You are on page 1of 6

LAPORAN

PENGAMATAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU


DI WILAYAH KERJA BELINYU, KKP KELAS III PANGKALPINANG
TANGGAL 3 - 5 BULAN MARET TAHUN 2015

A. PENDAHULUAN
Nyamuk (Diptera: Culicedae) merupakan vektor beberapa penyakit baik pada hewan
maupun manusia. Banyak penyakit pada hewan dan manusia dalam penularannya mutlak
memerlukan peran nyamuk sebagai vektor dari agen penyakit, seperti filariasis dan
malaria. Sebagian spesies nyamuk dari genus Anopheles dan Culex yang bersifat zoofilik
berperan dalam penularan penyakit pada binatang dan manusia.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) Insiden Malaria pada penduduk
Indonesia tahun 2013 adalah 1,9%, dari 33 propinsi di Indonesia, 15 propinsi mempunyai
prevalensi malaria di atas angka nasional, sebagaian besar berada di Indonesia Timur.
Adapun insiden malaria di Propinsi Bangka Belitung menurut diagnonis tenaga kesehatan
sebesar 0,9% dan menurut diagnosis tenaga kesehatan dan gejala sebesar 2,6%,
sedangkan prevalensi malaria menurut diagnosis tenaga kesehatan sebesar 4,4% dan
menurut diagnosis tenaga kesehatan dan gejala sebesar 8,7%.
Dalam rangka identifikasi faktor risiko vektor penyakit malaria di wilayah kerja Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) Pangkalpinang, dan untuk mendukung kegiatan eliminasi
malaria di indonesia yakni dengan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko sesuai
Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) nomor 293/Menkes/SK/IV/2009 tentang
Eleminasi Malaria di Indonesia. Amanat International Health Regulation (IHR) tahun 2005,
lampiran 5 tentang tindakan khusus terhadap vektor penyakit bahwa negara anggota harus
menetapkan progam pengendalian vektor yang dapat membawa bibit penyakit dan
menimbulkan suatu resiko kesehatan masyarakat dengan jarak minimal 400 meter dari
fasilitas di area pintu masuk yang digunakan untuk pelayanan bagi pelaku perjalanan, alat
angkut, petikemas, kargo, dan paket pos, dengan perluasan dari jarak minimal, bila
terdapat vector dengan jangkauan yang lebih jauh.
Maka atas dasar uraian di atas, KKP Kelas III Pangkalpinang perlu melakukan kegiatan
pengamatan vektor di wilayah kerja di lingkungan KKP Kelas III Pangkalpinang
B. LANDASAN TEORI
1. UU 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut
2. UU 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
3. UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
4. PP 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
5. Permenkes No. 1144 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan
6. Permenkes 356 tahun 2008 tentang dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan
sebagaimana telah diubah dengan Permenkes No. 2348 Tahun 2011.
7. Keputusan Menteri Kesehatan R I Nomor 431/Menkes/SK/IV/2007 tentang pedoman
teknis pengendalian risiko kesehatan lingkungan di Pelabuhan/Bandara/Pos Lintas
Batas dalam rangka karantina kesehatan
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 293/Menkes/SK/IV/2009 tentang Eliminasi
Malaria di Indonesia.
9. International Health Regulation (IHR) Tahun 2005

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat kepadatan populasi larva Anopheles,sp di wilayah kerja
Muntok, KKp Kelas III Pangkalpinang.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tempat perindukan jentik Anopheles,sp.
2. Untuk mengetahui kepadatan populasi larva Anopheles,sp
D. METODE
Untuk menghitung kepadatan jentik, dilakukan pengambilan jentik dengan dipper/ciduk
pada lagun/sawah, rawa, sungai, ataupun parit. Dihitung kepadatan jentiknya dengan
menghitung jumlah jentik tertangkap dibagi dengan banyaknya cidukan. Melakukan
observasi breeding site dengan pengamatan langsung dilapangan terhadap breeding site,
yang meliputi ; penangkapan larva, pengkuran suhu air, pH air, kelembaban udara, suhu
udara dan mengamati hewan air / predator serta vegetasi disekitar breeding site.
E. PELAKSANAAN DAN LOKASI KEGIATAN
Kegiatan pengamatan larva Anopheles,sp dilakukan pada wilayah kerja Belinyu pada
tanggal 03 05 Maret 2015. Pengambilan jentik dilakukan pada rawa rawa, lagun dan
sungai. Lokasi kegiatan dilakukan di Kelurahan Air Jukung, Kabupaten Bangka, Kepulauan
Bangka Belitung. Pengamatan jentik dilakukan pada 10 (sepuluh) titik tempat yang
berpotensi menjadi tempat perindukan nyamuk Anopheles,sp
F. HASIL KEGIATAN
Survey larva pada breeding site dilakukan pada tanggal 03 - 05 Maret 2015 pukul 08.00
WIB sampai dengan selesai. Adapun jentik yang tertangkap dilakukan identifikasi dengan
mikroskop untuk menentukan jenis larva yang berkembang biak. Hasil pengamatan
menunjukan bahwa distribusi breeding site larva Anopheles banyak pada rawa dengan
persentase 50%. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Breeding site larva Anopheles berdasarkan Jenisnya
Di Wilayah Kerja Belinyu, tanggal 03 05 Maret 2015
Jenis Breeding site

