You are on page 1of 6

Narasinga Awatara

Mitospedia Veda / Vedic / Hindu


AWATARA KEEMPAT NARASINGA AWATARA

Nama lain : Narasimha, Narasingh, Narasimh


Arti Nama : Separuh Manusia (Nara) Separuh Singa (Singa)
Ras : Awatara Wisnu
Wujud : Manusia Berkepala Singa
Masa Kemunculan : Akhir Satya Yuga
Lawan Utama : Hiranyakasipu

Hiranyakasipu : Katakan di mana aku bisa temukan Wisnu! Biar kutantang Dia bertarung!
Prahlada : Ia ada dimana-mana, Ia ada di sini, dan Ia akan muncul.

==LEGENDA==
Fantasianers masih ingat kisah Ashura Hiranyaksa yang menantang Waraha Awatara di
pembahasan tempo hari? Kali ini Mimin akan menceritakan kisah tentang Hiranyakasipu,
saudara lelaki Hiranyaksa. Namun sebelum itu Mimin perlu ceritakan sejenak tentang latar
belakang Hinduisme di zaman ini.

Pada zaman ini, setiap orang berhak memuja Istadewata (Dewa Utama) nya masing-masing.
Ada yang memuja Brahma, Wisnu, Siwa, Indra, Bayu, Baruna, atau yang lainnya. Tapi karena
saudara lelakinya dibunuh oleh Wisnu beberapa tahun yang lalu, Hiranyakasipu menjadi sangat
marah dan bersumpah tidak akan pernah memuja dewa yang namanya Wisnu, bahkan ia
bersumpah akan melenyapkan seluruh pemuja Wisnu dari kerajaannya.

Pemaksaan kehendak paling efektif dilakukan dengan anarki, dan anarki paling afdol dilakukan
kalau dirinya memiliki kesaktian. Maka Hiranyakasipu pun mulai bertapa dengan keras,
memusatkan perhatiannya hanya kepada Bhatara Brahma selama bertahun-tahun. Brahma pun
harus menepati hukum yang berlaku, di mana setiap makhluk yang melakukan tapa dengan
sungguh-sungguh harus dikabulkan keinginannya. Ketika Brahma muncul, Hiranyakasipu
menyatakan bahwa ia ingin diberi kehidupan abadi, tidak bisa dibunuh oleh manusia ataupun
hewan, baik siang maupun malam, baik saat ia berada di langit maupun berpijak di bumi, baik
oleh api, air ataupun senjata, baik saat ia ada di dalam maupun luar kediamannya. Brahma
mengabulkan permohonannya.

Setelah mendapatkan kekuatan itu, ia melarang semua orang di kerajaannya memuja dewa lain
selain Siwa (dan Brahma), dan perintah itu juga hendak ia berlakukan juga bagi istrinya :
Lilawati. Bhatara Indra yang tahu akan rencana Hiranyakasipu langsung mengevakuasi Lilawati
dari istana Hiranyakasipu. Ketika Hiranyakasipu tahu Indra dan pasukan dewanya membawa
istrinya, ia menjadi sangat marah dan kebenciannya pada Wisnu semakin menjadi-jadi.

Ketika Bhatara Indra mengevakuasi Lilawati, Lilawati tengah hamil tua dan beberapa waktu
kemudian melahirkan seorang putra bernama Prahlada. Lilawati dan Prahlada tinggal dalam
perlindungan Rsi Narada brahmana pemuja Wisnu, salah satu dari tujuh Sapta Rsi.
Hiranyakasipu beberapa kali mencoba membujuk anaknya untuk meninggalkan Wisnu tapi
Prahlada tidak mau. Kesal dengan sikap anaknya, Hiranyakasipu berkali-kali mencoba
membunuh anaknya dengan berbagai metode : dijatuhkan dari tebing, ditebas, dipukuli, sampai
dihantam dengan astra, tapi anehnya Prahlada ternyata tidak juga mati karena ada suatu campur
tangan kekuatan gaib, yang menurut Prahlada adalah campur tangan Wisnu.

Saat ayah dan anak itu bertemu di istana Hiranyakasipu, Sang Raja Ashura menantang Prahlada.
Hiranyakasipu : Katakan di mana aku bisa temukan Wisnu! Biar kutantang dia bertarung!
Prahlada : Ia ada dimana-mana, Ia ada di sini, dan Ia akan muncul.

Merasa diolok-olok dengan perkataan anaknya, Hiranyakasipu memukul salah satu pilar
istananya hingga retak menjadi dua bagian. Dia langsung mendapat kejutan. Dari pilar yang
seharusnya kosong, keluarlah sesosok manusia raksasa berkepala singa. Sosok ini memiliki
empat tangan dan di punggungnya memanggul seekor naga di punggungnya. Sosok ini disebut
Narasinga, Awatara Wisnu.

