Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang sering dijumpai,
terdapat pada semua bangsa, segala usia dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari
wanita. Insiden tertinggi terdapat pada golongan usia dini yang akan menurun
pada gabungan usia dewasa muda sampai setengah tua, kemudian meningkat lagi
pada usia lanjut.
Prevalensi epilepi berkisar antara 0,5% - 2%. Di Indonesia penelitian
epidemiologi tentang epilepsy belum pernah di lakukan, namun bila dipakai angka
prevalensi yang dikemukakan, maka dapat diperkirakan bahwa bila penduduk
Indonesia saat ini sekitar 220juta akan ditemukan 1,1 sampai 4,4 juta penderita
penyandang epilepsi dan 40% masih dalam usia reproduksi.
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani yang berarti serangan atau penyakit
yang timbul secara tiba-tiba. Epilepsi merupakan penyakit yang umum terjadi dan
penting di masyarakat.Permasalahan epilepsi tidak hanya dari segi medik tetapi
juga sosial dan ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya.Dalam
kehidupan sehari-hari, epilepsy merupakan stigma bagi masyarakat. Mereka
cenderung untuk menjauhi penderita epilepsi.1
Akibatnya banyak yang menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan
mendapat pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan
psikososial yang merugikan baik penderita maupun keluarganya.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan
Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi >30 menit atau kejang
berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran diantara dua serangan kejang.(4)
2.2
Epidemiologi
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum
terjadi. Sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini.
Angka epilepsy lebih tinggi di negara berkembang.Insiden epilepsy di negara
maju ditemukan sekitar 50/100.000.sementara di Negara berkembang mencapai
100/100.000.5
Di Negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan
pengobatan apapun. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia
dibawah 2 tahun dan usia lanjut di atas 65 tahun. Umumnya paling tinggi pada
umur 20 tahun pertama, menurun sampai umur 50 th, dan meningkat lagi
setelahnya terkait dengan kemungkinan terjadinya penyakit cerebrovascular. Pada
75% pasien, epilepsi terjadi sebelum umur 18 tahun.6
2.3
Etiologi
Etiologi epilepsi kemungkinandisebabkan oleh:
a. Aktivitas saraf abnormal akibat proses patologis yang mempengaruhi otak
b. Gangguan biokimia atau metabolik dan lesi mikroskopik di otak akibat
trauma otak pada saat lahir atau cedera lain
c. Pada bayi penyebab paling sering adalah asfiksi atau hipoksia waktu
lahir, trauma intrakranial waktu lahir, gangguan metabolik, malformasi
congenital pada otak, atau infeksi
d. Pada anak-anak dan remaja mayoritas adalah epilepsy idiopatik, pada
umur 5-6 tahun disebabkan karena febril
e. Pada usia dewasa penyebab lebih bervariasi idiopatik, karena birth
trauma, cedera kepala, tumor otak (usia 30-50 th), penyakit serebro
vaskuler (> 50 th)
Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
sedikit.
Epilepsi simptomatik : disebabkan oleh kelainan / lesi pada susunan saraf
pusat. Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP),
gangguan metabolic, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum,
lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik serta kelainan
neurodegenerative.
2.4
Klasifikasi
Epilepsi
dapat
diklasifikasikan
menurut
klasifikasi
epilepsi
berdasarkan
faktor-faktor
tipe
bangkitan
dan
Sedangkan
situasi
yang
klasifikasi
berhubungan
epilepsi
dengan
menurut
bangkitan.
bangkitan
epilepsi
untuk tipe
bangkitan epilepsi
adalah:3
1. Bangkitan parsial/fokal
1) Bangkitan
parsial
sederhana
kesadaran)
a. Dengan gejala motorik
b. Dengan gejala sensorik
c. Dengan gejala otonomik
d. Dengan gejala psikik
2) Bangkitan
parsial
kompleks
(tanpa
gangguan
(dengan
gangguan
kesadaran)
a. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan
kesadaran
Bangkitan
parsial
sederhana,
diikuti
gangguan
kesadaran
Dengan automatisme
b. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
kompleks
berkembang
menjadi
bangkitan umum
c. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi
parsial kompleks, dan berkembang menjadi bangkitan
umum
2. Bangkitan Umum (Konvulsi atau Non-Konvulsi)
1) Bangkitan lena (absence)
Lena (absence), sering disebut petitmal.Serangan terjadi
secara
tiba-tiba,
hilangselama
terhentinya
tanpa
di
dahului
aura.Kesadaran
beberapa
detik,
di
tandai
percakapan
untuk
sesaat,
dengan
pandangan
kesadaran
benigna
dengan
gelombang
paku
di
daerah
3)
b.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
c.
