You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kalimantan merupakan salah satu pulau di indonesia yang memiliki
kawasan hutan topis yang cukup luas dan juga Salah satu pulau di Indonesia yang
diyakini menyimpan potensi tanaman obat. Buktinya di hutanhutan di Sabah,
Malaysia dan Kalimantan kini ditemukan banyak tamanan yang berpotensi
menyembuhkan berbagai penyakit berbahaya seperti kanker, AIDS, dan malaria.
Dalam berbagai penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari berbagai lembaga,
dalam kurun waktu 25 tahun terakhir telah ditemukan 422 spesies baru di
Kalimantan. Selain itu masih banyak lagi yang menunggu untuk ditemukan dan
diteliti. Beberapa diantaranya berpotensi memiliki senyawa obat. (Kalteng Pos, Sabtu
29 April 2006;7).
Penelitian di bidang fitokimia tanaman asli Indonesia telah dimulai oleh
Greshoff pada tahun 1888. Penelitian ini dilakukan terhadap tumbuhan obat dengan
maksud menentukan hakekat dari senyawa kimia yang aktif yang dikandung oleh
tumbuhan obat tertentu, misalnya alkoloid, flavanoid, lemak, zat warna dan
sebagainya (Soediro,1999).
Sejauh ini penelitian fitokimia terhadap tanaman asli dan tumbuhan obat
Indonesia sebagian besar baru dilakukan untuk tumbuh-tumbuhan yang ada di pulau
Jawa, Sumatra dan Maluku. Sedangkan untuk tumbuhan yang tumbuh di pulau
Kalimantan belum banyak diteliti, misalnya Manggis Hutan oleh masyarakat

Kotawaringin Timur di daerah Mentaya Hulu dikenal sebagai Sangalang Manggis,


sedangkan masyarakat di daerah Sampit mengenal manggis hutan sebagai Sabura.
Tumbuhan tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat Kalimantan Tengah sebagai
obat tradisional untuk mengobati penyakit disentri, membersihkan plek hitam
diwajah,dan dapat mengobati penyakit gatal-gatal yang disebabkan oleh jamur atau
virus dan diduga dapat menyembuhkan penyakit AIDS.
Maka peneliti tertarik untuk mengetahui senyawa kimia yang terkandung
dalam tumbuhan tersebut, yakni dengan memisahkan dan mengidentifikasi senyawa
metabolit sekunder yang dibedakan atas beberapa kelompok besar, yaitu : alkoloid,
terpenoid, steroid, plavonoid, saponin, kumarin, kuinon, dan fenolik. Lebih lanjut,
menurut Ciptadi (1994) penelitian terhadap kandungan senyawa yang sistematis
terhadap tumbuhan perlu dilakukan sehingga diperoleh informasi kemotaksonomi
yang dapat membantu para ahli dalam memahami keadaan ilmiah yang sebenarnya
dari senyawa tersebut
1.2 Batasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi :
a. Penentuan komposisi eluen yang paling baik dari campuran eluen kloroform
dan etanol untuk memisakan komponen-komponen senyawa metabolit
sekunder ekstrak klorofom pada kulit batang tumbuhan Manggis Hutan
melalui metode kromatografi.
b. Pengidentifikasian komponen senyawa metabolit sekunder ekstrak klorofom
pada kulit batang tumbuhan Manggis Hutan.

c. Penentuan sifat bioaktivitas senyawa kimia hasil kromatografi kolom dari


ekstrak klorofom pada kulit batang tumbuhan Manggis Hutan dengan metode
Uji Brine Shrimp.

1.3 Rumusan Masalah


Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
a.

Bagaimana komposisi eluen yang paling baik untuk memisahkan komponenkomponen senyawa metabolit sekunder ekstrak klorofom pada kulit batang
tumbuhan Manggis Hutan melalui metode kromatografi ?

b. Golongan senyawa apakah yang diperoleh dari hasil identifikasi pemisahan


komponen-komponen metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak
klorofom pada kulit batang tumbuhan Manggis Hutan?
c. Bagaimana sifat bioaktivitas senyawa kimia hasil kromatografi kolom dari
ekstrak klorofom pada kulit batang tumbuhan Manggis Hutan?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu :
a. Memperoleh informasi tentang komposisi eluen yang paling baik untuk
memisahkan komponen-komponen senyawa metabolit ekstrak klorofom pada
kulit batang tumbuhan Manggis Hutan.
b. Memperoleh informasi tentang senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak
klorofom pada kulit batang tumbuhan Manggis Hutan.

