Professional Documents
Culture Documents
SKABIES
1812 Gales melaporkan telah menemukan S. scabiei dan tungau yang ditemukannya
tersebut dilukis oleh Meunir. Sayangnya, penemuan Gales tidak dapat dibuktikan oleh
ilmuwan lainnya. Pada tahun 1820 Raspail menyatakan bahwa tungau yang ditemukan
Gales identik dengan tungau keju sehingga Gales dinyatakan sebagai penipu. Penemuan
Gales baru diakui pada tahun 1839 ketika Renucci, seorang mahasiswa dari Corsica berhasil
mendemonstrasikan cara mendapatkan tungau dari penderita scabies dengan sebuah jarum.
Klasifikasi
Dalam klasifikasi Sarcoptes scabiei termasuk:
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Arachnida
Ordo
: Acari / Acariformes
Subordo
: Acaridida
Supercohort
: Psoroptides
Superfamili
: Sarcoptoidea
Family
: Sarcoptidae
Genus
: Sarcoptes
Jenis
: Sarcoptes scabiei L.
Morfologi
Sarcoptes scabiei merupakan tungau yang berukuran kecil, mikroskopis, berbentuk
lonjong, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen dan
berwama putih kotor (Gambar 1). Hidup dipermukaan atau di dalam lapisan kulit dari
berbagai mamalia, termasuk manusia. Fain (1968) dalam Krantz (1978) telah mampu
mengidentifikasi 5 bentuk yang berbeda dari tungau ini, yang dikoleksi dari 1). Manusia, 2).
Camels / unta, 3). Babi , 4). Berbagai mamalia Afrika, seperti kambing, kudu dan, 5). Kuda
dari Afrika Selatan dan Amerika Serikat.
Ukuran tungau sangat bervariasi, yang betina berukuran lebih besar dari yang jantan
yaitu kurang lebih 330-450 x 250-350 mikron, sedang yang jantan berukuran 200-240 x 150200 mikron.
Gambar VIII. 1. Sarcoptes scabiei. A. Jantan (dorsal); B. Jantan (ventral); C. Betina (dorsal);
D. Betina (ventral); E. Tungau betina dan telumya di dalam terowongan; F. Larva
berkaki 6 (ventral). (Sumber: Belding, 1942).
Tubuh tungau terbagi 2 yaitu bagian anterior yang disebut nototoraks dan bagian
posterior yang disebut notogaster. Nototoraks dan notogaster masing-masing mempunyai 2
pasang kaki. Pada tungau betina, 2 pasang kaki kedua berakhir dengan rambut sedangkan
pada tungau jantan, sepasang kaki ketiga berakhir dengan rambut dan kaki ke-empat
berakhir dengan ambulakral, yaitu semacam alat untuk melekatkan diri.
Alat genital tungau betina ini berbentuk celah yang terletak pada bagian ventral
sedangkan alat genital jantan berbentuk huruf Y dan terletak di antara pasangan kaki ke
empat. Pada stadium larva memiliki 3 pasang kaki sedangkan nimfa mempunyai 4 pasang
kaki dan bergerak dengan kecepatan 2,5 cm per menit pada permukaan kulit.
Universitas Gadjah Mada
Siklus hidup
Tungau S. scabiei mengalarni metamorfosis yang tidak sempurna. Perkembangan
mulai telur selanjutnya menetas membentuk larva, dan larva akan berkembang menjadi
nimfa (bentuk dewasa berukuran lebih kecil) dan selanjutnya akan menjadi dewasa.
Setelah kopulasi, tungau betina akan membuat terowongan pada kulit sampai
perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum dengan kecepatan 0,5 5 mm per
hari. Penggalian terowongan biasanya dilakukan pada malam hari. Kopulasi terjadi di
permukaan kulit atau di dalam terowongan.
Tungau jantan biasanya hanya hidup di permukaan kulit dan mati setelah membuahi
tungau betina sehingga kurang berperan dalam patogenesis scabies. Kadang-kadang
tungau jantan masih bisa hidup dalam terowongan yang digali oleh tungau betina atau dalam
terowongan cabang. Tungau betina akan bertelur di dalam terowongan sebanyak 2-3 butir
setiap hari. Seekor tungau betina dapat bertelur sebanyak 40-50 butir semasa hidupnya
yang berlangsung kurang Iebih 30 hari.