Jumlah

Rawa
Kolam
Kubangan
Kolong
Sungai
Total
Sumber : Data primer

Persentase (%)
5
1
1
1
2
10

50
10
10
10
20
100

Tabel 2. Distribusi Breeding site Larva Anopheles berdasarkan karakteristik fisik


di Wilayah Kerja Belinyu, tanggal 03 05 Maret 2015
Jenis Breeding site

Kejernihan air

Pencahayaan

Aliran Air

Rawa (a)
Rawa (b)
Rawa (c)
Rawa (d)
Rawa (e)
Kolam
Kubangan
Kolong
Sungai (a)
Sungai (b)
Sumber : Data Primer

Keruh
Keruh
Jernih
Jernih
Jernih
Keruh
Keruh
Keruh
Keruh
Keruh

Tertutup
Tertutup
Tertutup
Tertutup
Tertutup
Terbuka
Terbuka
Terbuka
Terbuka
Terbuka

Tidak mengalir
Mengalir perlahan
Tidak mengalir
Tidak mengalir
Mengalir perlahan
Tidak mengalir
Tidak mengalir
Tidak mengalir
Mengalir perlahan
Mengalir perlahan

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa distribusi Breeding Site Larva Anopheles
dilihat dari karakter fisik di Wilayah Kerja Belinyu memperlihatkan bahwa tempat
perindukan dengan air yang keruh sebanyak 7 (70%), jernih sebanyak 3 (30%),
pencahayaan tertutup dan terbuka masing-masing sebanyak 5 (50%), aliran air tidak
mengalir sebanyak 6 (60%), dan mengalir perlahan sebanyak 4 (40%).
Tabel 3. Distribusi Density Larva berdasarkan Breeding site larva Anopheles
di Wilayah Kerja Belinyu, tanggal 03 05 Maret 2015
Jumlah

Breeding site

larva

Rawa (a)
Rawa (b)
Rawa (c)
Rawa (d)
Rawa (e)
Kolam ikan
Kubangan
Kolong
Sungai (a)
Sungai (b)
Sumber : Data Primer

Density
(larva/ciduk)

cidukan
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0

60
68
55
37
53
63
2
37
40
52

0
0,014
0
0
0
0,015
0
0
0
0

Berdasarkan tabel diatas ditemukan larva Anopheles pada rawa dan kolam ikan dengan
density berturut turut 0,014 dan 0,015. Lokasi rawa berada pada desa Padang Siput dan
Kolam ikan terletak pada desa Batu Dinding Bawah. Penelitian Boewono (2004)
menemukan bahwa genangan air di kebun salak berupa parit yang banyak sampah dan
daun atau pelepah salak berpotensi sebagai breeding site Anopheles sepanjang tahun.
Peneliti menemukan hal yang sama walaupun breeding sitenya berbeda tetapi kondisi
perindukannya sama dimana pada genangan air sungai, tergenang sepanjang tahun dan
merupakan breeding site yang permanen, terdapat sampah daun coklat, rumput kering,
semak, potongan kayu dengan kondisi genangan air jernih, keruh, terkenan sinar matahari
langsung atau terbuka serta tidak terdapat hewan air, berbahan dan berdasar tanah yang
merupakan tempat yang disenangi nyamuk Anopheles untuk meletakkan telurnya. Hal ini
memberikan peluang terjadinya peningkatan populasi density larva sepanjang tahun.
Tabel 4. Distribusi Karakteristik Kimia berdasarkan Breeding site nyamuk Anopheles
di Wilayah Kerja Belinyu, tanggal 03 05 Maret 2015
Jenis Breeding site
Rawa (a)
Rawa (b)
Rawa (c)
Rawa (d)
Rawa (e)
Kolam ikan
Kubangan
Kolong
Sungai (a)
Sungai (b)