c. Memperoleh informasi tentang senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas


biologis dari ekstrak klorofom kulit batang tumbuhan Manggis Hutan dengan
menggunakan metode Uji Brine Shrimp.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu :
a. Langkah awal dalam mengembangkan pemanfaatan kulit batang tumbuhan
Manggis Hutan sebagai obat tradisional.
b. Sebagai bahan dalam pelestarian dan pengembangan tumbuhan obat
khususnya di Kalimantan Tengah.
c. Sebagai dasar suatu metode dan teknik serta identifikasi komponen metabolit
sekunder kulit batang tumbuhan Manggis Hutan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manggis Hutan ( Barringtonia Scortechinii King )
Manggis hutan telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Kalimantan
Tengah sebagai obat disentri, membersihkan plek hitam diwajah dan mengobati
penyakit gatal-gatal akibat jamur atau virus dan teridentifikasi dapat mengobati
penyakit Aids. Cara pengobatan yang dilakukan masyarakat kalimantan tengah
yaitu dengan mengkonsumsi air rebusan kulit batang manggis hutan. Manggis
hutan yang banyak tumbuh di daerah kalimantan tengah ini termasuk dalam
golongan tumbuhan tinggi , mempunyai susunan kerangka yang sudah jelas antara
akar, batang, dan daun. Tumbuhan ini menghasilkan biji, sehingga disebut sebagai
tumbuhan biji (spermathopyta) (Tjitrosoepomo, 1994 : 113).
Tumbuhan Manggis Hutan ( Barringtonia Scortechinii King ) termasuk
jenis pohon yang tingginya antara 3-10 meter. Daun majemuk tersusun seperti
spiral menyebelah menjadi satu atau tiga bagian, bentuk daun lebar, berbentuk
pipih memanjang, ujung tepian daun rata, tulang daun keras, tekstur daun tebal
dan keras. Tumbuhan manggis hutan memiliki bunga pada ujung tangkainya.
Buah berbentuk bulat, seperti buah manggis yang kita kenal pada umumnya,
namun saat buah manggis hutan matang warna buah berubah menjadi kuning,
getah pada manggis hutan berwarna kuning cerah, manggis hutan banyak
ditemukan dihutan yang daerah pasang surut atau daerah rawa yang ada di
Kalimantan Tengah.

2.2 Klasifikasi Senyawa Kimia


Klasisfikasi Tumbuhan Manggis Hutan ( Barringtonia Scortechinii King )
Divisi

Subdivisi :
Kelas

Bangsa

Suku

: Lecythidaeceae

Marga

Jenis

:
Kandungan kimia yang terdapat pada mahluk hidup berdasarkan pada cara

terbentuk dan fungsinya dapat dikelompokan atas 2 kelompok,yaitu :


a. Metabolisme primer yang merupakan senyawa organik yang ikut terlibat
dalam proses metabolisme mahluk hidup tersebut, seperti : protein,
karbohidrat, asam lemak dan asam organik yang terlibat dalam siklus asam
karboksilat.
b. Metabolit sekunder yang merupakan hasil samping proses metabolisme
seperti alkaloid, steroid, terpenoid, flavonoid, fenolik, kumarin kuinon dan
lignin yang dikenal sebagai senyawa kimia bahan alam. Fungsi metabolit
sekunder dalam makhluk hidup sangat bervariasi antara lain sebagai
pelindung dan penahan terhadapa gangguan atau serangan makhluk lain, yang
biasanya berbentuk racun, allelopati, dan antibiotik. Ada juga yang berfungsi

sebagai penarik serangga yang diperlukan untuk membantu penyerbukan atau


perkembangbiakan (reproduksi), serta ada juga yang berfungsi sebagi alat
komunikasi seperti feromon, (Arbain dan Tamin, 1995:1-2).

2.3

Cara Memisahkan Komponen-Komponen Metabolit Sekunder Ekstrak


Kloroform Pada Kulit Batang Tumbuhan Manggis Hutan ( Barringtonia
Scortechinii King ).
Untuk memisahkan komponen metabolit sekunder yang ada dalam ekstrak

kloroform pada kulit batang tumbuhan manggis hutan dilakukan dalam beberapa
tahap yaitu : (1) Ekstraksi dengan metode maserasi yang bertujuan untuk memperoleh
ekstrak kloroform, kemudian ekstrak kloroform diuapkan menggunakan rotary
evaporator sampai diperoleh ekstrak kental (padat). (2) tahap pemisahan dengan
kromatografi lapis tipis dan kromatografi kolom. (3) uji bioaktivitas untuk
mengetahui aktivitas senyawa hasil kromatografi kolom pada ekstrak kloroform.
2.3.1

Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu cara untuk memperoleh senyawa kimia dari jaringan

tubuh atau suatu proses pengambilan komponen yang larut dari bahan atau campuran
dengan menggunakan pelarut tertentu.
Ekstraksi dapat dilakukan dengan metode maserasi, perkolasi, dan sokletasi.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah meserasi. Istilah maserasi berasal
dari bahasa latin Mascerare yang berarti merendam. Maserasi ialah pelunakan dan

pemisahan serbuk atau bongkahan serat menjadi bagian-bagiannya karena diberi


perlakuan mekanis (Putjaamaka). Dalam proses maserasi, bahan atau sampel yang
diekstraksi dicampur dengan pelarut dalam wadah (gelas kimia bertutup) dan
direndam selama 3 x 24 jam, kemudian diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kental
(pekat), (Ciptadi,1997).

