Professional Documents
Culture Documents
DISPEPSIA
OLEH
NOVELMA AZMI
0808151253
Pembimbing :
dr. DANI ROSDIANA, SpPD
KEPANITRAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam
praktek praktis sehari-hari. Diperkirakan hampir 30% kasus pada praktek umum
dan 60% pada praktek gastroenterologis merupakan kasus dispepsia. Dispepsia
berasal dari bahasa Yunani, dys yang berarti sulit , dan pepse yang berarti
pencernaan.2 Dispepsia adalah istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau
1
kumpulan gejala atau keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di
epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa,
regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada.1 Secara umum, dispepsia terdiri
dari dispepsia organik (40%), dimana terdapat lesi struktural mukosa
gastroduodenum dan dispepsia fungsional (60%), biasanya tidak ditemukan lesi
struktural mukosa gastroduodenum.3 Selain prevalensi dispepsia cukup tinggi,
keluhan tersebut sering kali mengganggu kualitas hidup penderita. Dispepsia
bukan suatu penyakit tapi merupakan suatu kumpulan gejala yang harus dicari
penyebabnya. 4
Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai
penyakit, tentunya termasuk pula penyakit pada lambung, yang diasumsikan oleh
orang awam sebagai penyakit maag/lambung. Penyakit hepato-pankreato-bilier
(hepatitis, pankreatitis kronik, kolesistitis kronik, dll) merupakan penyakit
tersering setelah penyakit yang melibatkan gangguan patologis pada esofagogastroduodenal (tukak peptik, gastritis, dll). Beberapa penyakit di luar sistem
gastrointestinal dapat pula bermanifestasi dalam bentuk sindrom dispepsia, seperti
gangguan kardiak (iskemia inferior/ infark miokard), penyakit tiroid, obat-obatan,
dan sebagainya.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan klasifikasi
Dispepsia merupakan kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri
atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang,
2
rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada yang
menetap atau mengalami kekambuhan.2,7 Dalam konsensus Roma II tahun 2000,
disepakati bahwa definisi dispepsia adalah rasa tidak nyaman di daerah
epigastrium. Dispepsia bukan suatu penyakit tapi merupakan suatu kumpulan
gejala yang harus dicari penyebabnya.1
Dalam konsensus Roma II yang khusus membicarakan tentang kelainan
gastrointestinal fungsional, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai dispepsia
yang berlangsung sekurang-kurangnya 12 minggu, yang mana tidak perlu
berturut-turut dan dalam 12 bulan sebelumnya terdapat:1
Tidak ada bukti dari adanya penyakit organik yang mungkin dapat
menjelaskan simptom.
penyakit
yang
dapat
menyebabkan
sindroma
dispepsia.
dispepsia fungsional ini direvisi lagi menjadi 2 subtipe yaitu post prandial
distress syndrome dan epigastric pain syndrome.3
Dispepsia fungsional berdasarkan krieria Roma II dan Roma III
Roma II
Dispepsia fungsional
Berlangsung sekurang-kurangnya selama 12
minggu, dalam 12 bulan yang ditandai
dengan, :
- Gejala yang menetap atau berulang
(nyeri atau tidak nyaman yang berpusat
pada abdomen atas)
- Tidak ada bukti penyakit organik
(berdasarkan endoskopi)
- Tidak ada bukti bahwa dyspepsia
berkurang setelah defekasi atau
perubahan pola dan bentuk defekasi
a. Dispepsia like-ulcer
b. Dispepsia like-dysmotility
c. Dispepsia Unspecified
Roma III
Dispepsia fungsional
Kriteria diagnosis, termasuk didalamnya satu
atau lebih gejala dibawah ini, :
1. Rasa tidak nyaman setalah makan
2. Cepat merasa kenyang
3. Nyeri epigastrium
4. Rasa terbakar didaerah epigastrium
Dan tidak ada bukti penyakit struktural
(berdasarkan endoskopi) yang menyebabkan
gejala diatas.
