You are on page 1of 24

LAPORAN PENDAHULUAN

TETANUS

A. Pengertian
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak
eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan
sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular (neuro muscular jungtion) dan saraf
autonom. (Smarmo 2010).
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh tetonospamin yang di produksi oleh
clostridium tetani yang menginfeksi system urat saraf dan otot sehingga otot menjadi kaku.
(Gardjito, Widjoseno 2011).
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme,
yang disebabkan oleh tetanuspasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkanoleh
Clostridium tetani. Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus termasuk di dalamnyatetanus
neonatorum, tetanus generalisata dan gangguan neurologis loka. (Aru W. Sudoyo,2011).
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium
tetanibermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh
badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot massater dan otot-otot rangka.
(Sjaifoellah Noer, 2013).
Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu: (Sudoyo Aru, 2011)
1. Tetanus local: Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan
spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu
dan menghilang.

2. Tetanus sefalik: Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari terjadi
sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf
III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus umum.
3. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku kuduk, nyeri
tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus), disfagia. Timbul
kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada
mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh
periode relaksasi.
4. Tetanus neonatorum: biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak
ditanggani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi secara
adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.
Klasifikasi beratnya tetanus oleh albert (Sudoyo Aru, 2011):
1. Derajat I (ringan): trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai sedang, spasitas
general, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia
2. Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat ringan
sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR 30x/ menit, disfagia ringan.
3. Derajat III (berat): trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek berkepanjangan,
RR 40x/ menit, serangan apnea, disfagia berat, takikardia 120.
4.

Derajat IV (sangat berat): derajat tiga dengan otomik berat melibatkan sistem
kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia terjadi perselingan dengan hipotensi dan
bradikardia, salah satunya dapat menetap.

B. Penyebab
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob,
Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke
dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi) (Brennen U. 2012).
Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya
adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme)
(Perlstein D. 2010)

Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan
dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah,
lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan
atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan (Parry CM,
dkk. 2010).
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif.
Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran
darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti
pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala klonis yang ditimbulakan dari toksin tersebut adalah
dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang tidak
terkontrol. Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak)
pada voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena
biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh
kegagalan pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi (Martinko JM, dkk. 2012).
C. Tanda dan gejala
Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-rata 7-10 hari
dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama dengan spasme pertama)
bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama: regiditas, spasme otot. Gangguan ototnomik
biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan
tetap bertahan lebih lama. Pemulihan bisa memerlukan waktu 4 minggu. (Sudoyo, Aru 2010).
Pemeriksaan fisis (Sumarmo, 2013)
1. Trismus adalah kekakuan otot mengunyah sehingga sukar membuka mulut.
2. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak dahi mengkerut,
mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar kebawah.
3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot punggung, otot
leher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat menyebabkan
tubuh melengkung seperti busur.

4. Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan


5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi
setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena sinar yang
kuat.
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan akibat kejang yang terusmenerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian.
Secara umum tanda dan gejala yang akan muncul:
1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka mulut
(trismus)
2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:
a. Otot leher
b. Otot dada
c. Merambat ke otot perut
d. Otot lengan dan paha
e. Otot punggung, seringnya epistotonus
3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
4. Iritabilitas
5. Demam
Gejala penyerta lainnya:
1. Keringat berlebihan

2. Sakit menelan
3. Spasme tangan dan kaki
4. Produksi air liur
5. BAB dan BAK tidak terkontrol
6. Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang.

D. Patofisiologi
Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui luka dalam bentuk
spora. Penyakit akan muncul bila spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif yang menghasilkan
tetanospasmin pada keadaan tekanan oksigen rendah, nekrosis jaringan atau berkurangnya
potensi oksigen.
Masa inkubasi dan beratnya penyakit terutama ditentukan oleh kondisi luka. Beratnya
penyakit terutama berhubungan dengan jumlah dan kecepatan produksi toksin serta jumlah
toksin yang mencapai susunan saraf pusat. Faktor-faktor tersebut selain ditentukan oleh kondisi
luka, mungkin juga ditentukan oleh strain Clostridium tetani. Pengetahuan tentang patofisiologi
penyakit tetanus telah menarik perhatian para ahli dalam 20 tahun terakhir ini, namun
kebanyakan penelitian berdasarkan atas percobaan pada hewan.
Toksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan berbagai cara, sebagai
berikut :
1. Masuk ke dalam otot
Toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar luka, kemudian ke otot-otot
sekitarnya dan seterusnya secara ascenden melalui sinap ke dalam susunan saraf pusat.
2. Penyebaran melalui sistem limfatik

Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam nodus limfatikus,
selanjutnya melalui sistem limfatik masuk ke peredaran darah sistemik.
3. Penyebaran ke dalam pembuluh darah.
Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem limfatik, namun dapat pula
melalui sistem kapiler di sekitar luka. Penyebaran melalui pembuluh darah merupakan cara
yang penting sekalipun tidak menentukan beratnya penyakit. Pada manusia sebagian besar
toksin diabsorbsi ke dalam pembuluh darah, sehingga memungkinkan untuk dinetralisasi atau
ditahan dengan pemberian antitoksin dengan dosis optimal yang diberikan secara intravena.
Toksin tidak masuk ke dalam susunan saraf pusat melalui peredaran darah karena sulit untuk
menembus sawar otak. Sesuatu hal yang sangat penting adalah toksin bisa menyebar ke otototot lain bahkan ke organ lain melalui peredaran darah, sehingga secara tidak langsung
meningkatkan transport toksin ke dalam susunan saraf pusat.
4. Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP)
Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui serabut saraf, secara retrograd toksin
mencapai SSP melalui sistem saraf motorik, sensorik dan autonom. Toksin yang mencapai
kornu anterior medula spinalis atau nukleus motorik batang otak kemudian bergabung
dengan reseptor presinaptik dan saraf inhibitor. (Parry CM, dkk. 2013).

E. Diagnosis
1. Riwayat dan temuan secara fisik
Kenaikan tonus otot skelet: trismus, kontraksi otot-otot kepala/wajah dan mulut, perut
papan
2. Pemeriksaan laboratorium
Kultur luka (mungkin negative)
Test tetanus anti bodi
3. Tes lain untuk menyingkirkan penyakit lain seperti meningitis, rabies, epilepsy dll
F. Pemeriksaan penunjang

EKG: interval CT memanjang karena segment ST.

Bentuk takikardi ventrikuler

(Torsaderde pointters)
-

Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar fosfat
dalam serum meningkat.

Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan atau
basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.

G. Penatalaksanaan
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a.

hiperimun globulin (paling baik)


Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus barier
darah-otak

b. Pemberian ATS (anti tetanus)


ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat clostridium: luka paku
berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat dirawat, luka tembak, luka yang terdapat
diregio leher dan muka, dan luka-luka tusuk atau gigitan yang dalam) yaitu sebanyak
1500 IU 4500 IU
ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh kuman tetanus tetapi
untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan clostridium tetani disekitar luka yang
kemudian menyebar melalui sirkulasi menuju otak.
Untuk terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu:
-

Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)

IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kiri)

IM di region gluteal 10.000 IU

2. Perawatan luka
a.

Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka (jaringan
nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk berkembang biak)

b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV) selama 10 hari
c.

Alternatif

Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat dihentikan
dengan membasmi kuman tersebut.
3. Berantas kejang
a.

Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang

b. Preparat anti kejang


c.

Barbiturat dan Phenotiazim


-

Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk optimum


level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera bila dirangsang

Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus

Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24 jam:
mungkin 2-6 minggu

4. Terapi suportif
a.

Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang

b. Perawatan umum, oksigen


c.

Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi

d.

Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari dehidrasi.
Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain berfungsi untuk
mencegah atropi saluran cerna.

e.

Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin.

H. Komplikasi
1. Hipertensi
2. Kelelahan
3. Asfiksia
4. Aspirasi pneumonia
5. Fraktur dan robekan otot
I.

Pencegahan
1. Imunisasi tetanus

Dipertimbangkan proteksi terhadap tetanus selama 10 tahun setelah suntukan


a.

DPT vaksin pada bayi dan anak-anak

b. Td vaksin digunakan pada booster untuk remaja dan dewasa.