2.3.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egon Stahl dengan
menghamparkan penyerap pada gelas, sehingga merupakan lapisan tipis. KLT
merupakan kromatografi serapan, tetapi dapat pula merupakan kromatografi partisi
karena bahan penyerap telah dilapisi oleh air dari udara dan kromatografi ini
umumnya

digunakan

untuk

identifikasi

komponen-komponen

campuran

(Sudjadi,1986).
Cara kerja kromatografi lapis tipis (KLT) adalah lempeng kaca (plat KLT)
ditotolkan dengan larutan sampel, bila noda dari sampel yang ditotolkan sudah kering
lempengan kaca diletakan secara vartikel dalam gelas yang berisi pelarut (eluen),
noda harus berada sedikit di atas pelarut, kemudian gelas ditutup untuk mengurangi
penguapan.
Derajat retensi kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai Faktor
Retensi (Rf) (Sudjaadi,1986) :
Rf = Jarak titik pusat bercak dari titik awal
Jarak garis depan dari awal

2.3.3 Kromatografi Kolom


Kromatografi kolom digunakan untuk memisahan zat padat yang memiliki
kelarutan yang mirip. Prinsip dari kromatografi adalah setiap senyawa dalam
cuplikan mempunyai kelarutan yang berbeda dan cendrung diserap absorben yang
juga berbeda. Sesuai dengan kepolaran dari fase diam dan fase gerak. Adapun
senyawa polar akan tertarik oleh senyawa polar dan sebaliknya, senyawa nonpolar
akan tertarik oleh senyawa nonpolar, yang

dikenal dengan istilah like

dissolves, (Sudjadi,1986). Alat yang diperlukan untuk pemisahan ini adalah pipa
gelas yang biasa disebut sebagai kolom kromatografi dengan panjang sekitar 3040 cm, yang salah satu ujungnya sempit dan dilengkapi dengan kran. Ukuran
kolom bergantung pada zat yang akan dipisahkan. Di dalam kolom dimasukan
kapas atau glass wool, pasir kuarsa, silika gel, diikuti dengan penambahan pelarut
yang sesuai, dibiarkan selama 24 jam. Pelarut yang digunakan adalah campuran
pelarut dengan perbandingan eluen yang terbaik hasil KLT.
Selanjutnya memasukan ekstrak kental dan kran dibuka sehingga cairan
keluar setetes demi setetes. Pengisian kolom yang tidak teratur dari penyarapan
akan mengakibatkan kerusakan batas-batas pita kromatografi. Putusnya penyerap
dalam kolom biasanya disebabkan oleh gelembung-gelembung udara selama
pengisian. Untuk mencegah hal tersebut sedapat mungkin zat pengisi atau

penyerap dibuat menjadi bubur dengan pelarut kemudian dituangkan perlahanlahan ke dalam tabung.

2.3.4 Uji Bioaktivitas


Uji bioaktivitas atau Uji Brine Shrimp dilakukan dengan menggunakan
larva. Tujuan uji ini adalah untuk mengetahui aktivitas senyawa hasil
kromatografi kolom pada ekstrak klorofom. Uji ini akan dilakukan di jurusan
Kimia, Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam, Fakultas MIPA - Universitas
Hasanuddin Makasar.

2.4 Uji Kandungan Kimia Metabolit Sekunder


Secara umum keberadaan kelompok metabolit sekunder dalam bagian
tumbuhan dapat dideteksi berdasarkan kekhasan sifat kimia dari gugus fungsi
kelompok metabolit sekunder untuk bisa bereaksi dengan pereaksi kimia tertentu.
Dalam hal ini faktor penting yang perlu diperhatikan adalah kadar atau jumlah
metabolit sekunder yang ada pada makhluk hidup tersebut.
Kandungan metabolit sekunder yang ada pada makhluk hidup secara umum
dapat dibedakan atas beberapa kelompok besar, yaitu : alkaloid, terpenoid,
steroid, flvanoid, saponin, kumarin, kuinon, dan fenolik (Arbain dan Tamin,1995).
2.4.1 Terpenoid, Steroid dan Saponin

Kelompok senyawa organik ini merupakan senyawa metabolit sekunder


yang di dalam mahluk hidup disentesa dari asam mevalonat dan dikenal juga
dengan kelompok kecil monoterpenoid,, diterpenoid yang biasanya merupakan
komponen utama dalam minyak atsiri yang berbau khas. Sedangkan triterpenoid
dan steroid yang umumnya tidak berbau dan tidak berasa biasanya dideteksi
dengan pereaksi Liberman Buchard, Untuk mendeteksi keberadaan saponin yang
merupakan glikosid terpenoid/steroid dengan gula dapat dilakukan dengan tes
busa, (Arbain dan Timin, 1995)

