You are on page 1of 8

LAPORAN PENDAHULUAN

RHEUMATIC HEARTH DISEASE


(PENYAKIT JANTUNG REUMATIK)

OLEH :
SYAMSUL KOMAR
NIM. P17320110319

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG


JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG
TAHUN 2011

RHD (Rheumatic Hearth Disease)


Penyakit Jantung Reumatik

Penyakit jantung reumatik (PJR) merupakan komplikasi yang


membahayakan dari demam reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak
karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi
tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus hemoliticus tipe
A yang bisa menyebabkan demam reumatik. Kurang lebih 39 % pasien dengan
demam reumatik akut bisa terjadi kelainan pada jantung mulai dari
insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis bahkan kematian. Dengan
penyakit jantung reumatik yang kronik, pada pasien bisa terjadi stenosis katup
dengan derajat regurgitasi yang berbeda - beda, dilatasi atrium, aritmia dan
disfungsi ventrikel. Penyakit jantung reumatik masih menjadi penyebab
stenosis katup mitral dan penggantian katup pada orang dewasa di Amerika
Serikat.
A. Defenisi
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic
Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada
katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup
mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam
Rematik (DR).
Menurut WHO, Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah cacat jantung
akibat karditis rematik. Menurut Afif. A (2008), Penyakit Jantung
Rematik (PJR) adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala
sisa (sekuele) dari Demam Rematik (DR), yang ditandai dengan
terjadinya cacat katup jantung. Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah hasil
dari DR, yang merupakan suatu kondisi yang dapat terjadi 2-3 minggu setelah
infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada saluran napas bagian atas.

PJR lebih sering terjadi pada penderita yang menderita keterlibatan


jantung yang berat pada serangan DR akut. PJR kronik dapat ditemukan
tanpa adanya riwayat DR akut. Hal ini terutama didapatkan pada
penderita dewasa dengan ditemukannya kelai nan katup.
Kemungkinan sebelumnya penderita tersebut mengal ami serangan
karditis rematik subklinis, sehingga tidak berobat dan tidak didiagnosis pada
stadium akut. Kelainan katup yang paling sering ditemukan adalah pada katup
mitral, kira-kira tiga kali lebih banyak dari pada katup aorta
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara
adekuat, maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung
rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang
menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya
peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan
pengobatannya yang kurang terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini
menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup
jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga
menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak
sempurna lagi dan terjadi kebocoran.
B. Tanda dan Gejala Penyakit Jantung Rematik
Penderita umumnya megalami sesak nafas yang disebabkan
jantungnya sudah mengalami gangguan, nyeri sendi yang berpindahpindah, bercak kemerahan di kulit yang berbatas, gerakan tangan yang tak
beraturan dan tak terkendali (korea), atau benjolan kecil-kecil dibawah
kulit. Selain itu tanda yang juga turut menyertainya adalah nyeri perut,
kehilangan berat badan, cepat lelah dan tentu saja demam.
C. Penegakan Diagnosis Penyakit Jantung Rematik
Selain dengan adanya tanda dan gejala yang tampak secara
langsung dari fisik, umumnya dokter akan melakukan beberapa
pemeriksaan laboratorium, misalnya ; pemeriksaan darah rutin, ASTO,
CRP, dan kultur ulasan tenggorokan. Bentuk pemeriksaan yang paling