a. Sindrom distress postprandial
Kriteria, :
1. Rasa tidak nyaman setalah makan
sehari-hari
sekurang-kurangnya
beberapa kali seminggu
2. Rasa cepat merasa kenyang setelah
makan sehari-hari sekurang-kurangnya
beberapa kali seminggu
Kriteria supportif, :
1. Terasa kembung pada perut atas atau
mual setelah makan atau sendawa yang
berlebihan
2. Bersama dengan nyeri epigastrik
b. Sindrom nyeri epigastrik
Kriteria, :
Nyeri atau rasa terbakar terlokalisir di
epigastrium
derajat
sedang
sekurangkurangnya sekali seminggu
1. Nyeri bersifat intermiten
2. Tidak menyebar ke region abdomen
lainnya atau region dada
3. Tidak berkurang setelah defekasi atau
flatus
4. Tidak memenuhi criteria gangguang
kandung empedu
Kriteria supportif, :
1. Nyeri dapat terasa seperti terbakar
2.2 Epidemiologi
Dispepsia merupakan salah satu masalah pencernaan yang paling umum
ditemukan. Dialami sekitar 20%-30% populasi di dunia setiap tahun. 1,3
Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang
dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Hanya sebagian kecil
terdokumentasi penyebab organiknya, sehingga diasumsikan sebagian besar
adalah dispepsia fungsional. Data di negara barat menunjukkan angka prevalensi
dispepsia berkisar 7-41%, tapi hanya 10-20% yang mencari pertolongan medis.
Angka insidens dispepsia diperkirakan antara 1-8%.1 Data Depkes tahun 2004
menempatkan dispepsia di urutan ke 15 dari daftar 50 penyakit dengan pasien
rawat inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3%. Pada dispepsia
fungsional, umur penderita dijadikan pertimbangan sering ditemukan pada usia
diatas 20 tahun sedangkan dispepsia organik seperti kasus keganasan sering
ditemukan pada usia diatas 45 tahun. Wanita lebih sering daripada laki-laki.2
2.3 Etiologi
Secara garis besar, penyebab sindroma dispepsia ini dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu kelompok penyakit organik dan gangguan fungsional.
5
Penyebab Dispepsia1
Esofago-gastro-duodenal
Obat-obatan
Antiinflamasi non-steroid,
digitalis, antibiotik
Hepato-bilier
Hepatitis,
kolesistitis,
kolelitiasis,
keganasan, disfungsi sfingter Odii
Pankreas
Pankreatitis, keganasan
Gangguan fungsional
teofilin,
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi dari dispepsia organik tergantung dari penyakit organik yang
mendasarinya. Sedangkan pada dispepsia fungsional, proses patofisiologis yang
paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan dispepsia
fungsional, yaitu: 1
a. Sekresi asam lambung
Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi
asam lambung, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin
yang rata-rata normal. Diduga adanya sensitivitas mukosa lambung
terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.
b. Helicobacter pylori (Hp)
Peran Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya
dimengerti dan diterima. Dari berbagai laporan, kekerapan Hp pada
dispepsia fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna dengan
angka kekerapan Hp pada kelompok orang sehat.
c. Dismotilitas gastrointestinal
Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi
perlambatan pada pengosongan lambung dan adanya hipomotilitas antrum
(sampai 50% kasus), tapi harus dimengerti bahwa proses motilitas
gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks sehingga
gangguan pengosongan lambung tidak dapat mutlak mewakili hal tersebut.
d. Ambang rangsang persepsi
6
pada
pemeriksaan
diperlukan
anamnesis
lengkap
diantaranya berapa sering terjadi keluhan dispepsia, sejak kapan terjadi keluhan,
adakah berkaitan dengan konsumsi makanan, konsumsi obat tertentu dan aktivitas
tertentu dapat menghilangkan keluhan atau memperberat keluhan, adakah nafsu
makan menghilang, muntah, muntah darah, BAB berdarah, batuk atau nyeri dada.
