face
problems in obtaining formal credit.

8. Monitoring and evaluation: A credible, transparent and rigorous system


of monitoring and evaluation is neccesary, with clear responsibilities for
implementation.

9. GERNAS Action Plan: Greater coordination and discussion is required to


produce a detailed Action Plan outlining specific activities to be performed as
part of GERNAS. This should clearly identify the responsibilities and authority of
each stakeholder involved.

6
Daftar isi

Ringkasan Eksekutif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3

Ringkasan Eksekutif (dalam Bahasa Inggris) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5

1 Latar Belakang Kelahiran GERNAS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9

2 GERNAS: Penyelamatan Industri Kakao Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13

3 Latar belakang Forum Kemitraan Kakao Berkelanjutan (CSP) . . . . . . . . . . . . . 15


Keanggotaan CSP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Teknologi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
Kegiatan Pendampingan Petani dan Alih Teknologi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
Kegiatan Pemberdayaan Petani & Penguatan Kelompok Tani . . . . . . . . . . . . . . . . 18

4 Masukan dari CSP untuk Implementasi GERNAS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19


a. Pendataan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
b. Pengadaan bibit unggul . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
c. Penyediaan teknologi untuk mendukung GERNAS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
d. Program kredit petani . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
e. Peran dan pola rekrutmen pendamping lapangan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
f. Kebijakan pemerintah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31
g. Sistem Usahatani kakao yang berkelanjutan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32
h. Pemantauan dan evaluasi (MONEV) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 37

5 GERNAS Action Plan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39

7
Latar Belakang Kelahiran
GERNAS 1
Perkembangan kakao di Indonesia sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari
program besar pada tahun 1980an, yang dikenal dengan Proyek Rehabilitasi dan
Tidak berlebihan untuk
Peremajaan Tanaman Ekspor (PRPTE). Pada waktu itu Indonesia berkepentingan
untuk mencari dan mengembangkan komoditas ekspor non-migas, sekaligus
dikatakan bahwa kakao
untuk mengantisipasi penurunan produksi dan ekspor minyak dan gas bumi, yang di Indonesia telah
menunjukkan tanda-tanda kejenuhan. Kakao tumbuh pesat pada dekade 1990an berkontribusi signifikan
dan menjadikan Indonesia sebagai eksportir ketiga terbesar di dunia, setelah Pantai pada pengentasan
Gading dan Ghana. Petani kakao di Indonesia sekarang diperkirakan berjumlah 1.4 kemiskinan, terutama di
juta rumah tangga, umumnya berskala kecil, sekitar 2 hektar atau kurang, sekalipun kawasan pedesaan.
di luar Jawa. Kenaikan harga kakao yang sangat tinggi pada saat terjadinya krisis
ekonomi pada akhir 1990an benar-benar telah membawa berkah tersendiri bagi
petani kakao, terutama di Indonesia Timur. Tidak berlebihan untuk dikatakan bahwa
kakao di Indonesia telah berkontribusi signifikan pada pengentasan kemiskinan,
terutama di kawasan pedesaan.

Walaupun demikian, permasalahan yang menimpa usahatani, sistem produksi dan


industri kakao secara umum juga mulai bermunculan, terindikasi dari fluktuasi dan
bahkan stagnansi produksi dan ekspor kakao pada dekade sekarang ini setelah Kekhawatiran dan sikap
20 tahun terjadinya peningkatan (Gambar 1). Masalah yang dihadapi petani
antisipatif segenap
kakao Indonesia adalah: i) serangan hama dan penyakit; ii) penurunan tingkat
produktivitas; iii) rendahnya kualitas biji kakao yang dihasilkan karena praktek
pemangku kepentingan
pengelolaan usahatani yang kurang baik maupun sinyal pasar dari rantai tataniaga kakao terhadap tragedi
yang kurang menghargai biji bermutu; iv) tanaman sudah tua; dan v) pengelolaan kehancuran yang
sumber daya tanah yang kurang tepat. menimpa industri kakao
di Brazil dan Malaysia
Kekhawatiran dan sikap antisipatif segenap pemangku kepentingan kakao
terhadap tragedi kehancuran yang menimpa industri kakao di Brazil dan Malaysia tentu perlu dihargai
tentu perlu dihargai karena hama dan penyakit yang menyerang kakao Indonesia karena hama dan penyakit
sangat mirip dengan yang terjadi di Brazil dan Malaysia. Kakao Brazil hancur yang menyerang kakao
karena serangan ‘Witches Broom’ pada akhir 1980an, yang disebabkan jamur Indonesia sangat mirip
patogen Crinipellis perniciosa dan Moniliopthora roren. Sementara, kakao Malaysia dengan yang terjadi di
nyaris habis total karena serangan penggerek buah kakao (PBK) yang disebabkan
Brazil dan Malaysia.
oleh serangga Conopomorpha cramerella. Berbagai macam hama dan penyakit
juga dijumpai di Indonesia, terutama karena pohon kakao yang berusia tua dan

9
penanganan usahatani yang kurang memadai. Selain hama PBK yang sangat ganas
itu, penyakit dan hama kakao berikut ini juga banyak ditemukan di Indonesia
(Gambar 2), misalnya Phytophthora palmivora yang menyebabkan busuk buah,
busuk batang (Helopeltis spp), penggerek batang (Zeuzera spp), dan jamur perusak
pembuluh batang atau dikenal dengan vascular-streak dieback (VSD) yang
Stagnansi dan bahkan disebabkan oleh jamur Oncobasidium theobromae.
penurunan produksi kakao
Stagnansi dan bahkan penurunan produksi kakao yang terjadi di Indonesia sejak
yang terjadi di Indonesia
tahun 2003, seperti terlihat pada Gambar 1, tentu diperhatikan dengan seksama
sejak tahun 2003, seperti
karena hal tersebut justru terjadi bersamaan dengan peningkatan areal tanam yang
terlihat pada Gambar signifikan, yang tentu saja berimplikasi penurunan produktivitas kakao nasional.
1, tentu diperhatikan Di beberapa daerah, bahkan perluasan areal kakao Indonesia berkaitan dengan
dengan seksama karena penurunan areal hutan atau deforestasi yang tentu bukan merupakan pilihan
hal tersebut justru terjadi yang bijak. Maksudnya, tanpa perhatian dan uluran dari berbagai pihak, kejadian
bersamaan dengan yang menimpa Brazil dan Malaysia dapat saja menimpa Indonesia. Sektor kakao
Indonesia masih memerlukan intervensi dari pemerintah, swasta, dan masyarakat
peningkatan areal tanam
perkakaoan umumnya, agar Indonesia tetap berkibar dalam kancah ekonomi
yang signifikan …
kakao di tingkat global. Singkatnya, seluruh pemangku kepentingan sektor kakao
perlu bahu-membahu untuk menjaga dan mengamankan tingkat keberlanjutan
perkakaoan Indonesia.

700

600

Brazil
500 Malaysia
Indonesia

400

300

200

100

0
196
196
196
196
196
197
197
197
197
197
198
198
198
198
198
199
199
199
199
199
200
200
200
200
1
3
5
7
9
1
3
5
7
9
1
3
5
7
9
1
3
5
7
9
1
3
5
7

Gambar 1.  Perbandingan Perkembangan Produksi Kakao di Indonesia, Brazil dan Malaysia (1961-2007). Sumber:
Diolah dari data FAOSTAT 2008

10
Menyadari besar dan kompleksnya persoalan perkakaoan Indonesia, pemerintah
Sulawesi Barat (Sulbar) yang sebagian besar penduduknya hidup dan bergantung
pada produksi kakao, mengambil inisiatif untuk fokus pada kakao dalam program
pembangunannya. Pemerintah Sulbar pada 31 Juli 2007 mencanangkan
program yang disebut ‘Gerakan Pembaharuan Kakao (GPK) Sulbar’ sebagai
lokomotif pembangunan berbasis kerakyatan. GPK merupakan program terpadu
yang holistik, melibatkan berbagai stakeholder dengan tujuan meningkatkan
produktivitas dan mutu kakao serta profitabilitas petani kakao (terkait dengan
pengentasan kemiskinan), mendorong pertumbuhan perdagangan dan industri
kakao, dan menjadikan kakao sebagai lokomotif pembangunan Sulbar. Diperlukan
dana yang besar dan keterlibatan berbagai pihak untuk menyukseskan GPK. Karena
itu, Pemerintah Provinsi Sulbar melakukan berbagai usaha untuk meyakinkan
dan memohon dukungan pendanaan dari Pemerintah Pusat yang akhirnya
berbuah dalam bentuk GERNAS Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao ini yang
dicanangkan Wakil Presiden RI di Mamuju, 10 Agustus 2008.

Indonesia telah memiliki forum strategis untuk mengantisipasi dan menanggulangi


permasalahan yang disebutkan di atas, yang dikenal dengan nama ‘Cocoa
Sustainability Partnership’ (CSP) atau Forum Koordinasi Pengembangan Kakao atas
kerjasama lembaga dalam negeri dengan beberapa lembaga asing pemerhati
perkakaoan Indonesia. Forum CSP itu sebenarnya dimaksudkan untuk menggalang
dan meningkatkan skema kemitraan pengembangan kakao, sekaligus untuk
meningkatkan sinergi program penanggulangan masalah di lapangan, terutama
di Kawasan Timur Indonesia, sampai pada perbaikan koordinasi kebijakan di
tingkat yang lebih strategis, menyangkut integrasi kebijakan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.

Walaupun demikian, beberapa masalah di lapangan dan koordinasi kebijakan tentu


tidak dapat dipecahkan dalam waktu singkat. Langkah intervensi dan pemihakan
dari pemerintah dan berbagai pihak masih sangat dibutuhkan, baik dari aspek
budidaya dan perubahan teknologi, manajemen usahatani, peremajaan tanaman,
maupun penyuluhan dan penyebaran informasi usahatani dan pemasaran
kakao. Tujuan utama dari intervensi ini adalah agar keberlanjutan industri kakao
Indonesia dapat dipertahankan dan diselamatkan. Di sinilah rasionalitas kelahiran
program GERNAS.

