Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
dr. Irma Yasmin. Sp.KK
Oleh:
Ismayanti
111170037
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2015
I. IDENTITAS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: An. N
Usia
: 10 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Semarang
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Tanggal Masuk RS
: 18-09-2015
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 18 September 2015
pukul 10.20 WIB
A. Keluhan utama
: Gatal
minyak kayu putih di oles ke bagian yang merah yang dibeli sendiri oleh
penderita di apotik pada hari ke 2 gejala, dan keluhan tidak mereda.
Keluhan serupa
: Disangkal
Alergi
Asma
Diabetes mellitus
: riwayat DM disangkal
Hipertensi
: Disangkal
Jantung
: Disangkal
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 25 September 2014 pukul 10.35
WIB
STATUS GENERALIS
a. Keadaan Umum
b. Kesadaran
: Kompos mentis
GCS
c. Vital Sign
d. Status gizi
: 32 x/m
: 36,70C (aksila)
e. Kulit
Warna
: Sawo matang
Sianosis
: Tidak ada
Ptekie
: tidak ada
f. Kepala
h. Telinga
i. Hidung
j. Mulut
k. Lidah
l. Tonsil
m. Faring
: Tidak hiperemis
n. Leher
o. Thorak
Paru-paru
: Inspeksi
: Bentuk
: Simetris
Retraksi
: tidak ada
: Ekspansi napas
: Simetris
Fremitus taktil
: simetris
: ICS 5 linea
midclavicula dextra
Peranjakan hepar
: ICS 6 linea
midclavicula dextra
Auskultasi
Perkusi
:
Batas jantung kanan : ICS 4 linea midclavicula
dextra
Batas jantung kiri
p. Abdomen
Inspeksi
:
: Bentuk
Umbilicus
: Datar
: Ditengah, inflamasi (-)
Massa (-),
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Lien
Ginjal
: tidak teraba.
q. Ekstremitas
Akral
: hangat
CRT
: <2 dtk
Sianosis
: tidak ada
Edema
: (-/-)
STATUS VENEROLOGI
:Tidak dilakukan
STATUS DERMATOLOGI
Inspeksi :
a. Lokasi
b. Efloresensi
c. Diameter
Palpasi :
a. Suhu : sama dengan kulit sekitar
b. Permukaan : tidak rata
c. Nyeri (+)
IV.
RESUME
ANAMNESIS
Orang tua pasien datang ke RSUD Tugurejo dengan keluhan timbul ruam
di kedua kaki anaknya semenjak 3 hari SMRS, disertai nyeri (-), gatal (+).
Riwayat Pengobatan
minyak kayu putih di oles ke bagian yang ruam yang dibeli sendiri oleh
penderita di apotik pada hari ke 2 gejala, dan keluhan tidak mereda.
Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa
V. DIAGNOSIS BANDING
Skabies
Contact dermatitis
VI.
USULAN PEMERIKSAAN
VII.
Biakan jaringan
Imunofluoresensi
Apusan tzanck
DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Atopik bentuk Infantil
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Hindari semua faktor luar yang mungkin menimbulkan manifestasi klinis
2. Menjauhi alergen pemicu
3. Hindari pemakaian bahan yang merangsang seperti sabun keras dan bahan
pakaian dari wol
Sistemik
4. Antihistamin golongan H1 untuk mengurangi gatal dan sebagai penenang
5. Kortikosteroid jika gajala klinis berat dan sering mengalami kekambuhan
6. Jika ada infeksi sekunder diberi antibiotik seperti eritromisin, tetrasikin.
Topikal
7. Pada bentuk bayi diberi kortikosteroid ringan dengan efek samping sedikit,
misalnya krim hidrokortison 1-1,5%
8. Pada bentuk anak dan dewasa dengan likenifikasi dapat diberi
kortikosteroid kuat seperti betamethason dipropionat 0,05% atau
desoksimetason 0,25%. Untuk efek yang lebih kuat, dapat dikombinasikan
dengan asam salisilat 1-3% dalam salep. Gunakan Moisturizer krim steroid
topikal, atau obat-obatan lainnya
IX.
