Professional Documents
Culture Documents
AKUNTANSI MANAJEMEN
LINGKUNGAN
AKUNTANSI MANAJEMEN LANJUTAN
pengembangan
yang
berkesinambungan
(sustainable
development).
Pelanggan menginginkan produk yang lebih bersih, yaitu produk yang diproduksi tanpa
merusak lingkungan serta penggunaan dan pembuangannya ramah lingkungan.
2.
3.
4.
Kinerja lingkungan yang lebih baik dapat menghasilkan keuntungan sosial yang
signifikan, seperti keuntungan bagi kesehatan manusia.
5.
6.
lingkungan dapat merupakan persentase yang signifikan dari biaya operasional total.
Pengetahuan mengenai biaya lingkungan dan penyebab-penyebabnya dapat mengarah pada
desain ulang proses yang dapat mengurangi bahan baku yang digunakan. Jadi, biaya
Halaman | 2
lingkungan saat ini dan di masa depan dikurangi sehingga perusahaan menjadi lebih
kompetitif.
2.
3.
Contoh biaya kegagalan eksternal yang direalisasi adalah: pembersihan danau yang
tercemar, pembersihan minyak yang tumpah, pembersihan tanah yang tercemar,
penggunaan bahan baku dan energi secara tidak efisien, penyelesaian klaim kecelakaan
pribadi dari praktik kerja yang tidak ramah lingkungan, dll. Contoh biaya sosial adalah:
mencakup perawatan medis karena udara yang terpolusi (kesejahteraan individu),
hilangnya kegunaan danau sebagai tempat rekreasi karena pencemaran (degradasi),
hilangnya lapangan pekerjaan karena pencemaran (kesejahteraan individual), dan
rusaknya ekosistem karena pembuangan sampah padat (degradasi).
Halaman | 4
Gambar 1.
Klasifikasi Biaya Lingkungan Berdasarkan Aktivitas
Halaman | 5
Gambar 2.
Contoh Pelaporan Biaya Lingkungan
Dari laporan ini, terlihat upaya untuk menyoroti pentingnya biaya lingkungan
dengan mengekspresikan mereka sebagai persentase dari total biaya operasional. Dalam
laporan ini, biaya lingkungan merupakan 30 persen dari total biaya operasional, merupakan
jumlah yang signifikan. Dari sudut pandang praktis, biaya lingkungan akan menjadi
perhatian manajerial hanya jika mewakili jumlah yang signifikan. Ketika menjadi biaya
yang sangat signifikan, maka manajer cenderung berusaha melakukan upaya pengurangan
terhadap biaya yang terkait lingkungan.
Investasi lebih dalam kegiatan pencegahan dan deteksi dapat menghasilkan
penurunan yang signifikan pada biaya kegagalan lingkungan. Bahkan investasi pada
peralatan yang mendukung pengurangan konsumsi energi, air, dan bahan kimia dapat
menghasilkan penghematan. Biaya lingkungan tampaknya berperilaku dalam banyak cara
yang sama seperti biaya kualitas. biaya lingkungan terendah yang dicapai pada titik
kerusakan sama seperti zero-defect dalam model biaya kualitas. Dengan demikian, solusi
ekoefisien lebih berfokus pada pencegahan dengan pandangan bahwa pencegahan lebih
murah daripada mengobati. Analogi ini sama dengan total quality model, kerusakan nol
adalah titik biaya terendah untuk biaya lingkungan.
Halaman | 6
Gambar 3.
Contoh Laporan Keuangan Lingkungan
Halaman | 7
STRATEGI
BERDASARKAN
LINGKUNGAN
AKUNTANSI
PERTANGGUNGJAWABAN
3.
Prevention strategy
Merupakan strategi utama untuk memaksimalkan nilai dari kegiatan yang berhubungan
dengan pencemaran dimana melibatkan penghindaran yang menyeluruh terhadap polusi
dengan cara tidak memproduksi sama sekali polutan. Dalam strategi ini, perusahaan
sangat menghindari semua masalah dengan otoritas yang berwenang, dan bahkan dalam
banyak kasus perusahaan yang melakukan strategi ini dapat meningkatkan profit secara
signifikan.
Halaman | 9
tercapai jika perusahaan menggunakan material sehemat mungkin dan memangkas biaya
serendah mungkin.
People atau masyarakat merupakan stakeholders yang sangat penting bagi
perusahaan, karena dukungan masyarakat sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan
hidup, dan perkembangan perusahaan. Maka dari itu perusahaan perlu berkomitmen untuk
berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. Dan perlu juga
disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi memberi dampak kepada masyarakat. Karena
itu perusahaan perlu untuk melakukan berbagai kegiatan yang dapat menyentuh kebutuhan
masyarakat
Planet atau Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang dalam
kehidupan manusia. Karena semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia sebagai makhluk
hidup selalu berkaitan dengan lingkungan misalnya air yang diminum, udara yang dihirup
dan seluruh peralatan yang digunakan, semuanya berasal dari lingkungan. Namun sebagian
besar dari manusia masih kurang peduli terhadap lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan
karena tidak ada keuntungan langsung yang bisa diambil didalamnya.
