Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindroma koroner akut merupakan keadaan gawat jantung dengan manisfestasi klinis
berupa rasa tidak nyaman di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Infark
Miokard Akut (IMA) merupakan diagnosis rawat inap tersering dinegara maju. Walaupun laju
mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, namun 1 diantara 25 pasien yang
hidup, meninggal dalam tahun pertama IMA.(1) Sindroma koroner akut mencakup unstable
angina pectoris (UAP), Non ST elevation myocard infark (NSTEMI) dan ST elevation myocard
infark (STEMI). STEMI merupakan sindrom klinis yang didefinisikan sebagai karakteristik
gejala iskemia miokard disertai dengan hasil EKG persisten disertai biomarker jantung yang
positif. Elevasi segmen ST secara diagnostik tanpa disertai adanya left ventricular hyperthrophy
(LVH) ataupun left bundle branch block (LBBB) menurut
European Society of
BAB II
LAPORAN KASUS
2. 1 Identitas Pasien
Nama pasien
Usia
: 47 tahun
Tanggal Lahir
: 23/03/1968
Jenis kelamin
: Pria
Status perkawinan
: Menikah
Alamat
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Pendidikan
: Tamat universitas
Masuk sejak
: 2 Agustus 2015
2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 Agustus 2015 di ruang Wijaya Kusuma
kamar 205 RSUD Bekasi
Keluhan Utama
Nyeri dada sejak 1/2 jam sebelum masuk IGD
Riwayat Penyakit Sekarang
OS Datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak dan nyeri dada mendadak sejak
jam 14.00. Nyeri dada dibagian kiri yang dirasakan seperti tertindih, berat dan menjalar
ke atas kepala hingga punggung dan lengan sebelah kiri, sewaktu bekerja dengan
aktivitas berat (mengangkat mesin dengan berat 10 kg). Nyeri tidak hilang dengan
istirahat dan berlangsung terus menerus selama lebih dari 20 menit hingga OS datang ke
2
IGD pukul 15.00. OS merasa sesak disertai batuk sedikit berdahak kehijauan dan sakit
dibagian tenggorokkan disertai keringat dingin, dan lemas. BAB dan BAK lancar. Tidak
terdapat rasa berdebar-debar, mual, muntah, nyeri perut ataupun demam. Tidak
mengkonsumsi obat-obatan apapun sebelumnya..
Riwayat Penyakit Dahulu
OS merasa pernah mengalamai hal ini sebelumnya, namun lebih ringan dan hilang
dengan istirahat. Hal ini sudah terjadi dua kali pada tahun lalu, yaitu nyeri mendadak di
dada kiri yang terasa seperti tertindih dan berat, namun hanya berlangsung selama kurang
lebih 10 menit dan hilang perlahan bila istirahat selama 15-30 menit. Hal ini terjadi disaat
OS sedang bekerja dan saat jalanjalan. Tidak pernah mempunyai riwayat penyakit,
paru atapun jantung sebelumnya. OS mengaku tidak mengetahui riwayat hipertensi,
diabetes ataupun kolesterol tinggi pada dirinya.
Riwayat Penyakit Keluarga
OS mengaku dalam keluarga tidak ada riwayat penyakit jantung, maupun yang
meninggal karena penyakit jantung.
Riwayat Kebiasaan dan Sosial
OS rutin meminum kopi 4-5 cangkir kopi/hari, sering mengkonsumsi makanan
yang asin dan digoreng. Riwayat merokok 2-3 bungkus/hari dan belum berhenti, tidak
berolahraga dan sering bergadang 3 kali dalam seminggu.