Suhu Air
(oC)
26
30
28
28
27,5
33
32
34
33
36

pH air
5,6
5,9
4,6
6,4
5,4
9,2
6,9
5,1
4,2
6,5

Kelembaban
Udara (%RH)
80
52
68
64
64
39
58
54
51
45

Suhu Udara
(oC)
30
36
35
33
32
50
34
36
40
44

Keberadaan
Larva
+
+
-

Pada tabel di atas menunjukan bahwa hasil pegukuran suhu air pada breeding site
berkisar antara 26 36oC, sedangkan hasil pengukuran pH air berkisar 4,2 9,2. Untuk
suhu udara hasil pengukuran pada breeding site berkisar 30 50 oC dengan kelembaban
udara berkisar antara 39 80%RH. Keberadaan larva ditemukan pada suhu air 30oC dan
33 oC, dengan pH air 5,9 dan 9,2. Sedangkan suhu udara berkisar 36 oC dan 50oC dengan
kelembaban udara berkisar 52% RH dan 39 %RH.
Grafik 1. Hubungan Density Larva dengan Suhu Air

Density
larva

Di Wilayah Kerja Belinyu, tanggal 03 05 Maret 2015

Suhu
air

Grafik di atas menunjukan pada suhu air 30oC density larva Anopheles sebesar 0,014 pada
desa Padang siput dengan titik koordinat S 01 o3726.48, E 105o4519.25, sedangkan pada
suhu 33oC density larva sebesar 0,015 pada desa Batu Dinding Bawah dengan titik
koordinat S 01o3752.83 E 105o4430.84.

Density
larva

Grafik 1. Hubungan Density Larva dengan Suhu Udara


Di Wilayah Kerja Belinyu, tanggal 03 05 Maret 2015

Suhu
udara

Grafik di atas menunjukan pada suhu udara 36oC density larva sebesar 0,014, dan pada
suhu 50oC density larva sebesar 0,015. Menurut Depkes RI (2001) suhu optimum untuk
breeding site nyamuk berkisar antara 25 27oC. Sedangkan menurut Hoedojo (1993) suhu
optimum breeding site nyamuk berkisar antara 20 28oC. Namun menurut Raharjo, dkk
(2003) suhu di sekitar breeding site nyamuk Anopheles sp. Pada musim kemarau dapat
mencapai
31,1 36oC. Pertumbuhan telur dan larva berlangsung pada suhu optimum
yaitu antara 28-36oC, larva nyamuk dapat bertahan pada suhu air hingga 43 oC. Hal
tersebut menunjukan bahwa suhu tinggi ini terjadi saat musim kemarau, sedangkan suhu
yang diperoleh Hoedojo (1993) di duga karena penelitian dilakukan pada musim hujan.
Menurut Depkes RI (2001), suhu suatu daerah tidak bergantung pada musim semata tetapi
factor letak geografris, keadaan topografi, ketinggian tempat turut mempengaruhi suhu
oleh karena tiap kenaikan ketinggian 100 meter maka selisi udara dengan tempat
sebelumnya adalah 0,5oC.
Adanya perbedaan suhu breeding site yang ditemukan oleh peneliti seperti pada tabel 8
disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi dimana ada perindukan yang memiliki
tanaman pelindung disekitar breeding site dan ada juga yang tidak mempunyai tenaman
pelindung sehingga memungkinkan terjadinya penyinaran matahari secara terus menerus
(terkena sinar matahari langsung). Berdasarkan hasil pengukuran suhu di wilayah kerja
belinyu sungai (b) memiliki suhu air tertinggi yaitu 36oC dengan suhu udara 44oC.
sedangkan pada kolam ikan memiliki suhu udara tertingi yaitu 50oC dengan suhu air 33oC.

