You are on page 1of 7

Proses Absorpsi

Absopsi Fisika
Process absorpsi fisika dilakukan dengan menggunakan pelarut organik untuk mengabsorpsi gas
asam secara fisik. Process absorpsi gas asam seperti CO 2 bergantung pada tekanan dan suhu
umpan. Penghilangan CO2 secara absorpsi ini secara optimum dilakukan pada tekanan yang
sangat tinggi dan suhu yang rendah. Hal ini dikarenakan pada keadaan ini, tekanan parsial CO2
akan meningkat sedangkan tekanan uapnya menurun sehingga pemisahan menjadi sangat
efektif. Setelah pemakaian pelarut sebagai absorben gas asam. Pelarut ini dapat diregenerasi.
dengan proses flashing ke tekanan rendah atau dengan stripping menggunakan uap atau gas
inert, sementara sebagian pelarut lain bisa diregenerasi hanya dengan proses flashing tanpa
panas tambahan (seperti dimetil eter dari polietilen glikol). Proses ini berlangsung pada
tekanan yang rendah dan suhu yang tinggi.Pemilihan dari proses absorpsi fisika untuk
menghilangkan CO2 dari gas alam untuk proyek LNG diinginkan memiliki ketentuan
sebagai berikut:

Tekanan parsial CO2 dalam umpan harus 50 psi atau lebih tinggi.
Konsentrasi hidrokarbon berat dalam umpan harus rendah. Hidrokarbon berat yang
dimaksud adalah C3+.
Hanya sebagian gas asam yang perlu dihilangkan.
Selektivitas penghilangan gas asam berfokus pada CO2. Ada berbagai proses fisika
untuk menghilangkan CO2 dari gas alam, namun tidak semua proses yang tersedia
mampu menyisihkan CO2 sampai ke spesifikasi dari LNG standar, yaitu 50 -100 ppmv
of 2.5% CO2 sebagai produk.

Proses absorpsi Fisika ini diantaranya:


a. Process dengan Selexol (Selexol Process)
Proses absorpsi ini menggunakan pelarut carbide selexol, yaitu pelarut yang terbuat dari dimetil
eter dari polietilen glikol [CH 3(CH2CH2O) nCH3], dengan n adalah nilai antara 3 sampai 9
(Johnson and Homme, 1984). Proses absorpsi dengan selexol ini harus didahului dengan
proses gas dehydration sebelum memasuki unit absorpsi selexol.
Keuntungan dari proses selexol:

Kenaikan panas pelarut dalam absorber rendah karena tidak ada panas dari reaksi kimia.
Sweet gas dari absorber kering karena afinitas dari pelarut selexol dengan air tinggi.
Biaya pabrik dan biaya operasi minimal.
Regenerasi dari pelarut adalah dengan stripping menggunakan udara, sehingga tidak
diperlukan panas dari reboiler.
Proses selexol memungkinkan untuk pembangunan sebagian besar pabrik dengan
material carbon-steel (baja karbon) karena karakternya yang tidak berair dan sifat
kimianya yang inert.

Kekurangan dari proses selexol:

Pelarut memiliki afinitas tinggi pula untuk hidrokarbon berat yang akan dihilangkan
pula sekaligus dengan CO2, sehingga akan terjadi kerugian hidrokarbon berat
(kondensat).
Proses ini lebih efisien dioperasikan pada tekanan yang tinggi.

b. Proses dengan rectisol


Proses rectisol menggunakan metanol dingin sebagai pelarut, dan karena tekanan uap tinggi
dari metanol, proses ini biasanya dioperasikan pada rentang suhu -30 sampai -100F. Kondisi
tersebut merupakan kondisi yang sangat cocok, karena jumlah senyawa hidrokarbon rantai
yang lebih panjang, seperti etana dan komponen yang lebih berat sangat terbatas (Weiss,
1988). Ada banyak proses konfigurasi yang mungkin untuk proses rectisol tergantung pada
proses persyaratan/spesifikasi dan skalabilitas. Proses rectisol sekarang ini banyak digunakan
dalam industri gas alam untuk menghilangkan CO2.
Keuntungan dari proses rectisol:

Pelarut metanol tidak berbusa dan benar -benar larut dengan air sehingga bisa
mengurangi losses.
Memiliki stabilitas termal dan kimia yang tinggi.
Pelarut non-korosif.
Tidak ada masalah degradasi.
Baja karbon dapat secara luas digunakan untuk peralatan absorber jenis ini.
Pelarut kaya dapat dengan mudah diregenerasi dengan flashing pada tekanan rendah,
sehingga mengeliminasi kebutuhan untuk panas reboiler.

Kekurangan dari proses rectisol:

Pelarut metanol dingin yang digunakan mampu menyerap jejak logam komponen seperti
merkuri (Hg) untuk membentuk amalgam dalam proses suhu rendah.
Skema kompleks rectisol dan kebutuhan untuk mendinginkan hasil pelarut mengunjuk
kepada biaya modal dan operasional pabrik.

c. Proses dengan Flour


Proses dengan pelarut fluor adalah salah satu proses yang cukup terkenal untuk
menghilangkan gas asam saat tekanan parsial gas CO2 pada umpan tinggi (>60 psia), atau
saat gas asam yang ingin dihilangkan kandungan CO2-nya cukup tinggi. Proses ini didasarkan
pada sifat fisik pelarut propilen karbonan (FLUORTM) untuk penghilangan propylene
karbonat (C 4H6O3), adalah pelarut polar dengan afinitas tinggi untuk CO2 dan nilai ij
untuk C1 or C2 tinggi, sehingga kehilangan hidrokarbon dalam aliran CO2 yang keluar bisa
diminimalisasi.Pada awalnya proses fluor terbatas hanya untuk menghilangkan gas asam
dengan komposisi dari C5+ dalam aliran gas alam rendah. Namun, penelitian baru-baru
ini telah mengembangkan konfigurasi baru untuk gas treating, sehingga mampu menjangkau
kondisi-kondisi yang lebih ekstrem. Misalnya, sekarang ada proses fluor untuk gas alam

dengan kandungan CO2 rendah sampai medium, dan proses fluor untuk gas alam dengan
kandungan CO2 medium sampai tinggi.
Keuntungan dari proses fluor:

Proses fluor mengharuskan energi bukan dari sumber api untuk meregenerasi pelarut.
Pelarut fluor memiliki kelarutan CO2 yang tinggi dan kemampuan tinggi untuk mengikat
CO2.
Tidak dibutuhkan air tambahan untuk meregenerasi pelarut.
Operasinya sederhana dan keluarannya berupa gas kering.
Saat CO2 pada umpan meningkat, tidak diperlukan banyak modifikasi pada sistem.

Kekurangan dari proses fluor:

Sirkulasi pelarut untuk proses fluor tinggi.


Pelarut fluor sangat mahal (SPE 14057).
Pelarut memiliki afinitas tinggi untuk hidrokarbon berat yang akan dihilangkan bersama
dengan CO2 sehingga menghasilkan kerugian senyawa hidrokarbon rantai panjang
(kondensat).