2.4.2 Fenolik
Dalam kelompok metabolit sekunder, senyawa fenolik tidak mempunyai
kerangka yang khas kecuali keberadaan gugus hidroksil pada inti aromatik.Gugus
fungsi ini dapat dideteksi dengan pengomplekkan setelah direaksikan dengan
besi (III) klorida yang akan menghasilkan cincin warna biru atau ungu biru
(Arbain dan Tamin, 1995).

2.4.3 Flavonoid
Pengujian kandungan metabolit sekunder untuk flavanoid dilakukan dengan
reaksi warna biasa. Untuk pengujian ini contoh diekstraksi dengan etanol dan ke
dalam ekstrak etanol ditanbahkan larutan NaOH. Sebagai konfirmasi adanya
flavonoid maka ekstrak etanol diuapkan dan residunya ditambahkan asam sulfat

pekat. Kedua reaksi tersebut menimbulkan perubahan warna yang khas (Arbain
dan Tamin, 1995).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dengan pendekatan
laboratorium yang dilakukan melalui serangkaian percobaan.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium kimia, program studi
Pendidikan Kimia, jurusan MIPA, FKIP,Universitas Palangkaraya pada bulan Juli
2006 sampai Maret 2007.
3..3 Alat Dan Bahan
3..3.1 Alat
Beberapa alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas
yang lazim digunakan di laboratorium kimia organik dan kimia bahan alam
dengan alat pendukung berupa rotary evaporator, perangkat kromatografi kolom,
seperangkat alat kromatografi lapis tipis ( KLT ).
3.3.2

Bahan Tumbuhan
Manggis Hutan yang berupa kulit batang dikumpulkan dari daerah

pedalaman Kabupaten Kotawaringin Timur, kemudian disortir, dibersihkan untuk


selanjutnya dihaluskan sampai menjadi serbuk dan diberi label.

3.3.3

Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam ekstraksi berupa pelarut teknis yang

terlebih dahulu didestilasi yakni kloroform, alasan digunakannya pelarut organik


kloroform karena senyawa yang ada dalam tumbuhan manggis hutan ini bersifat
polar. Sedangkan pelarut untuk eluen kromatografi lapis tipis dan kromatografi
kolom digunakan kloroform dan etanol. Bahan lain yang digunakan adalah silika
gel G-60, kapas, dan pasir kuarsa (SiO2).

3.4 Prosedur Kerja


3.4.1 Isolasi Metabolit Sekunder Kulit Batang Tumbuhan Manggis Hutan
Sebanyak 0,5 kg serbuk halus kulit batang tumbuhan manggis hutan
dimaserasi dengan klorofom secara dingin pada suhu kamar dalam botol tertutup
selama 3 x 24 jam lalu disaring sampai menghasilkan ekstrak kloroform (filtrat)
dan residu. Residu yang dihasilkan disimpan, sedangkan filtratnya yang berupa
ekstrak Kloroform kemudian diuapkan sampai diperoleh ekstrak kental (pekat).
3.4.2

Pemisahan Ekstrak Klorofom Kulit Batang Tumbuhan Manggis Hutan


Secara Kromatografi Lapis Tipis.
Ekstrak kental yang diperoleh dari evaporasi hasil mesarasi serbuk kulit

batang tumbuhan manggis hutan (ekstrak klorofom), kemudian di kromatografi


lapis tipis (KLT) dengan komposisi eluen dari campuran kloroform : etanol antara
lain (9 : 1), (8 : 2), (7 : 3), (6 : 4), (5 : 5), sampai didapatkan komposisi eluen yang
paling baik untuk memisahkan senyawa-senyawa yang ada pada kloroform.

Adapun perbandingan ini didasarkan pada pralaboratorium yang dilaksanakan


sebelum penelitian.
Proses KLT dilakukan dengan cara Plat KLT ditotolkan dengan ekstrak
kloroform sebanyak 3 kali, dibiarkan menjadi kering dan dimasukan ke dalam
gelas yang berisi eluen yang telah jenuh. Selanjutnya gelas ditutup dan ditunggu
sampai komponen yang ada dalam ekstrak tersebut naik sampai pada batas yang
telah ditentukan. Selanjutnya adalah mengamati noda yang ada pada plat KLT di
bawah lampu UV pada = 254 nm dan = 366 nm, untuk mengetahui pola
pemisahan dan nilai Rf-nya.
3.4.3

Pembuatan Kromatografi kolom


Alat kromatografi yang digunakan adalah yang terbuat dari bahan gelas.