PROGNOSIS
Umumnya baik jika faktor pencetus dihindari
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad fungsionam
: ad bonam
Quo ad sanationam
: ad bonam
PEMBAHASAN
1
Definisi
Dermatitis atopik (DA) adalah keadaan peradangan kulit kronis dan
residif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anakanak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat
atopi pada keluarga atau penderita (dermatitis atopi, rhinitis alergika, asma
bronkhiale, dan konjungtivitis alergika).
Kata atopi pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah
yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai
kepekaan dalam keluarganya. Misalnya : asma bronchial, rhinitis alergika,
dermatitis atopi, dan konjungtivitis alergika. (Djuanda, 2011)
1.2 SINONIM
Banyak istilah dermatitis atopik lain yang digunakan, misalnya : ekzema
konstitusional, fleksural eczema, disseminated neurodermatitis, prurigo basiler1.
1.3 EPIDEMIOLOGI
Oleh karena definisi secara klinis tidak ada yang tepat maka untuk
menginterpretasikan hasil penelitian epidemiologi harus berhati-hati. Berbagai
penelitian menyatakan bahwa prevalensi DA makin meningkat sehingga
merupakan masalah kesehatan besar. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia
dan Negara industri lain, prevalensi DA pada anak mencapai 10-20%, sedangkan
1-3 % terjadi di negara agraris, misalnya Cina, Eropa Timur, Asia Tengah,
prevalensi DA jauh lebih rendah. Wanita lebih banyak m enderita DA daripada
pria dengan rasio 1,3:1. Berbagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap
prevalensi DA misalnya jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu makin tinggi,
penghasilan meningkat, migrasi dari desa ke kota, dan meningkatnya
penggunakan antibiotik, berpotensi menaikan jumlah penderita DA.
10
11
Eosinofilia.
Kadar
CAMP-phosphodiesterase
monosit
meningkat,
disertai
12
Laktasi: makin lama mendapat air susu ibu makin kecil kemungkinan
untuk mendapat dermatitis atopik. Hal tersebut perlu dicermati karena
perkembangan penyakit berhubungan dengan alergen lingkunagan dan
status ibu (misanya perokok)
13
14
berat
yang
melebihi
50%
permukaan
tubuh
dapat
dan
eksudasi
karena
garukan.
Lambat
laun
terjadi
hiperpigmentasi.
Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari waktu beristirahat.
Pada orang dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila
mengalami stres. Mungkin karena stres dapat menurunkan ambang
rangsang gatal. Penderita atopik memang sulit mengeluarkan keringat,
15
sehingga rasa gatal timbul bila mengadakan latihan fisik. Pada umumnya
DA. remaja atau dewasa berlangsung lama, kemudian cenderung menurun
dan membaik (sembuh) setelah usia 30 tahun, jarang sampai usia
pertengahan; hanya sebagian kecil terus berlangsung sampai tua. Kulit
penderita DA. yang telah sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila
terpajan oleh bahan iritan eksogen.
Penderita atopik berisiko tinggi menderita dermatitis tangan, kirakira 70% suatu saat dapat mengalaminya. DA. pada tangan dapat
mengenai punggung maupun telapak tangan, sulit dibedakan dengan
dermatitis kontak. DA. di tangan biasa timbul pada wanita muda setelah
melahirkan anak pertama, ketika sering terpajan sabun dan air sebagai
pemicunya.