Telur akan menetas menjadi larva dalam waktu 3-5 hari, larva berukuran 110 x 140
mikron, mempunyai 3 pasang kaki yang segera keluar dari terowongan induknya atau
membuat terowongan baru, atau hidup dipermukaan kulit. Dalam waktu 34 hari larva akan
berubah menjadi nimfa yang mempunyai 4 pasang kaki. Nimfa betina mengalami 2 fase
perkembangan. Nimfa pertama panjangnya 160 mikron dan nimfa ke dua panjangnya antara
220 250 mikron. Nimfa ke dua bentuknya menyerupai tungau dewasa tetapi alat
genitalnya
belum
terbentuk
sempurna.
Nimfa
jantan
hanya
mengalami
fase
perkembangan.
Selanjutnya nimfa akan berubah menjadi tungau dewasa dalam waktu 3 5 hari.
Waktu yang dibutuhkan sejak telur menetas sampai menjadi tungau dewasa ialah 16 17
hari. Dari seluruh telur yang dihasilkan tungau betina, kurang lebih hanya 10% yang menjadi
tungau dewasa sehingga pada seorang penderita rata-rata terdapat 11 tungau betina
dewasa. Tungau dapat hidup selama 2 3 hari di luar kulit dan masih dapat menginfestasi
manusia.
Skabies adalah penyakit kulit yang sering menyerupai penyakit kulit lainnya sehingga
disebut the great imitator. Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan
dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan dalam diagnosa.
Macam-macam Skabies
Beberapa bentuk skabies antara lain:
b. Skabies in cognito
Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala
dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih dapat terjadi.
Skabies bentuk ini sering juga rnenunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi
atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain (seperti dermatitiss herpetiforfis, eksim, prurigo,
dll). Dilaporkan pula bahwa seringkali infestasi oleh tungau ini disertai bersamaan
dengan penyakit Iainnya sepenti mikosis, psoriasis dan lupus eritrematous sistemik.
c. Skabies nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya
terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, ingunal dan aksila. Nodus
ini timbut sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap tungau skabies. Pada nodus yang
berumur 1 bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin menetap selama beberapa
bulan sampai 1 tahun meskipun telah diberi pengobatan anti skabies dan kortikosteroid.
e. Skabies Norwegia
Skabies Norwegia atau scabies krustosa pertasna kali dilaporkan oleh Danielsen et.
al. pada seorang warga negara Norwegia yang menderita kusta. Sejak saat itu
dilaporkan bahwa skabies Norwegia tidak hanya terjadi pada penderita lepra tetapi juga
pada penderita dengan retardasi mental, dementia senilis, penderita keganasan,
prevalensi skabies sama pada semua golongan umur. Di Indonesia sendiri dilaporkan
sampai dengan tahun 1986 prevalensi di seluruh Puskesmas di Indonesia adalah 4,6% 12,95%.
Pada tahun 1975 terjadi wabah skabies di perkampungan Indian di kepulauan San
Blas, Panama. Penduduk di daerah ini hidup pada lingkungan yang padat dengan jumlah
penghuni tiap rumah 13 orang atau lebih. Pada survei pertama didapatkan prevalensi
skabies sebesar 28% pada satu kelompok umur dan 42% pada kelompok umur yang
lainnya. Dua tahun kemudian dilakukan survei kembali pada pulau yang Iebih besar
berpenduduk 2000 orang, ditemukan bahwa 90% penduduknya mengidap skabies. Pada
survei lainnya juga pada penduduk Indian dengan jumlah penduduk 756 orang didapatkan
bahwa prevalensi skabies pada anak-anak berumur 10 tahun adalah 61% dan pada bayi
berumur kurang dari 1 tahun adalah 84%. Di sebuah pesantren yang padat penghuninya
prevalensi skabies dapat mencapai 78,7%. Prevalensi di pesantren tersebut lebih tinggi pada
kelompok dengan higiene yang kurang (72,7%) dari pada kelompok yang higienenya baik,
prevalensi hanya sekitar 3,8% - 2,2%.