Kriptogenik
2. Epilepsi Umum
a.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
b.
1)
2)
3)
4)
c.
1)
Simtomatik
Etiologi non spesifik
2)
Sindrom Spesifik
3)
3. Epilepsi dan Sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
a.
1)
Bangkitan neonatal
2)
3)
4)
5)
b.
4. Sindrom Khusus
a.
1)
Kejang demam
2)
3)
4)
Bangkitan
berkaitan
dengan
pencetus
spesifik
(epilepsi
reflektorik)
2.5
Patofisiologi
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih
Lima buah elemen fisiologi sel dari neuronneuron tertentu pada korteks
serebri penting dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:
10
1.
piramidal pada daerah tertentu di korteks, termasuk pada hippocampus, yang bias
dikatakan sebagai tempat paling rawan untuk terkena aktivitas kejang. Hal ini
menghasilkan daerah-daerah potensial luas, yang kemudian memicu aktifitas
penyebaran nonsinaptik dan aktifitas elektrik.
4.
peka tidaknya terhadap serangan epilepsi dibanding orang lain. Setiap orang
sebetulnya dapat dimunculkan bangkitan epilepsi hanya dengan dosis rangsangan
berbeda-beda.
2.
dapat diwariskan maupun didapat dan inilah yang bertanggung jawab atas
11
epilepsi pada penderita epilepsi yang kronis.Penderita dengan nilai ambang yang
rendah, PF dapat membangkitkan reactive seizure dimana SED tidak ada.
Ketiga hal di atas memegang peranan penting terjadinya epilepsi sebagai hal
dasar.
Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut sekarang adalah:
Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium
dan ion klorida, tetapi sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium.
Dengan demikian konsentrasi yang tinggi ion kalium dalam sel ( intraseluler ),
dan konsentrasi ion natrium dan kalsium ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori
dari Dean (Sodium pump), sel hidup mendorong ion natrium keluar sel, bila
natrium ini memasuki sel, keadaan ini sama halnya dengan ion kalsium.
Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang
tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls.
Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak secara
serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi.
1.
12
pada sekelompok kecil neuron saja, sekelompok besar atau seluruh neuron otak
secara serentak.Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron ini menimbulkan
manifestasi yang berbeda dari serangan epileptik. Secara teoritis ada 2
penyebabnya yaitu fungsi neuron penghambat kurang optimal ( GABA ) sehingga
terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, sementara itu fungsi jaringan
neuron eksitatorik ( Glutamat ) berlebihan. Berbagai macam penyakit dapat
menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan antara neuron inhibitor dan
eksitator, misalnya kelainan heriditer, kongenital, hipoksia, infeksi, tumor,
vaskuler, obat atau toksin.Kelainan tersebut dapat mengakibatkan rusaknya faktor
inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul
epilepsi bila ada rangsangan yang memadai. Daerah yang rentan terhadap
kerusakan bila ada abnormalitas otak antara lain di hipokampus. Oleh karena
setiap serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka
serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan
yang lebih luas.Pada pemeriksaan jaringan otak penderita epilepsi yang mati
selalu didapatkan kerusakan di daerah hipokampus. Oleh karena itu tidak
mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi parsial, fokus asalnya berada di lobus
temporalis dimana terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal epilepsi
dapatan. Pada bayi dan anak-anak, sel neuron masih imatur sehingga mudah
terkena efek traumatik, gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan
sebagainya.Efek ini dapat berupa kemusnahan neuron-neuron serta sel-sel glia
atau kerusakan pada neuron atau glia, yang pada gilirannya dapat membuat
neuron glia atau lingkungan neuronal epileptogenik.Kerusakan otak akibat
trauma, infeksi, gangguan metabolisme dan sebagainya, semuanya dapat
mengembangkan epilepsi.Akan tetapi anak tanpa brain damage dapat juga
menjadi epilepsi, dalam hal ini faktor genetik dianggap penyebabnya, khususnya
grand mal dan petit mal serta benigne centrotemporal epilepsy.Walaupun
demikian proses yang mendasari serangan epilepsi idiopatik, melalui mekanisme
yang sama.