Ada juga yang menganjurkan dilakukan imunisasi setiap interval 5 tahun
2. Membersihkan semua jenis luka setelah injuri terjadi, sekecil apapun.
3. Melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya

J. Masalah keperawatan
No
1

Diagnosa

Bersihan Jalan Nafas tidak


Efektif
Definisi : Ketidakmampuan
untuk membersihkan sekresi
atau obstruksi dari saluran
pernafasan untuk
mempertahankan kebersihan
jalan nafas.
Batasan Karakteristik :
- Dispneu, Penurunan suara
nafas
- Orthopneu
- Cyanosis
- Kelainan suara nafas (rales,
wheezing)
- Kesulitan berbicara
- Batuk, tidak efekotif atau
tidak ada
- Mata melebar
- Produksi sputum
- Gelisah
- Perubahan frekuensi dan
irama nafas
Faktor-faktor yang
berhubungan:
- Lingkungan : merokok,
menghirup asap rokok, perokok
pasif-POK, infeksi
- Fisiologis : disfungsi
neuromuskular, hiperplasia
dinding bronkus, alergi jalan
nafas, asma.
- Obstruksi jalan nafas :
spasme jalan nafas, sekresi
tertahan, banyaknya mukus,
adanya jalan nafas buatan,
sekresi bronkus, adanya eksudat
di alveolus, adanya benda asing
di jalan nafas.

Tujuan

NOC :
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory status : Airway
patency
Aspiration Control
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan
batuk
efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum,
mampu
bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan
dalam
rentang
normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas

Intervensi

NIC :
Airway suction
Pastikan kebutuhan oral / tracheal
suctioning
Auskultasi suara nafas sebelum
dan sesudah suctioning.
Informasikan pada klien dan
keluarga tentang suctioning
Minta klien nafas dalam sebelum
suction dilakukan.
Berikan O2 dengan menggunakan
nasal untuk memfasilitasi suksion
nasotrakeal
Gunakan alat yang steril sitiap
melakukan tindakan
Anjurkan pasien untuk istirahat dan
napas
dalam
setelah
kateter
dikeluarkan dari nasotrakeal
Monitor status oksigen pasien
Ajarkan keluarga bagaimana cara
melakukan suksion
Hentikan suksion dan berikan
oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2,
dll.
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi
pasien
perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan

mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
2

Nyeri
Definisi :
Sensori yang tidak
menyenangkan dan
pengalaman emosional yang
muncul secara aktual atau
potensial kerusakan jaringan
atau menggambarkan adanya
kerusakan (Asosiasi Studi
Nyeri Internasional):
serangan mendadak atau
pelan intensitasnya dari
ringan sampai berat yang
dapat diantisipasi dengan
akhir yang dapat diprediksi
dan dengan durasi kurang
dari 6 bulan.
Batasan karakteristik :
Laporan secara verbal
atau non verbal
Fakta dari observasi
Posisi antalgic untuk
menghindari nyeri
Gerakan melindungi
Tingkah laku berhatihati
Muka topeng
Gangguan tidur (mata
sayu, tampak capek, sulit atau
gerakan kacau, menyeringai)
Terfokus pada diri
sendiri
Fokus menyempit
(penurunan persepsi waktu,
kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
Tingkah laku distraksi,
contoh : jalan-jalan, menemui
orang lain dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)

NOC :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen
nyeri
Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang
normal

NIC :
Pain Management
Lakukan
pengkajian
nyeri
secara komprehensif termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi
terapeutik
untuk
mengetahui
pengalaman nyeri pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan
tim
kesehatan
lain
tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau
Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan menemukan
dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan
nyeri
(farmakologi,
non
farmakologi dan inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
Berikan
analgetik
untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil

Monitor penerimaan
tentang manajemen nyeri

Respon autonom
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
Perubahan autonomic
dalam tonus otot (mungkin
dalam rentang dari lemah ke
kaku)
Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh
kesah)
Perubahan dalam
nafsu makan dan minum

Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah
pemberian
analgesik
pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)

Faktor yang berhubungan :


Agen injuri (biologi, kimia,
fisik, psikologis)

Resiko Aspirasi b/d tidak


efektifnya kebersihan jalan
nafas dan tidak adanya reflek
muntah
Definisi : Risiko masuknya
secret secret gastrointestinal,
secret secret oropharingeal,
benda benda padat atai cairan
kedalam tracheobronkhial.