2.3 Pemeriksaan Fisik
2/8/2015
1. Tanda vital :
TD berbaring
: 160/90 mmHg
Nadi/ menit
Laju pernapasan
: 24 kali/menit, reguler
Suhu
: 36.0oC
2. Pemeriksaan Sistem
Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan
fisik
Kepala
Mata
mudah dicabut
Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
trakea di tengah, tiroid tidak teraba, JVP 5+2 cmH20 pembesaran KGB(-),
nyeri tekan (-)
Paru
Jantung
Ictus cordis tidak terlihat
A
Abdomen
supel, nyeri tekan epigastritum (-), hepar dan lien tidak teraba, balotement
(-), NT suprapubik (-)
Timpani, shifting dullness (-)
P
Kulit
Tidak kering, turgor baik, bercak kemerahan (-), decubitus (-), memar dan
Genitalia
eksterna
Ekstremitas
Tatalaksana 3/8/2015 :
Aspilet 1x 80 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
ISDN 3 x 10 mg
Atorvastatin 1x 20 mg
Ramipril 2 x 2,5 mg
Concor 1 x 1,25
Ranitidin 2 x 1 Ampul
4/8/2015
Tatalaksana 4/8/2015 :
Hari Perawatan ke 3
Aspilet 1x 80 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
ISDN 3 x 10 mg
Atorvastatin 1 x 20 mg
Ramipril 2 x 2,5 mg
Concor 1 x 2,5
Ranitidin 2 x 1 Ampul
normal
Thorax : S1, S2 reg, murmur (-), gallop
(-), SN Vesikuler, Rh -/-, Wh-/Abdomen : Supel, BU (+), NT (-),
Hepatomegali (-)
Ekstremitas : Akral hangat (+), oedema (-)
A : STEMI Anterior
P : EKG harian
5/8/2015
Tatalaksana 5/8/2015 :
Hari Perawatan ke - 4
Aspilet 1x 80 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
ISDN 3 x 10 mg
Atorvastatin 1 x 20 mg
Ramipril 2 x 2,5 mg
Concor 1 x 2,5
Ranitidin 2 x 1 Ampul
normal
Thorax : S1, S2 reg, murmur (-), gallop
(-), SN Vesikuler, Rh -/-, Wh-/6
Tatalaksana 6/8/2015 :
Hari Perawatan ke - 5
Aspilet 1x 80 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
ISDN 3 x 10 mg
Atorvastatin 1 x 20 mg
Ramipril 2 x 2,5 mg
Concor 1 x 2,5
Ranitidin 2 x 1 Ampul
normal
Thorax : S1, S2 reg, murmur (-), gallop
(-), SN Vesikuler, Rh -/-, Wh-/Abdomen : Supel, BU (+), NT (-),
Hepatomegali (-)
Ekstremitas : Akral hangat (+), oedema (-)
A : STEMI Anterior
P: EKG Harian
2.4 Labratorium
Pemeriksaan
28/2015
3/8/2015
Normal
Darah Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
14.6 gr/dL
41%
14.3 ribu/uL
260 ribu/uL
Diabetes
Gula Darah Sewaktu
110 mg/dL
Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)
144 mmol/L
3.9 mmol/L
99 mmol/L
Enzim Jantung
Troponin T
0.02 mg/dL
Fungsi Ginjal
Asam urat
6.8 mg/dL
13-17.5 gr/dL
40-54 %
5.000-10.000 /uL
150.000-400.000 /uL
93 mg/dL
60-110 mg/dL
135-145 mmol/L
3.5-5.0 mmol/L
94-111 mmol/L
17.20 mg/dL
<0.02 mg/dL
3-7 mg/dL
Profil Lipid
Trigliserida
174 mg/dL
Kolesterol total
175 mg/dL
Kolesterol HDL
18 mg/dL
Kolesterol LDL
122 mg/dL
2.5 Elektrokardiografi
1. 02/08/2015 2014 15:00
8
2. 03/08/2015 05:30
3. 04/08/2015 11:06
4. 05/08/2015 5:46
5. 06/08/2015 06:55
10
11
Tanggal
2/8/2015
03/8/2015
4/8/2015
5/8/ 2015
6/8/2015
Jam
15:00
05:30
11:06
5:46
06:55
Irama
Sinus
Sinus
Sinus
Sinus
Sinus
100x/menit
86x/menit
80x/menit
84x/menit
Pemeriksaan
2.6
Heart Rate
Regularitas
Regular
Regular
Regular
Regular
Regular
Aksis
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
0.12 ms
0.12 ms
0.12 ms
0.12 ms
0.12 ms
0.04 ms
0.20 ms
0.08 ms
0.08 ms
0.12 ms
0.04
0.04
0.08
0.08
0.08
(+)
(+)
(+)
(+)
ST elevasi
(-)
V2,V3,
(Concordant)
V4,V5,
V2,V3,V4
(-)
(-)
(-)
(Discordant)
V6
ST depresi
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
V2,V3
V2,V3,V4
V2,V3,V4
V2,V3
Interval PR
0.12-0.20)
Gelombang P
(0.04-0.12)
Interval QRS
(0.04-0.12)
Q patologis
T inverted
Foto Thoraks PA
Interpretasi:
Trakea relatif ditengah
Mediastinum superior tidak melebar
Cor: tidak terdapat kardiomegali (CTR50%)
Pulmo: Kedua hilus tidak menebal, Corakan bronkovaskular kedua paru baik, Tidak tampak
infiltrat di kedua lapang paru.
12
2.7 Resume
Pasien Tn. Latief, 47 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak dan nyeri dada
mendadak sejak jam 14.00. Nyeri dada dibagian kiri yang dirasakan seperti tertindih, berat dan
menjalar ke atas kepala hingga punggung dan lengan sebelah kiri, sewaktu bekerja dengan
aktivitas berat (mengangkat mesin dengan berat 10 kg). Nyeri tidak hilang dengan istirahat dan
berlangsung terus menerus selama lebih dari 20 menit hingga OS datang ke IGD pukul 15.00.
OS merasa sesak disertai batuk sedikit berdahak kehijauan dan sakit dibagian tenggorokkan
disertai keringat dingin dan lemas. Pasien rutin meminum kopi 4-5 cangkir kopi/hari. Riwayat
merokok 2-3 bungkus/hari, tidak berolahraga, sering bergadang 3 kali dalam seminggu. OS
mengaku tidak mengetahui riwayat hipertensi dan diabetes pada dirinya.