Berbagai kelainan dapat menyertai DA, misalnya: hipedinearis
palmaris, xerosis kutis, iktiosis, pomfoliks, pitiriasis alba, keratosis pilaris,
lipatan Dennie Morgan, penipisan alis bagian luar (tanda Hertoghe),
keilitis, katarak subkapsular anterior, lidah geografik, liken spinulosus, dan
keratokonus (bentuk kornea yang abnormal). Selain itu penderita DA.
cenderung mudah mengalami kontak urtikaria, reaksi anafilaksis terhadap
obat, gigitan atau sengatan serangga. (Djuanda, 2011)
1.7 DIAGNOSIS
Diagnosis DA. didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan
Rajka yang diperbaiki oleh kelompok kerja dari Inggris yang dikoordinasi
oleh Williams (1994). (Djuanda, 2011)
Kriteria mayor
-
Pruritus
16
Kriteria minor
Xerosis
Pitiriasis alba
17
Keilitis
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Aksentuasi perifolikular
Diagnosis DA. harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor.
Untuk bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu:
Tiga kriteria mayor berupa:
-
pruritus,
18
Harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang
tuanya bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok.
Riwayat asma bronkial atau hay fever pada penderita (atau riwayat
penyakit atopi pada keluarga tingkat pertama dari anak di bawah 4 tahun).
19
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1
Laboratorium
Tidak ada hasil laboratorium yang spesifik yang dapat dipergunakan untuk
menegakkan diagnosis dermatitis atopik. Hasil yang dapat ditemukan pada
dermatitis atopik, misalnya kenaikkan kadar IgE dalam serum, mengurangnya
jumlah sel-T ( terutama T-supresor) dan imunitas seluler, jumlah eosinofil
dalah darah relatif meningkat. (Davey, 2006)
Dermatografisme putih
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga respon yakni berturutturut akan terlihat: Garis merah ditempat penggoresan selama 15 detik, warna
merah disekitarnya selama beberapa detik, edema timbul setelah beberapa
menit. Penggoresan pada penderita yang atopi akan bereaksi belainan. Garis
merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi kepucatan selama 2 detik sampai
5 menit, sedangkan edema tidak timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme
putih. (Davey, 2006)
Percobaan histamin
20
Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita dermatitis atopi eritema
akan berkurang dibandingkan orang lain sebagai kontrol. Kalau obat tersebut
disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit orang normal.
(Wolff, 2008)
1.8 DIAGNOSIS BANDING (Wollf, 2008)
Penyakit
Seboroik dermatitis
Psoriasis
Neurodermatitis
Contact dermatitis
Skabies
Sistemik
Dermatitis herpetiforme
Dermatofita
Immmunodefisiensi
disorder
Gambaran klinis
Berminyak, squama, riwayat keluarga tidak ada
Plak pada daerah ekstensor, skalp, gluteus, pitted nail
Gatal, soliter, riwayat keluarga tidak ada
Riwayat kontak, ruam di tempat kontak, riwayat keluarga
tidak ada
Papul, sela jari, positif ditemukan tungau
Riwayat, pemeriksaan fisik. Pemeriksaan banyak sesuai
dengan penyakit
Vesikel berkelompok di daerah lipata
Plak dengan sentral healing, KOH negatif
Riwayat infeksi berulang
21
1.9 PENATALAKSANAAN
Kulit penderita DA. cenderung lebih rentan terhadap bahan iritan, oleh
karena itu penting untuk mengidentifikasi kemudian menyingkirkan faktor yang
memperberat dan memicu siklus gatal-garuk, misalnya sabun dan deterjen;
kontak dengan bahan kimia, pakaian kasar, pajanan terhadap panas atau dingin
yang ekstrim. Bila memakai sabun hendaknya yang berdaya larut minimal
terhadap lemak dan mempunyai pH netral. Pakaian baru sebaiknya dicuci terlebih
dahulu sebelum dipakai untuk membersihkan formaldehid atau bahan kimia
tambahan. Mencuci pakaian dengan deterjen harus dibilas dengan baik, sebab sisa
