You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia
ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count).
Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit.
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia bentuk ini merupakan
bentuk anemia yang sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang.
Diperkirakan sekitar 30 % penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya
merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan di negara yang
sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein
hewani yang rendah, dan investasi parasit yang merupakan masalah endemik. Saat ini di
Indonesia anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah gizi utama disamping kurang
kalori protein, vitamin A dan Yodium.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui definisi, patofisiogi, gambaran klinis, diagnosis, diagnosis banding,
pencegahan, dan pengobatan anemia defisiensi terutama anemia defisiensi besi dan vitamin B12.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Anemia


Anemia adalah suatu kondisi tubuh yang terjadi ketika sel-sel darah merah (eritrosit)
dan/atau Hemoglobin (Hb) yang sehat dalam darah berada dibawah nilai normal (kurang darah).
Hemoglobin adalah bagian utama dari sel darah merah yang berfungsi mengikat oksigen.
Jika seseorang kekurangan sel darah merah, atau hemoglobin yang normal, maka sel-sel dalam
tubuh tidak akan mendapatkan oksigen yang cukup, akibatnya tumbulah gejala anemia. Gejala
anemia seperti lemah dan lesu terjadi karena organ-organ tidak mendapatkan apa yang mereka
butuhkan untuk berfungsi dengan baik, yaitu oksigen.
Dalam masyarakat kita anemia dikenal dengan istilah kurang darah. Kurang darah
(anemia) ini berbeda dengan darah rendah. Darah rendah merupakan rendahnya tekanan darah,
sedangkan anemia adalah kurangnya sel darah merah atau hemoglobin seperti telah disebutkan di
atas. Hal ini sengaja saya perjelas disini karena saya masih sering menemukan pasien yang salah
dalam meng arti kan Anemia (kurang darah).
Menurut (Soebroto, 2010) Anemia adalah penyakit kurang darah yang ditandai dengan
kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal.
Menurut (Arisman, 2007) anemia adalah keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit,
dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan.
Batasan kadar hemoglobin anemia berdasarkan usia
KELOMPOK
Anak

Dewas
a

UMUR

HEMOGLOBIN (gr/dl)

6 bulan 6 tahun

<11

6 tahun 14 tahun
Wanita dewasa
Laki-laki

<12
<12
<13

dewasa
Ibu hamil

<11

Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :


1)

Gangguan pembentukan eritrosit

Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi substansi tertentu seperti
mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam folat), asam amino, serta gangguan pada sumsum
tulang.
2)

Perdarahan

Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel darah merah dalam
sirkulasi.
3)

Hemolisis

Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit.


2.2 Kategori Anemia
Berikut ini kategori tingkat keparahan pada anemia (Soebroto, 2010) :
a. Kadar Hb 10 gr - 8 gr disebut anemia ringan
b. Kadar Hb 8 gr 5 gr disebut anemia sedang
c. Kadar Hb kurang dari 5 gr disebut anemia berat
Kategori tingkat keparahan pada anemia (Waryana, 2010) yang bersumber dari WHO
adalah sebagai berikut:
a. Kadar Hb 11 gr% tidak anemia
b. Kadar Hb 9-10 gr % anemia ringan
c. Kadar Hb 7-8 gr% anemia sedang
d. Kadar Hb < 7 gr% anemia berat
Kategori tingkat keparahan anemia (Nugraheny E, 2009) adalah sebagai
berikut:
a. Kadar Hb < 10 gr% disebut anemia ringan
b. Kadar Hb 7-8 gr% disebut anemia sedang
c. Kadar Hb < 6gr% disebut anemia berat
d. Kadar Hb normal pada ibu nifas adalah 11-12 gr %
Pada penelitian ini menggunakan standart kementrian kesehatan yang bersumber dari
WHO.

2.3 Klasifikasi Anemia


Berdasarkan Morfologi
1. Anemia Makrositik/Megaloblastik

Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom karena
konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi
vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non megaloblastik (penyakit hati, dan
myelodisplasia)
2. Anemia Mikrositik/Hipokromik

Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecildarinormal dan mengandung konsentrasi
hemoglobin yang kurang dari normal. Penyebab anemia mikrositik hipokrom:

Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.

Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.

Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.