Pemeriksaan tanda vital, TD 160/90 mmHg, frekuensi nadi 104 x/menit, frekuensi napas
24 x/menit, suhu 360C. Pada pemeriksaan jantung,paru dan abdomen didapatkan hasil yang
normal. Ektremitas didapati sedikit dingin dan tidak terdapat udema. Pada gambaran EKG
terakhir didapatkan irama sinus normal, heart rate 98 x/menit, reguler, aksis normal, ST elevasi
(-), ST depresi (-), Q patologis (+), T inversi (-), LVH (-), RVH (-). Foto toraks normal.
Diagnosis
ACS STEMI Anterior
Tata Laksana
Terapi Medikamentosa :
1. Aspilet 1x 80 mg PO
2. Clopidogrel 1 x 75 mg PO
13
3. ISDN 3 x 10 mg PO
4. Atorvastatin 1 x 20 mg PO
5. Ramipril 2 x 2,5 mg PO
6. Concor 1 x 1,25 mg PO
7. Lovenox 2 x 0.6 ml SC
8. OMZ 1 x 1 amp (40mg)
Terapi non-medikamentosa :
Bed Rest
Prognosis
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Jantung
Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida terbalik dengan basis (superiorposterior ICS-II) berada di atas dan apeks ( anterior-inferior ICS V) berada di bawah. Pada
basis jantung terdapat aorta, batang nadi paru, pembuluh balik atas dan bawah. Jantung sebagai
pusat sistem kardiovaskuler terletak di rongga dada (cavum thoraks) sebelah kiri yang terlindung
oleh costae tepatnya pada mediastinum. Beratnya pada orang dewasa sekitar 250-350 gram.
Jantung difiksasi pada tempatnya agar tidak mudah berpindah tempat. Penyokong jantung utama
adalah paru yang menekan jantung dari samping, diafragma menyokong dari bawah, pembuluh
darah yang keluar masuk dari jantung, sehingga jantung tidak mudah berpindah. Faktor yang
mempengaruhi kedudukan jantung yaitu, umur, bentuk rongga dada, letak diafragma dan
perubahan posisi tubuh
Otot jantung terdiri atas 3 lapisan yaitu:
a) Luar/pericardium
Berfungsi sebagai pelindung jantung atau merupakan kantong pembungkus
jantung yang terletak di mediastinum, di belakang korpus sterni dan rawan iga II- IV
yang terdiri dari 2 lapisan fibrosa dan serosa yaitu lapisan parietal dan viseral. Diantara
dua lapisan jantung ini terdapat lendir, untuk menjaga gesekan pericardium tetap licin
15
b) Tengah/ miokardium
Lapisan otot jantung yang menerima darah dari arteri koronaria. Susunan
miokardium yaitu:
i.
Otot
atria:
Sangat tipis dan kurang teratur, disusun oleh dua lapisan. Lapisan dalam
mencakup serabut-serabut berbentuk lingkaran dan lapisan luar mencakup kedua
atria.
ii.
iii.
Otot atrioventrikuler: Dinding pemisah antara serambi dan bilik (atrium dan
ventrikel).
a) Dalam / Endokardium
Dinding dalam atrium yang diliputi oleh membrane yang mengilat, terdiri dari
jaringan endotel atau selaput lendir endokardium kecuali aurikula dan bagian depan sinus
vena kava.
16
Ruang-ruang jantung
Jantung terdiri dari empat ruang yaitu:
1. Atrium dekstra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian dalamnya membentuk
krista terminalis.
17
19
ritmisitas / otomatis: secara potensial berkontraksi tanpa adanya rangsangan dari luar.
2. Mengikuti hukum gagal atau tuntas: impuls dilepas mencapai ambang rangsang otot
jantung maka seluruh jantung akan berkontraksi maksimal.
3. Tidak dapat berkontraksi tetanik.
20
masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga muatan positif dalam sel menjadi berkurang.
4. Fase plato (keadaan stabil)
21
22
2. Reflex mengawasi kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung melalui saraf otonom
Curah jantung
Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan sama besarnya. Jumlah
darah yang dipompakan ventrikel selama satu menit disebut curah jantung (cardiac output).