Faktor factor resiko :


Peningkatan tekanan
dalam lambung
Selang makanan
Situasi yang
menghambat

pasien

NOC :
Respiratory Status :
Ventilation
Aspiration control
Kriteria Hasil :
Pasien mampumenelan
tanpa terjadi aspirasi
Jalan nafas paten dan
suara nafas bersih

NIC:
Aspiration precaution
Monitor tingkat kesadaran,
reflek batuk dan kemampuan
menelan
Monitor status paru
Pelihara jalan nafas
Lakukan suction jika diperlukan
Cek nasogastrik sebelum makan
Hindari makan kalau residu
masih banyak
Potong makanan kecil kecil
Haluskan
obat
sebelumpemberian
Naikkan kepala 30-45 derajat
setelah makan

Elevasi bagian tubuh


atas

Penurunan tingkat
kesadaran
Adanya tracheostomy
atau selang endotrakheal
Keperluan pengobatan
Adanya kawat rahang
Peningkatan residu
lambung
Menurunnya fungsi
spingter esophagus
Gangguan menelan
NGT
Operasi, trauma
wajah, mulut, leher
Batuk, gag reflek
Penurunan motilitas
gastrointestinal
Lambatnya
pengosongan lambung

Perfusi jaringan tidak efektif


b/d kerusakan transport
oksigen melalui alveolar dan
atau membran kapiler
Definisi :
Penurunan pemberian
oksigen dalam kegagalan
memberi makan jaringan
pada tingkat kapiler
Batasan karakteristik :
Renal
Perubahan tekanan
darah di luar batas parameter
Hematuria
Oliguri/anuria

NOC :
Circulation status
Tissue Prefusion :
cerebral
Kriteria Hasil :
a. mendemonstrasikan
status sirkulasi yang ditandai
dengan :
Tekanan systole
dandiastole dalam rentang
yang diharapkan
Tidak ada
ortostatikhipertensi
Tidak ada tanda tanda
peningkatan tekanan
intrakranial (tidak lebih dari

NIC :
Peripheral Sensation
Management (Manajemen
sensasi perifer)
Monitor adanya daerah tertentu
yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
Monitor adanya paretese
Instruksikan keluarga untuk
mengobservasi kulit jika ada lsi
atau laserasi
Gunakan sarun tangan untuk
proteksi
Batasi gerakan pada kepala,
leher dan punggung
Monitor kemampuan BAB

Elevasi/penurunan
BUN/rasio kreatinin
Gastro Intestinal
Secara usus hipoaktif
atau tidak ada
Nausea
Distensi abdomen
Nyeri abdomen atau
tidak terasa lunak
(tenderness)
Peripheral
Edema
Tanda Homan positif
Perubahan
karakteristik kulit (rambut,
kuku, air/kelembaban)
Denyut nadi lemah
atau tidak ada
Diskolorisasi kulit
Perubahan suhu kulit
Perubahan sensasi
Kebiru-biruan
Perubahan tekanan
darah di ekstremitas
Bruit
Terlambat sembuh
Pulsasi arterial
berkurang
Warna kulit pucat pada
elevasi, warna tidak kembali
pada penurunan kaki
Cerebral
Abnormalitas bicara
Kelemahan
ekstremitas atau paralis
Perubahan status
mental
Perubahan pada
respon motorik
Perubahan reaksi pupil
Kesulitan untuk
menelan
Perubahan kebiasaan
Kardiopulmonar
Perubahan frekuensi
respirasi di luar batas

15 mmHg)
b. mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang
ditandai dengan:
berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
memproses informasi
membuat keputusan
dengan benar
c. menunjukkan fungsi
sensori motori cranial yang
utuh : tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada gerakan
gerakan involunter