Pasien juga ditanya ada konsumsi obat obat tertentu, atau dalam masa
terdekat pernah operasi saluran cerna, ada riwayat penyakit ginjal, jantung atau
paru. Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan
jamu yang dijual bebas di masyarakat. Hubungan dengan jenis makanan tertentu
perlu diperhatikan. Tanda dan gejala "alarm"(peringatan) seperti disfagia, berat
badan turun, nyeri menetap dan hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah
yang sangat sering, hematemesis, melena atau jaundice kemungkinan besar adalah
merupakan penyakit serius yang memerlukan pemeriksaan seperti endoskopi dan /
atau USG atau CTScan untuk mendeteksi struktur peptik, adenokarsinoma gaster
atau esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau keganasan pankreas
empedu.
Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial
misalnya: masalah anak (meninggal, nakal, sakit, tidak punya), hubungan antar
manusia (orang tua, mertua,tetangga, adik ipar, kakak), hubungan suami-istri,
pekerjaan dan pendidikan (kegiatan rutin, penggusuran, pindah jabatan, tidak
naik pangkat). Hal ini berakibat eksaserbasi gejala pada beberapa orang.
Pasien ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, nyeri
berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau antasid. Nyeri sering
membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan pada ulkus duodenum.
Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk setelah
makan kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak
spesifik (bedakan dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala
perasaan asam pada mulut. Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan
biasanya didapatkan pada penyakit esofagus, gastritis erosif dan karsinoma.
8
Sebaliknya bila muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi pada
ulkus duodenum. Pasien dispepsia non ulkus lebih sering mengeluhkan gejala di
luar GI, ada tanda kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian
psikotropik.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra-abdomen atau
intra lumen yang padat misalnya tumor, organomegali, atau nyeri tekan sesuai
dengan adanya ransang peritoneal/peritonitis. Inspeksi pada distensi, asites, parut,
hernia yang jelas, ikterus, dan lebam. Auskultasi pada bunyi usus dan karekteristik
motilitasnya. Palpasi dan perkusi abdomen, perhatikan tenderness, nyeri,
pembesaran organ dan timpani. Pemeriksaan tanda vital bisa ditemukan takikardi
atau nadi yang tidak regular. Auskultasi bunyi gallop atau murmur di jantung.
Perhatikan dan lakukan pemeriksaan terhadap ektremitas, adakah terdapat edema
perifer dan dirasakan akral hangat atau dingin. Lakukan juga perabaan terhadap
kelenjar limfa.
Membedakan dispepsia organik dan dispepsia fungsional 1,4
Dispepsia Organik
Dispepsia Fungsional
Anamnesis
1. Adanya
penyakit
organik
yang
menyertai misalnya tukak peptik,
gastritis, batu kandung empedu, Ca
saluran cerna bagian atas
2. Adanya alarm symtoms seperti
Usia >55 tahun (new onset), disfagia
atau odinofagia yang progresif, rectal
bleeding or melena, ada riwayat
keluarga yang menderita kanker saluran
cerna bagian atas, berat badan turun
>10% berat badan normal, ada riwayat
keganasan atau operasi pada gaster, ada
riwayat ulkus peptikum, anoreksia/cepat
kenyang, jaundice, muntah yang
persisten, anemia atau bleeding, ada
massa di abdomen.