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan
transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai
kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial
13
neuron
berikutnya.
Ada
dua
jenis
neurotransmitter,
yakni
14
15
Gen
Sindroma
SCN1A, SCN1B
Generalized
Kanal Kalium
SCN2A, GABRG2
KCNQ2, KCNQ3
Kanal Kalsium
CACNA1A,
convulsions
Episodic ataxia tipe 2
CACNB4
ACNA1H
CLCN2
Kanal Klorida
epilepsies
with
neonatal
with
grand
mal
seizure on awakening
Ligand-gated
Reseptor asetilkolin
Reseptor GABA
CHRNB2, CHRNA4
GABRA1, GABRD
lobe epilepsy
Juvenile myoclonic epilepsy
16
Pada kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara masuknya ion
natrium (natrium influks) dan keluarnya ion kalium (kalium efluks) sehingga
terjadi aktivitas depolarisasi dan repolarisasi yang normal pada sel neuron. Jika
terjadi mutasi pada kanal Na seperti yang terdapat pada generalized epilepsy with
febrile seizures plus, maka terjadi natrium influks yang berlebihan sedangkan
kalium efluks tetap seperti semula sehingga terjadi depolarisasi dan repolarisasi
yang berlangsung berkali-kali dan cepat atau terjadi hipereksitasi pada neuron.
Hal yang sama terjadi pada benign familial neonatal convulsion dimana
terdapat mutasi kanal kalium sehingga terjadi efluks kalium yang berlebihan dan
menyebabkan hipereksitasi pada sel neuron.
Patofisiologi Anatomi Seluler
Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera kepala,
stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan saraf
yang tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang
mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada
cedera maupun stroke ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam
mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang mengarah pada gangguan
pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa
menimbulkan bangkitan listrik di otak.
Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa ditemukan kerusakan anatomi
(focus) di otak. Disisi lain epilepsi juga akan bisa mengakibatkan kelainan
jaringan otak sehingga bisa menyebabkan disfungsi fisik dan retardasi mental.
Dari sudut pandang biologi molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh
ketidakseimbangan sekresi maupun fungsi neurotransmiter eksitatorik dan
inhibitorik di otak.Keadaan ini bisa disebabkan sekresi neurotransmiter dari
presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik yang selanjutnya berperan pada reseptor
NMDA atau AMPA di post-sinaptik.Keterlibatan reseptor NMDA subtipe dari
reseptor glutamat (NMDAR) disebut-sebut sebagai patologi terjadinya kejang dan
epilepsi.Secara farmakologik, inhibisi terhadap NMDAR ini merupan prinsip
kerja dari obat antiepilepsi. Beberapa penelitian neurogenetik membuktikan
adanya beberapa faktor yang bertanggungjawab atas bangkitan epilepsi antara lain
17
kelainan pada ligand-gate (sub unit dari reseptor nikotinik) begitu juga halnya
dengan voltage-gate (kanal natrium dan kalium). Hal ini terbukti pada epilepsi
lobus frontalis yang ternyata ada hubungannya dengan terjadinya mutasi dari
resepot nikotinik subunit alfa.Berbicara mengenai kanal ion maka peran natrium,
kalium dan kalsium merupakan ion-ion yang berperan dalam sistem komunikasi
neuron lewat reseptor.Masuk dan keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan
listrik yang dibutuhkan dalam komunikasi sesame neuron.
Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka
bangkitan listrik akan juga terganggu sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal
ion ini berperan dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu.Dalam hal epilepsi
dikenal beberapa neurotransmiter seperti gamma aminobutyric acid (GABA) yang
dikenal sebagai inhibitorik, glutamat (eksitatorik), serotonin (yang sampai
sekarang masih tetap dalam penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di
hipokampus dikenal sebagai yang bertanggungjawab terhadap memori dan proses
belajar.
2.6
Gejala
18
19
Gambar
2.7
Diagnosis
Untuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi dapat dilakukan
Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena
pemeriksa
hampir
tidak
pemah
menyaksikan
serangan
yang
dialami
sangat
berarti
dan
merupakan
kunci
diagnosis.Anamnesis
juga
20
21
22
yang kompleks ini bersifat psikomotorik, dan oleh karena itu epilepsi jenis ini
dulu disebut epilepsi psikomotor.
