Professional Documents
Culture Documents
Puji syukur Kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
anugerah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang
Pancasila Sebagai Ideologi Negara.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Makalah ini selain untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih
memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis.
Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun Makalah ini dengan baik,
namun penulis pun menyadari bahwa kami memiliki akan adanya keterbatasan
kami sebagai manusia biasa. Oleh karena itu jika didapati adanya kesalahankesalahan baik dari segi teknik penulisan, maupun dari isi, maka kami memohon
maaf dan kritik serta saran dari dosen pengajar bahkan semua pembaca sangat
diharapkan oleh kami untuk dapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga
dalam pengetahuan kita bersama. Harapan ini dapat bermanfaat bagi kita
sekalian.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR-------------------------------------------------------------------------------- i
DAFTAR ISI----------------------------------------------------------------------------------------- ii
BAB I------------------------------------------------------------------------------------------------- 1
PENDAHULUAN----------------------------------------------------------------------------------- 1
1.1.
Latar Belakang--------------------------------------------------------------------------- 1
1.2.
Tujuan------------------------------------------------------------------------------------- 3
1.3.
Rumusan Masalah----------------------------------------------------------------------- 3
BAB II------------------------------------------------------------------------------------------------ 4
PEMBAHASAN------------------------------------------------------------------------------------- 4
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
Pelayanan Kefarmasian----------------------------------------------------------------11
2.6
BAB III---------------------------------------------------------------------------------------------- 16
PENUTUP------------------------------------------------------------------------------------------ 16
3.1
Simpulan-------------------------------------------------------------------------------- 16
DAFTAR PUSTAKA------------------------------------------------------------------------------ 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi bagian yang penting bagi umat
Islam sebagai pengembangan Al-Quran yang memerlukan pengkajian dan
pembuktian ilmiah. Dengan mengkaji secara mendalam dan membuktikan secara
ilmiah maka kita akan menemukan misteri yang luar biasa dari Al-Quran.
Seseorang yang mendalami, meneliti dan mengembangkan Al-Quran dengan
sarana ilmu pengetahuan dan teknologi akan mengakui kebesaran Allah SWT.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta silih
bergantinya siang dan malam terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
seraya berkata: Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Q.S. Ali Imran:
190-191).
Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia didalamnya memuat banyak
hal dalam kehidupan ini, mulai dari urusan yang kecil hingga dalam pengaturan
suatu negara termasuk didalamnya adalah mengenai ilmu pengobatan dan
kefarmasian. Menurut Al Biruni, farmasi merupakan suatu seni untuk mengenali
jenis, bentuk dan sifat-sifat fisika dari suatu bahan, serta seni mengetahui
bagaimana mengolahnya untuk dijadikan sebagai obat sesuai dengan resep dokter.
Kedokteran Islam yang didalamnya termasuk farmasi Islam merupakan ilmu
kedokteran dan farmasi yang berdasarkan Islam dan didalam praktiknya tidak
bertentangan dengan koridor ajaran Islam. Farmasi Islam diharapkan dapat
mengedepankan
kemampuan
untuk
menggali
dan
menjaga
lingkungan,
optimal, serta memiliki kepekaan terhadap berbagai proses perubahan yang terjadi
didalamnya.
Karakter perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi farmasi di
negara-negara Islam memiliki karakter yang menarik untuk dipelajari karena
keunikan ajaran Islam sebagai agama yang sempurna mengatur setiap sisi
kehidupan manusia. Teks-teks Al-Quran dan Hadist memiliki batasan yang tegas
untuk beberapa bahan yang diharamkan penggunaannya. Seorang farmasis
muslim akan berusaha menyelaraskan keyakinan beragamanya dengan prinsipprinsip ilmiah farmasi. Hasilnya adalah satu bidang kajian farmasi Islam, yaitu
bidang keilmuan dan pelayanan farmasi yang kajiannya berada dalam koridor
agama Islam.