akurat adalah dengan dilakukannya echocardiografi untuk melihat kondisi


katup-katup jantung dan otot jantung.
D. Pengobatan Penyakit Jantung Rematik
Apabila diagnosa penyakit jantung rematik sudah ditegakkan dan
masih adanya infeksi oleh kuman Streptococcus tersebut, maka hal utama
yang terlintas dari Tim Dokter adalah pemberian antibiotika dan anti
radang. Misalnya pemberian obat antibiotika penicillin secara oral atau
benzathine penicillin G. Pada penderita yang allergi terhadap kedua obat
tersebut, alternatif lain adalah pemberian erythromycin atau golongan
cephalosporin. Sedangkan antiradang yang biasanya diberikan adalah
Cortisone and Aspirin.
Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu
Tim Medis akan terpikir tentang penanganan kemungkinan terjadinya
komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri atau trombo-emboli.
Pasien akan diberikan diet bergizi tinggi yang mengandung cukup vitamin.
Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa gejala tidak
memerlukan terapi. Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan
memerlukan terapi medik untuk mengatasi keluhannya. Penderita yang
simtomatis memerlukan terapi surgikal atau intervensi invasif. Tetapi
terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta memerlukan
biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang.
E. Pencegahan Penyakit Jantung Rematik
Jika kita lihat diatas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin
terjadi dengan adanya kejadian awal yaitu demam rematik (DR), Tentu
saja pencegahan yang terbaik adalah bagaimana upaya kita jangan sampai
mengalami demam rematik (DR) (terserang infeksi kuman Streptococcus
beta hemolyticus).
Ada beberapa faktor yang dapat mendukung seseorang terserang
kuman tersebut, diantaranya faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan
yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang
kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit

ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya
infeksi streptokokkus untuk terjadi DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus
dan mengalami demam rematik, harus diberikan therapy yang maksimal
dengan antibiotiknya. Hal ini untuk menghindarkan kemungkinan
serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan Penyakit Jantung
Rematik.
F. ETIOLOGI
1. Penyakit jantung rematik (PJR/RHD). PJR merupakan salah satu
penyebab yang sering dari Mitral Regurgitasi (MR) berat. MR berat
akibat PJR biasanya pada laki laki, sedang Mitral Stenosis (MS)
kebanyakan menyerang wanita. Proses rematik menyebabkan katup
mitral kaku, deformitas, retraksi, komisura melengket/fusi satu sama
lain, korda tendinae memendek, melengket satu dengan yang lain.
2. Penyakit jantung koroner (PJK). PJK dapat menyebabkan MR melalui
3 cara:
a. Infark miokard akut mengenai m. Papillaris dapat berakibat ruptura
dan terjadi MR akut dan berat. Terjadi udema paru akut dan dapat
berakibat fatal.
b. Iskemia m. Papillaris (tanpa infark) dapat menyebabkan regurgitasi
sementara/transient MR, terjadi pada saat episode iskemia pada m.
Papillaris dan mungkin terjadi pada saat AP.
c. PJK menyebabkan dilatasi ventrikel kiri (dan mungkin terjadi pada
saat AP) dan terjadi MR.
3. Dilatasi ventrikel kiri/kardiomiopati tipe kongestif. Dilatasi LV apapun
penyakit yang mendasari menyebabkan dilatasi annulus mitralis, posisi
m. Papillaris berubah dengan akibat koaptasi katup mitral tidak
sempurna dan terjadi MR, adapun penyakit yang mendasari antara
lain : diabetes/kardiomiopati diabetik, iskemia peripartal,
hipertiroidisme, toksik, AIDS.
4. Kardiomiopati hipertrofik. Daun katup anterior berubah posisi selama
sistol dan terjadi MR.
5. Kalsifikasi annulus mitralis. Mungkin akibat degenerasi pada lansia.
Dapat diketahui melalui ekokardiogram foto thoraks, penemuan biopsi.