Pertama-tama kolom disumbat dengan kapas, dilapisi dengan pasir kuarsa.


Selanjutnya sebanyak 40 gram bubuk silika gel dicampur dengan kloroform,
sampai menjadi bubur. kemudian dimasukan ke dalam kolom yang berisi pasir
kuarsa tadi, secara perlahan-lahan bersamaan dibukanya kran, setelah bubur silika
gel dimasukan semua, tutup kran, kemudian diamkan kemasan kolom sampai
bebarapa jam. selanjutnya masukan kembali pasir kuarsa ke dalam kolom. Dan
dibiarkan selama 24 jam.
3.4.4

Pemisahan Secara Kromatografi Kolom


Ekstrak kental kloroform dipisahkan dengan kromatografi kolom. Masukan

ekstrak kloroform secara perlahan-lahan kedalam kolom kemudian masukan

eluen yang paling baik hasil dari KLT kedalam kolom bersamaan dibukannya
kran. cairan yang keluar dari kromatografi kolom ditampung dalam botol-botol
(fraksi-fraksi) kecil sebanyak 10 mL. Dari masing-masing botol (fraksi), diambil
beberapa tetes eluen dengan menggunakan pipa kapiler kemudian ditotolkan pada
plat KLT dan dimasukan ke dalam chamber (pengembang) selanjutnya ditutup
dan ditunggu sampai komponen yang ada di dalam ekstrak tersebut naik sampai
batas yang telah ditentukan dan plat KLT dikeluarkan dari chamber serta
dibiarkan mengering. Setelah kering, dapat diamati di bawah sinar UV pada =
254 nm untuk melihat pola pemisahan dan mengetahui harga Rf-nya.
3.5

Identifikasi Ekstrak Kloroform Kulit Batang Tumbuhan Manggis Hutan


Ekstrak klorofrm yang telah pekat, dilarutkan dalam campuran klorofom :
aquades (1:1). Larutan yang telah diperoleh dikocok, kemudian dibiarkan terpisah
sampai membentuk dua lapisan yaitu lapisan kloroform dan lapisan air, lapisan
air digunakan untuk identifikasi senyawa flavanoid, fenolik dan saponin.

3.5.1

Identifikasi Stroid dan terpenoid


Ekstrak kental dan fraksi-fraksi hasil kolom ini dikromatografi lapis tipis

dan dielusi dengan pelarut yang sesuai, selanjutnya dideteksi dengan pereaksi
penampak noda Liebermaan-Burchad dengan melarutkan asam asetat anhidrat
dan asam sulfat pekat dalam etanol dengan perbandingan (5 : 5 : 90 ) kemudian
dipanaskan dengan oven. kalau muncul warna ungu merah menandakan adanya

terpenoid ( triterpenoida ) sedangkan warna hijau merupakan indikasi keberadaan


steroida. (Arbain dan Tamin, 1995).
3.5.2

Identifikasi Saponin
Lapisan air dimasukan ke dalam tabung reaksi kemudian dikocok kuat-kuat.

Terbentuknya busa yang permanen selama kurang lebih 15 menit menandakan


positif adanya saponin (Arbain dan Tamin, 1995).
3.5.3. Identifikasi Flavanoid
Lapisan air dimasukan ke dalam tabung reaksi dan di tambahkan logam Mg
dan beberapa tetes HCl pekat. Terbentuknya warna orange sampai merah
menandakan positif adanya flavonoid (kecuali isoflavon) (Majang,2001)
3.5.4

Identifikasi Fenolik
Lapisan air dimasukan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan

FeCl3.

terbentuknya

(Majang,2001).

warna

biru

menandakan

positif

adanya

fenolik

BAB IV
HASIL PEMBAHASAN

1.1

Ekstraksi Kulit Batang Tumbuhan Manggis Hutan


Untuk memperoleh ekstrak kloroform Kulit batang tumbuhan manggis hutan

maka dilakukan ekstraksi, melalui metode maserasi (merendam). Sebanyak 0,5 gram
serbuk kulit batang tumbuhan manggis hutan di rendam dengan menggunakan Pelarut
kloroform sebanyak 1 liter. Penggunaan pelarut kloroform dalam mengekstraksi kulit
batang tumbuhan manggis hutan, untuk mempermudah proses pemisahan senyawa,
karena hanya senyawa yang bersifat polar saja yang dapat larut dalam pembuatan
ekstrak.
Setelah serbuk kulit batang dimeserasi selama 3 x 24 jam, kemudian disaring
sehingga dihasilkan residu dan filtrat ( ekstrak kloroform kulit batang tumbuhan
manggis hutan), ekstrak kloroform ini kemudian diuapkan dan didapat ekstrak kental
kloroform kulit batang tumbuhan manggis hutan sebanyak 8,09 gram.
2.1

Identifikasi Komponen Metabolit Sekunder Ekstrak Kloroform Pada


Kulit Batang Tumbuhan Manggis Hutan
Pengujian golongan metabolit sekunder dari ekstrak kulit batang tumbuhan

manggis hutan dilakukan dengan menggunakan reaksi uji warna.