Bumi dan isinya adalah sumber dari bahan-bahan berkhasiat yang dapat
menjadi obat (Q.S. Al-Araf: 10). Allah SWT telah mengkaruniakan kepada kita
kekayaan alam untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kebaikan umat di muka
bumi ini. Akan tetapi Allah tetap memberikan batasan-batasan dalam
pemanfaatannya. Salah satunya adalah adanya batasan halal dan haram untuk
makanan yang dikonsumsi. Hal ini berlaku juga untuk obat-obatan.
Tingkat kehalalah dan keharaman dalam dunia farmasi belum terpetakan
dengan jelas. Hal ini sangat disayangkan karena Indonesia adalah negara dengan
mayoritas penduduknya beragama Islam. Oleh karena itu, konsumen obat yang
beragama Islam memerlukan suatu perlindungan kehalalan obat yang mereka
konsumsi. Dalam hal ini maka keilmuan farmasi memegang peranan penting.
Maka obat yang akan dimakan untuk pengobatan harus benar-benar yang baik dan
bermanfaat untuk dikonsumsi dalam pengobatan dan dijamin oleh seorang
apoteker/ahli farmasis sebagai penjaga jalur distribusi obat.
1.2. Tujuan
a) Mengetahui landasan pengobatan dalam Al-Quran dan Hadits
b) Mengetahui obat menurut Al-Quran dan Hadits
c) Mengetahui cara pelayanan kefarmasian
BAB II
PEMBAHASAN
status
darurat
dalam
pengobatan?
Rasulullah
saw.
Memerintahkan umatnya untuk berobat dengan menggunakan obat yang halal dan
melarang menggunakan obat yang haram. Diriwayatkan dari Abu Ad Darda, ia
berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah taala tidak membuat
penyakit (melainkan) dengan obatnya, dan Allah taala membuat obat untuk
setiap penyakit. Karena itu hendaklah kamu berobat dan jangan berobat dengan
yang haram (H.R. Abu Ad Darda).
Dalam Al-Quran juga diperintahkan untuk memakan makanan yang Halal
dan Thoyyib (baik). Beberapa rambu-rambu yang membatasi adalah makanan
yang diharamkan yaitu bangkai, babi, darah, khamr, hewan yang mati tidak wajar
dan binatang yang disembelih tanpa nama Allah. Meskipun penggunaan produk
halal hukumnya wajib bagi setiap muslim, namun para ulama memperbolehkan
obat yang haram dalam keadaan darurat. Imam Nawawi menjelaskan bahwa para
ulama fiqih pendukung madzhab Syafii menegaskan standar darurat ialah
timbulnya kekhawatiran akan kematian jika tidak dilakukan. Demikian pula Imam
Suyuthi mendefinisikannya sebagai kondisi yang jika tidak dilakukan akan mati
atau dekat kematian.
Kenyataan dalam dunia farmasi saat ini terdapat beberapa sediaan farmasi
yang dipertanyakan halal dan haramnya, di antaranya:
1. Sediaan topikal berbahan najis seperti sediaan losio, krim, atau plester. Para
ulama sepakat bahwa benda yang haram hukumnya adalah najis ketika
digunakan.
2. Penggunaan bahan dari babi dalam kefarmasian. Sesuai dengan nash AlQuran, pada tahun 1994 komisi Fatwa MUI telah menfatwakan bahwa babi
dan komponen-komponennya haram untuk dikonsumsi baik sebagai pangan
maupun obat dan kosmetika. Bahan obat dan kosmetik yang berpotensi
haram karena umumnya dibuat dari bagian organ babi adalah: kolagen
sebagai pelembab dan bahan dasar gelatin yang biasa digunakan dalam
pembuatan cangkang kapsul, gelatin, cerebroside; serta beberapa golongan
hormon seperti insulin, heparin dan enzim tripsin yang biasa digunakan
dalam pembuatan vaksin polio sebagai enzim proteolitik berasal dari
pancreas babi. Salah satu tantangan bagi kalangan ilmuwan muslim adalah
masalah kemiripan hormon insulin manusia dengan insulin babi sehingga
dari sudut pandang medis lebih menguntungkan daripada menggunakan
hormon insulin sapi yang tidak mirip insulin manusia.