Kolaborasi pemberian analgetik


Monitor adanya tromboplebitis
Diskusikan menganai penyebab
perubahan sensasi

parameter
Penggunaan otot
pernafasan tambahan
Balikkan kapiler > 3
detik (Capillary refill)
Abnormal gas darah
arteri
Perasaan Impending
Doom (Takdir terancam)
Bronkospasme
Dyspnea
Aritmia
Hidung kemerahan
Retraksi dada
Nyeri dada
Faktor-faktor yang
berhubungan :
Hipovolemia
Hipervolemia
Aliran arteri terputus
Exchange problems
Aliran vena terputus
Hipoventilasi
Reduksi mekanik pada
vena dan atau aliran darah
arteri
Kerusakan transport
oksigen melalui alveolar dan
atau membran kapiler
Tidak sebanding
antara ventilasi dengan aliran
darah
Keracunan enzim
Perubahan
afinitas/ikatan O2 dengan Hb
Penurunan konsentrasi
Hb dalam darah
5

Resiko trauma b/d kejang

NOC :
Knowledge : Personal
Safety
Safety Behavior : Faal
Prevention
Safety Behavior : Falls
occurance
Safety Behavior :

NIC :
Environmental Management safety
Sediakan lingkungan yang
aman untuk pasien
Identifikasi
kebutuhan
keamanan pasien, sesuai dengan
kondisi fisik dan fungsi kognitif
pasien dan riwayat penyakit

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : Intake nutrisi tidak
cukup untuk keperluan
metabolisme tubuh.
Batasan karakteristik :
- Berat badan 20 % atau
lebih di bawah ideal
- Dilaporkan adanya intake
makanan yang kurang dari
RDA (Recomended Daily
Allowance)
- Membran mukosa dan
konjungtiva pucat
- Kelemahan otot yang
digunakan untuk
menelan/mengunyah
- Luka, inflamasi pada
rongga mulut
- Mudah merasa kenyang,

Physical Injury

terdahulu pasien
Menghindarkan
lingkungan
yang
berbahaya
(misalnya
memindahkan perabotan)
Memasang side rail tempat tidur
Menyediakan tempat tidur yang
nyaman dan bersih
Menempatkan saklar lampu
ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan yang
cukup
Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
Memindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien
dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.

NOC :
Nutritional Status : food
and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat
badan sesuai dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai
dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda tanda
malnutrisi
Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti

NIC :
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Anjurkan
pasien
untuk
meningkatkan intake Fe
Anjurkan
pasien
untuk
meningkatkan protein dan vitamin
C
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Berikan makanan yang terpilih (
sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori

Berikan
informasi
tentang
kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan
nutrisi
yang
dibutuhkan

sesaat setelah mengunyah


makanan
- Dilaporkan atau fakta
adanya kekurangan makanan
- Dilaporkan adanya
perubahan sensasi rasa
- Perasaan ketidakmampuan
untuk mengunyah makanan
- Miskonsepsi
- Kehilangan BB dengan
makanan cukup
- Keengganan untuk makan
- Kram pada abdomen
- Tonus otot jelek
- Nyeri abdominal dengan
atau tanpa patologi
- Kurang berminat terhadap
makanan
- Pembuluh darah kapiler
mulai rapuh
- Diare dan atau steatorrhea
- Kehilangan rambut yang
cukup banyak (rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi,
misinformasi

Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan
berat badan
Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama
makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake
nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.
Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

Faktor-faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan
atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor
biologis, psikologis atau
ekonomi.

Resiko infeksi
Definisi : Peningkatan resiko
masuknya organisme patogen
Faktor-faktor resiko :
Prosedur Infasif

NOC :
Immune Status
Knowledge : Infection
control
Risk control
Kriteria Hasil :
Klien bebas dari tanda

NIC :
Infection
Control
(Kontrol
infeksi)

Bersihkan
lingkungan
setelah dipakai pasien lain

Pertahankan teknik isolasi

Batasi pengunjung bila perlu

Ketidakcukupan
pengetahuan untuk
menghindari paparan patogen
Trauma
Kerusakan jaringan
dan peningkatan paparan
lingkungan
Ruptur membran
amnion
Agen farmasi
(imunosupresan)
Malnutrisi
Peningkatan paparan
lingkungan patogen
Imonusupresi
Ketidakadekuatan
imum buatan
Tidak adekuat
pertahanan sekunder
(penurunan Hb, Leukopenia,
penekanan respon inflamasi)
Tidak adekuat
pertahanan tubuh primer
(kulit tidak utuh, trauma
jaringan, penurunan kerja
silia, cairan tubuh statis,
perubahan sekresi pH,
perubahan peristaltik)
Penyakit kronik

dan gejala infeksi


Mendeskripsikan proses
penularan penyakit, factor
yang
mempengaruhi
penularan
serta
penatalaksanaannya,
Menunjukkan
kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam
batas normal
Menunjukkan
perilaku
hidup sehat

