You are on page 1of 18

STATUS RESPONSI

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing

: Suci Widhiati ,dr., Sp.KK, M.Sc

Nama Mahasiswa

: Azamat Agus Sampurna

NIM

: G99151049

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Herpes Genital adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes
simplek tipe II walaupun juga bisa disebabkan oleh VHS tipe I. 1 Infeksi
Herpes Simpleks ditandai dengan episode berulang dari lepuhan-lepuhan
kecil di kulit atau selaput lendir, yang berisi cairan dan terasa nyeri. Herpes
simpleks menyebabkan timbulnya erupsi pada kulit atau selaput lendir. Erupsi
ini akan menghilang meskipun virusnya tetap ada dalam keadaan tidak aktif
di dalam ganglia (badan sel saraf), yang mempersarafi rasa pada daerah yang
terinfeksi.2.3.4
VHS merupakan sekelompok virus yang termasuk dalam famili
Herpesviridae, mempunyai kemampuan untuk berada dalam keadaan laten
dalam sel hospes setelah infeksi primer.2 Virus tersebut tetap mempunyai
kemampuan untuk mengadakan reaktivasi kembali sehingga dapat terjadi
infeksi yang berulang.2,5
Pada beberapa keadaan seperti adanya trauma lokal, menstruasi, stres
emosi, demam, dan paparan sinar ultraviolet, VHS ini mengalami reaktivasi,
secara axonal kembali ke mukokutan dan memberikan gambaran klinis
sebagai infeksi rekuren.2,4

2. ETIOLOGI
VHS tipe I dan II merupakan virus herpes hominis yang tergolong virus
DNA.2 Pembagian virus tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan
pada media kultur, antigenic marker dan lokasi klinis.2,4
3. PATOFISIOLOGI
Infeksi virus VHS berlangsung dalam 3 tingkat

Infeksi primer
Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat predileksi
didaerah pinggang ke bawah, terutama di daerah genital, juga dapat
menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonatus.4
Daerah predileksi ini sering kacau karena hubungan seksual
seperti oro-genital, sehingga herpes yang timbul didaerah genital
terkadang disebabkan oleh herpes tipe I dan berlaku pula
sebaliknya pada infeksi primer biasanya berlangsung 3 minggu dan
lebih berat dengan disertai gejala sistemik seperti demam, malese
dan anoreksia.4 Kelainan klinis yang dijumpai biasanya berupa
vesikel yang berkelompok berisi cairan jernih yang menjadi
sepopurulen, dapat juga menjadi krusta atau mengalami ulserasi
yang dangkal yang biasanya sembuh tanpa sikatrik. Infeksi
sekunder dapat terjadi sehingga memberikan gambaran yang tidak
jelas, umumnya pada orang dengan imunnosupressan atau dengan

HIV-AIDS.1,4
Fase laten
Dalam fase ini pada penderita tidak ditemukan gejala klinis
tetapi VHS dapat ditemukan pada ganglion basalis dalam keadaan

tidak aktif.4
Infeksi rekuren
Pada fase rekuren virus VHS yang dalam keadaan tidak aktif
di ganglion basalis menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga
timbul gejala klinis.2 Mekanisme yang memacu aktifnya virus VHS
dapat disebabkan oleh demam, infeksi, kurang tidur, hubungan

seksual, dan gangguan emosional.4 Gejala klinis yang timbul


biasanya lebih ringan daripada infeksi primer dan berlangsung
kira-kira 7-10 hari. Sering ditemukan gejala prodormal lokal
sebelum timbul vesikel berupa gejala rasa panas, gatal dan nyeri.2,4
VHS-I yang tereaktivasi paling sering berasal dari ganglion trigeminal
sedangkan VHS II biasanya berasal dari ganglion di daerah sacral. Insiden
reaktivasi VHS dipengaruhi oleh jumlah virus latent di ganglion.2,5
Respon imun tubuh ikut mempengaruhi resiko terinfeksi, keparahan
infeksi dan frekuensi terjadinya rekuren. Resiko keparahan VHS berkaitan
dengan kualitas imun tubuh. Pasien dengan penurunan imun sedang akan
mengakibatkan peningkatan terjadinya rekuren dan gejala yang lebih kecil
daripada infeksi primer, akan tetapi pada penurunan imun yang jauh lebih
berat dapat terjadi infeksi kronis dan drug resistent.2,5
Dalam penelitian dikatakan bahwa sel CD8+ dan CD4+ T limfosit, NK
sel dan interferon-y berpengaruh dalam proteksi terhadap VHS, akan tetapi
peranan dari masing-masing sel belum dapat dibedakan dengan jelas. 5,6
4. FAKTOR RESIKO
Timbulnya penyakit herpes bisa dipicu oleh:
1. Pemaparan cahaya matahari
2. Demam/infeksi
3. Stres fisik/emosional
4. Penekanan sistem kekebalan
5. Obat-obatan atau makanan tertentu4,5,6
5. GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis Herpes Genital yang muncul akibat VHS dipengaruhi
oleh lokasi terjadinya infeksi dan respon imun sistem. 2 Infeksi primer
terhadap indivdu yang belum mempunyai kekebalan terhadap VHS I dan II