deterjen dapat bersifat iritan. Kalau selesai berenang harus segera mandi untuk
membilas klorin yang biasanya digunakan pada kolam renang. Stres psikik juga
dapat menyebabkan eksaserbasi DA. (Djuanda, 2011)
Acapkali serangan dermatitis pada bayi dan anak dipicu oleh iritasi dari
luar, misalnya terlalu sering dimandikan; menggosok terlalu kuat; pakaian terlalu
tebal, ketat atau kotor; kebersihan kurang terutama di daerah popok; infeksi lokal;
iritasi oleh kencing atau feses; bahkan juga medicated baby oil. Pada bayi penting
diperhatikan kebersihan daerah bokong dan genitalia; popok segera diganti, bila
basah atau kotor. Upaya pertama adalah melindungi daerah yang terkena terhadap
garukan agar tidak memperparah penyakitnya. Usahakan tidak memakai pakaian
yang bersifat iritan (misalnya wol, atau sintetik), bahan katun lebih baik. Kulit
anak/bayi dijaga tetap tertutup pakaian untuk menghindari pajanan iritan atau
trauma garukan. (Djuanda, 2011)
Mandi dengan pembersih yang mengandung pelembab; hindari pembersih
antibakterial karena berisiko menginduksi resistensi. (Djuanda, 2011)
Menurut Kim dalam jurnalnya (Kim, 2015), penatalaksanaan DA meliputi:
a. Farmakologi
dan
Mimyx
(unggul
tetapi
lebih
mahal
dan
hubungannya
dengan
pelembab):
Hidrokortison,
22
Imunomodulator:
Tacrolimus
dan
pimecrolimus
(inhibitor
hanya
sebagai
indikasi);
omalizumab
(antibodi
23
24
drug, yang baru menjadi aktif bila terikat pada reseptor sitosolik imunofilin.
Reseptor imunofilin untuk askomisin ialah makrofilin-12. Ikatan askomisin pada
makrofilin-12 dalam sitoplasma sel T, akan menghambat calcineurin (suatu
molekul yang dibutuhkan untuk inisiasi transkripsi gen sitokin), sehingga
produksi sitokin TH1 ( IFN-y dan IL-2) dan TH2 ( IL-4 dan IL-10) dihambat.
Askomisin juga menghambat aktivasi sel mas. Askomisin menghasilkan efek
imunomodulator lebih selektif dalam menghambat fase elisitasi dermatitis kontak
alergik, tetapi respons imun primer tidak terganggu bila diberikan secara sistemik,
tidak seperti takrolimus dan siklosporin. (Djuanda, 2011)
Derivat askomisin yang digunakan ialah krim SDZ ASM 981 konsentrasi
1%, mempunyai efektivitas sama dengan krim klobetasol-17- propionat 0.05%
(steroid superpoten), tidak menyebabkan atrofi kulit (setidaknya selama 4
minggu), aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif misalnya pada
muka dan lipatan. Cara pemakaian dioleskan 2 kali sehari. (Djuanda, 2011)
Pimekrolimus dan takrolimus tidak dianjurkan pada anak usia kurang dari
2 tahun. Penderita yang diobati dengan pimekrolimus dan takrolimus dinasehati
untuk memakai pelindung matahari karena ada dugaan bahwa kedua obat tersebut
berpotensi menimbulkan kanker kulit. (Djuanda, 2011)
Sementara klaim ini sedang diselidiki lebih lanjut, obat hanya digunakan
jika terdapat indikasi yaitu untuk dermatitis atopik pada orang yang lebih dari 2 y
dan hanya jika terapi lini pertama gagal. terapi ini jauh lebih mahal daripada
kortikosteroid dan seharusnya hanya digunakan sebagai terapi lini kedua. (Kim,
2015)
Preparat ter. Preparat ter mempunyai efek antipruritus dan anti-inflamasi
pada kulit. Dipakai pada lesi kronis, jangan pada lesi akut. Sediaan dalam bentuk
salap hidrofilik, misainya yang mengandung likuor karbonis detergen 5% sampai
10 %, atau crude coal tar 1 % sampai 5%.(Djuanda, 2011)
Antihistamin. Pengobatan DA. dengan antihistamin topikal tidak
dianjurkan karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit. Dilaporkan
bahwa aplikasi topikal krim doksepin 5% dalam jangka pendek (satu minggu),
dapat mengurangi gatal tanpa terjadi sensitisasi. Tetapi perlu diperhatikan, bila
25
dipakai pada area yang luas akan menimbulkan efek samping sedatif. (Djuanda,
2011)
PENGOBATAN SISTEMIK
Kortikosteroid.