3. Penggunaan alkohol dalam kefarmasian. Sebagian ulama mengqiyaskan
alkohol dengan khamr dan sama sekali menolak penggunaan alkohol dalam
4. Zaitun
Rasulullah bersabda: Makanlah minyak zaitun dan lumurlah minyaknya karena
ia berasal dari pohon yang penuh berkah (H.R. At Tirmizi dan Ibnu Majah).
Bahan dasar obat bahan alam tidak sepenuhnya berasal dari bahan
tumbuh-tumbuhan. Kenyataannya produk-produk hewan pun juga masuk dalam
ramuan obat bahan alam. Ramuan tradisional itu juga mengenal bahan-bahan
hewani, seperti kuda laut, bagian organ dari ayam, bagian organ ular (empedu,
darah, lemak, serta otaknya), buaya, kalajengking, laba-laba, dan ekstrak berbagai
bagian dari jenis binatang. Jadi, perlu kehati-hatian dalam memilihnya sebab
penggunaan hewan ini harus dilihat dari segi jenis hewannya halal atau tidak.
Pembuatan obat dari bahan alam yang halal dari hewan hendaklah dari
hewan yang halal dikonsumsi. Bagi produsen yang menggunakan hewan sebagai
bahan pembuatan obat, dapat menanyakan hukum hewan yang digunakannya
apakah halal atau haram.
3. Kosmetik
Produk kosmetik memang tidak dimakan dan masuk ke dalam tubuh.
Oleh karena itu, penggunaan kosmetik biasanya dikaitkan dengan masalah suci
dan najis. Unsur kosmetik haruslah terdiri dari zat yang halal, tidak najis atau
menjijikkan daa tidak membahayakan tubuh pemakainya serta jangan sampai
kosmetik menjadi sarana tabarruj yakni berdandan yang berlebihan dan bukan
pada tempatnya.
Sediaan kosmetik ini terdapat peluang digunakannya bahan aktif atau
bahan pembantu dari bahan yang haram atau diragukan/subhat. Status kehalalan
ini kritis terutama pada produk dengan bahan hasil isolasi dari hewan (kolagen,
dll), menggunakan alkohol, menggunakan bagian dari manusia seperti plasenta
dan cairan amniotik.
yang
dipegang
oleh
fikih
adalah
mempertimbangkan
kepentingan umat manusia yang terdiri atas 5 hal yang meliputi agama, jiwa,
keluarga, akal fikiran, serta harta benda. Tindakan-tindakan tertentu yang
dimotivasi oleh keterpaksaan atau darurat dalam rangka melindungi salah satu
dari lima kepentingan itu dibenarkan. Aspek kedaruratan ini juga berlaku dalam
pemanfaatan hewan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, kesehatan dan
penelitian kefarmasian yang bermanfaat untuk kehidupan manusia. Meskipun
demikian dalam pandangan Islam, kita wajib berbuat baik dalam memperlakuakan
hewan dengan tujuan yang jelas. Tantangan ahli farmasi adalah menguji khasiat
obat dengan in vitro tanpa hewan uji karena saat ini tidak semua uji dapat
dilakukan secara in vitro seperti uji toksisitas.
2. Pemanfaatan teknologi transgenik
Perkembangan dalam rekayasa genetik perlu diperhatikan mengenai
proses pembuatannya (prokursor, raw material, media pertumbuhan) agar produk
yang dihasilkan aman dan halal.