Transmisi / Penularan
Prevalensi yang tinggi yang ditunjukkan pada lingkungan dengan tingkat kepadatan
penghuni yang tinggi dan tingkat kebersihan yang rendah menyebabkan penyakit ini mudah
menular. Penularan umumnya terjadi karena tungau dapat berpindah dengan cepat dari satu
orang ke orang lain yang sehat, terutama jika orang sehat tersebut melakukan kegiatan
sehari-hari bersama dengan penderita skabies dan bersentuhan. Penderita umumnya adalah
orang yang sangat jarang mandi serta menjaga kebersihan Iingkungannya.
Sehingga dikatakan bahwa penularan skabies terutama adalah karena kontak
Iangsung, seperti berjabat tangan, tidur besama dan hubungan seksual. Pada orang
dewasa hubungan seksual merupakan cara tersering, sedangkan pada anak-anak penularan
didapat dari orang tua atau temannya.
Penularan melalui kontak tidak Iangsung, misalnya melalui perlengkapan tidur,
pakaian atau handuk yang dahulu dikatakan mempunyai peran kecil dalam penularan.
Namun demikian, penelitian menunjukkan bahwa cara ke dua ini menjadi lebih berperan
dalam penularan skabies, dan dinyatakan sebagai sumber penular utama adalah selimut,
pakaian dalam dan penderita wanita.
Gambar VIIl.2. Lesi skabies pada sela jari tangan penderita kusta
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan telur, tungau atau
terowongan adalah:
a. Kerokan kulit.
Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi dengan minyak mineral
atau KOH, kemudian dikerok dengan skalpel steril untuk mengangkat atap papul atau
terowongan. Hasil kerokan diletakkan pada gelas obyek dan ditutup dengan kaca tutup,
lalu diperiksa di bawah mikroskop.
c. Kuretasi terowongan
Cara ini dilakukan secara superficial mengikuti sumbu panjang terowongan atau
puncak papul. Hasil kuret diletakkan pada gelas obyek dan ditetesi minyak mineral / KOH
lalu diperiksa di bawah mikroskop.
d. Swab kulit
Kulit dibersihkan dengan eter, lalu dilekatkan selotip dan diangkat dengan cepat.
Selotip diletakkan pada gelas obyek kemudian diperiksa dengan mikroskop. Dari 1 lesi
dibuat 6 sediaan.
f.
Pemeriksaaan histopatologik.
Gambaran histopatologik menunjukkan bahwa terowongan terletak pada stratum
korneum, dan hanya ujung terowongan tempat tungau betina berada terletak di irisan
dermis. Pemeriksaan ini sesungguhnya tidak penting kecuali pada daerah tersebut
ditemukan tungau atau telurnya. Daerah yang berisi tungau menunjukkan sejumlah
eosinofil dan sulit dibedakan dengan reaksi gigitan arthropoda lainnya seperti kutu busuk
maupun nyamuk.
Selain pemeriksaan di atas masih terdapat pemeriksaan yang lain, tetapi yang paling
mudah dilakukan dan memberikan hasil yang memuaskan adalah cara kerokan kulit,
meskipun cara ini memerlukan keahlian dalam mengambil tungau dengan jarum.
10
Pengobatan
Beberapa macam obat dipakai dalam pengobatan skabies yaitu:
Universitas Gadjah Mada
11
3. Sulfur.
Sulfur konsentrasi 5%-10% dalam vaselin dapat dipakai sebagai skabisida. Obat
ini hanya membunuh larva dan tungau tetapi tidak membunuh telur, sehingga
pemakaian harus dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Untuk anak-anak dosis
sulfur adalah setengah dosis orang dewasa. Bentuk aktif sulfur adalah H2S dan asam
pentationik yang mempunyai sifat keratinolitik. Obat ini murah harganya dan cukup
efektif hasilnya, namun karena baunya kurang enak, lengket dan dapat mewarnai
pakaian sehingga kurang disuka.
4. Benzil benzoat.
Obat ini dipakai dalam bentuk emulsi atau losio dengan konsentrasi 20-35%.
Obat ini cukup efektif namun sering menyebabkan iritasi dan menambah rasa gatal.