Kortikosteroid
sistemik
hanya
digunakan
untuk
26
DA.
yang
berat
dan
luas
dapat
digunakan
PUVA
Probiotik
Probiotik telah direkomendasikan sebagai pilihan terapi untuk pengobatan
dermatitis atopik. Hal ini dikarenakan produk bakteri ini dapat
menyebabkan respon imun dari Th 1 seri bukannya Th 2 dan karena itu
bisa menghambat perkembangan produksi antibodi alergi, IgE. Beberapa
laporan manfaat terbatas dalam peran pencegahan dan terapi. Sebuah
meta-analisis dari 25 uji plasebo acak terkontrol yang melibatkan 4.031
subjek menemukan bahwa pemberian probiotik saat prenatal dan postnatal
mengurangi kadar IgE pada bayi dan dapat melindungi terhadap sensitisasi
untuk alergi tetapi mungkin tidak melindungi terhadap asma.(Hand, 2013)
Pada bulan Januari 2015, Organisasi Alergi Dunia merekomendasikan
penggunaan probiotik oleh ibu hamil dan menyusui untuk mencegah
perkembangan DA. Rekomendasi ini didasarkan pada meta-analisis dari
29 studi yang digunakan probiotik oleh ibu hamil mengurangi kejadian
eksim sebesar 9% selama masa follow up 1-5 tahun dan penggunaan oleh
wanita menyusui dikaitkan dengan 16% pengurangan eksim selama masa
follow up 6 bulan. Konsumsi probiotik oleh menyusui bayi dikaitkan
27
Pada pasien dengan penyakit berat, dan terutama pada orang dewasa,
fototerapi,
methotrexate
(MTX),
azathioprine,
cyclosporine,
28
Pakaian harus lembut di sebelah kulit. Katun nyaman dan dapat berlapis di
musim dingin. Produk wol harus dihindari.
Pakaian harus dicuci dalam deterjen ringan tanpa pemutih atau pelembut
kain.
29
KOMPLIKASI
Infeksi sekunder5.
PROGNOSIS
Sulit meramalkan prognosis DA. pada seseorang. Prognosis lebih buruk
bila kedua orang tuanya menderita DA. Ada kecenderungan perbaikan spontan
pada masa anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja. Sebagian kasus
menetap pada usia di atas 30 tahun. Penyembuhan spontan DA. yang diderita
sejak bayi pernah dilaporkan terjadi setelah umur 5 tahun sebesar 40-60%,
terutama kalau penyakitnya ringan. Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa
30
84% DA. anak berlangsung sampai masa remaja. Ada pula laporan, DA. pada
anak yang diikuti sejak bayi hingga remaja, 20% menghilang, dan 65 % berkurang
gejalanya. Lebih dari separo DA. remaja yang telah diobati kambuh kembali
setelah dewasa.
Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang balk DA. yaitu:
-
anak tunggal
asma bronkial atau hay fever. Penderita atopi mempunyai risiko menderita
dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan. (Djuanda, 2011)
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, S., dan Sri A., 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
2. Eichenfild et all. 2014. Guidelines of care for the management of atopic
dermatitis. American Academy of Dermatology Journal. 71:116-32
3. Harahap, M., Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates : Jakarta.2007
4. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Diseases of the Skin Clinical
Dermatology. 10th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010.
5. Johnson
K.
Probiotics
in
Pregnancy,
Lactation
Dermatitis. Medscape Medical News. Nov 25 2014.[Full Text].
Reduce
32