Curah jantung sama dengan jumlah darah yang dipompakan keluar pada setiap denyut jantung
(volume sekuncup) dikali jumlah denyut jantung permenit.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi otot jantung:
1. Beban awal
2. Kontraktilitas
3. Beban akhir
4. Frekuensi jantung
Periode pekerjaan jantung yaitu:
1. Periode systole
2. Periode diastole
3. Periode istirahat
Bunyi Jantung
Tahapan bunyi jantung:
1. Bunyi pertama: lup
2. Bunyi kedua : Dup
3. Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu muda
4. Bunyi keempat: kadang-kadang dapat didengar segera sebelum bunyi pertama
3.3 Definisi
24
left
bundle
branch
block
(LBBB)
menurut
European
Society
of
Laki-laki usia 35-44 tahun memiliki kecenderungan 5-6 kali dibanding perempuan untuk
terkena penyakit jantung koroner. Dengan asumsi faktor esterogen pada wanita yang
mempengaruhi kadar lipid, dengan menurunkan kadar LDL-C, meningkatkan HDL-C
serta trigliserida. Disparitas ini akan berkurang seiring dengan pertambahan usia, dengan
wanita 10 tahun kemudian. Walaupun begitu wanita cenderung lebih mendapati PJK yang
lebih kompleks karena pertambahan umur yang lebih tua disertai lebih banyak faktor
komorbiditas
3. Riwayat penyakit penyakit jantung koroner pada keluarga
Faktor yang dapat diubah, antara lain (8) ;
1. Hiperlipidemia (Hiperlipidemia dengan batas atas LDL-C 130-159 mg/dl dan tinggi
apabila mencapai >160 mg/dl.dan kadar HDL-C rendah (<40 mg/dl)
Resiko aterogenik yaitu kadar tinggi kolesterol LDL yang dapat teroksidasi dan
menimbulkan deposisi di sirkulasi pembuluh darah. Sedangkan kadar kolesterol HDL
yang rendah dapat meningkatkan resiko karena faktor protektif dari HDL yang rendah
seiring dengan kadarnya yang kurang.
2. Hipertensi (Hipertensi dengan hasil >140/90 mmHg atau pada obat antihipertensi)
Peningkatan tekanan darah menjadi resiko independen dalam penyakit jantung coroner.
Framingham menyatakan bahwa terdapat peningkatan resiko dua kali lipat pada orang
dengan tekanan darah lebih dari 160/95 mmHg dibandingkan dengan orang yang
normotensi.
3. Merokok
Resiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap perhari, bukan pada lama
merokok. Merokok lebih dari satu pak rokok sehari meningkatan resiko dua kali lipat
terhadap penyakit aterosklerosis koroner daripada mereka yang tidak merokok.
4. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus
menginduksi
hiperkolesterolesmia
memungkinan
timbulnya
aterosklerosis dan berkaitan dengan proliferasi sel otot polos pembuluh darah arteri
koroner, sintesis kolesterol, trigliserida, fosfolipid, peningkatan kadaar LDL-C dan kadar
HDL-C yang rendah.
26
5. Obesitas
Makanan dengan kalori yang tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh, gula dan garan
berperan dalam terjadinya hyperlipidemia dan obesitas yang secara langsung
meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen. Hal ini diperberat dengan gaya hidup
pasif (sedentary lifestyle) yang berperan dalam resistensi insulin, peningkatan resiko
gagal jantung setara dengan hiperlipidemia. Seseorang yang dengan sedentary lifestyle
memiliki resiko 30-50% lebih besar untuk mengalami hipertensi.
6. Hiperhomosisteinemia
Kadar homosistein atau asam amino alamiah tubuh yang tinggi (>15 mmol/L) berkaitan
dengan disfungsi endotel dan gangguan fungsi trombosit serta vasodilator dinding
pembuluh darah. Defisiensi asam folat dan vitamin B 6,B12
berperan dalam
hiperhomosisteinemia.
3.6 Klasifikasi Sindroma Koroner Akut
Sindroma koroner akut merupakan bagian dari penyakit jantung kronis yang simptomatik,
sindroma koroner akut dapat dibagi menjadi tiga (9) :
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI : ST Segment Elevation Myocardial
Infacrtion). Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut
disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Pada
STEMI, dibutuhkan terapi revaskularisasi segera, tanpa menunggu hasil pemeriksaan
marka jantung. Terapi revaskularisasi dapat berupa mekanik / PCI (Percutaneous
Coronary Intervention) atau dengan agen fibrinolitik.