biasanya lebih parah dan ditandai dengan gejala sistemik, dan mempunyai
resiko lebih tinggi terhadap komplikasi daripada episode rekuren.2,4
Gambaran klinis HG primer dan HG rekuren sangat berbeda. Pada
infeksi primer disertai dengan adanya gejala sistemik (demam, nyeri kepala,
malaise dan myalgia), durasi penyakit lebih lama (bisa sampai 20 hari), lesi
genital yang multipel dan disertai lesi ektragenital. 6 Gejala lokal antara lain:
nyeri, gatal, disuria, discar uretra atau vagina, dan pembengkakan limfonodi
inguinal. Lesi klasik dimulai dengan makula dan papul yang berkembang
menjadi vesikel, pustul dan ulkus. Kulit akan menjadi krusta sedangkan pada
mukosa terjadi ulkus dangkal. Penderita yang mengalami infeksi primer (baik
infeksi VHS I atau VHS II) mengalami gejala penyakit yang lebih berat
dibandingkan yang secara klinis ataupun serologis telah terinfeksi VHS
sebelumnya. Hal ini disebabkan karena pada infeksi berikutnya sudah
terbentuk antibodi spesifik dan infeksi VHS I dapat memberikan proteksi
parsial terhadap infeksi VHS.6
Gambaran klinis herpes genitalis rekuren lebih terlokalisasi di genital
area. Gejala nyeri, gatal lebih ringan dibandingkan pada infeksi primer. Pada
infeksi rekuren, 90% didahului adanya gejala prodromal sebelum timbul
erupsi. Gejala prodromal hanya berupa rasa gatal selama 0,5 sampai 48 jam,
akan tetapi dapat pula disertai nyeri menusuk pada pantat, paha dan pinggang
yang dapat berlangsung 1-5 hari sebelum timbul erupsi.3,5,6

6. KLASIFIKASI
A. HERPES OROFASIAL
Infeksi primer
Infeksi primer dapat bersifat subklinis, tetapi pada beberapa
keadaan menimbulkan manifestasi berat di daerah oral disebut
gingivostomatitis herpetika primer.5

Gingivostomatitis herpetika

adalah manifestasi infeksi VHS I orofasial primer yang tersering,


ditandai lesi khas vesikoulseratif oral dan atau perioral, kebanyakan
mengenai anak-anak umur 1-5 tahun.5 Gejala prodromal berupa
demam, sakit kepala, malaise, nausea, dan muntah-muntah disertai
rasa tidak nyaman di mulut. Satu sampai dua hari setelah gejala
prodromal, timbul lesi-lesi lokal berupa vesikel kecil berkelompok di
mukosa mulut, berdinding tipis dikelilingi oleh peradangan. Vesikel
cepat pecah meninggalkan ulkus dangkal dan bulat yang nyeri di
sekitar rongga mulut. Lesi dapat mengenai seluruh bagian mukosa
mulut. Selama perlangsungan penyakit, vesikel dapat bersatu menjadi
lesi yang lebih besar dengan tepi tidak teratur. Gambaran khas adalah
ginggivitis marginalis akut, generalisata, edema, dan eritema ginggiva,
kadang-kadang disertai beberapa ulkus pada gingiva.5,6
Gejala ekstra oral berupa vesikel berkelompok pada bibir dan
kulit di sekitar sirkum oral.5 Setelah beberapa hari lesi akan ditutupi
krusta kekuningan. Stomatitis herpetika akut pada anak-anak yang
sehat bersifat swasirna. Demam biasanya akan hilang dalam 3-4 hari
dan lesi akan sembuh dalam 10 hari, walaupun dalam waktu 1 bulan
masih dapat ditemukan virus dalam saliva.5,6

Infeksi rekuren
Herpes simpleks labialis (cold sore/fever blisters) adalah bentuk
herpes orofasial rekuren yang paling sering terjadi, berupa vesikelvesikel pada batas luar vermilion dan kulit sekitarnya. 5 Gejala dimulai
dengan rasa perih diikuti oleh timbulnya vesikel berkelompok dalam

24 jam, pecah, terjadi erosi superfisial, kemudian akan ditutupi krusta.