2.5Pelayanan Kefarmasian
Perubahan paradigma pelayanan farmasi dari drug oriented menjadi
patient oriented sehingga menjadikan profesi farmasi menjadi peluang sekaligus
tantangan. Farmasis berperan dalam membantu pengobatan mandiri pasien untuk
memilihkan obat yang baik dan halal. Fungsi utama dari dari pelaksanaan asuhan
kefarmasian (Pharmaceutical care) antara lain untuk mengidentifikasi baik yang
aktual maupun potensial masalah yang berhubungan dengan obat, menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan obat, serta mencegah terjadinya masalah yang
berhubungan dengan obat.
Dalam etika farmasi, para farmasis memiliki kewajiban untuk
melindungi pasien dari kerugian akibat kesalahan pemakaian obat yang
merugikan. Diawal Farmasi memeriksa kebutuhan pasien, ditengah memeriksa
kembali semua informasi dan memilih solusi bagi DRP (Drug Related Problem),
diakhir menilai hasil intervensi (evaluasi) sehingga didapat hasil yang optimal
sehingga pada akhirnya diharapkan kualitas hidup pasien meningkat serta hasilnya
memuaskan. Dengan mengutamakan keselamatan dan melindungi pasien dari
penggunaan obat yang membahayakan diri pasien, berarti farmasis turut
memelihara kehidupan pasien tersebut sesuai dengan anjuran ajaran Islam.
LPPOM MUI lebih sulit karena ketergantungan industri farmasi pada bahan baku
impor. Selain itu regulasi dan pola pengawasan produk halal masing-masing
Negara berbeda karena parameter penentuan kehalalan dan lembaga serta ijtihad
para ulama fiqih lokal bisa berbeda.
Keberadaan benda haram dalam suatu produk tidak dapat langsung
terdeteksi secara visual bahkan penelitian laboratorium pun tidak selalu bisa
mendeteksi keberadaan unsur alkohol maupun babi pada produk akhir. Oleh
karena itu, hal terpenting adalah secara etis adanya jaminan pihak ketiga yang
independen atas kehalalan produk pangan, obat, maupun kosmetika dalam bentuk
sertifikat halal. Sehingga produsen terawasi sejak proses pengadaan barang,
produksi hingga pengemasan. Hasil dari pengawasan dikeluarkan dalam bentuk
dokumen yang selanjutnya menjadi landasan sertifikasi kehalalan. Selanjutnya
dibutuhkan studi lebih lanjut untuk menciptakan metode yang lebih akurat, cepat
dan ekonomis.
Farmasis/apoteker memiliki tanggung jawab yang besar berkaitan
dengan penjaminan mutu produk farmasi yang dihasilkan baik obat, makanan
maupun kosmetik. Hal itu disebabkan farmasis merupakan suatu profesi yang
konsen, komitmen dan kompeten dalam bidang pengobatan. Untuk dapat
kita
dalam
membuat
serta
BAB III
PENUTUP
3.1Simpulan
a) Islam mengajarkan dalam mencapai kesembuhan diperlukan usaha
seoptimal .mungkin dengan menegaskan bahwa untuk setiap penyakit telah
disediakan obatnya sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Usamah r.a
b) Contoh pengobatan yang dicontohkan dalam Al-Quran dan Nabi SAW
adalah Kurma, Habbatus saudah, Madu dan Zaitun.
c) Dalam etika farmasi, para farmasis memiliki kewajiban untuk melindungi
pasien dari kerugian akibat kesalahan pemakaian obat yang merugikan.
DAFTAR PUSTAKA
An-Nawawi, 2007, Terjemah Hadits Arbain: An-Nawawiyah, Cetakan V,
Penerjemah: Tim Sholahuddin, Jakarta: Sholahuddin Press.
Departemen Agama RI, 2005, Al Quran dan Terjemahannya, PT. Syamil Cipta
Media, Indonesia.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 1996, UndangUndang Republik Indonesia Nomor: 7 tahun 1996 Tentang Pangan,
DirJen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Wasito, H. dan D. Herawati, 2008, Etika Farmasi dalam Islam, Yogyakarta: Graha
Ilmu.