Pengujian ini

didasarkan pada sifat kimia dari setiap kelompok senyawa metabolit sekunder.
Umumnya setiap komponen senyawa metabolit sekunder memiliki gugus fungsi
sebagai gugus pengenal yang khas dan akan memberi reaksi kimia yang khas pula.

Dalam penelitian ini dilakukan reaksi uji warna terhadap golongan metabolit
sekunder yaitu: steroid, fenolik, saponin, flavonoid, dan terpenoid. Hasil identifikasi
golongan metabolit sekunder pada ekstrak kloroform kulit batang tumbuhan manggis
hutan dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 Hasil Identifikasi Golongan Metabolit Sekunder Ekstrak Kloroform Kulit
Batang Tumbuhan Manggis Hutan Melalui Reaksi Uji Warna.
Uji

Identifikasi

Hasil

Keterangan

Ekstrak kental dan fraksi hasil


kromatografi

kolom

di

KLTkemudian dideteksi dengan


pereaksi

penampak

Steroid Liebermaan-Burchard

noda
denganTidak terbentuk warna hijau

melarutkan asam asetat anhidrat


dan asam sulfat pekat dalam
metanol ( 5 : 5 : 90 ) kemudian
dipanaskan dalam oven.
Terpenoid Ekstrak kental dan fraksi hasilTerbentuk warna ungu merah
kromatografi

kolom

di

KLTkemudian dideteksi dengan


pereaksi

penampak

Liebermaan-Burchard

noda
dengan

melarutkan asam asetat anhidrat

dan asam sulfat pekat dalam


metanol ( 5 : 5 : 90 ) kemudian
dipanaskan dalam oven.
Lapisan air + serbuk logam Mg +
Flavonoid

Tidak Terbentuk warna orange

HCl
Tidak terbentuk cincin warna
Fenolik Lapisan air + FeCl3

Lapisan air dikocok

biru
Tidak terbentuk busa parmanen

kuat-kuat

( 15 menit)

Saponin

Dari hasil identifikasi golongan metabolit sekunder ekstrak kloroform pada


kulit batang tumbuhan manggis hutan melalui reaksi uji warna diketahui bahwa pada
ekstrak kloroform kulit batang tumbuhan manggis hutan mengandung senyawa
terpenoid. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah

pada lapisan

kloroform (hasil pemisahan antara lapisan air dan lapisan kloroform) setelah
ditambahkan asam sulfat yang menandakan adanya terpenoid,. Untuk golongan
steroid, flavonoid,. fenolik, dan saponin, memberikan reaksi yang negatif terhadap uji
fitokimia yang dilakukan melalui uji warna, itu artinya pada ekstrak kloroform tidak
termasuk golongan senyawa steroid, flavonoid, fenolik, dan saponin

3.1

Pemisahan Ekstrak Kloroform Kulit Batang Tumbuhan Manggis Hutan


Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Setelah diperoleh Ekstrak kental kloroform dari evaporasi hasil dari maserasi

serbuk halus kulit batang manggis hutan, proses selanjutnya yaitu melihat pola

pemisahan komponen-komponen yang ada dalam ekstrak kental kloroform dengan


kromatografi lapis tipis ( KLT ) dengan menggunakan variasi komposisi eluen dari
campuran kloroform dan etanol dengan kepolaran yang berbeda-beda, sampai
diperoleh eluen yang paling baik menurut peneliti yang dapat menghasilkan
pemisahan senyawa yang ada dalam ekstrak kloroform secara sempurna. Eluen
campuran dari kloroform : etanol digunakan 10 mL, alasan digunakannya hanya 10
mL agar mudah dalam menentukan perbandingan. Perbandingan yang digunakan
adalah a. (9,8 : 0,2), b. (9,5 : 0,5), c. (9 : 1), d. (8,5 : 1,5 ), e. (8 : 2), f. (7 : 3), g. (6 : 4)
Dengan tingkat kepolaran dari yang rendah ketinggi yaitu a< b< c< d< e< f<
g. Hubungan antara variasi komposisi eluen (kloroform : etanol), jumlah komponen
ekstrak yang dapat terpisahkan dan harga Rf-nya dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1

Hubungan Antara Variasi Komposisi Eluen (Kloroform : Etanol), Pola

Pemisahan Komponen Yang Ada Dalam Ekstrak Kental Dan Harga Rf-nya
Komposisi eluen
No.