Instruksikan
pada
pengunjung untuk mencuci tangan
saat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien

Gunakan
sabun
antimikrobia untuk cuci tangan

Cuci tangan setiap sebelum


dan sesudah tindakan kperawtan

Gunakan baju, sarung


tangan sebagai alat pelindung

Pertahankan
lingkungan
aseptik selama pemasangan alat

Ganti letak IV perifer dan


line central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum

Gunakan kateter intermiten


untuk menurunkan infeksi kandung
kencing

Tingktkan intake nutrisi

Berikan terapi antibiotik


bila perlu
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)

Monitor tanda dan gejala


infeksi sistemik dan lokal

Monitor hitung granulosit,


WBC

Monitor
kerentanan
terhadap infeksi

Batasi pengunjung

Saring
pengunjung
terhadap penyakit menular

Partahankan teknik aspesis


pada pasien yang beresiko

Pertahankan teknik isolasi


k/p

Berikan perawatan kuliat


pada area epidema

Inspeksi kulit dan membran


mukosa
terhadap
kemerahan,
panas, drainase

Ispeksi kondisi luka / insisi


bedah

Dorong masukkan nutrisi


yang cukup


Dorong masukan cairan

Dorong istirahat

Instruksikan pasien untuk


minum antibiotik sesuai resep

Ajarkan
pasien
dan
keluarga tanda dan gejala infeksi

Ajarkan cara menghindari


infeksi

Laporkan
kecurigaan
infeksi

Laporkan kultur positif


8

Gangguan
menelan sete lah dilakukan askep ...
berhubungan
dengan jam status menelan pasien
kerusakan
neuromuskuler dapat berfungsi
otot menelan

Mewasdai aspirasi
monitor tingkat kesadaran
monitor status paru-paru
monitor jalan nafas
posisikan
900 /semaksimal
mungkin
berikan makan dalam jumlah
sedikit
cek NGT sebelum memberikan
makanan
hindari memberikan makan
bila masih banyak
siapkan peralatan suksion k/p
tawarkan makanan atau cairan
yang dapat dibentuk menjadi
bolus sebelum ditelan
potong makanan kecil-kecil
gerus obat sebelum diberikan
atur
posisi
kepala
30450 setelah makan
Terapi menelan
Kolaborasi dengan tim dalam
merencanakan
rehabilitasi
klien
Berikan privasi
Hindari menggunakan sedotan
minum
Instruksikan klien membuka
dan menutup mulut untuk
persiapan
memasukkan
makanan
Monitor tanda dan gejala

aspirasi
Ajarkan klien dan keluarga
cara memberikan makanan
Monitor BB
Berikan perawatan mulut
Monitor hidrasi tubuh
Bantu untuk mempertahankan
intake kalori dan cairan
Cek mulut adakah sisa
makanan
Berikan makanan yang lunak.
NIC: Constipation/ Impaction
Management
Monitor tanda dan gejala
konstipasi
Monior bising usus
Monitor
feses:
frekuensi,
konsistensi dan volume
Konsultasi
dengan
dokter
tentang penurunan dan peningkatan
bising usus
Mitor tanda dan gejala ruptur
usus/peritonitis
Jelaskan
etiologi
dan
rasionalisasi tindakan terhadap
pasien
Identifikasi faktor penyebab
dan kontribusi konstipasi
Dukung intake cairan
Kolaborasikan
pemberian
laksatif
NIC :
Self Care assistane : ADLs
Monitor kemempuan klien
untuk perawatan diri yang mandiri.
Monitor kebutuhan klien untuk
alat-alat bantu untuk kebersihan
diri, berpakaian, berhias, toileting
dan makan.
Sediakan bantuan sampai klien
mampu
secara
utuh
untuk
melakukan self-care.
Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.