11
Gambar 2.  Kakao Indonesia mulai terserang oleh berbagai macam hama dan penyakit seperti Penggerek Buah
Kakao atau PBK(gambar diatas) dan Vascular Streak Dieback atau VSD (Gambar dibawah).

12
GERNAS: Penyelamatan
Industri Kakao Indonesia 2
Di tingkat administrasi pemerintahan, Program Gerakan Revitalisasi Kakao Nasional
(GERNAS Pro-Kakao) diumumkan oleh Departemen Pertanian, atau tepatnya
Direktorat Jenderal Perkebunan pada tanggal 18 Juli 2008, yang didukung oleh
pemangku kepentingan (stakeholders) sektor kakao di Indonesia. Wakil Presiden M
Jusuf Kalla secara resmi menetapkan GERNAS tersebut pada tanggal 10 Agustus
2008 di Mamuju Sulawesi Barat. Acara pencanangan ini diikuti oleh pernyataan
kesiapan empat Gubernur se-Sulawesi, yaitu Sulawesi Selatan, Barat, Tengah dan
Tenggara untuk menjadi penanggung jawab GERNAS di wilayahnya masing-
masing. GERNAS, yang secara resmi akan beroperasi pada periode tahun 2009-2011
ini, kemudian diperluas hingga juga mencakup lima provinsi lain di Indonesia
Timur, yaitu Nusa Tenggara Timur, Bali, Maluku, Papua Barat dan Papua.

Menurut Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar Direktorat Jenderal Perkebunan,


dalam pertemuan di Bali pada bulan Oktober yang lalu, anggaran Program GERNAS
ini diperkirakan mencapai Rp 13,7 triliun, termasuk Rp 2,5 triliun yang dialokasikan
langsung oleh Pemerintah Pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Beberapa kegiatan dalam GERNAS antara lain: (1) Peremajaan tanaman
yang rusak berat seluas 70 ribu ha, (2) Rehabilitasi tanaman yang rusak sedang
seluas 235 ribu ha, (3) Intensifikasi tanaman yang kurang dipelihara seluas 145 ribu
Forum CSP secara penuh
ha, (4) Pemberdayaan 450 ribu petani (termasuk pelatihan pengendalian hama dan telah mendukung
penyakit), (5) Penyediaan dan pelatihan tenaga pendamping sebanyak 360 orang, Program GERNAS ini
(6) Pembangunan empat unit stasiun penelitian serta penguatan / pembangunan sebagai upaya nyata
tujuh unit laboratorium lapangan, dan (7) Perbaikan mutu sesuai dengan standar untuk mengembangkan
mutu dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). industri kakao Indonesia
Forum CSP secara penuh telah mendukung Program GERNAS ini sebagai upaya dan mengantisipasi
nyata untuk mengembangkan industri kakao Indonesia dan mengantisipasi berbagai kemungkinan ke
berbagai kemungkinan ke depan, termasuk yang terburuk. Terlalu mahal biaya depan …
ekonomi-sosial-politik yang harus ditanggung masyarakat, apabila sektor yang
pernah jaya dan berkontribusi pada peningkatan pendapatan masyarkat desa,
ternyata harus ambruk karena kesalahan manajemen. Dalam rangka mendukung
program GERNAS, Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO) dan Pusat Penelitian
Pertanian Internasional Australia (ACIAR) sebagai peserta aktif dalam wadah CSP

13
telah mengadakan workshop pada tanggal 31 Oktober s/d 1 November 2008 di
Sanur, Bali. Tujuan dari workshop tersebut adalah untuk membahas persiapan
industri kakao untuk mendukung kegiatan GERNAS di lapangan.

Pihak CSP yakin bahwa Program GERNAS merupakan kesempatan yang sangat
baik untuk menggalang kerjasama yang lebih erat di antara para pemangku
kepentingan di sektor kakao, dari unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah,
sektor swasta nasional dan swasta asing, lembaga akademis, petani, kelompok tani,
koperasi dan sebagainya. Pihak CSP juga merasa terbantu oleh Program GERNAS,
karena aktivitas dan program yang dicanangkan di dalam GERNAS sangat sesuai
dan saling mendukung dengan aktivitas yang dilaksanakan oleh CSP selama
beberapa tahun terakhir. Program GERNAS (dan Forum CSP) sangat peduli untuk
menanggulangi persoalan dan tantangan jangka pendek, seperti peremajaan
tanaman yang sudah berumur tua, dan pengendalian hama dan penyakit kakao.
Dalam jangka panjang, program ini sangat bermanfaat untuk merumuskan langkah
jangka panjang yang lebih strategis menuju pengembangan industri kakao yang
berkelanjutan yang mampu berkiprah positif di tingkat global.

Proses menuju industri kakao yang berkelanjutan ini memerlukan paling tidak
lima tahun dukungan pembinaan dan pemantauan yang ketat, termasuk
pembangunan infrastruktur komersial, dan kerangka kebijakan yang benar-benar
bervisi pembangunan usaha dan sistem agribisnis yang sekaligus memberdayakan
petani. Dalam konteks ini GERNAS seharusnya mampu mencapai visi strategis
seperti di atas, serta menjadikan sektor kakao di Indonesia yang lebih tangguh,
melalui serangkaian program baik dari pemerintah, swasta, dan inisiatif masyarakat
madani di Indonesia. Berhubung cukup banyak dana publik yang dibutuhkan
untuk mendukung Program GERNAS ini, para pemangku kepentingan sektor
kakao tentu diharapkan mampu berkontribusi dalam hal desain, perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian dan evaluasi program-program yang sesuai
dengan kebutuhan pengembangan industri kakao yang berkelanjutan.

14
Latar belakang Forum
Kemitraan Kakao
Berkelanjutan (CSP) 3
Visi dan Misi
CSP merupakan forum
CSP merupakan forum kerjasama kemitraan antara pemerintah, swasta dan semua kerjasama kemitraan
pendukung sektor kakao yang mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan pengembangan antara pemerintah, swasta
kakao di lapangan, tukar-menukar pengalaman dan berbagi informasi. Sekretariat CSP dan semua pendukung
berada di Makassar, Sulawesi Selatan. Dulu, program-program pengembangan kakao sektor kakao yang
Indonesia cenderung berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi dan kerjasama yang mengkoordinasikan
optimal. Pengalaman itulah yang mendorong lahirnya CSP.
kegiatan-kegiatan
Visi CSP adalah menjadikan industri kakao Indonesia berkelanjutan, menguntungkan pengembangan kakao di
dan kompetitif bagi semua stakeholder. lapangan, tukar-menukar
Misi CSP adalah mengkoordinasikan pengembangan dan alih teknologi budi daya pengalaman dan berbagi
kakao; pemberdayaan petani dan penguatan kelembagaan petani; mendukung informasi.
keberlanjutan dan keuntungan semua pihak perkakaoan melalui identifikasi,
prioritasisasi, pengembangan, pendanaan dan koordinasi berbagai program secara
terintegrasi untuk kebutuhan jangka pendek dan panjang.

Visi CSP mengenai industri kakao yang berkelanjutan

CSP menyadari bahwa industri kakao yang berkelanjutan berarti berkelanjutan


secara ekonomis, berkelanjutan secara alami, dan berkelanjutan secara sosial.

Berkelanjutan secara ekonomis berarti sistem usahatani kakao yang


menguntungkan bagi petani dan menghasilkan produk yang mampu bersaing
dalam pasar global. Dasar untuk menciptakan industri seperti ini adalah model
pertanian dengan produktivitas tinggi, mata rantai perdagangan yang efisien,
sistem pengawasan mutu yang memadai, pemanfaatan peluang nilai-tambah
yang ada, serta kemampuan pelaku industri untuk meminimalkan risiko, baik risiko
fluktuasi harga maupun risiko terhadap produksi.

15
Berkelanjutan secara alami berarti kakao
dihasilkan oleh petani dan diolah menjadi
cokelat dan produk kakao lain dengan cara
Economic
yang tidak merusakkan (dan seimbang Benefits

dengan) lingkungan alam. Dalam hal


ini, perlu perhatian khusus terhadap Sustainability
penggantian areal hutan menjadi kebun
CSP menyadari bahwa kakao, dampak terhadap perubahan iklim, Social Environmental
Benefits Benefits
industri kakao yang keanekaragaman pohon pelindung di
berkelanjutan berarti dalam kebun, penggunaan kimia pertanian
berkelanjutan secara yang berlebihan, dan konservasi sumber
daya tanah dan air.
ekonomis, berkelanjutan
secara alami, dan Berkelanjutan secara sosial berarti naiknya tingkat sejahteraan bagi semua
berkelanjutan secara sosial. masyarakat yang terlibat dalam industri perkakaoan. Kesejahteran ini dapat dinilai
dari akses keluarga petani terhadap fasilitas kesehatan dan peluang pendidikan,
kondisi infrastruktur lain di daerah perkebunan, dan kesadaran yang cukup
terhadap aspek keselamatan dan kesehatan petani.

