Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kalimantan merupakan salah satu pulau di indonesia yang memiliki
kawasan hutan topis yang cukup luas dan juga Salah satu pulau di Indonesia yang
diyakini menyimpan potensi tanaman obat. Buktinya di hutanhutan di Sabah,
Malaysia dan Kalimantan kini ditemukan banyak tamanan yang berpotensi
menyembuhkan berbagai penyakit berbahaya seperti kanker, AIDS, dan malaria.
Dalam berbagai penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari berbagai lembaga,
dalam kurun waktu 25 tahun terakhir telah ditemukan 422 spesies baru di
Kalimantan. Selain itu masih banyak lagi yang menunggu untuk ditemukan dan
diteliti. Beberapa diantaranya berpotensi memiliki senyawa obat. (Kalteng Pos, Sabtu
29 April 2006;7).
Penelitian di bidang fitokimia tanaman asli Indonesia telah dimulai oleh
Greshoff pada tahun 1888. Penelitian ini dilakukan terhadap tumbuhan obat dengan
maksud menentukan hakekat dari senyawa kimia yang aktif yang dikandung oleh
tumbuhan obat tertentu, misalnya alkoloid, flavanoid, lemak, zat warna dan
sebagainya (Soediro,1999).
Sejauh ini penelitian fitokimia terhadap tanaman asli dan tumbuhan obat
Indonesia sebagian besar baru dilakukan untuk tumbuh-tumbuhan yang ada di pulau
Jawa, Sumatra dan Maluku. Sedangkan untuk tumbuhan yang tumbuh di pulau
Kalimantan belum banyak diteliti, misalnya Manggis Hutan oleh masyarakat
Bagaimana komposisi eluen yang paling baik untuk memisahkan komponenkomponen senyawa metabolit sekunder ekstrak klorofom pada kulit batang
tumbuhan Manggis Hutan melalui metode kromatografi ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manggis Hutan ( Barringtonia Scortechinii King )
Manggis hutan telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Kalimantan
Tengah sebagai obat disentri, membersihkan plek hitam diwajah dan mengobati
penyakit gatal-gatal akibat jamur atau virus dan teridentifikasi dapat mengobati
penyakit Aids. Cara pengobatan yang dilakukan masyarakat kalimantan tengah
yaitu dengan mengkonsumsi air rebusan kulit batang manggis hutan. Manggis
hutan yang banyak tumbuh di daerah kalimantan tengah ini termasuk dalam
golongan tumbuhan tinggi , mempunyai susunan kerangka yang sudah jelas antara
akar, batang, dan daun. Tumbuhan ini menghasilkan biji, sehingga disebut sebagai
tumbuhan biji (spermathopyta) (Tjitrosoepomo, 1994 : 113).
Tumbuhan Manggis Hutan ( Barringtonia Scortechinii King ) termasuk
jenis pohon yang tingginya antara 3-10 meter. Daun majemuk tersusun seperti
spiral menyebelah menjadi satu atau tiga bagian, bentuk daun lebar, berbentuk
pipih memanjang, ujung tepian daun rata, tulang daun keras, tekstur daun tebal
dan keras. Tumbuhan manggis hutan memiliki bunga pada ujung tangkainya.
Buah berbentuk bulat, seperti buah manggis yang kita kenal pada umumnya,
namun saat buah manggis hutan matang warna buah berubah menjadi kuning,
getah pada manggis hutan berwarna kuning cerah, manggis hutan banyak
ditemukan dihutan yang daerah pasang surut atau daerah rawa yang ada di
Kalimantan Tengah.
Subdivisi :
Kelas
Bangsa
Suku
: Lecythidaeceae
Marga
Jenis
:
Kandungan kimia yang terdapat pada mahluk hidup berdasarkan pada cara
2.3
kloroform pada kulit batang tumbuhan manggis hutan dilakukan dalam beberapa
tahap yaitu : (1) Ekstraksi dengan metode maserasi yang bertujuan untuk memperoleh
ekstrak kloroform, kemudian ekstrak kloroform diuapkan menggunakan rotary
evaporator sampai diperoleh ekstrak kental (padat). (2) tahap pemisahan dengan
kromatografi lapis tipis dan kromatografi kolom. (3) uji bioaktivitas untuk
mengetahui aktivitas senyawa hasil kromatografi kolom pada ekstrak kloroform.