2. Infark miokard degan non elevasi segmen ST (NSTEMI : Non ST Segment Elevation
Myocardial Infaction). Diagnosis NTEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina
pektoris akut tanpa elevasi ST segmen ( depresi ST segmen, inversi gelombang T,
gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization ataupun gelombang T tanpa
perubahan) yang persisten dikedua sadapan yang bersebelahan dengan marka jantung
yang meningkat
3. Angina pektoris tidak stabil (UAP : Unstable Angina Pectoris). Hal yang membedakan
NSTEMI dengan UAP terletak hanya pada marka jantung, apabila marka jantung normal
makan disebut sebagai angina pektoris tidak stabil
27
produksi radikal bebas oksigen, peningkatan tersebut menonaktifkan oksida nitrat yang
berperan sebagai endothelial relaxing factor dan menyebabkan peningkatan permeabilitas
endotel. Apabila terjadi hyperlipidemia kronis, akan terjadi penimbunan lipoprotein
ditempat meningkatnya permeabilitas endotel.(10)
2. Pembentukan bercak lemak
28
29
Aliran Darah
Tidak ada obstruksi
Aliran darah terbatas pada
Manifestasi Klinis
Asimptomatik
Stable angina
(70%)
Ruptur plak yang tidak stabil
Unstable angina
NSTEMI
3.8 Patofisiologi
Plak aterosklerosis yang ruptur diikuti dengan agregasi platelet dapat menimbulkan
trombus intrakoroner ;
1. Vasokonstriksi ; disfungsi endotel akibat proses aterosklerosis menyebabkan
vasokonstriksi dan terjadinya ketidakseimbangan antara mekanisme anti-trombotik
normal dengan mekanisme anti-trombotik endogen
2. Hemostasis primer ; endotel yang terekspose akibat rupture menyebabkan platelet yang
berada disirkulasi beragregasi dan membentuk sumbatan (plug)
3. Hemostasis sekunder ; endotel yang terekspose tersebut akan mengaktifkan tissue
faktor
dan akan
terjadi
kaskade
koagulasi
utnuk
31
Intrinsik (instabiilitas lesi ateroslerotik) : lapisan fibrosa yang tipis akibat proses kimiawi
internal
Physical stressor : peningkatan tekanan darah, heart rate, dan peningkatan kontraksi
ventrikel, dan aktivasi system saraf simpatis akibat emosional stress
Setelah terjadinya oklusi yang diikuti oleh infark atau nekrosis dari miosit yang kekurangan
supply oksigen terjadi konversi metabolisme dari aerob menjadi anaerob ditandai dengan
terganggunya produksi ATP dan disfungsi sistolik akibat kontraksi miosit yang tidak bersamaan,
menyebabkan curah jantung berkurang. Disfungsi diastolic terjadi akibat compliance (gangguan
relaksasi) ventikel yang bekurang peningkatan tekanan pengisian ventrikel saat diastole. Akibat
metabolism anaerob yang meningkat, terjadi penumpukan asam laktat dan penurunan ph darah.
Gangguan pembentukan ATP menyebabkan gangguan fluks natrium, kalium dan kalsium antar
intrasel dan ekstrasel. Peningkatan natrium diintrasel menyebabkan edema selular, peningkatan
kalium di ekstrasel menimbulkan gangguan potensial aksi dan menghasilkan instabilitas elektris
yang dapat menyebabkan aritmia jantung. Sedangkan peningkatan kalsium intrasel menyebabkan
aktivasi lipase dan protease dan memicu nekrosis jaringan.
Perubahan jangkan panjang akibat infark dapat terjadi beberapa hari sampai minggu. Miosit
yang nekrosis akan di resorpsi oleh makrofag dan menyebabkan struktur dari dinding miokard
melemah sehingga menimbulkan potensi terjadinya ruptur (myocardial wall rupture). Nekrosis
miosit menghasilkan jaringan parut atau scar tissue dan dalam jangka panjang dapat terjadi
remodeling ventrikel. Kompensasi dari bagian miokard yang tidak nekrosis / peningkatan stress
pada bagian miokard yang lain memicu pembesaran ventrikel.
32
Angina
Atipikal
Gambaran
angina
atipikal
adalah
nyeri
dipenjalaran
angina
tipikal,
gangguan
wanita, penderita diabetes, gagal ginjal kronik, atau demensia. Keluhan ini patut dicurigai
menjadi angina equivalen apabila ditemukan setelah dipicu oleh aktivitas.(9)
Keluhan di perkuat apabila ditemukan karakteristik seperti ;
Pria
Diketahui memiliki penyakit aterosklerosis non coroner (penyakir arterial perifer)
Memiliki riwayat pernah mengalami infark miokard, coronary bypass ataupun PCI
34
2.
EKG
35
miosit jantung. Peningkatan marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit,
tidak dapat membedakan etiologi (koroner atau nonkoroner). Pada disfungsi ginjal
tropoin I memiliki spesifisitas yang lebih tinggi dbandingkan dengan troponin T.
Penyebab
Tanda
Non- Kardiak
Troponin
I/T
insufisiensi ginjal
Kardiak
Angina tipikal
EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostic untuk STEMI, depresi ST atau inversi
37
akumulasi metabolit lokal dan miokard iskemia yg memicu respon saraf simpatis
Dyspnea, karena gangguan relaksasi ventrikel kiri, peningkatan tekanan diastolik
ventrikel kiri sebabkan aliran balik arteri pulmonalis yang menyebabkan kongesti paru
Diaphoresis, disebebkan oleh peningkatan respon tonus simpatis, akibat serangan akut
iskemia
Mual / muntah , peningkatan tonus parasimpatis saat iskemia akut
Sementara manifestasi klinis antara angina pektoris tidak stabil, NSTEMI dan STEMI dapat
dibedakan berdasarkan tabel (12) :
Angina Pektoris
NSTEMI
Tidak Stabil
Keluhan Klinis:
STEMI
Presentasi
klinis
menyerupai
SKA
pada
-Angina saat istirahat, durasi lebih umumnya. Namun kadang pasien datang
dari sama dengan 20 menit, atau
-Angina pertama kali hingga aktivitas atau bahu, sesak nafas akut, sinkop atau aritmia
fisik menjadi sangat terbatas, atau
-Angina progresif: pasien dengan Pasien dengan STEMI biasanya telah memiliki
angina stabil, terjadi perburukan, riwayat angina atau PJK, usia lanjut, dan
frekuensi lebih sering, durasi lebih kebanyakan laki - laki
lama, muncul dengan aktivitas ringan
-Angina pada SKA sering disertai
dnegan
keringat
dingin
(respon
serta
populasi
rasa
lemas.