Bangkitan psikis berupa halusinasi dan bangkitan motorik lazimnya berupa
automatisme. Manifestasi klinik ialah sebagai berikut: Kesadaran hilang sejenak,
dalam keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk ke alam pikiran antara sadar
dan mimpi (twilight state), dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yang terdiri
dari halusinasi dan automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai
beberapa
jam. Halusinasi
dan
automatisme
yang
mungkin
timbul :
fundus
okuli
mungkin
menunjukkan
tanda-tanda
korio
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium,
dapat
mengungkapkan
adanya
radang
pada
otak
atau
23
a. Pemeriksaan radiologis
Arteriografi
dan
pneumoensefalografi
dilakukan
bila
perlu.
EEG
menunjukkan
kemungkinan
adanya
kelainan
genetik
atau
24
25
2.7
Penatalaksanaan
Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup
penderita yang optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara
lain menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek
samping ataupun dengan efek samping seminimal mungkin serta menurunkan
angka kesakitan dan kematian.10
Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi
farmaka mendasar pada beberapa faktor antara lain blok kanal
natrium, kalsium, penggunaan potensi efek inhibisi seperti GABA
dan menginhibisi transmisi eksitatorik glutamat. Sekarang ini
dikenal dengan pemberian kelompok inhibitorik GABAergik.
Beberapa obat antie- pilepsi yang dikenal sampai sekarang ini
antara
lain
karbamazepin
klonazepam
(Klonopin),
(Neurontin),
lamotrigin
oksarbazepin
(Trileptal),
(Tegretol),
felbamate
(Lamiktal),
klobazam
(Felbatol),
(Frisium),
gabapentin
levetirasetam
fenobarbital
(Luminal),
(Keppra),
fenitoin
26
atau
hipereksitabilitas
loncatan
fenitoin.Fenitoin
kanal
natrium
listrik.Beberapa
antiepilepsi
selain
bekerja
berperan
studi
menginhibisi
dalam
membuktikan
mempunyai
efek
memblok
bahwa
samping,
juga
obat
bisa
alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic
derivat
berikatan
dari
dengan
mempunyai
pirrolidona
protein
mekanisme
sebagai
SVA2
berbeda
di
obat
vesikel
dengan
antiepilepsi
sinaptik
obat
yang
antiepilepsi
berkorelasi
dengan
SVA2
dengan
yang
perpaduan
menimbulkan
ikatan
efek
obat
sebagai
kognitif,
karena
ternyata
levetirasetam
tidak
27
ikatan
serta
dengan
levetirasetam
pendistribusian
molekul
mendasar
protein
pada
sebagai
Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah
dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu
pasien dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai
tujuan pengobatan dan efek samping dari pengobatan tersebut.
2.
3.
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap
sampai dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.
4.
5.
kerjanya:
1.
2.
Fenitoin : Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan
klorida dan neurotransmitter yang voltage dependen
28
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
OAE
telah
didiskusikan
terlebih
dahulu
dengan
29
30
2.8
Status Epileptikus
2.8.1 Definisi
Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA) 15 tahun yang lalu,
status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih
rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas
kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar
kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status
epileptikus.11,12
2.8.2 Klasifikasi
Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena
penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada
umumnya status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan
area tertentu dari korteks (Partial onset) atau dari kedua hemisfer otak
(Generalized onset)- kategori utama lainnya bergantung pada pengamatan klinis
yaitu, apakah konvulsi atau non-konvulsi.
Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan status
epileptikus.Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status
epileptikus umum (tonik-klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status
epileptikus parsial (sederhana atau kompleks). Versi lain membagi berdasarkan
status epileptikus umum (overt atau subtle) dan status epileptikus non-konvulsi
(parsial sederhana, parsial kompleks, absens). Versi ketiga dengan pendekatan
berbeda berdasarkan tahap kehidupan (batas pada periode neonatus, infan dan
anak-anak, anak-anak dan dewasa, hanya dewasa).
Klasifikasi status epileptikus adalah sebagai berikut:
1) Overt generalized convulsive status epilepticus
Aktivitas kejang yang berkelanjutan dan intermiten tanpa ada kesadaran
penuh.
Tonik klonik
Tonik
Klonik
Mioklonik
31
Foundation
of
America (EFA).Lini
pertama
dalam
32
larut dalam lemak dan akan terdistribusi pada depot lemak tubuh. Pada 25 menit
setelah dosis awal, konsentrasi Diazepam plasma jatuh ke 20 persen dari
konsentrasi maksimal. Mula kerja dan kecepatan depresi pernafasan dan
kardiovaskuler (sekitar 10 %) dari Lorazepam adalah sama.