Keanggotaan CSP

Forum CSP terbuka untuk kalangan industri dan perdagangan kakao nasional maupun
internasional, pemerintah regional, lembaga penelitian, organisasi sektor publik,
supplier sarana produksi pertanian, para donor internasional, LSM, petani, organisasi
produsen, dan pendukung industri lainnya. Sampai sekarang mitra aktif CSP adalah:
Forum CSP terbuka
 ACDI/Voca Indonesia
untuk kalangan industri
dan perdagangan  Australian Centre for International Reserach (ACIAR)

kakao nasional maupun  ASKINDO


internasional, pemerintah  BPTP Sulawesi Selatan
regional, lembaga
 Dinas Koperasi & UKM Sulawesi Selatan
penelitian, organisasi
 Dinas Perindustrian & Perdagangan Sulawesi Selatan
sektor publik, supplier
sarana produksi pertanian,  Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan
para donor internasional,  Gerakan Pembaharuan Kakao (GPK) Sulawesi Barat
LSM, petani, organisasi  International Finance Corporation (IFC)
produsen, dan pendukung
 PT. Mars Symbioscience Indonesia (Sulsel/ SulBar/ SulTra/Flores/Papua)
industri lainnya.
 PUSLITKOKA Jember
 Swiscontact LED NTT (Flores)
 Universitas Hasanuddin
 VECO-Indonesia (Flores/ Sulsel)
 Mercy Corps (Ambon)

16
Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Teknologi

Beberapa institusi penelitian baik dari dalam maupun luar negeri sepakat
untuk berkolaborasi melaksanakan kegiatan-kegiatan penelitian dalam forum
CSP. Lebih lanjut mereka juga berkomitmen untuk saling berbagi informasi Kegiatan-kegiatan
maupun menyediakan sumber daya dan infrastruktur, sebagai dukungan
penelitian, baik yang
dalam melaksanakan kegiatan penelitian. Kegiatan-kegiatan penelitian, baik
yang dilaksanakan individu maupun bersama-sama akan diinformasikan dalam
dilaksanakan individu
pertemuan rutin triwulan sehingga perkembangannya dapat dipantau baik oleh maupun bersama-sama
komite yang lain maupun tim manajemen. akan diinformasikan
dalam pertemuan rutin
Kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi dikoordinir oleh Pusat Penelitian
triwulan sehingga
Kopi dan Kakao (PUSLITKOKA), yang berkedudukan di Jember. Komite operasional
ini menetapkan program yang meliputi: perkembangannya
dapat dipantau baik oleh
 Pengendalian hama & penyakit terpadu,
komite yang lain maupun
 Rehabilitasi tanaman kakao, tim manajemen.
 Pemuliaan dan seleksi tanaman kakao,
 Peningkatan kualitas kakao,
 Sosial ekonomi pertanian petani kakao.

Kegiatan Pendampingan Petani dan Alih Teknologi

Beberapa angota CSP memutuskan untuk menyediakan tenaga fasilitator


(pendamping) yang ditempatkan di lapangan khusus untuk mendampingi para
petani dalam melakukan aktifitas harian di kebun. Kegiatan ini merupakan upaya
CSP untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan para petani kakao. Dalam
rangka mempersiapkan dan memperkuat kemampuan para petani, para fasilitator
Dalam rangka
diwajibkan mengikuti pelatihan-pelatihan yang dipimpin oleh pelatih-pelatih yang
handal di bidangnya. Para fasilitator harus menyampaikan paket teknik pengelolaan mempersiapkan
yang telah disepakati oleh para mitra di masing-masing lokasi kerja dan selanjutnya dan memperkuat
memantau perkembangannya. kemampuan para petani,
para fasilitator diwajibkan
Lebih lanjut, hasil-hasil penelitian dari komite operasional LitBang akan diserahkan
pada komite Alih Teknologi untuk selanjutnya disebarkan kepada para petani mengikuti pelatihan-
binaan. Dengan sistem ini, para petani dapat mengakses informasi berupa inovasi- pelatihan yang dipimpin
inovasi terakhir yang bermanfaat bagi pengembangan kebun. oleh pelatih-pelatih yang
handal di bidangnya.
Kegiatan Penyuluhan dan Alih Teknologi dikoordinir oleh Asosiasi Kakao Indonesia
(ASKINDO) dan Mars Symbioscience. Program yang dirancang oleh komite Alih
Teknologi adalah sebagai berikut:

1. Fasilitator lapangan kakao yang berdedikasi dalam mendukung petani kakao di


lapangan,

17
2. Melobi pihak industri dan donor untuk mensponsori program-program
tambahan,

3. Mentransfer paket teknik pengelolaan kebun yang baik ke petani.

Kegiatan Pemberdayaan Petani & Penguatan Kelompok


Tani

Disamping menyediakan pendampingan teknis, CSP juga melakukan program


pemberdayaan petani dan penguatan kelompok tani, menyadari bahwa para
petani juga menghadapi kendala selain dari kendala on-farm. Kendala off-farm ini
turut mempengaruhi rendahnya pendapatan para petani.

Kendala off-farm ini Minimnya pengetahuan untuk menangani proses paska panen mempengaruhi
turut mempengaruhi buruknya kualitas biji yang diproduksi, dan berdampak pada rendahnya harga
jual biji. Hal lain yang juga menyulitkan para petani kakao ialah akses terhadap
rendahnya pendapatan
perkembangan harga maupun informasi pasar yang minim, dan kurangnya
para petani.
kepercayaan pihak bank terhadap para petani sehingga para petani kakao bukan
menjadi prioritas utama untuk mendapatkan kredit.

Para mitra dalam komite operasional Pemberdayaan Petani & Penguatan Kelompok
Tani tetap menjalankan program masing-masing; akan tetapi program-program
tersebut diarahkan sesuai dengan tema program komite yang telah disepakati.
Komite yang menangani Kegiatan Pemberdayaan Petani & Penguatan Kelompok
Tani dalam forum CSP ini menitikberatkan programnya pada hal berikut ini:

1. Memberikan pendampingan teknis mengenai pemberdayaan petani dan


penguatan kelompok tani,

2. Meningkatkan akses petani ke pasar dan lembaga keuangan,

3. Meningkatkan kemampuan petani mengenai penanganan paska panen,

4. Meningkatkan kemampuan bisnis kelompok tani.

18
Masukan dari CSP untuk
Implementasi GERNAS 4
Pertemuan para stakeholder kakao yang diadakan di Sanur, Denpasar Bali pada
tanggal 31 Oktober sampai dengan 1 November tahun 2008 merupakan forum
diskusi yang sangat produktif, diikuti oleh sekitar 110 partisipan dari berbagai
organisasi baik dari pemerintah maupun pihak industri, dan membuahkan
sejumlah usulan praktis mengenai pelaksanaan program GERNAS. Pertemuan ini
mengidentifikasikan beberapa komponen dalam program GERNAS yang oleh
anggota Forum CSP menganggap perlu diberi perhatian khusus. Berikutnya,
dokumen ini akan menyajikan masukan strategis kepada program GERNAS
mengenai pelaksaanan kegiatan GERNAS di lapangan serta sebutkan kegiatan
yang bisa didukung langsung oleh CSP.

a.  Pendataan

Sebelum kegiatan GERNAS dimulai, harus dilakukan program pendataan lebih dahulu
mengenai luas perkebunan yang perlu direhabilitasi dan diremajakan di setiap
kabupaten. Sebaiknya anggota CSP bekerjasama untuk melakukan pemetaan dasar
yang diperlukan agar perencanaan program rehabilitasi, peremajaan dan intensifikasi
Mengembangkan sistem
dapat berjalan degan baik. Aktivitas tersebut sangat diperlukan karena setiap daerah
memiliki kebutuhan yang berbeda, yang tentu saja memerlukan penanganan yang
manajemen informasi
berbeda pula. Idealnya, kantor-kantor Dinas Perkebunan di tingkat provinsi dan (IMS) yang terintegrasi
kabupaten mulai mengkoordinir kegiatan ini dengan melibatkan semua stakeholder dan mampu menerima,
yang mampu berperan dalam penyediaan informasi dan data, minimal dari program- mengolah, menganalisis
program pengembangan kakao yang pernah dilakukan dan yang sedang berjalan. dan mendistribusikan data
termasuk data pencitraan
Usulan satelit, perkiraan cuaca,
 Mengembangkan sistem manajemen informasi (IMS) yang terintegrasi informasi pasar dan
dan mampu menerima, mengolah, menganalisis dan mendistribusikan keperluaan teknis.
data termasuk data pencitraan satelit, perkiraan cuaca, informasi pasar dan
keperluaan teknis. Hal ini perlu staf khusus untuk mengelola data dan informasi
yang dapat dikoordinir oleh CSP.

19
 Database sistem informasi geografis (GIS) merupakan kompon inti dari IMS dan
harus mampu memetakan distribusi spasial daerah produksi kakao, termasuk
perubahan penggunaan lahan, umur dan kondisi pohon, pohon pelindung,
tingkat serangan hama dan penyakit, dan keberadaan kelompok tani. Sistem
GIS ini harus bersifat dinamis dalam arti data dan informasi baru dapat
ditambahkan secara kontinyu.

 Universitas Hasanuddin (UNHAS) di Makassar mempunyai laboratorium ilmu


spasial (seperti di Jurusan Ilmu Tanah dan di Pusat Penelitian Sumberdaya Alam
dan Kelautan) yang kompeten dan dapat dijadikan lokasi inti untuk kegiatan
GIS ini.

 Mars Inc sudah mulai melakukan kegiatan pemetaan dan bersedia untuk
membagi informasi awal tentang data spasial ini dengan stakeholder lain.

Salah satu kunci sukses  Mengembangkan sistem pelaporan dengan fasilitator lapangan yang
konsisten agar informasi yang masuk dari lapangan dapat diolah dengan
program GERNAS adalah
mudah oleh IMS.
penyediaan bahan tanam
yang sehat dan bermutu  Terlebih dulu mendata mengenai kesanggupan petani untuk berpartisipasi
tinggi dan pengadaannya dalam program GERNAS, karena harus diantisipasi bahwa ada beberapa petani
yang akan enggan bertanam modal dalam kebun kakao dengan berbagai
dengan tepat waktu.
macam alasan seperti: i) pemilik tidak mengelola kebun sendiri; ii) motivasi
bukan produksi tetapi aset lahan; iii) petani ingin lebih fokus pada komoditas
atau pekerjaan lain yang dianggap lebih menguntungkan.

b.  Pengadaan bibit unggul

Program rehabilitasi tanaman akan memerlukan 70 juta bibit pohon selama 3


tahun, ditambah dengan kebutuhan sebanyak 235 juta entries untuk program
peremajaan. Salah satu kunci sukses program GERNAS adalah penyediaan bahan
tanam yang sehat dan bermutu tinggi dan pengadaannya dengan tepat waktu.
Pengadaan sumber tanam ini merupakan tantangan logistik yang sangat besar dan
perlu koordinasi secara spesifik antara Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian
dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka), seluruh Dinas Perkebunan
tingkat propinsi yang terkait, serta pihak swasta yang mampu membantu.