3. Anemia Normositik

Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut, hemolisis, dan
penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit
tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin, bentuk dan ukuran eritrosit.
Disebabkan oleh :

Hemorrhage
Hemolisis
Insufisiensi sumsum tulang
Gagal ginjal
Anemia meioplastik

2.4 Jenis-Jenis Anemia


Jenis-jenis anemia diantaranya adalah:
2.4.1 Anemia defisiensi zat besi (Fe)
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan cadangan zat besi. Zat besi yang
tidak adekuat menyebabkan berkurangnya sintesis hemoglobin sehingga menghambat proses
pematangan eritrosit. Zat besi yang tidak adekuat disebabkan oleh rendahnya asupan besi
total dalam makanan atau bioavailabilitas besi yang dikonsumsi menurun (makanan banyak
serat, rendah daging, dan rendah vitamin C), kebutuhan akan zat besi yang meningkat (pada
bayi prematur, anak dalam pertumbuhan, ibu hamil dan menyusui), perdarahan kronis, diare
kronik, Malabsorbsi, serta infeksi cacing tambang.

2.4.2 Anemia defisiensi vitamin B12


Anemia Karena Kekurangan Vitamin B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia
megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12. Selain zat besi, sumsum

tulang memerlukan vitamin B12 dan asam folat untuk menghasilkan sel darah merah. Jika
kekurangan salah satu darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik.
Pada anemia jenis ini, sumsum tulang menghasilkan sel darah merah yang besar
dan abnormal (megaloblas). Sel darah putih dan trombosit juga biasanya abnormal. Anemia
megaloblastik paling sering disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan asam folat dalam
makanan atau ketidakmampuan untuk menyerap vitamin tersebut. Kadang anemia ini
disebabkan oleh obat-obat tertentu yang digunakan untuk mengobati kanker (misalnya
metotreksat, hidroksiurea, fluorourasil dan sitarabin).
2.5 Patofisiologi
2.5.1 Anemia defisiensi zat besi (Fe)
Zat besi (Fe) diperlukan

untuk

pembuatan

heme

dan

hemoglobin

(Hb).Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun pembuatan eritrosit juga


menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit dari pada biasa sehingga timbul anemia
hipokromik mikrositik.
Anemia defisiensi Fe merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe yang
berlangsung lama. Bila keseimbangan besi ini menetap akan menyebabkan cadangan besi
terus berkurang. Terdapat 3 tahap defisiensi besi, yaitu :

Iron depletion Ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada tetapi kadar Fe

serum dan Hb masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.

Iron deficient erythropoietin/iron limited erythropoiesis Pada keadaan ini didapatkan

suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Pada pemeriksaan laboratorium
didapat kadar Fe serum dan saturasi transferin menurun sedangkan TIBC dan FEP
meningkat.

Iron deficiency anemia Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe.

Keadaan ini ditandai dengan cadangan besi yang menurun atau tidak ada, kadar Fe serum
rendah, saturasi transferin rendah, dan kadar Hb atau Ht yang rendah.
2.5.2 Anemia defisiensi nitamin B12
Vitamin B12 merupakan kofaktor untuk 2 jenis enzim, yaitu enzim metionin sintase
dan methilmakonil koenzim A mutase. Interaksi antara folat dan vitamin B12 bertanggung
jawab pada terjadinya anemia megaloblastik yang terjadi akibat defisiensi kedua zat tersebut.
6

Disinkronisasi antara pematangan sitoplasma dan inti sel menyebabkan terjadinya


makrositosis, inti immatur, dan hipersegmentasi granulosit dalam pembuluh darah perifer.
Gambar 1 diatas merupakan temuan klinis dan laboratorium pada anemia megaloblastik
dalam pembuluh darah perifer dan sumsum tulang.
Vitamin B12 sangat dibutuhkan dalam proses perkembangan dan mielinasi awal
sistem saraf pusat serta untuk membantu pemeliharaan fungsi normalnya. Defisiensi vitamin
B12 dapat menyebabkan demielinasi sistem saraf pusat.
Kondisi kurang umum yang dapat terjadi terkait dengan defisiensi vitamin B12
adalah glositis, malabsorpsi, infertilitas dan trombosis (termasuk trombosis yang terjadi pada
lokasi yang tidak lazim seperti trombosis sinus vena serebral). Trombosis juga dapat
berhubungan dengan terjadinya hiperhomosisteinemia pada kondisi defisiensi vitamin B12
yang parah. Kadang pasien juga mengalami hiperpigmentasi.
Poin klinis penting sehubungan dengan defisiensi vitamin B12:

Defisiensi vitamin B12 menyebabkan anemia megaloblastik reversibel, demielinasi


sistem saraf pusat, atau keduanya

Gastritis autoimun (anemia pernisiosa) adalah penyebab paling umum terjadinya


defisiensi vitamin B12 parah

Masalah metodologis dapat mempengaruhi sensitivitas dan spesifitas pengukuran kadar


vitamin B12

Pengukuran kadar asam metilmalonik, homosistein, atau keduanya digunakan untuk


mengkonfirmasi kondisi defisiensi vitamin B12 pada pasien yang tak terobati

Untuk pasien dengan anemia pernisiosa atau malabsorpsi, diindikasikan untuk menjalani
terapi vitamin B12 seumur hidup

Pemberian vitamin B12 oral dosis tinggi (1000-2000 mg perhari) sama efektifnya dengan
injeksi intramuskular bulanan dalam mengoreksi abnormalitas darah dan sistem saraf.

