You are on page 1of 3

Neostigmin (prostigmin, vagostimin)

Merupakan senyawa inhibitor asetilkolinesterase bersifat parasimpatomimetik. Obat ini


pertama kali dibuat oleh Aesclimann dan Reinert (1931) melalui sintesis 3-dimetilaminofenol dengan N-dimetilkarbamoil klorida, membentuk senyawa dimetilkarbamat. Kemudian
produk ini dialkilasi menggunakan dimetilsulfat membentuk neostigmin. Dengan
menghambat proses pemecahan asetilkolin, obat ini secara tidak langsung menstimulasi baik
reseptor muskarinik maupun reseptor nikotinik. Tidak seperti fi sostigmin, neostigmin
merupakan senyawa nitrogen kuartener sehingga lebih polar dan tidak masuk ke susunan
saraf pusat. Efek obat ini terhadap otot rangka lebih besar daripadaefek fi sostigmin, dapat
menstimulasi kontraksi otot bahkan sebelum lumpuh. Neostigmin mempunyai durasi kerja
singkat, biasanya 30 menit sampai 2 jam.9 Neostigmin berikatan dengan sisi anionik
asetilkolinesterase. Obat ini memblok tempat aktif asetilkolinesterase sehingga enzim ini
tidak dapat merusak molekul asetilkolin. Kejadian ini mengakibatkan ambang rangsang lebih
cepat tercapai untuk membentuk impuls baru.
Dosis rekomendasi maksimal neostigmin ialah 0,08 mg/kgBB (dapat sampai di atas 5
mg pada dewasa). Neostigmin umumnya dalam kemasan 10 mL pada konsentrasi 1 mg/mL,
tersedia juga pada konsentrasi 0,5 mg/mL dan 0,25 mg/mL. Efek neostigmin (0,04 mL/kgBB)
umumnya muncul dalam 5-10 menit, puncaknya pada 10 menit dan berlangsung lebih dari 1
jam. Jika pemulihan tidak muncul 10 menit setelah pemberian 0,08 mL/kgBB, fungsi
kontraksi selanjutnya dipengaruhi oleh pemberian pelumpuh otot sebelumnya dan intensitas
blokade.
Pada praktek sehari-hari, digunakan dosis 0,04 mg/kgBB jika masih terdapat kelumpuhan
otot ringan hingga sedang dan dosis 0,08 mg/kgBB jika kontraksi otot telah terjadi. Pasien
anak dan usia lanjut umumnya lebih sensitif, sehingga onsetnya lebih cepat dan
membutuhkan dosis lebih kecil; durasi kerja obat ini diperpanjang pada pasien geriatrik. Efek
samping muskarinik diminimalkan dengan pemberian antikolinergik sebelumnya atau
bersamaan. Onset kerja glikopirolat (0,2 mg glikopirolat per 1 mg neostigmin) sebanding
dengan neostigmin dan lebih jarang menyebabkan takikardi daripada atropin (0,4 mg atropin
per 1 mg neostigmin). Obat ini dilaporkan dapat melewati plasenta sehingga dapat
mengakibatkan bradikardia fetal, sehingga pada wanita hamil atropin merupakan obat pilihan.
Neostigmin (50100 g) telah digunakan sebagai ajuvan pada anestesia intratekal. Neostigmin
digunakan sebagai pengobatan miastenia gravis dan secara rutin pada bidang anestesia di
akhir operasi sebagai reversal efek obat pelumpuh otot non-depolarisasi, seperti rocuronium
dan vecuronium. Obat ini dapat pula digunakan pada kasus retensi urin pascaanestesiumum,
ileus paralitik, dan pengobatan keracunan obat kurariformis. Indikasi lain obat ini adalah
Sindrom Ogilvie penyakit pseudoobstruksi kolon pada pasien kritis. Efek samping
neostigmin termasuk mual, muntah, inkontinensia alvi, perpanjangan waktu pemulihan dan
bradikardi-resistenatropin pada dosis lebih tinggi (200 g). Neostigmin dapat memicu efek
samping okuler meliputi nyeri kepala, pandangan kabur, fakodonesis, injeksi perikornea, iritis
kongestif, reaksi alergi, dan (amat jarang) kerusakan retina. Neostigmin juga menyebabkan

bradikardia sehingga biasanya digunakan bersamaan dengan obat-obat parasimpatolitik,


seperti atropin dan glikopirolat.