Pemanfaatan setidaknya
Usulan
dua jalur pengadaan
bahan tanam: i) teknologi  Sumber tanaman harus berupa bibit klonal yang telah disertifikasikan.
somatic embryogenesis  Pengadaan bibit dilaksanakan secara bersama melalui Dirjen Perkebunan,
(SE); dan ii) teknologi Puslitkoka dan seluruh Disbun.
sambung pucuk yang
 Pemanfaatan setidaknya dua jalur pengadaan bahan tanam: i) teknologi
diproduksi dengan model somatic embryogenesis (SE); dan ii) teknologi sambung pucuk yang diproduksi
pembibitan usaha petani dengan model pembibitan usaha petani dan kelompok tani. Usaha
dan kelompok tani. pembibitan di tingkat petani harus dipandang sebagai suatu kewajiban agar
tercipta suatu industri kakao yang berkelanjutan (Box 1 dan Gambar 3).

20
 Minimalnya, 6 jenis klon unggul harus diadakan untuk petani. Diversifikasi
klon seperti ini diperlukan agar dapat menghindari kemungkinan munculnya
masalah dengan salah satu klon pada masa yang akan mendatang.

 Pada tahap awal, jalur penganggaran pengadaan bibit sebaiknya melalui


program bersubsidi, bantuan langsung masyarakat dan bantuan sosial lainnya. Minimalnya, 6 jenis klon
 Seluruh kebun percobaan dalam lingkup Program GERNAS harus memiliki
unggul harus diadakan
kebun induk dan pembibitan skala besar agar mampu mendukung jaringan untuk petani.
kelompok tani yang memiliki kebun bibit komersial. Jaringan kebun induk
untuk pengadaan entries perlu segera sertifikasi BBPPTP. Prosedur administrasi
dalam proses sertifikasi tanaman entris perlu disederhanakan.

 Perlu perencanaan secara detail mengenai program pengadaan bibit.


Lihat Box 2.

 Kerjasama dengan sentra dan lokasi percobaan klon yang sudah berjalan
selama ini di Sulawesi oleh anggota CSP (Puslitkoka, BPTP, ACIAR, Mars). Lihat
Box 3 dan Gambar 4.

 Karakteristik morfologis tanaman hasil SE (seperti terbentuknya jorquettes)


harus disesuaikan dengan kemampuan petani masing-masing.

Gambar 3.  Usaha pembibitan petani Kakao di Buntu Batu’ Luwu

21
Gambar 4.  Uji coba klon unggul di Bone Bone yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh ACIAR dengan
PUSLITKOKA

c.  Penyediaan teknologi untuk mendukung GERNAS

Program GERNAS memerlukan dukungan teknologi yang tepat dan adanya


hubungan sinkron antara penelitian dengan pelaksanaan program di lapangan.
Hal ini sangat disadari oleh perancang program GERNAS dengan rencana
membangunkan empat sub-stasiun penelitian baru di Sulawesi dan tujuh
laboratorium lapangan di Indonesia Timur. Dalam rangka menciptakan sebuah
industri kakao yang betul-betul berkelanjutan, diperlukan solusi teknologi terbaik
terhadap masalah praktis yang dihadapi oleh petani. Bahkan, solusi teknologi harus
dikemas dengan cerdas untuk disajikan kepada petani supaya manfaatnya diyakini
oleh petani.

Sebagai lembaga yang berperan strategis atas pengembangan teknolgi kakao


di Indonesia, diharapkan bahwa Puslitkoka akan meneruskan peran inti dalam
Program GERNAS. Puslitkoka saat ini menjadi penanggung jawab utama Tim
Penelitian dan Pengembangan Teknologi dalam CSP. Penentuan lokasi pelaksanaan
setiap kegiatan penelitian (misalnya di Puslitkoka atau di sub-stasiun di daerah)
harus dilakukan dengan pertimbangan bijaksana yang merujuk kepada efisiensi
biaya dan waktu maupun kemampuan sumber daya manusia dan fasilitas.

22
Box 1.  Mendukung usaha pembibitan petani

Pendirian kebun bibit komersial tingkat petani dan mendatang. Diagram Bagan tentang mekanisme
kebun induk untuk rehabilitasi kakao petani perlu program ini ditampilkan pada Gambar berikut.
dilakukan untuk mencapai strategi pengembangan Dengan demikian, pendekatan model penyediaan
sistem manajemen kebun yang berkelanjutan. bibit tanaman dengan sistem franchise seperti
Program jangka panjang perlu dikembangkan untuk dapat berhasil.
mencapai strategi verifikasi dan sertifikasi varietas
Untuk menjaga tingkat keberlanjutannya,
kakao yang memiliki produktivitas dan kualitas tinggi
penyebarluasan bibit kakao harus berlandaskan
serta tahan hama dan penyakit.
prinsip-prinsip komersial, yang mungkin saja
Mars Symboscience telah berhasil mengembangkan disubsidi pemerintah pada tahap awal, tapi harus
“model usaha kebun bibit” pada 72 kelompok tani mampu berdiri sendiri pada tahap lanjutan di
pada tahun 2008 ini, sehingga dapat ditingkatkan masa mendatang. Penetapan harga bibit untuk
skalanya baik oleh lembaga pemerintah, maupun petani yang terlibat pada program peremajaan
oleh lembaga swasta. Model seperti ini dipercaya dan rehabilitasi kebun cokelat perlu diawasi penuh
menjadi model pengembangan manajemen kebun dan dikendalikan Program GERNAS. Misalnya
kakao yang perlu diteruskan dan dikembangkan menggunakan metode subsidi biaya input untuk
dalam Program GERNAS, bersamaan dengan kebun kebun bibit, seperti polybag, entris dan bahan
induk dan kebun bibit yang dikelola pemerintah. sambung atau menggunakan penawaran seperti
Forum CSP tetap bertekad untuk mendukung “beli satu dapat dua”, dan sebagainya.
kebun bibit yang dikelola petani untuk masa

Nursery Flow

9 months Mars Nursery


Sustainability Owner (I) Existing Clone
(bud wood) in
Farmers Farm

9–18 months Nursery Existing Bud wood


Owner (II) garden (1st nursery
50% support by MS)

Nursery Nursery Nursery Nursery


Owner (III) Owner (IV) Owner (V) Owner (VI–?)

Provision to first farmer. Farmers established nursery Demonstration Plot


Nursery owner will pay by themselves. Technical Rehabilitation+P3S, support 50%
back in 9 months time support and provide bud cost of nursery (1000 seedling)
wood by MS partner as demplot and Clone Screening

Provision to 2nd Provision, technical support, Technical support, supply


farmer for continue monitoring and supervision appropriate clonal bud
the provision program. wood/clone and support on
Nursery owner will pay marketing
back in 9 months time

23
Box 2.  Perencanaan Pengadaan Bibit dalam Program GERNAS

Tahap perencanaan dalam pengadaan bibit kakao, Dalam hal ini, Puslitkoka harus membuat
terutama yang berasal dari metode somatic perencanaan yang matang, berapa jumlah
embryogenesis (SE) dalam Program Gernas menjadi bibit SE yang dibutuhkan dan berapa banyak
factor yang sangat penting dalam keberhasilan ketersediaan bibit tersebut ke depan, setelah melalui
perbaikan dan rehabilitasi usahatani kakao. Jika hal serangkaian uji varietas, dan kapan bibit tersebut
ini tidak dilakukan, atau jika penanaman bibit kakao dapat tersedia bagi petani. Maksudnya, komponen
dari SE ini tidak dilakukan dengan perencanaan yang perencanaan tanam dan rehabilitasi kakao lain
matang, maka hasil yang diperoleh tidak akan perlu menyesuaikan dengan tahapan paling
optimal, bahkan menimbulkan dampak negatif krusial tersebut.
jangka panjang yang cukup sulit untuk
Pada saat ini, Puslitkoka Jember telah siap mengirim
ditanggulangi. Berhubung tahapan ini sangat
bibit ke lokasi penangkar sebanyak 250ribu bibit
penting, maka seluruh stakeholders perlu duduk
per provinsi dan mampu menyiapkan 18 juta bibit
bersama dan menyusun perencanaan sebaik-
SE pada tahun 2009 (sekitar bulan September-
baiknya, sehingga tidak timbul langkah saling
Oktober). Sebenarnya, pada tahun 2009, Indonesia
menyalahkan yang tidak produktif. Dalam hal ini,
memerlukan batang entris sebanyak 120 juta,
perencanaan untuk mendukung implementasi
sehingga pengadaannya perlu didorong juga ke
Program GERNAS harus dilakukan sesuai dengan
masing-masing provinsi dan kabupaten/kota.
kapasitas dan tanggung jawab atau tugas pokok dan
fungsi (tupoksi) masing-masing stakeholders.
Minimal, perencanaan perlu dibuat dengan
kerangka waktu yang jelas dan rinci, bahkan sesuai
dengan pola curah hujan daerah setempat, seperti
berikut ini:

Source 2009 2010 2011

Puslitkoka (SE) Bibit

Entris

Kebun bibit Disbun Bibit

Entris

Kebun bibit Mars Bibit

Entris

Kebun bibit Cargill Bibit

Entris

Total Bibit

Entris

24
Box 3.  Pengembangan Klon Kakao di Sulawesi

Puslitkoka telah bekerjasama dengan ACIAR dan


Mars sejak tahun 2001 dalam hal mengidentifikasi
klonal kakao yang tahan hama dan penyakit, melalui
suatu program penelitian kerjasama partisipatif di
lahan petani. Program ini akan terus berlangsung
dan menyeleksi sekitar 10 klon yang memiliki
produktivitas dan kualitas tinggi, tahan hama dan
penyakit, serta siap disebarluaskan dengan teknologi
somatic embryohenesis dan sambung pucuk.