Karena keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis dan itu merupakan hal yang
wajar. Maka, manusia sebagai pelaku industri hanya mementingkan bagaimana
menghasilkan uang sebanyak-banyaknya tanpa melakukan upaya apapun untuk
melestarikan lingkungan. Padahal dengan melestarikan lingkungan, manusia justru akan
memperoleh keuntungan yang lebih, terutama dari sisi kesehatan, kenyamanan, di samping
ketersediaan sumber daya yang lebih terjamin kelangsungannya
ekonomis, sosial dan lingkungan. Triple bottom line menangkap spektrum yang lebih luas
dari nilai-nilai dan kriteria untuk mengukur kesuksesan organisasi yaitu ekonomi,
lingkungan dan sosial. Hal ini berarti memperluas kerangka kerja pelaporan sederhana untuk
memperhitungkan kinerja sosial dan lingkungan disamping kinerja keuangan. Ini juga
menangkap esensi pembangunan berkelanjutan (sustainability development) dengan
mengukur dampak ketiga aspek tersebut dari kegiatan operasi perusahaan.
Konsep disampaikan oleh Solihin (2008) menyatakan bahwa pengenalan konsep
sustainability development memberi dampak besar kepada perkembangan konsep triple
bottom line selanjutnya. Sebagai contoh the organization for economic cooperation and
development (OECD merumuskankontribusi bisnis bagi pembangunan berkelanjutan serta
adanya perilaku korporasi yang tidak semata-mata menjamin adanya pengembalian kepada
para pemegang saham, upah bagi karyawan dan pembuatan produk serta jasa bagi para
pelanggan melainkan perusahaan bisnis juga harus memberi perhatian terhadap berbagai hal
yang dianggap penting serta nilai-nilai masyarakat.
Planet and Profit. Singkat kata, ketiganya merupakan pilar yang mengukur nilai kesuksesan
suatu perusahaan dengan tiga kriteria: ekonomi, lingkungan, dan sosial.
Sebenarnya, pendekatan ini telah banyak digunakan sejak awal tahun 2007 seiring
perkembangan pendekatan akuntansi biaya penuh (full cost accounting) yang banyak
digunakan oleh perusahaan sektor publik. Pada perusahaan sektor swasta, penerapan
tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility/CSR) pun merupakan salah satu
bentuk implementasi TBL.
Konsep TBL mengimplikasikan bahwa perusahaan harus lebih mengutamakan
kepentingan stakeholder (semua pihak yang terlibat dan terkena dampak dari kegiatan yang
dilakukan perusahaan) daripada kepentingan shareholder (pemegang saham). Tidak dapat
diingkari, masih banyak perusahaan yang melihat program ini sebagai suatu program yang
menghabiskan banyak biaya dan merugikan. Bahkan, beberapa perusahaan menerapkan
program ini karena terpaksa untuk mengantisipasi penolakan dari masyarakat dan
lingkungan sekitar perusahaan. Selain sisi internal perusahaan, hambatan lainnya dari sisi
eksternal karena belum adanya dukungan regulator dan profesi akuntansi tentang penyajian
pelaporan non finansial.
Ahli manajemen dari Harvard Business School, Michael Porter, dalam tulisannya yang
berjudul Strategy and Society: The Link Between Competitive Advantage and Corporate
Social Responsibility (Harvard Business Review, Desember 2006), telah melakukan riset
dan mengemukakan bahwa konsep sosial harus menjadi bagian dari strategi perusahaan.
Strategi perusahaan terkait erat dengan program tanggung jawab sosial. Perusahaan tidak
akan menghilangkan program tanggung jawab sosial itu meski dilanda krisis, kecuali ingin
mengubah strateginya secara mendasar. Sementara pada kasus program tanggung jawab
dipotong lebih dulu.
DAFTAR REFERENSI
Boer, G., Curtin, M., & Hoyt, L. (1998). Environmental cost management. Management
Accounting, 80(3), 2838.
Hansen, D. R., Mowen, M. M., & Guan, L. (2009). Cost Management: Accounting &
Control (6th ed.). Mason: Southwestern Cengage Learning.
Nugroho, Adhi Karya. 2013. Skripsi: Pengaruh Karakteristik Perusahaan, Struktur
Kepemilikan, Dan Good Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Triple
Bottom Line Di Indonesia. Undip. Semarang
http://swa.co.id/2010/10/triple-bottom-line-lebih-dari-sekadar-profit/
Halaman | 12