Pola Pemisahan
(Klorofrom : etanol)

Rf1

Rf2

Rf3

Rf4

1. 9,8 : 0,2

Baik

0,91

0,82

0,55

2. 9,5 : 0,5

Cukup baik

0,87

0,69

0,58

3. 9 : 1

Cukup baik

0,91

0,72

0,42

4. 8,5 : 1,5

Cukup baik

0,84

0,57

0,33

5. 8 : 2

Kurang baik

0,75

6. 7 : 3

Kurang baik

0,72

7. 6 : 4

Kurang baik

0,89

0,36

Komposisi eluen pada tabel 1 semakin ke bawah tingkat kepolarannya


semakin tinggi, karena makin ke bawah komposisi etanol yang bersifat polar semakin
bertambah, sedangkan komposisi kloroform, yang bersifat semi polar semakin
berkurang. Grafik hubungan antara variasi komposisi eluen dengan harga Rf dapat
dilihat pada Gambar Grafik 1.

Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Variasi Komposisi Eluen (Kloroform : Etanol)


dengan Harga Rf

Dari grafik 1 tampak bahwa variasi komposisi eluen dengan tingkat kepolaran
yang berbeda menghasilkan jarak noda yang berbeda-beda, dan jumlah noda yang
berbeda pula. Semakin berkurang kepolaran eluen semakin banyak jumlah noda yang
dihasilkan, serta semakin baik pemisahannya (lampiran 2 halaman 42), hal ini berarti
senyawa yang terdapat pada ekstrak kloroform kulit batang tumbuhan manggis hutan
dapat terpisah dengan baik menggunakan eluen dengan tingkat kepolaran relative
rendah. Pada komposisi eluen (kloroform:etanol), dengan perbandingan (9,5:0,5),
(9:1), (8,5:1,5), menghasilkan pemisahan yang cukup baik, namun titik nodanya
masih agak menggumpal dan kurang jelas terlihat dibawah sinar UV dengan = 254
nm, sedangkan komposisi eluen (kloroform : etanol) dengan perbandingan 9,8 : 0,2
dihasilkan pola pemisahan yang paling baik dalam memisahkan komponen senyawa
metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak kloroform kulit batang tumbuhan
manggis hutan. Eluen dengan perbandingan 9,8 : 0,2 ini menghasilkan 4 titik noda
dengan Rf-nya Rf1 = 0,91, Rf2 = 0,82, Rf3 = 0,55, Rf4 = 0,36 , yang terlihat jelas
dibawah sinar UV dengan = 254 nm.
4.1

Pemisahan Ekstrak kloroform dengan Kromatografi Kolom


Setelah komposisi eluen yang paling baik didapat, langkah selanjutnya adalah

memisahkan komponen yang terdapat pada ekstrak kloroform dengan menggunakan


kromatografi kolom, eluen yang digunakan dalam kromatografi kolom ini adalah
eluen dengan perbandingan 9,8 : 0,2. pada pemisahan dengan kromatiografi kolom ini
dihasilkan 78 fraksi yang ditetapkan berdasarkan volumenya yaitu masing masing

berisi 10 ml . ke 78 fraksi ini kemudian di KLT, pola pemisahan yang dihasilkan ke


78 fraksi ini pada plat KLT ada 3 kelompok yaitu :
1. Kelompok I (fraksi 10-19) menghasilkan 1 titik noda dengan Rf = 0,91,
2. Kelompok 2 (fraksi 20-27) menghasilkan 2 titik noda dengan Rf1 = 0,82 dan
Rf2 = 0,55
3. Kelompok 3 (fraksi 28-78) menghasilkan 1 titik noda dengan Rf = 0,36.
Pengelompokkan dilakukan berdasarkan harga Rf dan jumlah noda, noda
yang memiliki harga Rf dan jumlah noda sama akan dijadikan satu kelompok, yang
selanjutnya masing-masing kelompok ini akan diuji bioaktifitasnya.

5.1

Analisa Uji Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Kulit Batang Tumbuhan


Manggis Hutan.
Uji bioaktivitas merupakan tindak lanjut dari kromatografi kolom, setelah

diperoleh 3 kelompok, selanjutnya ketiga kelompok ini diuji bioaktivitas dengan


mengirim sampel ke Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam Fakultas MIPA
Universitas Hasannudin Makasar. Larutan kloroform untuk setiap kelompok dibuat
dalam berbagai variasi konsentrasi, yang didiamkan selama 24 jam. Adapun data hasil

uji bioktivitas ekstrak kloroform kulit batang tumbuhan manggis hutan dengan
analisis Brine Shrimp dapat dilihat pada tabel 3
Tabel 3 Uji Bioktivitas Ekstrak Kloroform

Ekstrak
(Kloroform kulit batang

Kelompok (fraksi) Lc50 (g/ mL)

Hasil

I ( 10-19)

35,12

Aktif

tumbuhan Manggis Hutan) II (20-27)

142,92

Cukup Aktif

10,56

Sangat Aktif

III (28-78)