Pada
lansia
(>75
tahun),
dan
diabetes
kadang
perempuan,
dan
hiperaktivitas
(takikardidan/atau
hipotensi)
saraf
dan
simpatis
hampir
-Gambaran ST depresi, horizontal dua atau lebih sdapan sesuai regio dinding
maupun down sloping, yang lebih ventrikelnya. Namun khusus pada sadapan V2dari sama dengan 0,05mV pada dua V3, batasan elevasi menjadi lebih dari sama
atau lebih sadapan sesuai regio dnegan 0,2 mV pada laki laki usia lebih dari
dinding ventrikelnya, dan/atau inversi sama dengan 40 tahun, lebih dari sama dengan
gelombang T lebih dari sama dengan 0,25 mV pada laki laki berusia < 40 tahun,
0,1
mV
dengan
gelombang
perempuan
posterior
(V7-V9)
jam
untuk
mendeteksi
39
CKMB
jam
setelah
onset)
Tabel 3. Perbedaan Karakteristik Klinis Sindrom Koroner Akut
3.11 Tatalaksana
3.11.1 Perawatan di IGD
Dengan adanya anamnesis mengenai keluhan pasien, terapi sementara dapat diberikan sebelum
menegakkan diagnosis sindrom koroner akut dengan adanya keluhan angina tipikal sambil
menunggu hasil EKG atau marka jantung . Penilaian ABC (Airway, Breathing Circulation) dan
berikan terapi sementara yang dapat disingkat MONA (Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin). Terapi
ini tidak harus diberikan bersamaan semua atau bersamaan.(9)
1. Oksigen diberiksan segera pada pasien dengan saturasi oksigen (SO2) < 95%. Oksigen
dapat diberikan 6 jam pertama tanpa mempertimbangkan hasil SO2
2. Aspirin diberikan dengan dosis 160-320 mg pada semua pasien (tanpa mengetahui
intoleransinya). Uncoated aspirin lebih baik mengingat absorbsi sublingual yang lebih
cepat
3. Anti reseptor ADP : ticagrelor peroral (loading 180 mg, maintenance 90 mg dua kali
sehari, kecuali pasien STEMI yang berencana dilakukan terapi fibrinolitik) atau
clopidogrel peroral (loading 300 mg, maintenance 75 mg perhari). Clopidogrel lebih
disarankan pada pasien degan terapi fibrinolitik.
4. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual diberikan pada pasien dengan nyeri dada
yang tidak hilang sesampai di unit gawat darurat. Pemberian dapat diulang sampai
maksimal 3 kali apabila nyeri dada tidak berkurang. Pemberian secara intravena
dilakukan apabila pasien tidak responsif terhadap tiga kali pemberian sublingual. ISDN
(Isosorbit Dinitrat) dapat dipakai sebagai pengganti NTG.
40
5. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diberikan jika pasien tidak responsif terhadap tiga
kali pemberian NTG.
41
Sementara apabila terdapat rumah sakit yang mempu melakukan PCI, delay yang diharapakan
adalah 60 menit (door to balloon) antara datangnya pasien sampai PCI dimulai.
42
2. Terapi Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik diindikasikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien
tanpa kontraindikasi apabila PCI tidak dapat dilakukan oleh tim yang berpengalaman
dalam 120 menit sejak kontak medis pertama. Perlu dipertimbangkan apabila pasien
43
datang lebih awal <2 jam sejak awitan gejala dengan infark luas dan resiko perdarahan
rendah apabila kontak medis pertama hingga balloon inflation >90 menit. Obat yang
diberikan bersifat spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase) yang lebih
disarankan dibanding kurang spefisik terhadap fibrin (streptokinase). Pemberian antiplatelet (aspirin) dan anti DAP (clopidogrel) diberikan secara bersamaan. Pemberian
antikoagulan disarankan untuk pasien STEMI yang di beri fibrinolitik hingga
revaskularisasi (bila dilakukan) atau selama pasien di rawat di rumah sakit hingga hari ke
8. Pilihan utama adalah enoksaparin subkutan atau UFH (Unfraction Heparin) secara
bolus iv sesuai berat badan. Untuk pasien yang diberikan streptokinase disarankan untuk
memberikan fondaparinux dalam bolus iv diikutin dengan dosis subkutan dalam 24 jam
selanjutnya. Semua pasien perlu dirujuk ke rumah sakit yang menyediakan PCI setelah
terapi fibrinolitik. Apabila terapi fibrinolitik gagal ( <50% perbaikan segmen ST setelah
60 menit), maka dilakukan PCI rescue. PCI emergency dilakukan apabila terjadi iskemia
rekuren atau bukti bahwa terjadI reokulsi setelah fibrinolisis berhasil.