Pemberian
antikonvulsan
masa
kerja
lama
seharusnya
dengan
33
kativitas kejang, maka dapat ditapering. Dan jika berlanjut akan diulang dengan
dosis awal.
Protokol Penatalaksanaan Status Epileptikus
34
Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan (bila
perlu intubasi)
2.
a.
b.
c.
d.
e.
Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kadar
glukosa, hitung darah lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar
antikonvulsan darah; periksa AGDA (Analisa Gas Darah Arteri)
3.
35
4.
100
mg
IV atau
IM
untuk
mengurangi
kemungkinan
6.
2.
36
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1.
Identitas Pasien
Nama
: Tn. R
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 23 tahun
Alamat
: Sigli
Status Perkawinan
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Tidak Bekerja
Pendidikan
: SMA
Suku Bangsa
: WNI
No RM
: 1060106
: Saraf
Anamnesis
a. Keluhan Utama
Kejang1 minggu SMRS
b. Keluhan Tambahan
Sakit Kepala
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan kejang 1 minggu SMRS.Kejang terjadi tibatiba saat pasien sedang dalam keadaan beristirahat.Menurut ibu pasien, pasien
tiba-tiba jatuh lalu kejang.Kejang terjadi diseluruh tubuh disertai kaku dan
kelojotan, pasien dalam keadaan tidak sadar.Saat kejang, mata memandang keatas,
lidah tidak tergigit tapi keluar lendir berbusa dari mulut pasien.Pasien
juga
mengaku sebelum kejang dirinya terasa seperti akan pingsan. Menurut ibu pasien
kejang berlangsung kurang lebih 20 menit dan telah berlangsung 5 kali dalam 1
hari SMRS.Setelah kejang pasien mengaku tersadar.Keluhan kejang dirasakan
sejak pasien berumur 6 tahun.Pasien mengaku sering kejang berulang.Kejang
37
yang terjadi tidak berhubungan dengan demam. Kejang biasanya terjadi lebih dari
1 kali dalam seminggu.Biasanya setelah kejang pasien tersadar dan merasa pusing
lalu tertidur karena lemas.Pasien mengaku juga sering sakit kepala, merasa
kepalanya seperti kurang nyaman. Sakit kepala berputar disangkal oleh pasien.
Pasien menyangkal ada mual muntah. Demam disangkal. BAK dan BAB normal.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku memiliki riwayat kejang saat usia 6 tahun, dan menurut
keterangan keluarga kejang hanya berlangsung sekitar 3 menit dan sekitar 2 kali
setiap minggu. Riwayat trauma kepala atau infeksi sebelumnya disangkal.Pasien
tidak memiliki riwayat hipertensi dan penyakit jantung. Riwayat DM, penyakit
paru serta alergi obat-obatan di sangkal oleh pasien.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku kakak kandung pasien juga memiliki riwayat kejang
berulang, namun pasien tidak dapat menjelaskan tentang pola kejangnya.
f. Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku mengkonsumsi carbamazepim untuk keluhan kejangnya.
Pasien mengaku ketika terasa badan tidak enak terasa seperti akan kejang segera
meminum obat tersebut untuk mencegah terjadinya kejang, setelah minum obat
pasien mengaku menjadi tertidur. Pasien juga mengaku meminum obat
antihipertensi serta obat untuk penyakit jantungnya namun pasien sudah jarang
meminum obat-obat tersebut.
g. Riwayat Kebiasaan
Pasien menyangkal memiliki riwayat kebiasaan merokok maupun minum
minuman beralkohol. Pasien jarang berolahraga.
3.3
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
: 140/80 mmHg,
Denyut nadi
Frekuensi Nafas
: 18 x /mnt
Suhu
: 36,3oC
BB
: 60 kg
38
b.
TB
: 165 cm
BMI
Status Generalis
Kepala
Bentuk
: normochepali, simetri
Nyeri tekan
: (-)
Rambut
Wajah
Mata
Hidung
Telinga
Gigi Mulut
Lidah
Tenggorokan
Leher
Perkusi
39
midclavicularissinistra
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
: supel, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba
membesar
Perkusi
Ekstremitas
c.
