Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
GERD ( Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang
Dari uraian diatas, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai kasus
seorang pasien yang mengalami GERD, bagaimana tanda-tanda dan gejala-gejala
yang menunjukkan penyakit GERD ini sehingga dapat diketahui dengan jelas
komplikasinya dan dapat dengan mudah untuk mendiagnosis GERD.
1.2.
Rumusan Masalah
Kasus
Ny. HM, usia 35 tahun, BB 69 kg, TB 150 cm, datang ke dokter dengan
keluhan sering merasakan cairan berasa asam yang berasal dari saluran cerna saat
bersendawa. Gejala sudah dirasakan sejak 1 minggu ini. Frekuensinya keluarnya
cairan asam tersebut cukup sering terjadi dan biasanya memburuk jika perutnya
penuh setelah makan. Selain itu Ny. HM juga merasakan terkadang nyeri ulu hati
disertai rasa panas disekitar dada. Ny HM sudah mengobatinya dengan
menggunakan Antasida 15 mL 4x sehari, namun tidak mengurangi gejala yang
dirasakannya. Ny HM menggunakan IUD sebagai alat kontrasepsi, tetapi sudah
satu bulan ini Ny. HM menggunakan pil KB sebagai pengganti IUD. Ny HM
sangat suka makanan bersantan dan pedas, dan terkadang minum kopi di pagi hari
sebelum berangkat ke kantor. Dari hasil pemeriksaan endoskopi, dokter
mendiagnosis Ny HM menderita gastroesofageal refluks (GERD) disertai adanya
peradangan pada esofagus dan memberikan resep berupa Antasida sirup, Sukralfat
sirup, Ranitidin tablet dan Omeprazol kapsul selama 1 minggu.
Dari uraian di atas maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut
1
2
3
4
kesulitan untuk meminum sediaan kapsul terkait cara minum obat tersebut?
Apakah saran yang diberikan untuk Ny HM terkait modifikasi gaya hidup
supaya efektivitas pengobatan GERD meningkat?
1.3.
Tujuan
1. Mengetahui faktor pemicu terjadinya GERD pada Ny HM.
2. Mengetahui rekomendasi dosis obat dan lama terapi yang diresepkan untuk
pasien Ny HM.
3. Dapat menjelaskan mekanisme kerja obat yang diberikan kepada Ny. HM.
4. Dapat menyarankan terkait cara minum obat omeprazol.
5. Dapat menjelaskan modifikasi gaya hidup yang digunakan supaya efektivitas
pengobatan GERD meningkat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
intraesofageal
seperti
striktur,
Barrett's
esophagus
atau
bahkan
dan
menjadikan
penyakit
tersendiri
bernama
penyakit
refluks
estrogen, nitrat dan dopamine. (2) Hiatal hernia, yaitu kondisi dimana lambung
bagian atas menonjol di bagian dada. (3) Klirens esophagus, ditentukan oleh gerakan
peristaltic saat menelan, pada saat lambung terisi penuh sampai ke esophagus maka
LES akan terus menerus terbuka sampai makanan masuk seluruhnya ke dalam
lambung, lama-kelamaan hal ini akan menurunkan fungsi LES. (4) Pertahanan
mukosa. (5) Penundaan pengosongan lambung. (6) Salivary buffering. Saliva yang
disekresikan oleh kelenjar air liur dapat menetralkan pH intraesofagus.
Bentuk anatomik SEB yang melipat berbentuk sudut, dan kekuatan menutup
dari sfingter, menjadikan SEB berperan penting dalam mekanisme anti-refluks.
Peningkatan tekanan intraabdomen (misalnya saat batuk), proses gravitasi saat
berbaring, dan kelainan anatomis seperti sliding hernia hiatal mempermudah
terjadinya refluks. Bersihan asam dari lumen esofagus adalah kemampuan esophagus
untuk membersihkan dirinya dari bahan refluksat. Kemampuan esophagus ini berasal
dari peristaltik esofagus primer, peristaltik esofagus sekunder (saat menelan), dan
produksi saliva yang optimal. Ketahanan epitel esofagus berasal dari lapisan mukus
di permukaan mukosa, produksi mukus, dan mikrosirkulasi aliran darah di post epitel.
Sementara yang menjadi faktor ofensif adalah peningkatan asam lambung, dilatasi
lambung, beberapa kondisi patologis yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan
pengosongan lambung seperti obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying.
Simptom khas PRGE adalah heartburn, yaitu rasa terbakar di dada disertai nyeri dan
regurgitasi (rasa asam pahit dari lambung terasa di lidah). Salah satu dari keduanya
cukup untuk mendiagnosis PRGE secara klinis. Selain kedua gejala tersebut, PRGE
dapat menimbulkan keluhan nyeri atau rasa tidak enak di epigastrium atau
retrosternal bawah, disfagia (kesulitan menelan makanan), odinofagia (rasa sakit
waktu menelan), mual dan rasa pahit di lidah. Keluhan ekstraesofageal yang juga
dapat ditimbulkan oleh PRGE adalah nyeri dada non kardiak, suara serak, laringitis,
erosi gigi, batuk kronis, bronkiektasis, dan asma.