Nyeri dan rasa tidak nyaman terjadi pada beberapa hari pertama; lesi
sembuh dalam waktu kurang dari 2 minggu tanpa jaringan parut.
Pelepasan virus terus berlansung 35 hari setelah lesi sembuh. Herpes
labialis rekuren terjadi pada 50-75% individu-individu yang terkena
infeksi VHS di mulut, terjadi tiga kali lebih sering pada pasien dengan
demam dibandingkan pasien tanpa demam.5,6
B. HERPES GENITALIS
Herpes genitalis primer episode pertama
Episode pertama akan tampak secara klinis dalam waktu 2-21
hari setelah inokulasi. Bila seseorang belum pernah terpajan VHS
sebelumnya (seronegatif) maka akan disebut sebagai infeksi primer. 2,5
Episode pertama seringkali disertai gejala-gejala sistemik, lesi dan
pelepasan virus yang berlangsung lama, mengenai banyak tempat di
genital maupun di luar genital. Pasien dengan infeksi primer (infeksi
pertama kali dengan VHS II maupun VHS I) umumnya mengalami
penyakit yang lebih parah dibandingkan pasien yang telah mengalami
infeksi VHS I sebelumnya.5,6
Infeksi primer VHS II dan VHS I genital ditandai dengan gejala
sitemik dan lokal yang lama. Gejala sistemik muncul dini berupa
demam, nyeri kepala, malaise, dan mialgia. Gejala lokal utama berupa
nyeri, gatal, rasa terbakar, disuria, duh tubuh, vagina atau uretra serta
pembesaran dan rasa nyeri pada kelenjar getah bening inguinal. 2,4
Lesi kulit berbentuk vesikel berkelompok dengan dasar eritem di labia
minora, introitus, meatus uretra, serviks pada wanita; batang dan
glans penis pada pria atau perineum, paha, dan bokong pada pria dan
wanita.6 Vesikel ini mudah pecah dan menimbulkan erosi multipel.
Masa pelepasan virus berlangsung kurang lebih 12 hari. Tanpa infeksi
sekunder, penyembuhan terjadi secara bertahap dalam waktu kurang
lebih 18 sampai 20 hari, tetapi bila ada infeksi sekunder penyembuhan
memerlukan waktu lebih lama dan meninggalkan jaringan parut. 2,5,6

Herpes genitalis rekuren


Tingkat rekurensi bervariasi diantara individu.4 Rekurensi
cenderung lebih sering terjadi pada bulan pertama atau tahun pertama
setelah infeksi awal.4,5
Lesi rekuren biasanya terbatas pada satu sisi dan gejala klinis
yang ringan. Lamanya pelepasan virus berlangsung kurang dari 5 hari,
penyembuhan juga lebih cepat.2,5,6