Obat-obatan yang digunakan pada terapi STEMI sebagai berikut :
Golongan
Anti
platelet
Nama
Aspirin
Nama Dagang
Aspilet
Ascardia
(loading dose
162-325 mg p.o
Maintenance :
75-162
mg/hari )
Clopidogrel
CPG
(Loading dose
300-600 mg p.o
75 mg/hari p.o
selama 12
bulan)
Fungsi
Penghambat
COX -1
(Menggangu
siklus
cyclooxygenase,
menghambat
thromboxane A2
dan hambat
agregasi
trombosit)
Penghambat
reseptor P2Y12
(Hambat
Adenosine 5Diphosphate
dengan reseptor
P2Y12 untuk
inisiasi agregasi
trombosit)
Kontraindikasi
Varices
esophagus
Trombositopenia
72 jam post
operasi besar
dengan resiko
perdarahan
Perdarahan akut
Penyakit liver
terdekompenasas
i
Kehamilan / 48
post partum
44
Anti
koagulan
Unfractioned
Heparin
(UFH)
Lowmolecularweight
heparin
(LMWH)
Fondaparinux
Bivalrudin
Mengkatalisis
anti-thrombin
(AT/AT III) dan
menyebabkan
inaktivasi
thrombin
Prolong aPTT
Arixtra (2,5
mg/sc/hari)
Hambat faktor Xa
indirek
Bivalrudin
Bolus IV 0,1
mg/kgBB
Dilanjutkan
infus 0,25
mg/kgBB/jam
Hambat faktor Xa
direk
Anti
tromboliti
k
Streptokinase
(Sk)
Alteplase
(tPA)
1,5 juta U
dalam 100 mL
Dextrose 5%
atau NaCl 0,9%
dalam waktu
30-60 menit
Bolus 15 mg
Intravena 0,75 /
kgBB selama 30
menit,
dilanjutkan 0,5
mg / kgBB
selama 60 menit
Dosis total tidak
melebihi 100
mg
Diathesa
hemorragik
Hipertensi berat
Perdarahan
cerebrovascular
Ulkus aktif pada
gastrointestinal,
saluran napas,
dan saluran
kemih
Operasi pada
system saraf
pusat
Fasilitas
laboratorium
yang kurang
Pasien yang tidak
kooperatif
Kehamilan
Mengaktifkan
plasminogen
menjadi plasmin
dan mendegradasi
fibrin
45
Anti
ischemic
Beta blockers
(Bisoprolol)
Concor
1.25 mg dan di
titrasi
Menurunkan
demand oksigen,
menurunkan laju
jantung,
kontraktilitas dan
tekanan darah
*Kontraindikasi
(tekanan darah
sistolik <90
mmHg,
bradikardia,
blockade jantung,
asma, gagal
jantung)
Kontraindikasi Relatif
TIA (Transcient Ischemic Attack) dalam 6
bulan terakhir
Pemakaian antikoagulan oral
Kehamilan / 1 minggu post-partum
neoplasma
Trauma operasi/ kepala berat dalam 3 minggu
terakhir
Perdarahan saluran cerna dalam 1 bulan
Resusitasi traumatic
terakhir
Penyakit perdarahan
Diseksi aorta
46
1. Berhenti merokok
Menyarankan pasien untuk berhenti merokok, dan menghindari ekspose asap rokok pada
lingkungan sehari-hari
2. Kontrol Tekanan darah.
Mengkontrol tekanan darah agar stabil < 140/90 mmHg atau < 130/80 mmHg pada
pasien dengan diabetes atau gagal ginjal kronis. Inisasi perubahan gaya hidup sehat pada
semua pasien (pengaturan berat badan dengan aktivitas fisik, hindari konsumsi rokok,
reduksi garam pada diet dan meningkatkan konsumsi buah-buahan). Mulai pemberian
beta blocker dana tau ACE inhibitor bila tekanan darah 140/90 mmHg atau 130/80
pada pasien dengan diabetes atau gagal ginjal kronik, lalu tambahkan thiazide atau yang
lain sesuai kebutuhan.