Perubahan pola defeksi :


konstipasi b/d proses
peradangan pada dinding usus
halus,

NOC:
Bowel elimination
Hydration
Kriteria Hasil :
Mempertahankan bentuk
feses lunak setiap 1-3 hari
Bebas
dari
ketidaknyamanan
dan
konstipasi
Mengidentifikasi
indicator untuk mencegah
konstipasi

10

Defisit perawatan diri b/d


kelemahan fisik

NOC :
Self care : Activity of
Daily Living (ADLs)
Kriteria Hasil :
Klien terbebas dari bau
badan
Menyatakan kenyamanan
terhadap kemampuan untuk
melakukan ADLs
Dapat melakukan ADLS
dengan bantuan

Definisi :
Gangguan kemampuan untuk
melakukan ADL pada diri
Batasan karakteristik :
ketidakmampuan untuk
mandi, ketidakmampuan
untuk berpakaian,
ketidakmampuan untuk
makan, ketidakmampuan
untuk toileting

Dorong
untuk
melakukan
secara mandiri, tapi beri bantuan
ketika
klien
tidak
mampu
melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien
tidak
mampu
untuk
melakukannya.
Berikan aktivitas rutin seharihari sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

Faktor yang berhubungan :


kelemahan, kerusakan
kognitif atau perceptual,
kerusakan neuromuskular/
otot-otot saraf

11

Kurang Pengetahuan
Definisi :
Tidak adanya atau kurangnya
informasi kognitif
sehubungan dengan topic
spesifik.
Batasan karakteristik :
memverbalisasikan adanya
masalah, ketidakakuratan
mengikuti instruksi, perilaku
tidak sesuai.
Faktor yang berhubungan :
keterbatasan kognitif,
interpretasi terhadap
informasi yang salah,
kurangnya keinginan untuk
mencari informasi, tidak
mengetahui sumber-sumber
informasi.

NOC :
Kowlwdge : disease
process
Kowledge : health
Behavior
Kriteria Hasil :
Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program
pengobatan
Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan
secara benar
Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan kembali
apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan
lainnya

NIC :
Teaching : disease Process
1. Berikan penilaian tentang
tingkat pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari
penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala
yang biasa muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit,
dengan cara yang tepat
5. Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengna cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara yang
tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan
bagi
keluarga
informasi tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung
pasien
untuk

mengeksplorasi atau mendapatkan


second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi
kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan cara
yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal, dengan
cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat
12

Kerusakan komunikasi verbal


b.d penurunan sirkulasi ke
otak.

Setelah dilakukan askep


jam,
kemamapuan
komunikasi
verbal
meningkat, dg KH:

Penggunaan isyarat
Nonverbal

Penggunaan bahasa
tulisan, gambar

Peningkatan bahasa lisan

Mendengar aktif:
jelaskan tujuan interaksi
Perhatikan tanda non verbal
klien
Klarifikasi pesan bertanya
dan feedback.
Hindari barrier/ halangan
komunikasi
Peningkatan komunikasi:
Defisit bicara
Libatkan
keluarga
utk
memahami pesan klien
Sediakan
petunjuk
sederhana
Perhatikan bicara klien dg
cermat
Gunakan kata sederhana
dan pendek
Berdiri di depan klien saat
bicara, gunakan isyarat
tangan.
Beri reinforcement positif

Dorong keluarga utk


selalu komunikasi denga
klien

DAFTAR PUSTAKA
Arif, Hardi. 2013.Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis& nanda nic noc
jilid 1. Media Action publishing. Yogyakarta
http://health.yahoo.com/ency/adam/00615.last diakses pada tanggal 12 September 2015
http://www.nfid.org/factsheets/tetanusadult.html. diakses pada tanggal 12 September 2015
Komite medik RSUP Dr. Sardjito, 2010. Standar Pelayanan Medis, Edisi 2, Cetakan I, Medika
FK UGM, Yogyakarta
Mc Closkey, Joanne C and Bulechek, Gloria M, 2010, Nursing Intervention Classification
(NIC), Second edition, Mosby Year Book Inc, St. Louis
Nanda, 2013, Nursing Diagnosis: Definitions & Classification 2012-2013, Ed-, United States
of America
Sudoyo Aru, dkk. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 1, 2, 3, edisi keempat. Internal
Publising. Jakarta
Sumarmo, herry. 2011. Buku ajar nfeksi dan pediatric tropis edisi kedua.IDAI. Jakarta.

You might also like