Hiranyakasipu pun maju menyerang Narasinga. Pertarungan dua makhluk ini berlangsung
sampai senja. Ketika senja mulai turun, Narasinga mencengkeram Hiranyakasipu,
mendudukkannya di pangkuannya lalu mencabik-cabik perut Hiranyakasipu dengan kukunya.
Tindakan ini membuat berkah dari Brahma tidak berlaku karena :
1. Narasinga bukan manusia, binatang, ataupun dewa. Ia adalah perwujudan ketiganya.
2. Hiranyaksipu dibunuh bukan saat pagi, siang, atau malam melainkan senja peralihan dari
siang menuju malam.
3. Hiranyaksipu tidak dibunuh dengan senjata, air, atau api melainkan oleh kuku Narasinga.
4. Hiranyaksipu tidak dibunuh di luar ataupun di dalam kediamannya, bukan pula di darat atau
udara. Ia dibunuh di pangkuan Wisnu.

==TRIVIA==
Naga yang dipanggul Narasinga adalah Ananta Sesa. Pada kesempatan-kesempatan berikutnya
Ananta Sesa setidaknya dua kali turut mendampingi penjelmaan Wisnu ke dunia, yakni sebagai
Laksmana saudara Rama dan Baladewa saudara Kresna.
Narasinga adalah awatara Wisnu paling buas dan brangasan. Dalam satu versi diceritakan :
setelah membunuh Hiranyakasipu, ia lepas kontrol dan membunuh lebih banyak orang lagi. Aksi
Narasinga baru berhenti setelah Siwa turun ke dunia dan bertempur melawan Narasinga.

Kurma Awatara

Dalam agama Hindu, Kurma (Sanskerta: ; Kurma) adalah awatara (penjelmaan) kedua
dewa Wisnu yang berwujud kura-kuraraksasa. Awatara ini muncul pada masa Satyayuga.
Menurut kitab Adiparwa, kura-kura tersebut bernama Akupa.
Menurut berbagai kitab Purana, Wisnu mengambil wujud seekor kura-kura (kurma) dan
mengapung di lautan susu (Kserasagaraatau Kserarnawa). Di dasar laut tersebut konon terdapat
harta karun dan tirta amerta yang dapat membuat peminumnya hidup abadi.
Para Dewa dan Asura berlomba-lomba mendapatkannya. Untuk mengaduk laut tersebut, mereka
membutuhkan alat dan sebuah gunung yang bernama Mandara digunakan untuk mengaduknya.
Para Dewa dan para Asura mengikat gunung tersebut dengan naga Wasuki dan memutar gunung
tersebut. Kurma menopang dasar gunung tersebut dengan tempurungnya. Dewa Indramemegang
puncak gunung tersebut agar tidak terangkat ke atas. Setelah sekian lama tirta amerta berhasil
didapat dan DewaWisnu mengambil alih.
Kurma juga nama dari seorang resi, putra Gretsamada.
Mitologi
Kisah tentang Kurma Awatara muncul dari kisah pemutaran Mandaragiri yang terdapat dalam
Kitab Adiparwa.
Pemutaran Mandaragiri
Dikisahkan pada zaman Satyayuga, para Dewa dan asura (rakshasa) bersidang di puncak
gunung Mahameru untuk mencari cara mendapatkan tirta amerta, yaitu air suci yang dapat
membuat hidup menjadi abadi. Sang Hyang Nryana (Wisnu) bersabda, "Kalau kalian