Dari Tabel di atas terlihat bahwa kelompok I (fraksi 10-19) merupakan


senyawa yang aktif, sedangkan kelompok II (fraksi 20-27) merupakan senyawa yang
cukup aktif, dan kelompok III (fraksi 28-78) merupakan senyawa yang sangat aktif. .
Hal ini berarti kelompok III dengan konsentrasi larutan yang sangat encer (lebih
encer dari kelompok I dan II) dapat mengakibatkan kematian larva udang di atas
50%, dan setelah dimasukan dalam program BILLS diperoleh harga Lc50 dibawah
30, yang menunjukan bahwa senyawa yang terdapat pada kelompok tersebut sangat
aktif.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari serangkaian percobaan dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai
berikut :
a. Komposisi eluen ( kloroform : etanol ) yang paling baik untuk memisahkan
komponen-komponen senyawa metabolit sekunder ekstrak kloroform kulit
batang tumbuhan manggis hutan ( Barringtonia Scortechinii King ) melalui
metode kromatografi adalah Komposisi eluen ( kloroform : etanol ) dengan
perbandingan ( 9,8 : 0,2 ) dengan menghasilkan 4 noda dengan Rf masingmasing 0,91, 0,82 , 0,55 dan 0, 36.

b. Golongan senyawa yang dapat diperoleh dari hasil pemisahan komponenkomponen senyawa metabolit sekunder ekstrak kloroform kulit batang
tumbuhan manggis hutan ( Barringtonia Scortechinii King ) melalui uji warna
adalah golongan senyawa terpenoid.
c. Sifat bioaktivitas senyawa kimia hasil kromatografi kolom dari ekstrak
kloroform pada kulit batang tumbuhan Manggis Hutan ( Barringtonia
Scortechinii King ) pada kelompok satu (fraksi 10-19) merupakan senyawa
aktif, kelompok dua (fraksi 20-27) merupakan senyawa cukup aktif dan
kelompok tiga (fraksi 28-78) merupakan senyawa sangat aktif.

5.2 Saran
Sekiranya penelitian tentang tumbuhan manggis hutan ini dapat dilanjutkan lagi
dengan menggunakan berbagai macam metode, dan semoga juga ada peneliti
yang meneliti bagaimana struktur lengkap komponen-komponen senyawa
metabolit sekunder yang ada dalam tumbuhan manggis hutan ini dan semoga
peneliti yang akan datang dapat membuktikan bahwa manggis hutan ini benarbenar merupakan tumbuhan yang dapat menyembuhkan penyakit AIDS.
sehingga dengan penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat bagi umat manusia
di dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad. 1995. Keanekaragaman Hayati Indonesia. Jakarta : Universitas indonesia


Arbain dan Tamin. 1995. Uji Bioaktivitas dan Penelitian Kimia Bahan Alam .
Bengkulu : UNID.
Ciptadi. 1995. Isolasi dan identifikasi kandungan Senyawa Kimia Dari Tanaman
Moraceae. Palangkaraya : Lemlit UNPAR.
Frasworth. 1990. tanaman Obat Potensial. Bandung : Ganeca Exacta

Harborne. 1996 . Metode Fitokimia. Bandung : ITB Bandung.


Rivai. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. jakarta : Universitas Indonesia
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi . Bandung : ITB
Sastrohamidjojo, H . 1995. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta : Universitas Gadjah
Mada.
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Thomas. 1992. Tanaman Obat Tradisional. Yogyakarta : Kanisius.
Zuhud, Ervial AM. 1994. Jenis Obat-obatan . Jakarta : Erlangga.
Kurniasih Sita Halimah. 2005 . Isolasi dan Identifikasi Komponen-komponen
Metabolit Sekunder Ekstrak Etanol Pada Batang Tumbuhan Kamunah (
Croton Tiglium L.). Palangka Raya : Universitas Palangka Raya
Florida Meileli . 2006 . Isolasi dan Identifikasi Komponen-komponen Metabolit
Sekunder Ekstrak Kloroform pada Akar Tumbuhan Saluang Belum .
Palangka Raya : Universitas Palangka Raya

PEMISAHAAN DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN-KOMPONEN


METABOLIT SEKUNDER EKSTRAK KLOROFORM PADA KULIT
BATANG TUMBUHAN MANGGIS HUTAN ( Barringtonia Scortechinii King )

OLEH :
MERIE

ACC 102 010

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
2007

Lampiran : Tabel Hubungan Antara Variasi Komposisi Eluen (Kloroform :


Etanol), Pola Pemisahan Komponen Yang Ada Dalam Ekstrak Kental Dan
Harga Rf-nya
Perbandingan
komposisi
eluen
9,8 : 0,2
9,5 : 0,5
9:1
8,5 : 1,5
8:2
7:3
6:4

Rf
Noda a

Noda b

Noda c

Noda d

You might also like