PF
Adanya
kelainan
intraabdomen
/intralumen yang padat/tumor, adanya
9
Anamnesis
1. Tanpa ada keluhan penyakit somatik/da
yang menyertai
2. Gejala sesuai dengan tipe dispepsia
- Dispepsia tipe ulkus yang domin
nyeri epigastrik
- Dispepsia tipe dismotilitas ya
dominan keluhan kembung, mu
muntah, rasa penuh dan ce
kenyang
- Dispepsia tipe non-spesifik, tid
ada keluhan yang dominan
PF
Tidak ditemukan kelainan intraabdom
organomegali
Pemeriksaan penunjang
Radiologi, endoskopi, dan laboratori
tidak ada kelainan dan dalam batas norma
3. Bersifat idiopatik
4. Berhubungan dengan faktor psikososial
2.6 Diagnosis
Diagnosis dispepsia fungsional adalah diagnosis yang telah ditetapkan,
dimana pertama sekali penyebab kelainan organik atau struktural harus
disingkirkan melalui pemeriksaan. Pemeriksaan yang pertama dan banyak
membantu adalah pemeriksaan endoskopi. Oleh karena dengan pemeriksaan ini
dapat terlihat kelainan di oesophagus, lambung dan duodenum. Diikuti dengan
USG (Ultrasonography) dapat mengungkapkan kelainan pada saluran bilier,
hepar, pankreas, dan penyebab lain yang dapat memberikan perubahan anatomis.
Pemeriksaan hematologi dan kimia darah akan dapat mengungkapkan penyebab
dispepsia seperti diabetes, penyakit tyroid dan gangguan saluran bilier. Pada
karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa pertanda tumor.
2.7 Pemeriksaan penunjang
Pada dasarnya langkah pemeriksaan penunjang diagnostik adalah untuk
mengidentifikasi adanya gangguan organik. Pemeriksaan laboraturium, radiologi
dan endoskopi merupakan langkah yang paling penting.1 Pemeriksaan radiologi,
yaitu OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter pylori, USG abdomen,
dan urea breath test. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain
sebagai diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
dengan endoskopi adalah: 6
a. CLO (rapid urea test)
b. Patologi anatomi (PA)
c. Kultur mikroorganisme (MO) jaringan
d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian
Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan segera terutama pada pasien
dengan keluhan yang muncul pertama kali pada usia tua atau pasien dengan alarm
symptoms untuk menyingkirkan kausa organik pada pasien dispepsia.5
10
2.8 Penatalaksanaan
Strategi penatalaksanaan:2
a. Bila tidak ada alarm symptoms terapi empirik
b. Bila
ada
alarm
symptoms
segera
lakukan
pemeriksaan
esofagogastroduodenoskopi (EGD)
c. Tiap-tiap pasien mempunyai karakteristik dan keluhan tersendiri (tailor
made)
d. Terapi psikologis dan terapi edukasi penting untuk dispepsia fungsional
e. Kadang-kadang pada satu pasien terdapat overlap (dispepsia, GERD, IBS)
11
12
1.
Terapi umum:7
A. Istirahat
B. Diet
a. Seimbang antara karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin
b. Jangan banyak pantangan
C. Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup pada pasien dengan dispepsia fungsional meliputi:2
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
2. Medikamentosa:
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:1
a. Antasid
Antasida merupakan obat yang paling umum dikonsumsi oleh pasien
dispepsia, tapi dalam studi metaanalisis, obat ini tidak lebih unggul
dibandingkan plasebo. Golongan obat ini mudah didapat dan murah.
Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya
mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat.
Pemberian antasid jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk
mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama,
juga berkhasiat adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis
besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
b. Antikolinergik
Kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin
bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi
asam
lambung
sekitar
28-43%.
Pirenzepin
juga
memiliki
efek
sitoprotektif.
c. Antagonis reseptor H2
Obat ini juga umum diberikan pada pasien dispepsia. Umumnya
manfaatnya ditujukan untuk menghilangkan rasa nyeri ulu hati. Golongan
obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau
esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis
respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
d. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI
adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
e. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).
Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel
14
15
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Nn.S
Umur
: 15 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Pelajar
Status
: Belum menikah
No. MR
: 74 92 80
Masuk RS
: 18 Desember 2012
ANAMNESIS (Auto-anamnesis)
16
Keluhan Utama
Nyeri ulu hati sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 tahun SMRS pasien mulai sering merasakan nyeri ulu hati hilang
timbul dan tidak menjalar, mual (+), muntah tidak ada, perut terasa
kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh dan rasa tak nyaman bertambah
saat makan, demam (-), menggigil (-), nyeri menelan (-). Biasanya ketika
nyeri ulu hatinya kambuh pasien membeli obat di warung (Promag) dan
biasanya nyerinya hilang setelah minum obat tersebut. Pasien tidak ada
mengeluhkan nyeri dada ataupun rasa panas di dada. BAK tidak ada
keluhan, riwayat BAB berdarah atau berwarna hitam (-), riwayat muntah
hitam atau berdarah (-), penurunan berat badan (-). Pasien mengaku tidak
biasanya, pasien membeli obat di warung ketika nyeri ulu hatinya kambuh.
2 hari SMRS pasien mengeluhkan nyeri ulu hatinya kambuh lagi seperti
terasa ditekan dan menyesak sehingga menimbulkan sesak pada pasien,
nyeri tidak menjalar, mual (+), muntah tidak ada, demam tidak ada, batuk
(+), tidak ada nyeri dada ataupun rasa panas di dada, Buang air kecil dan
buang air besar lancar, tidak ada keluhan. Pasien kemudian berobat ke
RSUD AA.
DM (-)
Hipertensi (-)
17
Tidak ada keluarga yang punya riwayat kanker saluran cerna bagian atas
: Komposmentis
: Tampak sakit sedang
: 110/70mmHg
: 84x/menit
: 22x/menit
: 36.30C
Pemeriksaan Fisik
Kepala
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, udem palpebra tidak
-
ada.
Leher :
Inspeksi
Palpasi
Toraks
Paru :
Inspeksi
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
hepar dan lien tidak teraba, ballotemen (-/-), tidak ada teraba
massa.
-
Perkusi
: Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-/-)
Auskultasi
: Bising usus (+) Normal
Ekstremitas
Akral hangat
Refilling kapiler < 2 detik
Edema (-)
Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 18 Desember 2012
Darah rutin :
- Hb
: 11,3 g/dl
- Ht
: 34,7 %
- Leukosit
: 7.700/mm3
- Trombosit
: 270.000/mm3
- GDS
: 91 mg/dl
RESUME
Nn.S, perempuan , 15 tahun, datang ke RSUD AA Pekanbaru dengan keluhan
utama nyeri ulu hati yang semakin menyesak sejak 2 hari SMRS. Dari anamnesis
didapatkan bahwa pasien sering merasakan nyeri ulu hati yang hilang timbul,
mual (+), kembung (+), cepat kenyang, perut terasa penuh, nyeri bertambah saat
makan dan nyeri berkurang setelah mengkonsumsi obat (promag), batuk (+) dan
sesak (+). Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium.
DIAGNOSIS KERJA :
Dispepsia fungsional tipe dismotilitas
19
RENCANA PEMERIKSAAN :
- Pemeriksaan kimia darah
- Pemeriksaan analisa gas darah
- Endoskopi
RENCANA PENATALAKSANAAN
Terapi umum:
Istirahat
Diet
Medikamentosa:
- IVFD RL 20 tetes/mnt
- Injeksi ranitidin 2x1 amp
- Antasid syr 3x 1sdm
- Domporidon 3x1 mg
- Alprazolam 1x0,25mg
Follow up
19 Desember 2012
20
: Nyeri ulu hati (+), nafsu makan kurang, mual (+), muntah (-), BAB dan
BAK tidak ada keluhan.
: - IVFD RL 20 tetes/mnt
- Injeksi ranitidin 2x 50 mg
- Antasid syr 3x 1 sdm
- Alprazolam 1x 0,25 mg
- Domperidon 3x 10 mg
20 Desember 2012
S
: Nyeri ulu hati berkurang, mual (+), muntah (-), BAB dan BAK tidak ada
keluhan.