menghendaki tirta amerta tersebut, aduklah lautan Ksera (Kserasagara), sebab dalam lautan
tersebut terdapat tirta amerta. Maka dari itu, kerjakanlah!"
Setelah mendengar perintah Sang Hyang Nryana, berangkatlah para Dewa dan asura pergi ke
laut Ksera. Terdapat sebuah gunung bernama Gunung Mandara (Mandaragiri) di Sangka Dwipa
(Pulau Sangka), tingginya sebelas ribu yojana. Gunung tersebut dicabut oleh
Sang Anantabhoga beserta segala isinya. Setelah mendapat izin dari Dewa Samudera, gunung
Mandara dijatuhkan di laut Ksira sebagai tongkat pengaduk lautan tersebut. Seekor kurakura (kurma) raksasa bernama Akupa yang konon katanya sebagaipenjelmaan Wisnu, menjadi
dasar pangkal gunung tersebut. Ia disuruh menahan gunung Mandara supaya tidak tenggelam.
Naga
Basuki dipergunakan
sebagai
tali,
membelit
lereng
gunung
tersebut.
Dewa Indra menduduki puncaknya, suapaya gunung tersebut tidak melambung ke atas. Setelah
siap, para Dewa, rakshasa dan asura mulai memutar gunung Mandara dengan menggunakan
Naga Basuki sebagai tali. Para Dewa memegang ekornya sedangkan para asura dan rakshasa
memegang kepalanya. Mereka berjuang dengan hebatnya demi mendapatkan
tirta amerta sehingga laut bergemuruh. Gunung Mandara menyala, Naga Basuki
menyemburkan bisa membuat pihak asura dan rakshasa kepanasan. Lalu Dewa Indra memanggil
awan mendung yang kemudian mengguyur para asura dan rakshasa. Lemaksegala binatang di
gunung Mandara beserta minyak kayu hutannya membuat lautan Ksira mengental, pemutaran
Gunung Mandara pun makin diperhebat.
Relief dari Angkor Wat,Kamboja, menampilkan pemutaran Mandara Giri: Wisnu di
tengah,awatara dia yang berwujud Kurma di bawah, para asura dan Dewa di sebelah kiri dan
kanan.
Timbulnya racun
Saat lautan diaduk, racun mematikan yang disebut Halahala menyebar. Racun tersebut dapat
membunuh segala makhluk hidup. Dewa Siwakemudian meminum racun tersebut maka lehernya
menjadi biru dan disebut Nilakantha (Sanskerta: Nila: biru, Kantha: tenggorokan). Setelah itu,
berbagai dewa-dewi, binatang, dan harta karun muncul, yaitu:

Sura, Dewi yang menciptakan minuman anggur

Apsara, kaum bidadari kahyangan

Kostuba, permata yang paling berharga di dunia

Uccaihsrawa, kuda para Dewa

Kalpawreksa, pohon yang dapat mengabulkan keinginan

Kamadhenu, sapi pertama dan ibu dari segala sapi

Airawata, kendaraan Dewa Indra

Laksmi, Dewi keberuntungan dan kemakmuran

Akhirnya keluarlah Dhanwantari membawa kendi berisi tirta amerta. Karena para Dewa sudah
banyak mendapat bagian sementara paraasura dan rakshasa tidak mendapat bagian sedikit pun,
maka para asura dan rakshasa ingin agar tirta amerta menjadi milik mereka. Akhirnya tirta
amerta berada di pihak para asura dan rakshasa dan Gunung Mandara dikembalikan ke tempat
asalnya, Sangka Dwipa.
Perebutan tirta amerta
Melihat tirta amerta berada di tangan para asura dan rakshasa, Dewa Wisnu memikirkan siasat
bagaimana merebutnya kembali. Akhirnya Dewa Wisnu mengubah wujudnya menjadi
seorang wanita yang sangat cantik, bernama Mohini. Wanita cantik tersebut menghampiri para
asura dan rakshasa. Mereka sangat senang dan terpikat dengan kecantikan wanita jelmaan Wisnu.
Karena tidak sadar terhadap tipu daya, mereka menyerahkan tirta amerta kepada Mohini. Setelah
mendapatkan tirta, wanita tersebut lari dan mengubah wujudnya kembali menjadi Dewa Wisnu.
Melihat hal itu, para asura dan rakshasa menjadi marah. Kemudian terjadilah perang antara
para Dewa dengan asura dan rakshasa. Pertempuran terjadi sangat lama dan kedua pihak samasama sakti. Agar pertempuran dapat segera diakhiri, Dewa Wisnu memunculkan senjata
cakra yang mampu menyambar-nyambar para asura dan rakshasa. Kemudian mereka lari
tunggang langgang karena menderita kekalahan. Akhirnya tirta amerta berada di pihak para
Dewa.
Para Dewa kemudian terbang ke Wisnuloka, kediaman Dewa Wisnu, dan di sana mereka
meminum tirta amerta sehingga hidup abadi. Seorang rakshasa yang merupakan anak Sang
Wipracitti dengan Sang Singhika mengetahui hal itu, kemudian ia mengubah wujudnya
menjadi Dewa dan turut serta meminum tirta amerta. Hal tersebut diketahui oleh
Dewa Aditya dan Chandra, yang kemudian melaporkannya kepada Dewa Wisnu. Dewa Wisnu
kemudian mengeluarkan senjata chakranya dan memenggal leher sang rakshasa, tepat ketika tirta
amerta sudah mencapai tenggorokannya. Badan sang rakshasa mati, namun kepalanya masih
hidup karena tirta amerta sudah menyentuh tenggorokannya. Sang rakshasa marah kepada
Dewa Aditya dan Chandra, dan bersumpah akan memakan mereka pada pertengahan bulan.

You might also like