- Superior
- Inferior
Status Neurologis
1. Kesadaran
: Composmentis
2. GCS
: E 4 V5 M 6
:-
Brudzinsky 1
:-
Brudzinsky 2
:-/-
Laseque
: >700 />700
Kernig
: >1350 />1350
40
4. Nervus kranialis
1) N. I (Olfactorius )
Kanan
Dbn
Daya pembau
Kiri
dbn
Keterangan
Dalam batas
normal
2) N.II (Opticus)
Daya penglihatan
Kanan
Dbn
Kiri
Dbn
Lapang pandang
Dbn
Dbn
Pengenalan warna
Dbn
Dbn
Keterangan
Dalam
batas
normal
3) N.III (Oculomotorius)
Kanan
(-)
Kiri
Bentuk
Bulat
Bulat
Ukuran
2mm
2mm
akomodasi
baik
baik
Langsung
(+)
(+)
Tidak langsung
(+)
(+)
Dbn
Dbn
Ptosis
Keterangan
(-)
Pupil
Refleks pupil
bola Ortoforia
Dalam batas
normal
ortoforia
mata
4) N. IV (Trokhlearis)
Gerak bola mata
Kanan
Dbn
Kiri
Dbn
Keterangan
Dalam
batas
normal
41
5) N. V (Trigeminus)
Kanan
Dbn
Kiri
Dbn
Keterangan
Opthalmikus
Dbn
Dbn
Dalam batas
Maxilaris
Dbn
Dbn
normal
Mandibularis
Dbn
Dbn
Motorik
Sensibilitas
6) N. VI (Abduscens)
Gerak bola mata
Kanan
Dbn
Kiri
Dbn
Keterangan
Dalam
batas
Strabismus
(-)
(-)
normal
7) N. VII (Facialis)
Kanan
Kiri
Keterangan
Saat diam
simetris
simetris
Dalam batas
Mengernyitkan dahi
Dbn
Dbn
normal
Senyum
Dbn
Dbn
memperlihatkan gigi
Dbn
Dbn
Motorik
Daya
perasa
2/3 Tidak
anterior lidah
Tidak
dilakukan
dilakukan
8) N. VIII (Vestibulo-Kokhlearis)
Kanan
Kiri
Tuli konduktif
(-)
(-)
Tuli sensorieural
(-)
(-)
Keterangan
Pendengaran
Vestibular
Dalam
batas
normal
Vertigo
(-)
(-)
Nistagmus
(-)
(-)
9) N. IX (Glossofaringeus)
42
Kanan
Simetris
Kiri
Simetris
Keterangan
Tidak
Dalam batas
dilakukan
dilakukan
normal
Kanan
Simetris
Kiri
Simetris
Keterangan
Arkus farings
Disfonia
Dalam
Refleks muntah
Tidak
Tidak
normal
dilakukan
dilakukan
Arkus farings
Daya
perasa
1/3 Tidak
posterior lidah
10) N. X (Vagus)
batas
11) N. XI (Assesorius)
Kanan
Kiri
Keterangan
Menoleh
dbn
dbn
Dalam
Mengangkat bahu
dbn
dbn
normal
Eutrofi
Eutrofi
Motorik
Trofi
batas
Keterangan
Motorik
Kanan
dbn
Trofi
eutrofi
Eutrofi
Dalam
Tremor
(-)
(-)
normal
Disartri
(-)
(-)
batas
43
5. Sistem motorik
Kanan
Kiri
Kekuatan
5555
5555
Tonus
Trofi
Eu
Eu
Ger.involunter
Ekstremitas bawah
(-)
(-)
Keterangan
Ekstremitas atas
Dalam
Batas
Normal
Kekuatan
5555
5555
Tonus
Eu
Eu
(-)
(-)
Trofi
Ger.involunter
6. Sistem sensorik
Sensasi
Raba
Kanan
baik
Kiri
baik
Keterangan
Dalam batas
Nyeri
baik
baik
normal
Suhu
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Propioseptif
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
7. Refleks
Refleks
Fisiologis
Kanan
Kiri
Biseps
(+)
(+)
Triseps
(+)
(+)
Patella
(+)
(+)
(+)
(+)
Hoffman Tromer
(-)
(-)
Babinski
(-)
(-)
Dalam
Chaddock
(-)
(-)
normal
Openheim
(-)
(-)
Gordon
(-)
(-)
Schaeffer
(-)
(-)
Achilles
Patologis
Keterangan
batas
44
Pemeriksaan
Jari tangan jari tangan
Kanan
Baik
Kiri
Baik
Baik
Baik
Tumit lutut
Baik
Baik
Pronasi supinasi
Baik
Baik
Romberg test
Tidak
Tidak
dilakukan
dilakukan
Keterangan
9. Sistem otonom
Miksi
: Baik
Defekasi
: Baik
Keringat
: Baik
11. Vertebra
45
3.4
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
LED
Albumin/Globulin
30-7-2015
12,0
38
6,3
6,3
248
15
3,92/2,68
7-8-2015
11,8
36
5.3
6.7
201
12
3,20/4,90
2. Foto thoraks
46
3. CT scan
Ekspertise:
tak tampak area hypodens atau hyperdens abnormal
sistem ventrikel normal
sulci dan gyri normal
tak tampak deviasi mid line
tak tampak kalsifikasi abnormal
tak tampak fracture
sinus maxillaris, ethmoidalis, sphenoidalis dan frontalis normal
orbita normal
Kesimpulan
47
4. EEG
Interpretasi :