: - IVFD RL 20 tetes/mnt
- Injeksi ranitidin 2x 50 mg
- Antasid syr 3x 1 sdm
- Alprazolam 1x 0,25 mg
- Domperidon 3x 10 mg
21 Desember 2012
21
: Nyeri ulu hati berkurang, nafsu makan baik, mual (-), muntah (-), BAB
tidak ada keluhan.
: - IVFD RL 20 tetes/mnt
- Injeksi ranitidin 2x 50 mg
- Antasid syr 3x 1 sdm
- Alprazolam 1x 0,25 mg
- Domperidon 3x 10 mg
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini dari anamnesis didapatkan keluhan utama yang membawa
pasien datang berobat ke rumah sakit adalah nyeri ulu hati yang semakin berat dan
terasa menyesak sejak 1 hari SMRS. Pasien sudah mengeluhkan adanya nyeri ulu
hati sejak 1 tahun SMRS, keluhan nyeri ulu hati hilang timbul dan tidak menjalar,
pasien juga merasa mual namun tidak sampai muntah, perut terasa kembung,
cepat kenyang, rasa perut penuh dan rasa tak nyaman bertambah saat makan.
Keluhan yang dirasakan pasien ini merupakan kumpulan gejala yang pada
umumnya ditemukan pada sindroma dispepsia.
Keluhan sindroma dispepsia yang dirasakan oleh pasien sudah
berlangsung lebih kurang selam 1 tahun terakhir, keluhan bersifat kronis dan
sering kambuh, dari anamnesis didapatkan juga bahwa pasien tidak ada melena,
22
Pada pasien ini tidak ditemukan adanya alarm symptoms. Rasa perut yang
cepat penuh pada pasien ini bukanlah suatu tanda obstruksi saluran cerna namun
pada pasien dengan dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan
lambung sehingga pasien merasa perutnya cepat penuh. Pada pasien tidak terdapat
keluhan nyeri menelan, muntah dan perubahan pola BAB ini dapat menyingkirkan
diagnosis banding Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) dan Irritable Bowel
Syndrome (IBS).
Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang
lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja. Dari hasil pemeriksaan darah bila
ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Dalam kasus pasien ini,
pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan darah rutin, namun tidak adanya
leukositosis, hal ini dapat menyingkirkan fakta adanya infeksi saluran cerna
bagian atas yang mungkin menjadi penyebab timbulnya dispepsia pada pasien ini.
Prinsip penatalaksanaan dispepsia pada pasien ini sesuai dengan
penatalaksaan dispepsia tanpa alarm symptoms, yaitu dengan menggunakan terapi
empirik dengan obat-obatan dan hasilnya juga memuaskan, yang mana pasien
sembuh dengan obat-obatan yang diberikan. Hal ini sesuai dengan konsensus
nasional
sebelum diperiksa H.pylori perlu diberikan terapi empirik terlebih dahulu, yaitu
dengan anti asam seperti penghambat reseptor H2 dan penghambat pompa proton
selama 2 minggu. Jika tidak ada perbaikan maka perlu dilakukan evaluasi untuk
mengidentifikasi H.pylori. pemeriksaan H.pylori
noninvasif dan invasif. Pemeriksaan noninvasif terdiri dari urea breath test
(UBT), serologi IgG H.pylori dan stool antigen test (SAT), sedangkan
pemeriksaan iinvasif dapat dilakukan dengan 3 cara, yakni rapid urea test,
pemeriksaan histologi dan kultur.
Endoskopi direkomendasikan sebagai investigasi pertama pada evaluasi
penderita dispepsia dan sangat penting untuk dapat mengklasifikasikan keadaan
pasien apakah dispepsia organik atau fungsional. Dengan endoskopi dapat
dilakukan biopsi mukosa untuk mengetahui keadaan patologis mukosa lambung.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
26