7. DIAGNOSIS BANDING
Ulkus genital dapat disebabkan oleh Herpes Simplek, Chancroid dan
Sifilis. Untuk membedakan penyebab ulkus dapat dilihat dari anamnesis,
klinis dan pemeriksaan penunjang.8 Pada Herpes Simplek klinis biasanya
bermula dari vesikel kecil yang berkelompok atau luka dangkal, nyeri bisa
dengan riwayat rekuren atau tidak. 8,9 Chancroid atau yang biasa disebut ulkus
mole bermula dari ulkus multiple yang nyeri, lunak tepi irregular, dasar kotor,
tepi tidak teratur, pada pinggir ulkus terjadi peninggian. 4,9 Sifilis atau ulkus
durum mempunyai awal lesi soliter yang keras dan tidak nyeri dasar bersih
dan mempunyai tepi yang rata. 9
Angka prevalensi relatif kuman penyebab ulkus genitalis bervariasi,
dan sangat dipengaruhi lokasi geogafis. Setiap saat angka ini dapat berubah
dari waktu ke waktu. Secara klinis diagnosis banding ulkus genitalia tidak
selalu tepat, terutama bila ditemukan beberapa penyebab secara bersamaan.
Manifestasi klinis dan bentuk ulkus genital sering berubah akibat infeksi
HIV.9 Saat ini sering dijumpai ulkus genitalis bersamaan dengan infeksi HIV,
yang menyebabkan manifestasi klinis berbagai ulkus tersebut menjadi tidak
spesifik. Ulkus karena sifilis stadium 1 maupun herpes genitalis menjadi tidak
khas; chancroid menunjukkan ulkus yang lebih luas, berkembang secara
agresif, disertai gejala sistemik demam dan menggigil; lesi herpes genitalis
mungkin berbentuk ulkus multipel yang persisten dan lebih memerlukan
perhatian medis, berbeda dengan vesikel yang umumnya dapat sembuh
sendiri (self limiting) pada seorang yang immunokompeten. 9 (lihat bagan 1)

Bagan 1. Ulkus Genital dengan pendekatan sindrom

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang sangat diperlukan bila secara klinis tidak
menunjukkan gejala dan tanda khas (klasik) apalagi pada herpes genitalis
dapat bersifat

asimtomatis sehingga penderita tidak menyadari menjadi

sumber penularan. Kultur viral dan viral typing masih merupakan gold
standar dalam mendiagnosis infeksi herpes dengan spesifisitas 100% akan
tetapi sensitivitasnya tergantung dari episode infeksinya. Pada infeksi primer
sensitivitasnya 74% dan 50% pada infeksi rekuren. Sampel sebaiknya diambil
pada awal penyakit dan tidak melewati fase erupsi vesikuler. Sel yang
terinfeksi virus banyak didapatkan pada tepi dan di dasar lesi. VHS adalah
virus yang tumbuh cepat dan memperlihatkan efek sitopatik pada kultur sel
dalam 24 jam. Deteksi antigen VHS dapat dilakukan dengan metode PCR

(polymerase chain reaction) walaupun penggunaannya masih terbatas untuk


penelitian. Metode ini mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang lebih
tinggi dari kultur. Pemeriksaan ini berdasarkan amplifikasi DNA VHS dan
hasil dapat diketahui dalam 2 hari. Tes Tzanck (pemeriksaan sitologi)
bertujuan untuk melihat efek sitopatik pada sel epitel. Sel membesar, dengan
intranuclear inclusion dan sering terjadi fusi sel yang memberi gambaran
multinucleated giant cell. Pemeriksaan Tzanck mempunyai sensitivitas yang
rendah dan tidak dapat membedakan VHS I dan VHS II

ataupun virus

varisela-zoster. Pemeriksaan penunjang secara indirek (serologis) saat ini ada


3 macam yang telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Association), yaitu
Herpes Western Blot, Herpes Select (Elisa dan Immnublot Kit) dan POC
Rapid Test. Herpes Western Blot merupakan gold standar dalam mendeteksi
antibodi terhadap VHS dan dengan pemeriksaan ini dapat membedakan VHS
I dan atau VHS II. Dengan demikian tes ini dapat mengetahui adanya
serokonversi awal VHS II pada penderita yang sebelumnya terinfeksi VHS I.
Kekurangan pemeriksaan ini adalah harganya mahal, tidak tersedia secara
komersil dan masih memerlukan 2-5 hari untuk mengetahui hasil.
Pemeriksaan Elisa (enzyme-linked immunosorbent assays) berdasarkan
deteksi glikoprotein yang spesifik seperti glikoprotein G meningkatkan
sensitivitas dan spesifitasnya menjadi 93-98%. Test ini masing-masing untuk
VHS I dan ada untuk VHS II. Tes ini diproduksi oleh Focus Technologies,
dengan nama ELISA Kits dan Immunoblot Kit. Saat ini juga tersedia
pemeriksaan yang dapat dipakai mendeteksi antibodi secara lebih cepat dan
dapat dipakai langsung di klinik. Contoh yang telah mendapatkan persetujuan
FDA dan khusus untuk mendeteksi antibodi terhadap VHS II adalah POCkit
HSV II Rapid Test (Diagnology Incoporation) yang mempunyai sensitivitas
96% dan spesifisitas 87-98%. Tes ini lebih cepat hasilnya karena memerlukan
hanya kurang dari 10 menit dan darah diambil dari tusukan jari saja. Tes
serologis berguna pada penderita dengan manifestasi klinis yang tidak klasik
untuk skrining pada yang orang yang berisiko tinggi terinfeksi VHS seperti
pada penderita HIV, penderita dengan penyakit menular seksual lainnya, atau

penderita

dengan

partner

dengan

riwayat

herpes.