Absorpsi Kimia
Proses absorpsi kimia adalah proses pemisahan gas asam berdasarkan pada reaksi
eksotermis dari pelarut untuk menghilangkan keberadaan CO2 dari gas alam. Kebanyakan
absorpsi kimia merupakan reaksi kimia reversibel. Bahan reaktif (pelarut) menghilangkan CO2
berada dalam kontaktor pada tekanan tinggi dan diharapkan pada suhu rendah. Reaksi ini
kemudian dibalik oleh proses stripping endotermis pada suhu tinggi dan tekanan rendah.
Proses absorpsi kimia sangat aplikatif saat tekanan parsial gas asam (CO2) rendah dan
spesifikasi akhir gas alam yang diinginkan rendah. Dalam proses ini, Kadar air dalam gas
meminimalisir absorpsi senyawa hidrokarbon rantai panjang , sehingga membuat pelarut lebih
cocok untuk men -treating gas umpan dengan kandungan senyawa hidrokarbon rantai
panjang yang cukup tinggi. Mayoritas pelarut kimia proses absorpsi ini menggunakan baik
amina maupun karbonat.
a. Absorpsi Kimia dengan Potassium Carbonate (K2CO3)
Proses absorpsi ini menggunakan pelarut kalium karbonat dan bekerja lebih baik pada tekanan
gas parsial CO2 berkisar antara 30-90 psi, reaksi utama dari proses ini adalah sebagai berikut:
K 2 C O3+CO 2 + H 2 O 2 KHCO 3
Namun, (Ruziska, 1973) mengatakan bahwa persamaan reaksi di atas sebenarnya merupakan
proses dengan dua tahapan. Tahap pertama adalah tahap hidrolisis dari kalium karbonat seperti
reaksi di bawah ini:
K 2 C O3+ H 2 O KOH + KHC O 3

Sementara tahapan kedua adalah reaksi yang membuat kalium hidroksida terbentuk selama
proses hidrolisis dengan CO2 untuk membentuk kalium bikarbonat.
KOH +CO 2+ H 2 O KHCO 3
Reaksi dengan karbondioksida memberikan dua bagian (mol) kalium bikarbonat saat
masing-masing kalium karbonat bereaksi. Karena itu konsentrasi dari pelarut (K2CO3) untuk
penghilangan CO2 dikontrol dengan kelarutan kalium bikarbonat.
Keuntungan dari proses kalium karbonat:

Steam yang digunakan dalam sistem tidaklah banyak karena masing-masing kolom
absorber dan stripper dioperasikan pada temperatur yang hampir sama (sistem isotermal).
Operasinya murah.
Degradasi dari pelarut minimal.
Operasinya merupakan operasi sistem sirkulasi yang berkesinambungan dengan bahan
kimia yang murah.

Kekurangan dari proses kalium karbonat:

Kalium karbonat menyebabkan tekanan korosi pada unit-unitnya.


Pelarut kalium karbonat bereaksi dengan sejumlah corrosion inhibitor (zat kimia
yang berfungsi untuk menghalangi terjadinya korosi) sehingga menyebabkan erosi
pada unit unitnya.
Kecenderungan untuk foaming dan terbentuknya suspensi padat cukup tinggi dalam
mengurangi CO2 pada pelarut (di kolom stripper).
Pelarut yang meninggalkan kolom stripper berpada pada kondisi temperatur jenuh
dan sebagian tervaporisasi di pompa penghisap, sehingga menyebabkan vibrasi dan
keausan yang berbahaya bagi impeller dari pompa yang digunakan.

b. Absorpsi Kimia dengan Pelarut Amine (MEA, DEA, MDEA)


Proses penghilangan gas asam CO2 dan H2S dengan menggunakan amine merupakan
teknik absorbsi secara kimia. Dalam absorbsi secara kimia, Proses penghilangan polutan
tersebut dilakukan dengan melibatkan reaksi kimia pada tekanan tinggi dan suhu rendah.
Senyawa amina adalah pelarut yang paling banyak digunakan pada proses absorpsi ini
karena senyawa amina dapat bereaksi dengan CO2 membentuk senyawa kompleks (ion
karbamat) dengan ikatan kimia terputus yang lemah (Wang 2003). Ikatan kimia ini dapat dengan
mudah terputus dengan pemanasan ( mild heating)sehingga memudahkan proses regenerasi
absorben (senyawa amina). Solvent yang umumnya digunakan dalam proses ini diantaranya
adalah,
1. Monoethanol amine (MEA)
2. Diethanolamine (DEA)
3. Monodiethanol amine (MDEA)