Atropine sulfat
Termasuk golongan antikolinergik yang bekerja pada reseptor muskarinik
(antimuskarinik), menghambat transmisi asetilkolin yang dipersyarafi oleh serabut
pascaganglioner kolinergik. Pada ganglion otonom dan otot rangka serta pada tempat
asetilkolin. Penghambatan oleh atropine hanya terjadi pada dosis sangat besar. Pada dosis
kecil (sekitar 0,25 mg) atropine hanya menekan sekresi air liur, mucus, bronkus dan keringat.
Sedangkan dilatasi pupil, gangguan akomodasi dan penghambatan N. Vagus terhadap jantung
baru terlihat pada dosis lebih besar. Dosis yang lebih besar lagi diperlukan untuk
menghambat peristaltic usus dan sekresi asam lambung.
Hambatan oleh atropine bersifat reversible dan dapat diatasi oleh pemberian
asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian asetilkolinesterase.
Efek farmakodinamik atropine menurut dosis dan tempatnya:
1. Susunan saraf pusat
Atropine merangsang medulla oblongata dan pusat lain di otak. Dalam dosis kecil,
atropine merangsang N. Vagus sehingga frekuensi jantung berkurang. Depresi yang
timbul khusus di beberapa pusat motorik dalam otakdapat menghilangkan tremor pada
parkinsonisme. Dalam dosis besar atropine menyababkan depresi nafas, eksitasi,
disorientasi, delirium, halusinasi.
2. Mata
Menghambat M. constrictor papillae dan M. ciliaris lensa mata, sehingga
menyebabkan midriasis dan sikloplegia (paralisis mekanisme akomodasi). Midriasis
menyebabkan photophobia, sedangkan sikloplegia menyebabkan hilangnya daya
melihat dekat.
3. Saluran nafas
Mengurangi secret hidung, mulut, pharynx, dan bronkus. Pemakaiannya adalah pada
medikasi preanastetik untuk mengurangi sekresi lender jalan nafas. Atropine tidak
berguna dalam mengatasi depresi karena obat-obatan dan sebagai bronkodilator pada
penderita asma.
4. Kardiovaskular
Pengaruh terhadap jantung bersifat bifasik. Dengan dosis 0,25 0,50 mg, frekuensi
jantung berkurang / bradikardi yang disebabkan perangsangan N Vagus. Takikardi
timbul bila diberikan pada dosis besar (> 2 mg) sehingga terjadi penghambatan N
Vagus. Atropine tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekana darah secara
langsung, tetapi dapat menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin/esterkolin yang lain.
Hipotensi orthostatic mungkin terjadi pada pemberian dosis 2 mg.
5. Saluran cerna

Menghambat peristaltic lambung dan usus. Menyebabkan berkurangnya sekresi air


liur dan sebagian sekresi asam labung. Pada tukak peptikum, atropine sedikit saja
mengurangi sekrasi asam labung, Karena sekresi asam ini lebih di bawah control fase
gaster disbanding oleh N. Vagus.. atropine hamper tidak mengurang sekresi cairan
pancreas, empedu dan cairan usu Karen efek ini dipengaruhi factor hormonal.
6. Otot polos lain
Relaksasi M. detrussor dan konstriksi sfingter uretra sehingg aterjadi retensi urin,
gangguan miksi harus megejan.
7. Kelenjar eksokrin
Paling jelas pada kelenjar liur dalam mulut dan bronkus. Pada dosis besar, aktivitas
keringat dihambat sehingga kulit menjadi kering, panas dan merah terutama pada
muka dan leher.
Erwin, Iswandi, dkk. 2012. Inhibitor Asetilkolinesterase untuk Menghilangkan Efek Relaksan
Otot Non-depolarisasi. CDK-193/Vol. 39 No 5.

You might also like