Sementara itu, kegiatan identifikasi dan validasi kebun


percobaan dengan varietas unggul juga dipercepat
dengan menggunakan fasilitas yang akan dibentuk
di empat provinsi Peserta GERNAS di Sulawesi. Klon
unggul yang telah teruji dan tepat digunakan oleh
para petani kakao adalah Sulbar 1 (PCB123), Sulbar 2
(BR25), Sca 6, ICCRI 03, dan ICCRI 04.

Empat kebun percobaan yang diusulkan pada


Program GERNAS tentu saja dapat berperan lebih
penting lagi dalam mendukung pengembangan
dan percobaan bibit-bibit. Lokasi percobaan klon
kakao, termasuk yang dilakukan oleh Mars, terlihat
pada gambar di bawah.

Usulan

 Sebelum kegiatan peremajaan dan rehabilitasi dimulai, informasi mengenai


kelayakan lahan, termasuk dilaksanakan analisis tanah, perlu diketahui
dengan baik. Sebelum kegiatan
peremajaan dan
 Teknik budidaya kakao yang terbaik harus disalurkan kepada pendamping rehabilitasi dimulai,
lapangan dan petani secara konsisten, dan ilmu pendamping harus diupdate
informasi mengenai
secara terus-menerus sesuai dengan hasil penelitian terbaru. Lihat Box 4.
kelayakan lahan,
 Perlu diskusi lanjut tentang struktur dan koordinasi sub-stasiun tersebut untuk termasuk dilaksanakan
memastikan apakah harus berada di bawah Puslitkoka, Dinas Perkebunan, analisis tanah, perlu
Pemerintah Daerah, atau Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
diketahui dengan baik.
(Litbang) Departemen Pertanian.

 Kegiatan yang akan dilakukan di setiap sub-stasiun perlu dibahas secara


detail. Sangat penting bahwa tujuan, desain dan sistem operasi untuk setiap
sub-stasiun dijelaskan dan disetujui oleh berbagai stakeholder sebelum dimulai.
Tujuan dan fungsinya harus ditentukan berdasarkan kebutuhan yang ril.

25
Box 4.  Kerjasama Perumusan ‘Good Farming Practices’

Tim pengembangan teknologi dalam CSP telah  Penyarungan buah,


merumusakan prinsip-prinsip manajemen usahatani  Penggunaan pestisida yang minimal,
yang baik (Good Farming Pratices) yang dapat saja bertanggung jawab, aman dan sehat,
dianggap sebagai metode yang paling baik (best
practices). Para fasilitator lapangan yang terlibat  Kontrol biologis, seperti semut hitam, sesuai
dalam Forum CSP atau dalam organisasi dan dengan kondisi alam lokal,
instansi lain yang berafilisasi dengan CSP adalah  Perawatan pohon pelindung sesuai dengan
mereka yang memiliki pengalaman lapang yang kebutuhan,
cukup lama. Mereka telah bekerjasama dengan
 Perawatan kondisi dan kesuburan tanah yang
petani untuk melaksanakan prinsip-prinsip
terus-menerus.
manajemen usahatani yang baik ini. Dengan
demikian, petani sebenarnya telah memperoleh Sekali lagi, perlu disampaikan di sini bahwa fasilitator
bimbingan teknis dari para petugas lapangan ini, lapangan telah memiliki akses pada informasi
dari mana pun asal dan afilisasi organisasinya. teknis tentang program ini, sehingga bimbingan
yang diberikan sesuai dengan kebutuhan petani
Paket Manajemen Usahatani yang Baik menurut CSP
dan mampu menjawab tantangan atau kondisi
meliputi:
lapangan setempat.
 P3S – pemangkasan, pemupukan, panen sering
dan sanitasi kebun;

 Peran dan fungsi setiap sub-stasiun sebaiknya difokuskan kepada:


88 Pengembangan dan percobaan klon baru (breeding centre) yang
didukung oleh kebun entris dan pembibitan dengan skala besar,
Kegiatan yang akan 88 Pusat informasi umpan balik kakao dan tempat teknologi transfer yang
dilakukan di setiap mampu mengadakan pelatihan dan menjadi sumber untuk memperoleh
sub-stasiun perlu dibahas informasi untuk para fasilitator lapangan yang kredibel dan dapat
secara detail. dipercaya (resource centre).

 Berhubung posisinya sebagai noda informasi yang strategis, sub-stasiun


ini harus bekerjasama dengan Puslitkoka, universitas baik dalam maupun
luar negeri, ahli-ahli kakao sedunia dari sektor pemerintah dan swasta, dan
semua penyuluh dan pendamping lapangan kakao yang aktif di Indonesia.
Sub-stasiun ini dapat juga mengkoordinir dan mempersiapkan materi
pelatihan dan alat komunikasi seperti brosur, buku panduan dan kalender.

 Peran dan fungsi tujuh laboratorium lapangan sebaiknya (dengan dukungan


dari Puslitkoka) difokuskan pada kegiatan:
88 Melakukan analisa tanah dan penentuan jenis dan dosis aplikasi pupuk
yang tepat (mengingat bahwa hal ini sangat dibutuhkan dalam program
intensifikasi 60.000 ha). Peran ini dibahas lebih lanjut dalam Box 5.

26
Box 5.  Analisis tanah

Teknologi yang mampu meningkatkan pengelolaan untuk dapat diaplikasikan pada perkebunan kakao
kesuburan tanah sangat diperlukan, terutama untuk rakyat. Pada kasus khusus yang mengharuskan
jangka panjang. Teknologi tersebut sedapat penggantian total dan penanaman kembali, analisis
mungkin menggunakan cara sederhana dalam tanah yang spesifik lokasi harus dilakukan untuk
mendeteksi kekurangan hara pada tanaman kakao. menentukan kondisi tanah dan persyaratan restorasi
Program GERNAS harus menyediakan alat untuk kesuburan, termasuk syarat infrastruktur drainase
menganalisis, menguji, memvalidasi dan dan sebagainya.
menyesuaikan alat soil test kits yang sudah ada

88 Pemantauan tingkat serangan hama dan penyakit dan merekomendasikan


manajemen pengendalian hama dan penyakit yang sesuai dengan kondisi
lapangan yang cenderung berubah-berubah (dinamis).

 Perlu penerapan berbagai metode rehabilitasi dan peremajaan tanaman secara


efisien dan efektif dengan berpedoman pada panduan yang baik.

 Epidemologi penyakit pohon kakao sangat dinamis dan perlu perhatian


penelitian secara khusus. Kasus tersebut sebenarnya sama halnya dengan
pengendalian hama terpadu dan pemanfaatan musuh alami (biokontrol).

d.  Program kredit petani

Dalam konsep GERNAS, petani kakao akan mendapatkan kredit melalui bank
untuk melakukan rehabilitasi dan peremajaan, dengan total nilai sebesar 5.9 triliun
rupiah. Dalam skema ini, semua biaya sarana produksi untuk pemeliharaan (pupuk,
pestisida dan alat pertanian) akan memanfaatkan fasilitas kredit melalui perbankan. … tanpa ada usaha yang
Akan tetapi, ada kekuatiran bahwa petani tetap akan menghadapi masalah klasik
serius untuk mereformasi
untuk meminjam uang dari bank, yaitu tanpa agunan petani tidak akan dapat
pinjaman, padahal agunan berupa sertifikat tanah jarang dimiliki petani kakao.
sistem perbankan dan
Berdasarkan pengalaman program sebelumnya, petani akan tetap menghadapi pertanahan, kebanyakan
kesulitan untuk mendapatkan kredit. Masalah perkreditan petani di Indonesia petani akan sulit
sangat kompleks dan sulit untuk dipecahkan dengan cepat. Akan tetapi, tanpa diikutsertakan dalam
ada usaha yang serius untuk mereformasi sistem perbankan dan pertanahan, program GERNAS.
kebanyakan petani akan sulit diikutsertakan dalam program GERNAS. Dengan
sistem perbankan yang ada, sangat tidak realistik bahwa 5,9 trilyun rupiah dapat
dicairkan kepada petani kakao seperti dicanangkan oleh program GERNAS.

27
Usulan

 Harus ada usaha yang serius dan konsisten untuk mereformasi peraturan
dalam sistem perbankan Indonesia agar lebih sesuai dengan keadaan
petani yang sebenarnya dan mampu mengakomodasikan kebutuhan sektor
pertanian,

 Perbaikan dalam sistem administrasi pertanahan (termasuk proses


pendaftaraan yang mudah dan transparan) untuk mendorong proses sertifikasi
tanah petani secara luas,

 Mempertimbangkan program subsidi untuk sertifikasi tanah dan reformasi


dalam sistem perpajakan untuk menghilangkan disinsentif pendaftaran tanah,

 Perubahan dalam prosedur pendaftaran kelompok tani di Indonesia agar


kelompok tani lebih mudah menerima kredit bank. Perubahan ini harus diiringi
oleh usaha serius oleh pihak pemerintah, fasilitator lapangan atau LSM untuk
melibatkan diri sebagai mediator antara pihak bank dan kelompok petani
(perlu model perkreditan yang lebih fleksibel dan inovatif- lihat Box 6).

 Mempertahankan fokus kepada mekanisme perkreditan formil melalui


lembaga komersial daripada menggantungkan program kepada hibah dan
subsidi supaya muncul sebuah sistem yang berkelanjutan.