6. Prolaps katup mitral (MVP). Merupakan penyebab sering MR


7. Infective Endocarditis (IE). Dapat mengenai daun katup maupun
chordatendinae dan merupakan penyebab MR akut.
8. Kongenital. Endocardial Cushion Defect/ECD, MR pada anomali ini
akibat celah pada daun katup. Sindrom Marffan : akibat kelainan
jaringan ikat.
G. PATOFISIOLOGI
MR merupakan volume overload dari ventrikel kiri, atrium kiri
yang dalam perjalanan waktu menjadi dilatasi berat dan hipertrofi ringan
ventrikel kiri. Derajat kelainan klinis akibat MR ditentukan oleh derajat
kebocorannya dan kecepatan terjadinya proses.
H. KELUHAN
Capai/lelah, DOE, orthopnoe, PND merupakan keluhan utama MR
kronik dan berat. AF dengan respon ventrikel cepat dan merupakan
pencetus sesak napas. Pada MR sedang timbul keluhan pada kehamilan
atau infeksi berat.
Dispnea terjadi akibat naiknya tekanan pada atrium kiri terjadi
backward failure, tekanan hidrostatik pada vena-vena pulmonalis
tinggi/hipertensi pulmonal terjadi transudasi ke dalam alveoli dan terjadi
udema paru.
Pada MR akut (ruptura chorda pada IE atau ruptura m. Papillaris),
pada IMA tekanan LV mungkin belum meningkat tajam selama sistol
sehingga menyebabkan dispnea berat selain akut.
Keluhan angina jarang, apabila hipertrofi ventrikel kiri berat
disertai gagal jantung dengan akibat menurunnya SV dan CO, aliran a.
Coronaria mungkin berkurang, sehingga terjadi keluhan angina. Bila ada
angina harus diingat akan kemungkinan aterosklerosis atau aorta stenosis.
Hemoptisis dan emboli sistemik mungkin terjadi pada MR
meskipun lebih sering terjadi pada MS. Apabila diikuti gagal jantung
kanan terdapat keluhan tentang udema tungkai, keluhan akibat kongesti
hepar, dan ascites.
I. GEJALA KLINIS

1. DOE, PND, Orthopnea, pada MR berat/sedang dengan beban tambahan


(hamil/infeksi berat).
2. Cardiac cachexia terjadi pada MR berat.
3. Nadi pada umumnya normal dalam pengisian dan irama.
4. Pada MR berat disertai atrium kiri membesar, biasanya timbul AF, nadi
menjadi tidak teratur dalam pengisian dan irama.
5. Tekanan darah hipertensi menambah berat regurgitasi akibat tekanan
ventrikel kiri yang meningkat pada hipertensi.
6. JVP meningkat apabila MR disertai gagal jantung kanan sebagai
konsekuensi dari hipertensi pulmonal pada MR, hepatojugular refluks
positif apabila terdapat gagal jantung kanan.
7. Inspeksi dan palpasi impuls jantung penting. Pada MR berat, apeks
bergeser ke kiri dan bawah, lokasi dari apeks cordis dapat dilihat. Aktivitas
ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal, pulsasinya teraba pada
parasternal kiri sela iga III-IV. Atrium kiri yang lokasinya di posterior bila
membesar mendorong ventrikel kanan yang normal ke depan sehingga
memberi kesan seperti RVH, sistolik thrill teraba di apeks pada MR berat.
8. Pada auskultasi MI penutupan katup mitral terdengar lemah, terkubur di
dalam bising sistolik. Pada MR berat, SV kurang, katup aorta tertutup
lebih cepat menyebabkan interval A2-P2 lebar/wide splitting S2, hal yang
sama terjadi apabila ada hipertensi sistemik. Pada hipertensi pulmonal
penutupan katup pulmonal/P2 lebih cepat dan mungkin mendahului A2
dan terjadi reversed split, sehingga BJ2 pada MR dapat normal split, wide
split atau reversed split. Dalam prakteknya BJ2 sering sukar didengar
karena tertutup oleh pansistolik murmur. Apabila terdengar OS maka
didapati MS selain MR. S3 terjadi 0,12-0,17 detik sesudah penutupan
katup aorta/A2 yaitu pada saat rapid filling phase pada tekanan LV yang
tinggi. Bila ada S3 berarti dapat menyingkirkan diagnosis MS dimana
rapid filling tidak mungkin terjadi. Hendaknya dibedakan dengan
S3 yang berasal dari ventrikel kanan, dimana JVP meningkat yang
menunjukkan ada dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. S3 mungkin
diikuti oleh bising diastolik meskipun tidak ada MS. Bising diastolik pada

MR berat terjadi akibat aliran besar/high flow saat pengisian LV pada


rapid filling sehingga terjadi stenosis relatif.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.infopenyakit.com/2008/08/penyakit-jantung-rematik-pjr.html
http://www.scribd.com/doc/52386681/penyakit-jantung-rematik
http://www.scribd.com/doc/23846229/RHD

You might also like