Semua

tes

ini

direkomendasikan untuk dikerjakan 12-18 minggu setelah paparan VHS,


karena pada saat itu telah melewati window period dan telah terbentuk
antibodi.2,5,6
9. PENGOBATAN
Obat anti virus sistemik dapat mengontrol gejala pada infeksi primer
ataupun rekuren Herpes Genital, tetapi tidak dapat membasmi sepenuhnya virus
dari tubuh, frekuens dan keparahan ketika terjadinya episode rekuren ketika obat
dihentikan.7
Terapi Infeksi Primer:
Acyclovir 3 x 400mg selama 7-10 hari
atau
Acyclovir 5 x 200mg selama 7-10 hari
atau
Valacyclovir 2 x 1g selama 7-10 hari
atau
Famciclovir 3 x 250mg selama 7-10 hari
Terapi Supresive:
Acyclovir 2 x 400mg selama 7-10 hari
atau
Valacyclovir 1 x 500mg selama 7-10 hari
atau
Famciclovir 2 x 250mg selama 7-10 hari
Terapi Episode Rekuren:
Acyclovir 3 x 400mg selama 5hari
atau
Valacyclovir 1 x 1g selama 5 hari
atau
Famciclovir 2 x 125mg selama 5 hari
Terapi Episode Rekuren untuk pasien dengan HIV:
Acyclovir 3 x 400mg selama 5-10 hari
atau
Valacyclovir 2 x 1g selama 5-10 hari
atau
Famciclovir 2 x 500mg selama 5-10 hari 7.8.9
10. KOMPLIKASI

10

Adapun komplikasi Herpes Genital yang bisa terjadi, antara lain:


A. Rekurens atau infeksi berulang HG pada kulit
B. Infeksi pada penderita yang mengalami imunnosupressan dapat memperparah
keadaan dan meningkatkan frekuensi rekuren
C. Infeksi pada mata yang berakibat keratokonjungtivitis
D. Gangguan persyarafan dikarenakan VHS yang menyerang ganglion,
walaupun dampak dan manifestasinya dapat berbeda-beda pada tiap individu
E. Neonatal Herpes yang terjadi pada bayi yang baru lahir 2

11. PROGNOSIS
Pencegahan rekuren pada VHS masih merupakan problem sampai
sekarang yang dapat memberatkan penderita secara psikologi. Pengobatan secara
dini dan tepat memberi prognosis yang baik serta mengurangi masa penyakit
berlangsung dan rekuren yang lebih jarang.2,4
12. PENCEGAHAN
Keadaan umum dan higienitas yang baik dapat membantu pencegahan
infeksi VHS. Berhubungan seksual menggunakan kondom jika tidak yakin bahwa
pasangan mengidap VHS.4

11

BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama

: Ny. SM

Umur

: 43 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Tgl pemeriksaan

: 11 September 2015

No. RM

: 01305XXX

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Luka lecet dipinggir kemaluan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan lecet di vaginanya. 2
minggu sebelumnya pasien merasakan adanya plenting sebesar menir di
pinggir kemaluannya setelah kira-kira 1 minggu plenting tersebut pecah
kemudian menjadi bengkak dan nyeri. Pasien kemudian membeli obat
diapotik untuk mengurangi nyerinya. Bengkak berkurang namun pasien
masih merasakan nyeri sehingga pasien memeriksakan diri ke RSDM.
Pasien merupakan penderita B20 yang rajin minum ARV.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
-

Riwayat sakit serupa

: diakui
Pasien pernah mengalami bintil serupa
sejak 1 tahun yang lalu dibibir vaginanya.