Box 6.  Model perkreditan petani yang inovatif – pengalaman IFC

Sistem perkreditan petani memerlukan inovasi untuk tahap pencairan kredit, pembelian sarana pupuk
mampu berhasil. Dalam suatu pilot program yang dengan benar dan pembiayaan tenaga kerja.
dikoordinir oleh IFC, sebanyak tujuh kelompok tani Kehadiran pendamping lapangan di tengah-tengah
(129 petani) di kabupaten Luwu berhasil mendapat petani memberikan keyakinan dan kepercayaan
akses kredit perbankan dengan bunga komersil kepada pihak bank bahwa kelompok tani dapat
untuk jangka waktu enam bulan. Salah satu kunci memanfaatkan kredit dengan tepat, serta mampu
keberhasilan ini adalah fungsi pendampingan, mulai menjaga dan menyelesaikan pinjamannya sesuai
dari persiapan peserta, penyusunan RDKK, waktu yang telah ditentukan.
pengumpulan berkas administrasi, sampai pada

e.  Peran dan pola rekrutmen pendamping lapangan

Peran pendamping lapangan (Field Facilitator atau FF) sangat penting dan seleksi
FF harus dilakukan secara ketat. Berdasarkan pengalaman program penyuluhan
atau pendampingan sebelumnya, sudah sangat jelas bahwa pelatihan petani yang
hanya dilakukan sekali atau cuma mengadakan kebun percontohan (demplot)

28
TIDAK cukup untuk meyakinkan petani mengenai manfaat dari sebuah teknologi
baru. Harus ada komitmen berjangka panjang dan secara kontinyu dari individu
FF yang terampil dalam masalah teknis dan mampu berkomunikasi dengan
baik dengan petani supaya petani sendiri bisa mengidentifikasi solusi yang
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka. Aspek interaktif dari proses
penyuluhan ini harus ditekankan supaya petani mampu mengambil keputusan
secara arif. Perlu ada pertukaran informasi dua arah. Kalau manfaat ekonomis tidak
langsung nampak untuk petani, mereka tidak akan mau menerapkan teknologi
baru. Selain itu, perubahan apapun dalam tingkah laku petani harus didukung oleh
peraturan yang konsisten. Rekrutmen dan pelatihan
sumber daya manusia
Pendampingan lapangan yang tepat dilakukan oleh tenaga manusia yang
yang terampil dan
berketerampilan teknis, bermotivasi tinggi, mampu berkomunikasi dengan baik
dan mempunyai karakter dengan etos kerja dan moril yang kuat. Kalau bukan,
kompeten merupakan
pendamping itu tidak akan diterima dan dipercayai oleh petani. Jika program tantangan yang sangat
GERNAS mencakup 70,000 ha peremajaan, 235,000 ha rehabilitasi dan 145,000 besar agar GERNAS bisa
ha intensifikasi berarti jumlah tenaga pendamping total yang dibutuhkan adalah berhasil.
450 orang (satu orang pendamping setiap 1000 ha). Program GERNAS sudah
berkomitmen untuk menyediakan 360 tenaga pendamping (anggota CSP
juga tetap berkomitmen untuk meneruskan program pendampingan dan alih
teknologi). Rekrutmen dan pelatihan sumber daya manusia yang terampil dan
kompeten merupakan tantangan yang sangat besar agar GERNAS bisa berhasil.

Usulan

 Membentuk ‘tim pelatih FF’ yang kredibel (CSP siap membantu dalam tim ini),

 FF harus dilatih di sentra produksi kakao (bukan di dalam gedung dimana


institusi penelitian berada) dengan model partisipatif atau pemagangan FF
secara terpadu (lihat Box 7),

 Memikirkan secara matang mengenai status kepegawaian dan peluang karir


untuk FF mengingat fungsi yang begitu penting dan persyaratan seleksi yang Perlu investasi jangka
banyak, panjang dalam
 Perlu investasi jangka panjang dalam pengembangan sumberdaya manusia
pengembangan
termasuk generasi berikut dengan meningkatkan kapasitas pelatihan di sumberdaya manusia
lembaga pendidikan yang berada di daerah produksi kakao (tingkat sekolah termasuk generasi berikut
maupun perguruan tinggi), dengan meningkatkan
 Melakukan pelatihan teknis, kelembagaan petani maupun motivasional secara
kapasitas pelatihan di
kontinyu, lembaga pendidikan yang
berada di daerah produksi
 FF harus khusus kakao (bukan dari penyuluh pertanian),
kakao (tingkat sekolah
 Demonstrasi teknologi baru harus dilakukan dengan tingkat profesionalisme maupun perguruan tinggi),
yang tinggi supaya manfaatnya nampak dengan jelas,

 Diperlukan alat peraga untuk kegiatan pelatihan khusus untuk GERNAS (buku
panduan, kalander, CD, brosur dan alat lainnya) yang disusun secara bersama,

29
 Perlu penjelasan mengenai pengadaan peralatan pertanian yang diperlukan
untuk mejalankan kegiatan sesuai dengan anjuran teknis dari pendamping
lapangan (lihat Box 8),

 GERNAS dapat belajar dari keberhasilan dan kegagalan program lain dalam hal
pelatihan petani kakao Indonesia.

Box 7.  Pelatihan Fasilitator Lapangan

Dinas Perkebunan berniat merekrut 360 fasilitator harus disusun sedemikian rupa agar tidak terlalu
lapangan baru untuk Program GERNAS, sehingga teoritis, tapi sesuai dengan keperluan kebun kakao
program pelatihan bagi mereka benar-benar dan masyarakat setempat.
menjadi faktor kunci, dan harus dilakukan dengan
Sekali lagi, pelatihan ini sangat krusial dalam
seksama, melibatkan para ahli, peneliti, dan petugas
proses alih teknologi dan hanya mereka yang
lapangan yang telah memiliki pengalaman panjang.
memiliki dedikasi, integritas dan kapasitas yang
Langkah pertamanya adalah bahwa GERNAS perlu
dapat mengubah mentalitas petani, dan bukan
melakukan identifikasi para ahli kakao dan petugas
oleh mereka yang hanya berorientasi proyek yang
lapangan yang memiliki pengalaman dan dedikasi
umumnya memiliki visi jangka pendek.
tinggi. Kemudian, program dan kurikulum pelatihan

Box 8.  Pengadaan Alat dan Sarana Produksi Pertanian

Dalam hal program peremajaan, rehabilitasi dan dan akan menjadi aset industri secara luas. Usaha
intensifikasi GERNAS, perlu penjelasan mengenai cara penyewaan alat dan mesin pertanian dapat didirikan
kerja program pengadaan peralatan pertanian seperti di lokasi kelompok tani yang sudah menunjukkan
chainsaw, alat pemangkas, cangkul dan lain lain memampuan untuk mengelola dengan baik.
untuk melaksanakan program. Sama halnya dengan
Perlu ditekankan di sini bahwa sedapat mungkin
pengadaan pupuk dan obat-obatan pengendalian
sarana produksi pertanian dan kebutuhan petani
hama. Apakah petani diharapkan untuk membeli alat
lainnya seperti pupuk dan pestisida harus disediakan
dan input tersebut dengan kredit atau pinjaman dari
melalui jasa komersial, untuk mengembangkan
bank atau pemerintah akan menyediakannya dalam
prinsip usaha agribisnis yang lebih bervisi jangka
skema bantuan langsung dan sebagainya?
panjang. Aktivitas ini diharapkan akan terus berjalan,
Pengadaan alat dan mesin pertanian dapat walaupun Program GERNAS secara administrasi telah
dilakukan melalui usaha penyewaaan petani supaya dinyatakan selesai. Di sinilah esensi keberlanjutan
alatnya tetap akan tersedia pada masa depan dari Program GERNAS.

30
f.  Kebijakan pemerintah

Pelaksanan Program GERNAS saat ini merupakan waktu yang tepat untuk meninjau
kembali kerangka kebijakan pemerintah yang ada supaya mampu mendorong
pembangunan industri kakao yang makmur dan berkelanjutan. Integrasi kebijakan
antara tingkat pemerintahan dan instansi yang berbeda masih diperlukan. Harus
diingat bahwa, pada intinya, kebijakan pemerintah seharusnya selalu berpihak dan
merujuk kepada kepentingan petani sebagai tujuan terpenting.
Harus diingat bahwa,
Usulan
pada intinya, kebijakan
 Sertifikat Mutu: pemerintah seharusnya
88 Penerapan standar SNI pada titik ekspor adalah langkah sangat strategis selalu berpihak dan
untuk mengembalikan kepercayaan pasar internasional terhadap reputasi merujuk kepada
kakao Indonesia, kepentingan petani
88 CSP menerima dengan baik Draft Permendag Pengawasan Mutu Biji Kakao sebagai tujuan terpenting.
yang tidak mensyaratkan aturan biji kakao fermented atau unfermented,
88 Institusi dari pihak ketiga yang dapat dipercaya harus ditempatkan di titik
ekspor untuk menjamin penerapan standar SNI.

 Masalah Automatic Detention (artinya fumigasi wajib di Amerika Serikat) tidak


perlu dijadikan pusat perhatian pemerintah karena dampaknya sebenarnya
sangat minimal (5 USD per ton untuk biaya fumigasi ditambah 7 USD per
ton jika juga dilakukan sortasi). Automatic Detention ini hanya berlaku untuk
sebagian kecil export Indonesia, yaitu ke USA bukan untuk export ke Malaysia,
Brazil dll.

 Kebijakan perpajakan seharusnya dirancang agar petani dan pelaku industri


lain bisa mendukung perkembangan industri perkakaoan nasional (dari hulu
hingga hilir) secara optimal dan berkelanjutan. Berdasarkan analisa ekonomis,
pengenalan pajak ekspor untuk kakao telah dianggap berdampak negatif
terhadap pendapatan petani.

 Sistem pengemasan, penandaan dan pelacakan produk dapat diperketat agar


pengawasan mutu produk kakao dapat berjalan dengan lancar.