2.3.1
Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu cara untuk memperoleh senyawa kimia dari jaringan
tubuh atau suatu proses pengambilan komponen yang larut dari bahan atau campuran
dengan menggunakan pelarut tertentu.
Ekstraksi dapat dilakukan dengan metode maserasi, perkolasi, dan sokletasi.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah meserasi. Istilah maserasi berasal
dari bahasa latin Mascerare yang berarti merendam. Maserasi ialah pelunakan dan
digunakan
untuk
identifikasi
komponen-komponen
campuran
(Sudjadi,1986).
Cara kerja kromatografi lapis tipis (KLT) adalah lempeng kaca (plat KLT)
ditotolkan dengan larutan sampel, bila noda dari sampel yang ditotolkan sudah kering
lempengan kaca diletakan secara vartikel dalam gelas yang berisi pelarut (eluen),
noda harus berada sedikit di atas pelarut, kemudian gelas ditutup untuk mengurangi
penguapan.
Derajat retensi kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai Faktor
Retensi (Rf) (Sudjaadi,1986) :
Rf = Jarak titik pusat bercak dari titik awal
Jarak garis depan dari awal
dissolves, (Sudjadi,1986). Alat yang diperlukan untuk pemisahan ini adalah pipa
gelas yang biasa disebut sebagai kolom kromatografi dengan panjang sekitar 3040 cm, yang salah satu ujungnya sempit dan dilengkapi dengan kran. Ukuran
kolom bergantung pada zat yang akan dipisahkan. Di dalam kolom dimasukan
kapas atau glass wool, pasir kuarsa, silika gel, diikuti dengan penambahan pelarut
yang sesuai, dibiarkan selama 24 jam. Pelarut yang digunakan adalah campuran
pelarut dengan perbandingan eluen yang terbaik hasil KLT.
Selanjutnya memasukan ekstrak kental dan kran dibuka sehingga cairan
keluar setetes demi setetes. Pengisian kolom yang tidak teratur dari penyarapan
akan mengakibatkan kerusakan batas-batas pita kromatografi. Putusnya penyerap
dalam kolom biasanya disebabkan oleh gelembung-gelembung udara selama
pengisian. Untuk mencegah hal tersebut sedapat mungkin zat pengisi atau
penyerap dibuat menjadi bubur dengan pelarut kemudian dituangkan perlahanlahan ke dalam tabung.
2.4.2 Fenolik
Dalam kelompok metabolit sekunder, senyawa fenolik tidak mempunyai
kerangka yang khas kecuali keberadaan gugus hidroksil pada inti aromatik.Gugus
fungsi ini dapat dideteksi dengan pengomplekkan setelah direaksikan dengan
besi (III) klorida yang akan menghasilkan cincin warna biru atau ungu biru
(Arbain dan Tamin, 1995).
2.4.3 Flavonoid
Pengujian kandungan metabolit sekunder untuk flavanoid dilakukan dengan
reaksi warna biasa. Untuk pengujian ini contoh diekstraksi dengan etanol dan ke
dalam ekstrak etanol ditanbahkan larutan NaOH. Sebagai konfirmasi adanya
flavonoid maka ekstrak etanol diuapkan dan residunya ditambahkan asam sulfat
pekat. Kedua reaksi tersebut menimbulkan perubahan warna yang khas (Arbain
dan Tamin, 1995).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan Tumbuhan
Manggis Hutan yang berupa kulit batang dikumpulkan dari daerah
3.3.3
Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam ekstraksi berupa pelarut teknis yang
eluen yang paling baik hasil dari KLT kedalam kolom bersamaan dibukannya
kran. cairan yang keluar dari kromatografi kolom ditampung dalam botol-botol
(fraksi-fraksi) kecil sebanyak 10 mL. Dari masing-masing botol (fraksi), diambil
beberapa tetes eluen dengan menggunakan pipa kapiler kemudian ditotolkan pada
plat KLT dan dimasukan ke dalam chamber (pengembang) selanjutnya ditutup
dan ditunggu sampai komponen yang ada di dalam ekstrak tersebut naik sampai
batas yang telah ditentukan dan plat KLT dikeluarkan dari chamber serta
dibiarkan mengering. Setelah kering, dapat diamati di bawah sinar UV pada =
254 nm untuk melihat pola pemisahan dan mengetahui harga Rf-nya.