Perekaman dilakukan dalam keadaan sadar tanpa premedikasi
Tampak latar belakang berupa gelombang 8-9 alpha Spd
Gelombang spike di F7, T1, dengan focus epileptiform di T1
Kesimpulan:
EEG abnormal dengan adanya aktivitas epileptiform
3.5
Diagnosis
a. Diagnosis klinis
b. Diagnosis Topis
: Korteks serebri
Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa
Pertolongan pertama
o Pasien dan anggota keluarga harus diberitahukan dengan jelas tindakan
apa yang harus diambil bila menghadapi serangan.
o Jangan memasukan sesuatu ke dalam mulut pasien atau memaksa
membuka mulut pasien.
o Tidak perlu diusahakan mengekang gerakan kejang karena hanya akan
berakibat menimbulkan cedera.
48
3.7
IVFD RL 20 gtt/i
Prognosis
Ad vitam
: ad bonam
: dubia ad malam
49
BAB IV
ANALISA KASUS
Dari hasil anamnesis didapatkan seorang laki-laki usia 23 tahun
mengalami kejang. Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan
sementara sebagai akibat dari aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai
pelepasan listrik serebral yang berlebihan.Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau
vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua
hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung bagian otak yang
terkena.
Pada anak-anak dan remaja penyebab mayoritas adalah epilepsi idiopatik,
pada umur 5-6 tahun disebabkan karena febril. Pada usia dewasa penyebab lebih
bervariasi idiopatik, karena birth trauma, cedera kepala, tumor otak (usia 30-50
th), penyakit serebro vaskuler (> 50 th).2
Dari anamnesis diketahui bahwa kejang terjadi diseluruh tubuh disertai
kaku dan kelojotan, pasien dalam keadaan tidak sadar.Saat kejang, mata
memandang keatas, lidah tidak tergigit tapi keluar lendir berbusa dari mulut
pasien.Pasien juga mengaku sebelum kejang dirinya terasa seperti akan pingsan.
Menurut ibu pasien kejang berlangsung kurang lebih 20 menit dan telah
berlangsung 5 kali dalam 1 hari SMRS.Setelah kejang pasien mengaku
tersadar.Keluhan kejang dirasakan sejak pasien berumur 6 tahun.Pasien mengaku
sering kejang berulang.Kejang yang terjadi tidak berhubungan dengan demam.
Kejang biasanya terjadi lebih dari 1 kali dalam seminggu.Biasanya setelah kejang
pasien tersadar dan merasa pusing lalu tertidur karena lemas.
Hal ini sesuai dengan epilepsi grand mal yang memberi manifestasi sesuai
dengan letak fokus epileptogen pada permukaan otak yang bisa didahului
aura.Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan
tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan
sebagainya.Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas
penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-otot
berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi.
50
Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang
dinamakan jeritan epilepsi.Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang
klonik yang seolah-olah mengguncang-guncang dan membanting-banting tubuh si
sakit ke tanah.Kejang tonik-klonik berlangsung 2 -- 3 menit.Selain kejang-kejang
terlihat aktivitas vegetatif seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya
negatif, mulut berbuih dan sianosis.Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan
penderita dalam keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 4-5 menit kemudian
penderita bangun, termenungdan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam.
Frekuensi bangkitan dapat setiap jam sampai setahun sekali.