3. Managemen Lipid
Mengkontrol kadar lipid LDL-C <100 mg/dl dan non HDL-C (kolesterol total HDL-C)
<130 mg/dl pada pasien dengan trigliserid 200 mg/dl
Mulai diet dengan mengurangi makanan berlemak. Kolesterol 200 mg/dl per
Penyesuaian berat badan dengan BMI normal antara, 18,5 24,9 kg per m2 dengan
lingkar pinggang untuk wanita < 80 cm dan pria < 90 cm
6. Terapi antiplatelet dan antikoagulan
Mulai aspirin dengan dosis 75-162 mg/ hari pada semua pasien kecuali terdapat
kontraindikasi
Pemberian clopidogrel jangka panjang dengan dosis 75 mg/hari disarankan pada
pasien STEMI, tanpa mempertimbangkan apakah pasien mendapat terapi
7. ACE inhibitor
Pemberian ACE inhibitor di mulai pada pasien dengan LVEF < 40% dan pada pasien
dengan hipertensi, diabetes, atau gagal ginjal kecuali terdapat kontraindikasi
8. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Mulai pemberian ARB pada pasien yang intoleran terhadap ACEI dan pasien dengan
LVEF < 40%.
9. Aldosterone blockers
Mulai pemberian aldosterone blocker pada pasien tanpa disfungsi ginjal atau
hyperkalemia yang sudah mendapat dosis terapeutik dari ACEI dan beta blocker.
3.12 Komplikasi
1. Gagal Jantung
Dalam fase akut atau subakut setelah STEMI dapat terjadi disfungsi miokard, apabila terjadi
jejas ataupun obstruksi mikrovaskular terutama di dinding anterior. Hal ini dapat menyebabkan
48
kegagalan pompa dan berujung pada remodeling, yang dapat menjadi gagal jantung ditandai
dengan tanda-tanda seperti dyspnea, terdapat suara jantung ketiga, ronkhi pulmonal, dilatasi
ventrikel kiri dan berkurangnya fraksi ejeksi. Marker jantung berupa BNP (Brain Natriuretic
Peptide) mengindikasikan stress miokardium. Derajat gagal jantung setelah infark dapat dilihat
berdasarkan klasifikasi Killip (1 ; asimptomatik, 2; terdapat ronki basah kasar, distensi vena
jugularis, 3; edema paru, 4; syok kardiogenik)
2. Hipotensi
Jika tekanan darah sistolik menetap <90 mmHg, dapat terjadi karena hipovolemia atau
manifestasi dari iskemia miokard yang menyebabkan gangguan irama. Hipotensi berkelanjutan
dapat menyebabkan urin output berkurang, gangguan akut ginjal.
3. Kongesti Paru
Ditandai dengan adanya dyspnea dengan ronkhi basah paru dibasal. Didapati perbaikan dengan
pemberian diuretic atau vasodilator
4. Syok Kardiogenik
50% syok kardiogenik terjadi dalam 6 jam dan 75% dalam 24 jam. Tanda-tanda syok
kardiogenik seperti, hipotensi, bukti cardiac output rendah (takikardia saat istirahat), perubahan
status metal, olguria, ekstremitas dingin dan kongesti paru.
5. Aritmia
Aritmia dan gangguan konduksi jantung serig ditemukan dalam beberrapa jam pertama setelah
infark miokard. Awitan fibrilasi atrium sebesar 28%, ventrikel takikardia yang tidak belanjut,,
blok AV derajat tinggi 10% (30 detak permenit selama 5 detik), sinus bradikardi 7% dan henti
sinus sebesar 5% (5 detik). Aritmia yang terjadi setelah reperfusi awal dapat merupakan
manifestasi klinis akibat iskemia miokard, kegagalan pompa jantung, hipoksia, gangguan
elektrolit (hypokalemia) dan gangguan asam basa.
6.Perikarditis
49
Gejala pericarditis adalah rasa tajam terkait dengan postur dan pernapasan. Hilang dengan
pemberian aspirin dosis tinggi,parasetamol ataupun kolkhisin. Dapat muncul sebagai re-elevasi
segmen ST biasanya ringan dan progresif
7. Thrombus ventrikel kiri
Insidennya berkurang karena terapi reperfusi, obat-obatan antitrombotik. Penelitian menyatakan
bahwa hamper seperempat infar miokard anterior memiliki trombus ventrikel kiri yang dapat
terdeteksi. Pemberian anti koagulan pada pasien dengan abnormalitas gerakan dinding anterior
besar mengurangi terjadinya trombus mural.
DAFTAR PUSTAKA
50
Alwi, Idrus. 2006. Infark Miokard dengan ST Elevasi. Dalam: Sudoyono, W.A.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 17411742.
2 OGara PT, Kushner FG, Ascheim DD, et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the
Management of ST-Elevation Myocardial Infarction: Executive Summary. American
Heart Asscociation [Internet]. 2012 Dec [cited 2015 Aug 19]; 127: 529-555. Availiable
from: http://circ.ahajournals.org/content/127/4/529.full
3 Cambridge Comunication Limited. Anatomi dan Fisiologi : Sistem Pernapasan dan
Kardiovaskular. Jakarta : EGC; 2002. p 29-35.
4 Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI [Internet]. Jakarta : Kementrian
Kesehatan RI ; 2015 [cited 2015 August 20]. Available from :
http://www.depkes.go.id/article/print/15021800003/situasi-kesehatan-jantung.html
5
7
8
9
10
11
12
13
14
51
52