Ketiga senyawa amina tersebut memiliki kemampuan menyerap CO2 yang baik, laju absorpsi
yang cepat, dan mudah untuk diregenerasi (Astarita 1983, Barth 1984, Yu 1985). Berikut ini
adalah perbandingan kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pelarut tersebut
N
o
1
2
3

MEA
Paling ekonomis
Reaktif dengan CO2 namun
korosif
Tekanan uap tinggi sehingga
sulit diregenerasi

Sifat/Karakteristik
DEA
Tidak terlalu mahal
Senyawa moderat, tidak terlalu
korosif
Tekanan uap cukup rendah

MDEA
Paling mahal
Tidak korosif
Mudah diregenerasi

Pemilihan Membran untuk Pemisahan Gas Alam


Kriteria yang penting bagi pemilihan membrane yang tepat untuk pemisahan gas didasari oleh
faktor-faktor penting seperti (a) selektivitas membran (b) kemampuan material membran untuk
bertahan dari pembengkakan dan kerusakan lainnya (c) kemampuan untuk memproses material
membran untuk tetap bekerja dengan kekuatan mekanik yang tinggi di bawah kondisi suhu
ekstrim dan campuran feed yang bervariasi.
Dewasa ini ilmu pengetahuan yang digunakan seperti termodinamika, kinetika transfer massa,
dan ilmu material sama pentingnya untuk mengendalikan morfologi yang ingin digunakan dan
dibutuhkan agar proses berjalan secara efisien dan juga mampu memprediksi sifat dari membran
dari pengaruh campuran feed dan kondisi operasi yang berubah-ubah.
a. Membran Polimer
Membran polimer paling banyak dipilih untuk proses pemisahan hingga saat ini di berbagai
industri seperti oil & gas dan petrokimia. Driving force dari separasi ini adalah pressure
gradient sepanjang material membran. Maka dari itu, kompresi dari feed gas dibutuhkan
untuk menyediakan driving force yang cukup untuk permeasi.
Dua jenis polimer yang sering digunakan adalah polimer kaca dan polimer karet. Polimer
kaca lebih kokoh sementara polimer karet lebih halus dan fleksibel. Polimer karet unggul
dalam permeabilitas sementara polimer kaca unggul dalam selektivitas. Secara struktur,
membran terbagi menjadi membran microporous dan membran nonporous dense. Membran
microporous memiliki struktur kokoh dengan pori-pori antara 0.01 hingga 10 mikrometer
sementara membran nonporous dense adalah lapisan film yang memanfaatkan difusi dengan
driving force pressure, concentration, atau electrical potential gradient.
b. Membran Inorganik
Membran inorganik yang biasanya berupa keramik digunakan untuk pemisahan gas karena
stabilitas akan temperatur, mekanik, dan kimiawi yang baik. Membran inorganik juga
memiliki struktur baik nonporous maupun microporous.

Pemilihan membran untuk proses kami memiliki pertimbangan tambahan yaitu mampu bekerja
untuk proses dehidrasi. Setelah mencari di berbagai sumber, kami memilih material polyimide,
sebuah polimer dengan sifat yang sangat baik dan mampu bekerja di proses dehidrasi.

Dafpus
Anonim. 2008. Three Basic Methods to Separate Gases. CO2 Capture Project.
Anonim. Membrane Separation Technologies. RTI International.
Abedini, Reza & Nezhadmoghadam, Amir. 2010. Application of Membrane is Gas Separation
Process : Its Suitability and Mechanism. Department of Chemical Engineering, Faculty of
Engineering, Ferdowski University of Marshhad, Iran.
Salleh, W. N. W. & Ismail, A.F. 2014. Carbon Membranes for Gas Separation Processes :
Recent Progress and Future Perspective. Faculty of Petroleum and Renewable Energy
Engineering, Universiti Teknologi Malaysia, Johor Baru, Malaysia.

You might also like