Pemeriksaan yang dianjurkan untuk menilai ada tidaknya kerusakan otak
dengan pemeriksaan EEG, CT-scan kepala atau MRI.Pemeriksaan penunjang yang
paling sering dilakukan adalah pemeriksaan elektroensefalografi (EEG).
Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman pada waktu sadar dalam
keadaan istirahat, pada waktu tidur, dengan stimulasi fotik dan hiperventilasi.
Pemeriksaam EEG ini adalah pemeriksaan laboratorium yang penting untuk
membantu diagnosis epilepsi dengan beberapa alasan sebagai berikut.
Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untuk mengevaluasi pasien
dengan serangan kejang yang jelas atau yang meragukan. Hasil pemeriksaan EEG
akan membantu dalam membuat diagnosis, mengklarifikasikan jenis serangan
kejang yang benar dan mengenali sindrom epilepsi.2,3
1
51
Pada EEG ada dua jenis kelainan utama yaitu aktivitas yang lambat dan
epileptiform, bila pada pemeriksaan EEG dijumpai baik gambaran
epileptiform
difus
maupun
yang
fokus
kadang-kadang
dapat
Semua kasus serangan kejang yang pertama kali dengan dugaan ada
kelainan struktural di otak.
52
dengan CT Scan. Oleh karena dapat mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis
hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa, maupun
epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi pembedahan.1,2
Tujuan terapi:
-
53
BAB IV
KESIMPULAN
Epilepsi adalah gangguan pada otak yang menyebabkan terjadinya kejang
berulang. Kejang terjadi ketika aktivitas listrik dalam otak tiba-tiba terganggu.
Gangguan ini dapat menyebabkan perubahan gerakan tubuh, kesadaran, emosi dan
sensasi. Tidak semua kejang disebabkan epilepsi, namun kejang juga dapat
disebabkan oleh kondisi tertentu seperti meningitis, ensefalitis atau trauma
kepala.Ada banyak tipe kejang pada epilepsy.Kejang dapat digolongkan menjadi
kejang parsial dan kejang umum, tergantung pada banyaknya area otak yang
terpengaruh.
Ada beberapa komplikasi pada epilepsi seperti status epileptikus dan
sudden unexpected death in epilepsy. Status epileptikus ini terjadi jika terdapat
kejang lebih dari 30 menit tanpa adanya pemulihan kesadaran. Biasanya status
epileptikus adalah kedaruratan medis pada kejang tonik klonik, sedangkan
SUDEP sangat jarang terjadi.
Gejala epilepsi dapat dikontrol dengan menggunakan obat anti kejang.
Hampir delapan dari sepuluh orang dengan epilepsi gejala kejang yang mereka
alami dapat dikontrol dengan baik oleh obat anti kejang. Pada awal pengobatan
akan diberikan satu jenis obat untuk mengatasi kejang. Apabila kejang tidak dapat
dikontrol maka akan digunakan dua atau lebih kombinasi dari obat anti kejang.
54
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.searo.who.int/LinkFiles/Technical_documents_Ment-134.pdf
2. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In :
Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.2005.
p119-127.
3. Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(Perdossi). Pedoman Tatalaksana Epilepsy. Jakarta: Penerbit Perdossi;2012.
4. Heilbroner, Peter. Seizures, Epilepsy, and Related Disorder,Pediatri
c Neurology: Essentials for General Practice. 1sted. 2007
5. Accessed
on
February
22th
2014:
http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf
6. Accessed
on
February
22th
2014:
http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm
7. Accessed
on
February
22th
2014
http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejalaepilepsi-pada-anak-2
8. Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and Thera
py in Children and Adults. 2nd ed. America: Blackwell Publishing Ltd.2005
9 . P r i c e d a n W i l s o n . 2 0 0 6 . Patofisiologi: Konsep Klinis Proses
-Proses Penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC
10. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6thed. New York: McGraw-Hill.
11. Wilkinson I. Essential neurology. 4thed. USA: Blackwell
200515.PERDOSSI. Pedoman
Tatalaksana
Epilepsi.
Ed.
Publishing.
3. Jakarta.
200816.http://www.medscape.com/viewarticle/726809
12. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat; 2009.p.439.
13. Utama H. Antiepilepsi dan Antikonvulsi dalam Farmakologi dan terapi. 5th
ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2005.
14. Lumbantobing SM. Epilepsy. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;2006.
55