Terapi farmakologi yang digunakan untuk pasien GERD adalah:
a. Antasida
b. Antagonis reseptor H2. Contohnya: ranitidine, simetidin dan famotidin.
c. PPI (Proton Pump Inhibitor). PPI memiliki aktifitas lebih baik dalam menurunkan
asam lambung dan memperbaiki mukosa daibandingkan H2 bloker. Contoh PPI
yang sering digunakan adalah omeprazol, lansoprazol, dan esomeprazol.
d. Prokinetik. Contohnya, metoklopramid dan betanekol.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
3.2.
Pasien Ny HM
Rekomendasi obat yang diberikan untuk Ny. HM menurut kami kurang
tepat. Dilihat dari hasil pemeriksaan endoskopi, terdapat erosive esophagus pada
pasien, sehingga GERD yang dialami oleh Ny.HM merupakan erosive GERD.
Dimana tidak diperlukan lagi adanya antasida karena antasida hanya berfungsi
untuk gejala GERD ringan dan indikasinya yaitu untuk menetralkan asam
lambung. Bukan sebagai penyembuh tukak. Jadi sebaiknya pemberian antasida
dihentikan. Sedangkan Sukralfat berfungsi melindungi mukosa dengan cara
membentuk gel yang sangat lengket dan dapat melekat kuat pada dasar tukak
sehingga menutupi tukak. Tetapi karena adanya pembentukan benzoar yaitu erosi
mukosa lambung dan terjadi perlekatan pada dinding lambung yang ulserasi.
Penggunaan terapi obat yang disarankan untuk Ny.HM dapat dilihat pada
table 32-4 untuk pasien dengan erosi esophagus. Terapi yang direkomendasikan
antara lain life style modification dan PPI selama 4-16 minggu (2 x sehari). PPI
yang digunakan adalah esomeprazol 20-40 mg/hari, omeprazol 20 mg/hari,
lansoprazol 30 mg/hari, pantoprazol 40 mg/hari, dari keempat obat tersebut dapat
dipilih salah satunya. Atau life style modification dan H2 blocker selama 8 12
minggu. H2 blocker yang digunakan adalah simetidin 400 mg 4xsehari atau 800
3.3.
terkandung dalam antasida akan berikatan dengan fosfat dalam usus dan
menyebabkan demineralisasi tulang. Selain itu, antasida berinteraksi
dengan berbagai obat dengan mengubah pH lambung, meningkatkan pH
urin, menyerab obat pada permukaannya, memberikan penghalang fisik
untuk proses absorbsi, atau pembentukan kompleks yang tidak larut
dengan obat lain. Antasida memiliki interaksi klinis dengan tetrasiklin,
ferri sulfat, isoniazid, quinidine, sulfonylurea dan antibiotic quinolone.
Interaksi antasida dipengaruhi oleh komposisi dosis dan waktu pemberian
antasida tersebut, serta bentuk formulasinya.
Secara umum antasida memiliki durasi aksi yang pendek, sehingga
mengharuskan pemberian antasida secara berulang. Dosis umum adalah 2
tablet atau 1 sedok makan empat kali sehari, setelah makan dan sebelum
tidur. Mengkonsumsi antasida setelah makan dapat meningkatkan durasi
aksi dari sekitar 1 jam menjadi sekitar 3 jam, namun penekanan asam
tidak dapat dipertahankan dengan dosis tidur.
Antasida dengan asam alginate (Gaviscon) bukan merupakan agen
penetral asam yang poten, tetapi membentuk larutan kental yang
menyelimuti pada permukaan lambung. Berfungsi sebagai pelindung
untuk mencegah erosi esophagus akibat reflux isi lambung dan mengurang
frekuensi refluks. Kombinasi obat ini bekerja lebih baik daripada antasida
yang digunakan secara tunggal, namun dari data endoskopi efektifitasnya
kurang.
3.3.2. Sukralfat (mucosal protectan)
Sukralfat akan melapisi permukaan lambung
dengan cara
membentuk gel yang sangat lengket agar lapisan mukosa lambung dapat
terlindungi dari pengaruh asam lambung. Sehingga apabila ada permukaan
lambung yang mengalami luka, dia akan memiliki waktu untuk
memperbaiki diri, karena sel-sel lambung (sel dibelakang lapisan mukosa)
merupakan kumpulan sel yang renewable. Selain itu sukralfat juga sedikit
menstimulasi
pembentukan
prostglandin
yang
berperan
dalam
mengalami
hipersekresi
asam
lambung,
sehingga
metabolisme
teofilin,
warfarin,
fenitoin,
nefedipin,
kemampuannya
untuk
mengkontrol
gejala
dan
untuk
enzim
CYP2C19
dan
CYP3A4.
Namun,
umumnya
tidak
3.5.
DAFTAR PUSTAKA