3.5
3.5.1
dan dielusi dengan pelarut yang sesuai, selanjutnya dideteksi dengan pereaksi
penampak noda Liebermaan-Burchad dengan melarutkan asam asetat anhidrat
dan asam sulfat pekat dalam etanol dengan perbandingan (5 : 5 : 90 ) kemudian
dipanaskan dengan oven. kalau muncul warna ungu merah menandakan adanya
Identifikasi Saponin
Lapisan air dimasukan ke dalam tabung reaksi kemudian dikocok kuat-kuat.
Identifikasi Fenolik
Lapisan air dimasukan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan
FeCl3.
terbentuknya
(Majang,2001).
warna
biru
menandakan
positif
adanya
fenolik
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN
1.1
maka dilakukan ekstraksi, melalui metode maserasi (merendam). Sebanyak 0,5 gram
serbuk kulit batang tumbuhan manggis hutan di rendam dengan menggunakan Pelarut
kloroform sebanyak 1 liter. Penggunaan pelarut kloroform dalam mengekstraksi kulit
batang tumbuhan manggis hutan, untuk mempermudah proses pemisahan senyawa,
karena hanya senyawa yang bersifat polar saja yang dapat larut dalam pembuatan
ekstrak.
Setelah serbuk kulit batang dimeserasi selama 3 x 24 jam, kemudian disaring
sehingga dihasilkan residu dan filtrat ( ekstrak kloroform kulit batang tumbuhan
manggis hutan), ekstrak kloroform ini kemudian diuapkan dan didapat ekstrak kental
kloroform kulit batang tumbuhan manggis hutan sebanyak 8,09 gram.
2.1
Pengujian ini
didasarkan pada sifat kimia dari setiap kelompok senyawa metabolit sekunder.
Umumnya setiap komponen senyawa metabolit sekunder memiliki gugus fungsi
sebagai gugus pengenal yang khas dan akan memberi reaksi kimia yang khas pula.
Dalam penelitian ini dilakukan reaksi uji warna terhadap golongan metabolit
sekunder yaitu: steroid, fenolik, saponin, flavonoid, dan terpenoid. Hasil identifikasi
golongan metabolit sekunder pada ekstrak kloroform kulit batang tumbuhan manggis
hutan dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 Hasil Identifikasi Golongan Metabolit Sekunder Ekstrak Kloroform Kulit
Batang Tumbuhan Manggis Hutan Melalui Reaksi Uji Warna.
Uji
Identifikasi
Hasil
Keterangan
kolom
di
penampak
Steroid Liebermaan-Burchard
noda
denganTidak terbentuk warna hijau
kolom
di
penampak
Liebermaan-Burchard
noda
dengan
HCl
Tidak terbentuk cincin warna
Fenolik Lapisan air + FeCl3
biru
Tidak terbentuk busa parmanen
kuat-kuat
( 15 menit)
Saponin
pada lapisan
kloroform (hasil pemisahan antara lapisan air dan lapisan kloroform) setelah
ditambahkan asam sulfat yang menandakan adanya terpenoid,. Untuk golongan
steroid, flavonoid,. fenolik, dan saponin, memberikan reaksi yang negatif terhadap uji
fitokimia yang dilakukan melalui uji warna, itu artinya pada ekstrak kloroform tidak
termasuk golongan senyawa steroid, flavonoid, fenolik, dan saponin
3.1
serbuk halus kulit batang manggis hutan, proses selanjutnya yaitu melihat pola
Tabel 1
Pemisahan Komponen Yang Ada Dalam Ekstrak Kental Dan Harga Rf-nya
Komposisi eluen
No.