Density
larva

Grafik 1. Hubungan Density Larva dengan pH Air


Di Wilayah Kerja Belinyu, tanggal 03 05 Maret 2015

pH
air

Pada grafik menunjukan bahwa pada pH air 5,9 density larva sebesar 0,014 dan pada pH
air 9,2 density larva sebesar 0,015. pH air mempunyai peranan penting bagi
perkembangbiakkan larva nyamuk Anopheles. Larva nyamuk Anopheles dalam
pertumbuhannya pada breeding site dapat hidup pada pH yang rendah yaitu pH di bawah
tujuh, semakin tinggi pH melebihi pH optimum untuk perkembangbiakkan nyamuk maka
larva akan mati. pH air sangat dipengaruhi oleh musim, hal ini berdampak pada kehidupan
nyamuk Anopheles.
Berdasarkan grafik, hasil pengukuran pH breeding site nyamuk pada 10 titik dengan
katagori 5 jenis breeding site nilai pH berkisar antara 4,2 9,2, dengan klasifikasi breeding
site yang positif ada larva pada pH berkisar 5,9 9,2. Menurut Syarif (2003) larva
Anopheles memiliki toleransi terhadap pH antara 7,91 8,09. Raharjo dkk (2003) juga
menyatakan bahwa pH breeding site nyamuk Anopheles pada musim kemarau berkisar
antara 6,8 8,6. Sehingga dapat dijabarkan bahwa density larva sangat tergantung pada
faktor lingkungan abiotik dan biotik dimana pH sebagai salah satu factor yang potensial
dalam menentukan kestabilan perkembangbiakan larva pada breeding site yang
memberikan peluang bagi tingkat density larva Anopheles sebagai vektor Malaria.

Density
larva

Grafik 1. Hubungan Density Larva dengan Kelembaban Udara


Di Wilayah Kerja Belinyu, tanggal 03 05 Maret 2015

Kelembaban
udara

Pada grafik di atas menunjukan bahwa pada kelembaban udara 52%RH density larva
sebesar 0,014, sedangkan pada suhu udara 39%RH density larva sebesar 0,015. Menurut
Depkes RI (2001), suhu optimum untuk tempat perindukan nyamuk berkisar 25 27 oC.
Sedangkan suhu udara berkisar 25oC, dengan kelembaban berkisar 82%RH.

G. KESIMPULAN
1. Terdapat 10 titik breeding site larva Anopheles di wilayah kerja Belinyu dengan
klasifikasi Rawa sebesar 50%, Kolam, Kubangan, Kolong masing-masing sebesar 10%
dan Sungai sebesar 20%.
2. Suhu air tempat perindukan yang potensial untuk berkembangbiakan larva Anopheles
berkisar antara 26 36oC, pH air berkisar antara 4,2 9,2, suhu udara berkisar antara
30 50oC dan kelembaban udara berkisar antara 39 80%RH.
3. Wilayah kerja Belinyu memiliki 2 breeding site positif sebagai tempat
perkembangbiakan larva Anopheles yaitu pada Rawa di Desa Padang Siput dan Kolam
di Desa Batu Dinding Dalam dengan density larva berturut turut 0,014 dan 0,015
H. SARAN
Diharapkan partisipasi Pemerintah Daerah dan masyarakat Belinyu agar semua tempat
yang berair di minimalisir, sehingga kecil kemungkinan berkembangbiaknya larva pada
tempat tempat tersebut dengan cara menimbun tempat-tempat air, mengelola kolam
yang terlantar. Memangkas serta membersihkan pepohonan yang rimbun rerumputan yang
memberikan kemungkinan untuk terlindungnya tempat perindukan larva serta sebagai
tempat istirahat nyamuk dewasa menunggu waktu yang tepat untuk bertelur, sehingga
memudahkan berkembangbiaknya larva serta nyamuk dewasa. Diharapkan pengamatan
selanjutnya melakukan identifikasi larva guna menemukan spesies Anopheles yang
dominan di Wilayah Kerja Belinyu.
I.

PENUTUP
Demikian laporan ini dibuat sebagai media informasi kondisi populasi larva nyamuk di
wilayah kerja Belinyu KKP Pangkalpinang
Pangkalpinang, 09 Maret 2015

Arlan
NIP 197611142001121001
Mengetahui,
Kepala Seksi PRL & KLW
KKP Kelas III Pangkalpinang,

Sahabudin, SKM, MPH


NIP 197609201986031001

Rahayu
NIP 198610292008012004
Fitriana Dwi Fidiawati
NIP 199104152012122001

You might also like