12
6. Perinethrin.
Diberikan berupa krim, mempunyai efektifitas sama dengan gameksan, namun
Iebih aman.
PENUTUP
Diketahui bahwa sampai saat ini insidens skabies masih tetap tinggi dan diagnosis
yang pasti hanya dengan menemukan tungau parasit masih tetap sukar dilakukan. Oleh
karena itu kewaspadaan terhadap penyakit ini perlu ditingkatkan.
Pengobatan skabies sebenarnya mudah dan efektif, namun demikian dapat dijumpai
kegagalan dalam pengobatan, hal ini disebabkan karena kesalahan diagnosa selain itu juga
pengobatan yang tidak tuntas antara penderita dan orang-orang sekitar yang kontak dengan
penderita atau sumber infeksi. Cara terbaik untuk menghindari penyakit ini adalah menjaga
kebersihan diri dan lingkungan.
TES FORMATIF
Petunjuk: Pilihlah
13
2. swab kulit
3. biopsy
4. burrow ink test
Petunjuk II. Uraikan jawaban secara benar dan ringkas, bila perlu dengan bagan.
1. Jelaskan perbedaan gejala scabies path anak-anak dan orang dewasa.
2. Jelaskan tentang daur hidup Sarcoptes scabiei.
UMPAN BALIK
Untuk menilai hasil kerja mahasiswa pada soal tes formatif tersebut, beberapa hal
yang menjadi pedoman meliputi:
1. mahasiswa harus mampu menjawab soal tersebut karena berhubungan dengan patologi
penyakit skabies, penularan dan cara pemeriksaan / diagnosis pasti.
2. mahasiswa harus mampu menjelaskan tentang gejala skabies pada anak dan dewasa
serta menyebutkan perbedaannya; menjelaskan tentang daur hidup / siklus hidup tungau
S. scabiei dan lama waktu pada masing-masing stadium.
3. Hal-hal yang menjadi pokok dalam evaluasi ini adalah tingkat penguasaan mahasiswa
akan materi yang diberikan dengan menjawab secara sistematis dan rinci.
1.E
2.B
3.D
lama waktu perkembangan dari telur menetas menjadi larva adalah 3-5 hari; dan
larva menjadi nimfa adalah 3-4 hari, dan dari nimfa menjadi dewasa dengan alat
Universitas Gadjah Mada
14
kelamin yang lengkap adalah 3-5 hari. Sehingga waktu yang diperlukan untuk
perkembangan dari telur - dewasa adalah 16-17 hari.
DAFTAR REFERENSI
Anonim, 1988. Scabies in Health-Care Facilities- Iowa. From the MMWR. Arch. Denmatol.
Vol. 124. p: 837
Belding DL., 1965. Text Book of Parasitology. 3rd ed. Appleton Century Crofts. New York.
Buxton PK., 1988. ABC Dermatology: Insect Bites and Infestation. British Medical
Journal, vol 296. p: 489491
Ho CM., 1991. Scabies. Lecture Note: Diploma in Applied Parasitology and Entomology,
Bahagian Acarology Institute for Medical Research, Malaysia. Pp: 4.
Krantz, G.W. 1978. A Manual of Acarology. 2nd ed. Oregon State University Book Store Inc.
Corvalis, pp: 48, 65, 66, 101, 102, 374, 395, 396, 443
Sanusi ID., Brown EB., Shepard TG., and Grafton WD., 1989. Tungiasis: report of one
case review of the 114 reported cases in the United States. Journal of the
American Academy of Dermatology. Vol 20 No. 5 part 2. p: 941 - 944
Sungkar, S. 1995. Skabies. Cetakan Pertama. Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia,
Jakarta, 33 hal.
Reilly S., Cullen D., and Davies MG. 1985. An outbreak of Scabies in a Hospital and
Community. British Medical Journal. Vo. 291. p: 1031 - 1032
Universitas Gadjah Mada
15
SENARAI (GLOSSARY)
Anamnesis
= dugaan
Eksematisasi
= eksim
Ekskoriasi
= lecet
Keratinolitik
= benjolan kecil
Limfadenopati
Superficial
Vesikel
16