 Strategi pembangunan infrastruktur yang mampu mendorong perkakaoan


harus melibatkan berbagai departemen terkait dan pemerintah daerah secara
terintegrasi, bukan hanya Disbun.
88 Diperlukan pembuatan/perbaikan jalan ke sentra-sentra produksi kakao
sebagai salah satu langkah terbaik untuk meningkatkan harga yang
diterima oleh petani,
88 Dibutuhkan perbaikan infrastruktur di dalam dan di luar kebun (misalnya
perbaikan saluran drainase untuk menghindari penggenangan lahan
dan banjir),
88 Infrastruktur berupa sub-stasiun penelitian dan laboratorium lapangan
(telah dibahas sebelumnya di laporan ini).

31
 Kebijakan pemerintah (melalui prosedur administratif yang disederhanakan
atau sistem perpajakan / subsidi) dapat dimanfaatkan untuk mendorong
perubahan tingkah laku stakeholder ke arah yang berkelanjutan, misalnya:
88 Produksi dan aplikasi pupuk organik,
88 Penggunaan sumber energi alternatif,
88 Pendirian dan berjalannya usaha petani, seperti pembibitan (bibit klonal
atau input lain yang disubsidi), produksi kompos, penyewaan alat pertanian,
dan jasa pekerjaan teknis (pemangkasan atau sambung samping).

g.  Sistem Usahatani kakao yang berkelanjutan

Program GERNAS merupakan kesempatan yang tidak datang setiap tahun, yaitu
upaya untuk mengembangkan industri kakao yang benar-benar berkelanjutan,
ibarat membangun ulang fondasi rumah sehingga mampu lebih tahan
banting terhadap gangguan internal dan eksternal. Perhatian khusus terhadap
Perhatian khusus terhadap keberlanjutan dalam perencanaan GERNAS sangat dibutuhkan supaya program
keberlanjutan dalam yang berskala nasional ini tidak harus diulang lagi pada masa mendatang. Namun,
perencanaan GERNAS tercapainya industri yang berkelanjutan tentu memerlukan waktu yang panjang
sangat dibutuhkan supaya dan akan menghadapi beberapa tantangan yang tidak ringan. Pada prinsipnya,
program yang berskala sistem usahatani kakao yang berkelanjutan menghendaki sistem pengadaan
sarana produksi pertanian (saprotan), seperti lahan produksi, bibit pohon, pupuk,
nasional ini tidak harus
air, sumberdaya manusia, ilmu teknologi dan energi. Sistem pengadaan ini
diulang lagi pada masa
sebaiknya bersifat komersial, efisien, tidak sementara dan tidak tergantung pada
mendatang. sumberdaya yang semakin menipis.

Dalam rangka mendukung visi ini, CSP mengusulkan bahwa Program GERNAS
menentukan sasaran dan indikator keberlanjutan yang realistis agar kinerja dan
kemajuannya untuk mencapai visi-misi yang dicanangkan dapat diukur, misalnya:

Keberlanjutan ekonomis

 Sistem budidaya kakao tetap menguntungkan bagi petani karena penerapan


teknologi yang tepat dan adanya rantai dagang kakao yang efisien, adil dan
bebas dari intervensi tata niaga yang bersalah kiprah,

 Usaha pendukung petani kakao yang juga menguntungkan, termasuk


pengadaan peralatan petani, pupuk, bibit dan dukungan teknis. Hal ini perlu
inovasi dan eksperimentasi dalam model usahatani, contohnya pembibitan
petani, produksi kompos, jasa teknis (pemangkasan atau penyambungan), dan
usaha fermentasi,

 Nilai ekonomis dari produk limbah dimanfaatkan melalui produksi kompos,


energi atau dinilai-tambahkan menjadi usaha sampingan (Gambar 5),

 Pendapatan yang diperoleh petani dapat digunakan untuk diversifikasi


usaha, bukan untuk keperluan konsumtif semata, tapi untuk menanggulangi
gangguan internal dan eksternal, seperti fluktuasi dalam harga komoditas

32
Gambar 5.  Pembuatan kompos dari hasil limbah kebun kakao di Noling, Luwu (Muhamad Nur).

dan fluktuasi produktivitas karena faktor alam. Upaya peningkatan diversifikasi


pendapatan usahatani juga perlu dikembangkan, misalnya sistem tumpang sari
dengan kelapa, pinang, minyak jarak (Jathropa), perternakan atau kolam ikan,

 Petani atau kelompok tani mendapatkan akses kredit yang dapat dipercayai
tanpa biaya yang berlebihan. Untuk itu perlu ada intervensi dalam sistem
perkreditan yang ada, baik formal maupun informal,

 Peluang untuk meningkatkan nilai tambah kakao, pengelolaan pasca panen


harus benar-benar dikelola secara maksimal, seperti perbaikan mutu, langkah
fermentasi, sertifikasi produk (‘sustainable, ‘organik’ atau yang lain), dan perbaikan
pengolahan di sektor hilir (seperti penggilingan atau di tingkat pabrik coklat).

33
Box 9.  Pembuatan Kompos sebagai Model Usaha

Ketersediaan pupuk merupakan masalah yang pembuatan kompos sebagai model bisnis yang
sangat serius dalam Program GERNAS, terutama telah dikembangkan oleh Mars selama tiga tahun
karena pupuk berkualitas ternyata sangat langka dan terakhir akan terus dipertahankan, ditingkatkan
pupuk bersubsidi tidak dapat diharapkan begitu saja, cakupan dan skala usahanya. Model bisnis kompos
walaupun terdapat serangkaian program pinjaman ini akan dipaketkan sehingga dapat direplikasi
komersial dari bank. oleh mitra-mitra lain dalam wadah Forum CSP atau
donor lain yang berkeinginan. Melalui metode
Untuk mengatasi masalah ini, CSP inilah pemanfaatan sumberdaya dapat lebih efisien
merekomendasikan kepada Departemen dan program peningkatan skala usahanya dapat
Perindustrian dan Departemen Pertanian untuk berlangsung lebih efektif lagi. Pada prinsipnya,
memastikan ketersediaan pupuk anorganik pada Pembuatan Kompos sebagai Model Bisnis dapat
saat dibutuhkan petani. Disamping itu, program diikhtisarkan sebagai berikut:

34
Keberlanjutan lingkungan hidup

 Pertumbuhan produksi kakao nasional harus terjadi dengan intensifikasi


produksi dalam lahan kebun yang sudah ada, jangan dengan perluasan areal
dan kerusakan hutan,

 Sumber daya tanah di kebun kakao harus dirawat secara hati-hati untuk
kepentingan jangka panjang dengan memperhatikan struktur tanah, tingkat
keasaman, kandungan bahan organik, sistem drainase, penggunaan ulang
limbah kebun, pengendalian erosi dan penggunaan air yang bijak,

 Pohon kakao ditanam di bawah pohon pelindung dengan kerapatan populasi


yang cukup (20 – 40 % pengurangan cahaya matahari). Lihat Kotak 10,

 Penerapan teknik pengendalian hama terpadu yang berdasarkan prinsip


ekologis yang meminimalkan penggunaan agrokimia sejauh mungkin,

 Menjamin industri kakao adalah industri yang carbon-neutral dan tidak ikut
peran dalam terjadinya pemanasan bumi,

 Sumber daya air dikelola secara berkelanjutan dengan memperhatikan


penggunaan air tanah yang bijaksana, pemanfaatan air limbah, dan pemakaian
air dari sumber yang berkelanjutan dan jangan membuang air limbah yang
belum diolah,

 Penegakan aturan peraturan yang ketat menjadi salah satu kunci penting
pada sistem pemilikan dan pengelolaan lahan sehingga tidak ada lahan yang
diterlantarkan.

Keberlanjutan sosial

 Komunitas kakao yang makmur dan aman, dengan penyediaan fasilitas yang
memenuhi kebutuhan rohani, sosial, emosional, dan materil.

 Setiap anak petani kakao yang memiliki kemampuan akademik memadai


berkesempatan untuk bersekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
karena pendapatan petani kakao yang lebih tinggi.

 Keluarga petani kakao dapat layanan kesehatan dasar yang memadai.

 Keselamatan pekerja kebun dan pabrik diperhatikan dengan baik, termasuk


penggunaan bahan pestisida yang tepat dan aman. Di sini perlu dilakukan
pelatihan khusus dalam konsep pengendalian hama terpadu sehingga
keselamatan petani tidak diabaikan. Perlu dilakukan seleksi jenis-jenis pestisida
pada tanaman kakao yang memang tidak termasuk daftar larangan, sehingga,
melalui pelatihan yang berkesinambungan petani mampu menggunakan
pestisida secara aman dan efisien.

 Tenaga kerja dan buruh tani di kebun kakao dan pabrik pengolahan perlu
memenuhi peraturan ketenagakerjaan dan anti-diskriminasi yang berlaku
di Indonesia.