Pola Pemisahan
(Klorofrom : etanol)
Rf1
Rf2
Rf3
Rf4
1. 9,8 : 0,2
Baik
0,91
0,82
0,55
2. 9,5 : 0,5
Cukup baik
0,87
0,69
0,58
3. 9 : 1
Cukup baik
0,91
0,72
0,42
4. 8,5 : 1,5
Cukup baik
0,84
0,57
0,33
5. 8 : 2
Kurang baik
0,75
6. 7 : 3
Kurang baik
0,72
7. 6 : 4
Kurang baik
0,89
0,36
Dari grafik 1 tampak bahwa variasi komposisi eluen dengan tingkat kepolaran
yang berbeda menghasilkan jarak noda yang berbeda-beda, dan jumlah noda yang
berbeda pula. Semakin berkurang kepolaran eluen semakin banyak jumlah noda yang
dihasilkan, serta semakin baik pemisahannya (lampiran 2 halaman 42), hal ini berarti
senyawa yang terdapat pada ekstrak kloroform kulit batang tumbuhan manggis hutan
dapat terpisah dengan baik menggunakan eluen dengan tingkat kepolaran relative
rendah. Pada komposisi eluen (kloroform:etanol), dengan perbandingan (9,5:0,5),
(9:1), (8,5:1,5), menghasilkan pemisahan yang cukup baik, namun titik nodanya
masih agak menggumpal dan kurang jelas terlihat dibawah sinar UV dengan = 254
nm, sedangkan komposisi eluen (kloroform : etanol) dengan perbandingan 9,8 : 0,2
dihasilkan pola pemisahan yang paling baik dalam memisahkan komponen senyawa
metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak kloroform kulit batang tumbuhan
manggis hutan. Eluen dengan perbandingan 9,8 : 0,2 ini menghasilkan 4 titik noda
dengan Rf-nya Rf1 = 0,91, Rf2 = 0,82, Rf3 = 0,55, Rf4 = 0,36 , yang terlihat jelas
dibawah sinar UV dengan = 254 nm.
4.1
5.1
uji bioktivitas ekstrak kloroform kulit batang tumbuhan manggis hutan dengan
analisis Brine Shrimp dapat dilihat pada tabel 3
Tabel 3 Uji Bioktivitas Ekstrak Kloroform
Ekstrak
(Kloroform kulit batang
Hasil
I ( 10-19)
35,12
Aktif
142,92
Cukup Aktif
10,56
Sangat Aktif
III (28-78)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari serangkaian percobaan dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai
berikut :
a. Komposisi eluen ( kloroform : etanol ) yang paling baik untuk memisahkan
komponen-komponen senyawa metabolit sekunder ekstrak kloroform kulit
batang tumbuhan manggis hutan ( Barringtonia Scortechinii King ) melalui
metode kromatografi adalah Komposisi eluen ( kloroform : etanol ) dengan
perbandingan ( 9,8 : 0,2 ) dengan menghasilkan 4 noda dengan Rf masingmasing 0,91, 0,82 , 0,55 dan 0, 36.
b. Golongan senyawa yang dapat diperoleh dari hasil pemisahan komponenkomponen senyawa metabolit sekunder ekstrak kloroform kulit batang
tumbuhan manggis hutan ( Barringtonia Scortechinii King ) melalui uji warna
adalah golongan senyawa terpenoid.
c. Sifat bioaktivitas senyawa kimia hasil kromatografi kolom dari ekstrak
kloroform pada kulit batang tumbuhan Manggis Hutan ( Barringtonia
Scortechinii King ) pada kelompok satu (fraksi 10-19) merupakan senyawa
aktif, kelompok dua (fraksi 20-27) merupakan senyawa cukup aktif dan
kelompok tiga (fraksi 28-78) merupakan senyawa sangat aktif.
5.2 Saran
Sekiranya penelitian tentang tumbuhan manggis hutan ini dapat dilanjutkan lagi
dengan menggunakan berbagai macam metode, dan semoga juga ada peneliti
yang meneliti bagaimana struktur lengkap komponen-komponen senyawa
metabolit sekunder yang ada dalam tumbuhan manggis hutan ini dan semoga
peneliti yang akan datang dapat membuktikan bahwa manggis hutan ini benarbenar merupakan tumbuhan yang dapat menyembuhkan penyakit AIDS.
sehingga dengan penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat bagi umat manusia
di dunia.
DAFTAR PUSTAKA
OLEH :
MERIE
Rf
Noda a
Noda b
Noda c
Noda d