12

Bintil sebesar kacang hijau dan sembuh


sendiri ketika minum supertetra.
-

Riwayat Alergi obat

Riwayat Alergi makanan : disangkal

Riwayat Atopi

: disangkal

Riwayat HIV

: sejak 4 bulan yang lalu

: disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat sakit serupa

: disangkal

Riwayat Alergi obat

: disangkal

Riwayat Alergi makanan : disangkal

Riwayat Atopi

: disangkal

e. Riwayat Kebiasaan
-

Pasien sudah tidak aktif melakukan hubungan seksual

f. Riwayat Seksual
-

Menarche
Saat ini sedang hamil
Saat ini sedang menyusui
Saat ini KB
Golongan Darah
Hubungan Seks pertama kali
Hubungan seks terakhir tanggal
Jumlah partner seks s/d sekarang
Partner seks terakhir
Orientasi seks
Penggunaan kondom
Partner sakit serupa
Partner sakit IMS lain
Partner multipartner

: 15 tahun
: tidak
: tidak
: tidak
: AB
: 16 tahun
: 1 tahun yang lalu
: 3 orang
: suami
: genital
: tidak
: tidak tahu
: tidak tahu
: tidak tahu

13

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : tampak sakit ringan, compos mentis, gizi kesan
cukup
Vital Sign

Tensi

: 125/85 mmHg

Respiration rate

: 25x/menit

Nadi

: 100x/menit

Suhu

: 36,80 C

BB

: 65 kg

TB

: 160 cm

14

2. Status Venereologis

15

Regio Labia Minor


Ulkus multiple dengan dasar kotor, tepi irregular disertai discharge
mukopurulen diatasnya.
IV. DIAGNOSIS BANDING
-

Ulkus Genitalis et causa Herpes Simplek

Ulkus Mole

Ulkus Durum

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan KOH : ( - )
2. Pemeriksaan Gram : PMN 50-70/LPB, coccus gram (+) 70-100/LPB

16

3. Tzanck Test : ( - )
VI. DIAGNOSIS
Ulcus Genitalis ec Herpes Simplek
VII. TERAPI
A Non Medikamentosa
1

Penjelasan terkait penyakit pasien


2

Menyarankan pasien untuk tidak berhubungan seksual untuk mencegah


penularan HIV dan penyakit IMS lainnya

Menyarankan pasien untuk meminum obat ARV dan obat untuk


ulcusnya secara rutin

4 Edukasi untuk menjaga kebersihan alat kelamin dengan mengkompres


menggunakan kasa steril yang dibasahi NaCl 0,9%
B Medikamentosa
1

Asiklovir 3 x 400mg dd selama 10 hari


C Plan
1 Cek IgG anti HSV 2

VIII. PROGNOSIS
a. Ad vitam
b. Ad sanam
c. Ad fungsionam

: bonam
: bonam
: bonam

17

DAFTAR PUSTAKA

Marques AR, Cohen JI. Herpes Simplex. Dalam : Fitzpatrick. Dermatology in

General Medicine. Ed 8th. New york. McGraw Hill Company. 2012. p:3368-86
Pertel PE, Spear PG. Biology of Herpes Simplex. Dalam : Sexually Transmitted

Disease. Ed 4th. New york. McGraw Hill Company. 2008. p:381-95


Bandem AW, Puudjiati SR. Patogenesis dan Respon Imun Tubuh Terhadap Infeksi
Virus Herpes Simplek. Dalam : Dexa Media No 4 Vol 19 Oktober-Desember 2006.

Jakarta. Dexa Media. 2006. p:182-6


Handoko RP. Herpes Simplek. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi V,

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2010. p:381-3


Mitaart AH. Infeksi Herpes pada Imunnokompeten. Dalam : New Perspective of

Sexually Transmitted Infection Problem. Surabaya. PKB. 2010. p: 83-92


Jatmiko AC, Nurharini F, Dewi DK, Murtiastutik D. Dalam : Penderita Herpes
Genitalis di Divisi Infeksi Menular Seksual Unit Rawat Jalan Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode 20052007. Dapat diakses di :

http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-art%202.pdf.html
Center for Disease Control and Prevention. Genital HSV Infection. Dalam : Sexually

Transmitted Disease Guideline 2015. Atlanta. CDC. 2015. p: 27-32


Perdoski. Ulkus Genitalis. Dalam : Panduan Layanan Klinis Dokter Spesialis

Dermatologi dan Verenologi. Jakarta. Perdoski. 2014. p: 275-84


Kemenkes RI. Ulkus Genitalis. Dalam : Panduan Nasional Penangan IMS. Jakarta.
Kemenkes. 2011. p: 29-34

18

You might also like