35
Box 10.  Peran Pohon Naungan di Kebun Kakao

Peran pohon naungan di kebun kakao dalam Pohon naungan perlu dilihat juga dari aspek
peningkatan produktivitas jangka panjang dan komersialnya karena beberapa pohon naungan
keberlanjutan usahanya sebenarnya telah diketahui dapat berfungsi sebagai penyedia kayu, kayu bakar,
oleh petani. Namun demikian, petani kakao di bahkan pangan, dan sebagai tambahan penghasilan
Sulawesi lebih banyak mengadopsi system usahatani petani. Demikian pula, pengelolaan tanaman
kakao dengan sistem kanopi terbuka. Sistem ini naungan yang baik dapat membantu proses polinasi
mungkin akan meningkatkan produktivitas jangka dan mengendalikan hama dan penyakit kakao.
pendek, tapi tentu memerlukan jumlah input atau Misalnya, serangan VSD cenderung meningkat pada
sarana produksi yang lebih besar pula, akan kakao monokultur yang sedikit pohon pelindung.
memperpendek umur produktif dari pohon kakao, Walaupun demikian, pohon naungan yang terlalu
dan meningkatkan kecenderungan degradasi lahan rapat juga dapat menimbulkan mikroklimat yang
dan memperbesar risiko usaha bagi petani. tidak sehat bagi tanaman kakao, sehingga perlu
pendekatan yang berhati-hati.
Sebaiknya, pohon naungan mempunyai akar yang
dalam supaya mampu mengambil unsur-unsur Tim pengembangan teknologi pada forum
hara yang tidak mudah diserap langsung oleh CSP, terutama melalui program-program yang
akar tanaman kakao. Kemudian, dengan jatuh dikembangkan oleh Mars, akan senantiasa
daunnya, unsur-unsur ini dapat menjadi kompos melanjutkan penelitian tentang aspek fiksasi
untuk tanaman kakao. Tanaman naungan dari Nitrogen dari pohon naungan kakao ini. Idealnya,
jenis legum juga harus dipertimbangkan karena bibit pohon naungan juga dapat dikembangkan
mampu mengikat nitrogen dari udara ke dalam secara integratif melalui kebun bibit dan
tanah, sehingga meningkatkan kesuburan atau kebun induk yang menghasilkan bibit kakao.
ketersediaan unsur hara bagi tanaman kakao. Pohon Di sinilah, tahap awal Program GERNAS dapat
naungan juga mampu mengurangi erosi tanah dan mengupayakan program pemihakan dan subsidi
degradasi lahan lainnya. bagi pengembangan pohon naungan di kebun
kakao petani, sehingga keberlanjutan industri kakao
di Indonesia dapat lebih terjamin.

36
h.  Pemantauan dan evaluasi (MONEV)

Dalam rangka menyukseskan program GERNAS sesuai dengan harapan


pemerintah, petani maupun pelaku industri kakao lain, perlu didirikan suatu sistem
pemantauan dan evaluasi (MONEV) yang kredibel, transparan dan teliti. Perlu
penjelasan mengenai bagaimana kesuksesan program GERNAS akan dievaluasi,
indikator apa yang akan digunakan untuk mengukur kesuksesannya, dan siapa
yang akan bertanggungjawab atas pemantauan ini.
Perlu penjelasan
Usulan mengenai bagaimana
 Sistem pelaporan yang transparan perlu diadakan agar semua stakeholder kesuksesan program
dapat menerima informasi mengenai perkembangan terakhir dalam GERNAS akan dievaluasi,
program GERNAS. indikator apa yang
 Perlu membangun sistem MONEV yang berbasis internet (Sistem Manajamen akan digunakan untuk
Informasi seperti dibahas di atas bisa menjadi suatu bagian dari sistem mengukur kesuksesannya,
MONEV). dan siapa yang akan
bertanggungjawab atas
 Dibutuhkan kegiatan MONEV yang dilakukan oleh lembaga independen
dengan melibatkan institusi yang memiliki kompetensi (bisa memanfaatkan pemantauan ini.
kapasitas CSP dan anggotanya dalam kegiatan MONEV).

 Perlu pelaporan secara reguler (bulanan atau kwarter) hasil MONEV yang dapat
ditelusuri dan akurat dengan tetap menjaga keamanan data.

 Sistem MONEV perlu menjadi bagian dari pembiayaan APBN agar bisa
diupdate setiap saat.

 Data laporan hasil MONEV dianalisis sebelum dipublikasi, tapi hasil MONEV
perlu dipublikasi secara tepat waktu.

37
GERNAS Action Plan 5
Keberhasilan Program GERNAS tergantung pada kerja keras semua stakeholder
yang berkomitmen untuk membangun sebuah industri perkakaoan yang
makmur dan berkelanjutan. Industri kakao Indonesia berpotensi untuk dijadikan
contoh model kemitraan swasta dengan pemerintah (public-private partnership)
yang berhasil dan diikuti oleh sektor pertanian lain di Indonesia. Dalam rangka
menyukseskan GERNAS, harus ada Action Plan yang menentukan kewajiban
dan tanggung jawab semua stakeholder, khususnya dari pemerintah dan pihak
swasta. Tabel berikutnya adalah langkah awal untuk memulaikan proses ini demi
kepentingan masa depan industri kakao Indonesia.

Rencana Aksi Seluruh Stakeholders

Pemerintah Lembaga Penelitian Pelaku industri swasta


/ LSM

1. Identifikasi visi, Sepakat terhadap visi Sepakat terhadap visi Sepakat terhadap visi
tujuan dan sasaran pengembangan kakao pengembangan kakao pengembangan kakao
berkelanjutan. berkelanjutan. berkelanjutan.
Menyediakan peta Menghasilkan teknologi Menghasilkan langkah
pengembangan kakao per tepat guna atau ‘Best praktis dan strategis untuk
lokasi/daerah. Practice’ agar dapat mendukung Program
dimanfaatkan. GERNAS.
Merumuskan tujuan
jangka panjang, kriteria
dan indikator untuk
keperluan MONEV.

39
Pemerintah Lembaga Penelitian Pelaku industri swasta
/ LSM

2. Membangunkan kembali fondasi penting berikut:

Tanah dan Pemupukan Menjamin ketersediaan Menyediakan teknologi Memperbesar skala


pupuk bagi petani. untuk manajemen tanah. aplikasi model bisnis
pengembangan kompos.
Memberikan insentif Menyediakan jasa uji
harga bagi petani kakao tanah dan pemetaaan Membantu kelancaran
untuk menggunakan lahan. suplai dan distribusi
pupuk organik. pupuk.
Memberikan saran dan
Menindak tegas pelaku pertimbangan aplikasi
peredaran pupuk palsu pupuk dan pemupukan
dan memperbaiki yang tepat dosis, tepat
kekurangan yang ada. jenis dan tepat waktu.

Bibit Meningkatkan Membuat dan Mengembangkan


ketersediaan bibit kakao melaksanakan perencaan kebun bibit berbasis
unggul melalui subsidi. produksi SE sesuai klon petani, baik untuk kakao,
anjuran dan melakukan maupun untuk tanaman
Menidirikan dan
kerja sama sistem naungannya.
mensertifikasi kebun
produksi dengan petani
induk (dan kebun bibit).
dan kelompok tani.
Melakukan uji lapang
varietas atau klon kakao
untuk memilih 10 klon
unggulan.

Naungan Menganjurkan tanaman Mengidentifikasi dan Mengembangan sistem


naungan sebagai bagian mencari beberapa agribisnis atau usahatani
sangat vital pada sistem tanaman naungan tanaman naungan yang
produksi kakao, melalui beserta sistem tumpang menguntungkan.
suatu sistem insentif harga sari dengan kakao yang
yang memadai. sesuai dengan kondisi
sumberdaya lokal.
Menyediakan bibit
tanaman naungan.

Sarana dan Prasarana Meningkatkan investasi/ Melakukan kajian Melakukan investasi pada
memberbaiki sarana jalan, beberapa hambatan sarana dan prasarana
sistem irigasi dan drainase, pengembangan sarana yang secara ekonomis
memperkuat lembaga dan prasarana berikut menguntungkan,
penelitian, pusat-pusat jalan keluarnya. termasuk sarana
penelitian, laboratorium pengolahan, faslitas
lapangan dan sumber peningkatan mutu kakao
daya lokal lainnya. dan pasca panen lainnya.

40
Pemerintah Lembaga Penelitian Pelaku industri swasta
/ LSM

3. Pengembangan Mengalokasikan anggaran Secara spesifik Secara berkala


Teknologi untuk perbaikan menentukan kebutuhan berpartisipasi dalam
sistem R&D (riset dan sistem R&D yang sesuai identifikasi R&D yang
pengembangan) pada kebutuhan. dibutuhkan dunia usaha.
sektor kakao
Secara berkala Mendukung upaya-upaya
Mengembangkan menyebarluaskan hasil pengembangan teknologi
sarana dan prasarana di penelitian melaluo dan memberikan ruang
tingkat regional untuk publikasi yang dapat untuk pengembangannya
pengembangan teknologi dimanfaatkan secara secara komersial.
pertanian yang memadai. langsung.
Secara spesifik melakukan
pemutakhiran terhadap
teknologi tepat
guna untuk sistem
pengembangan kakao.

4. Alih Teknologi Menyediakan anggaran Menghasilkan panduan Melengkapi sistem


untuk fasilitator lapangan, praktis sistem usahatani penyuluhan yang
jasa laboratorium, unggul kakao, serta dikembangkan
demplot dan bahan- menuliskan bahan pemerintah dan
bahan pelatihan petani. pelatihan yang mudah perguruan tinggi/lembaga
dipahami. penelitian
Melakukan rekrutmen/
menyediakan anggaran Mengembangkan sistem Mengembangkan model
untuk fasilitator lapangan. informasi dan pelaporan baru untuk alih teknologi
yang mudah dipantau. yang lebih bermanfaat.
Membantu dan memberi
dukungan kepada
fasilitator lapangan.

41
Pemerintah Lembaga Penelitian Pelaku industri swasta
/ LSM

5. Pemberdayaan Memprioritaskan sertifikasi Menganalisis model Bekerja bersama


Petani lahan melalui skema pendampingan dan dengan petani untuk
reforma agraria BPN. pemberdayaan petani mengembangan sistem
yang efektif. rantai pasokan yang
Mengembangkan
efisien dan berkelanjutan.
kebijakan perpajakan Merumuskan model-
yang pro-petani, bukan model sistem pembiayaan Berupaya melakukan
membani. petani yang lebih pembelian langsung
produktif. kepada kelompok tani.
Mendorong reformasi
perbankan untuk Secara berkala, bekerja
memberikan akses kredit bersama dengan petani
bagi petani. untuk pelatihan dan
pemberdayaan kelompok
tani.
Lebih intensif bekerja
bersama dengan
perbankan untuk
menghasilkan sistem
pembiayaan yang lebih
berkelanjutan.

42

You might also like