2.6 Penyebab
2.6.1 Anemia defisiensi zat besi (Fe)
Anemia kekurangan zat besi terjadi ketika tidak ada cukup zat besi dalam tubuh. Zat
besi ditemukan dalam daging, buah kering dan beberapa sayuran. Zat besi digunakan oleh
7

tubuh untuk membuat hemoglobin, yang membantu menyimpan dan membawa oksigen
dalam sel darah merah.
Ini berarti jika ada kekurangan zat besi dalam darah, organ dan jaringan tidak akan
mendapatkan oksigen sebanyak biasanya. Ada banyak kondisi yang dapat menyebabkan
kekurangan zat besi. Pada pria, dan wanita pasca-menopause penyebab paling umum adalah
pendarahan di perut dan usus. Hal ini dapat disebabkan oleh:
non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID)
ulkus peptikum
Kanker perut atau kanker usus
Pada wanita usia reproduktif, penyebab paling umum dari anemia defisiensi besi
adalah:
periode berat
kehamilan - karena tubuh Anda membutuhkan zat besi tambahan untuk bayi anda
2.6.2 Anemia defisiensi vitamin B12
Anemia karena kekurangan vitamin B12 terkadang bisa terjadi akibat reaksi
autoimun, dimana system, kekebalan tubuh meyerang sel-sel lambung yang menghasilkan
factor intrinsic, yaitu factor yang berperan dalam penyerapan vitamin B12 kedalam darah.
Kekurangan vitamin B12 juga bisa terjadi pada orang-orang yang vegetarian, karena
vitamin B12 hanya ditemukan pada produk hewani, atau pada orang-orang dengan kelainan
bawaan, dimana terdapat gangguan dalam pengangkutan atau aktivitas vitamin ini.
2.7 Gejala
2.7.1 Anemia defisiensi zat besi (Fe)
Gejala klinis anemia sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh
penderita dan keluarga, yang ringan diagnosa ditegakan hanya dari laboratorium. Gejala yang
umum adalah pucat. Pada Anemia defisiensi besi dengan kadar 6-10 g/dl terjadi kompensasi
kompensasi yang efektif sehingga gejalanya hanya ringan. Bila kadar Hb>5 g/dl gejala
iritabel dan dan anoreksia akan tampak lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut akan terjadi
takikardi, dilatasi jantung dan murmur sistolik, keluhan umum anemia, lemah badan, mata
berkunang-kunang, timbul secara perlahan-lahan dan menahun, berdebar, riwayat perdarahan
dan keluhan gagal jantung.
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan besi seperti:

Anemia

Gangguan fungsi/struktur jaringan epitel: kulit kering, rambut kering tipis, mudah

dicabut, papil atrofi, glositis, stomatitis angular, fisura, disfagia (sideropenik disfagia,
sindroma Paterson-Kelly, sindroma Plummer-Vinson), kuku tipis, kusam, koilonychia/spoon
nail, Web, striktur pada mukosa antar hipofaring dan esofagus, atropi lambung, aklorhidria

Gangguan neuromuskular: gangguan fungsi otot, gangguan tingkah laku, gangguan

kemampuan, mempertahankan suhu tubuh di udara dingin, neuralgia, gangguan vasomotor,


peningkatan tekanan intrakranial, papiledema, pseudotumor serebri

Gangguan imunitas seluler dan peningkatan kepekaan terhadap infeksi.

2.7.2 Anemia defisiensi nitamin B12


Gejala anemia yang disebabkan karena kekurangan vitamin B12 adalah tubuh mudah
lelah dan lemas. Jika mengalami hal tersebut anda segera menghubungi dokter untuk
memastikan apakah anda mengalami anemia defisiensi vitamin B12.
2.8 Diagnosis
2.8.1 Anemia defisiensi zat besi (Fe)
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat berdasarkan pada:

Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber perdarahan.

Laboratorium : anemia hipokrom mikrositer, Fe serum rendah, TIBC tinggi, nilai absolut

menurun, saturasi transferin menurun serta pada sediaan apus darah tepi terdapat pencil cell
dan juga target cell.

Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang ( sideroblast negatif ).

Adanya respon yang baik terhadap pemberian Fe.

2.8.2 Anemia defisiensi vityamin B12


Anamnesis, biasanya pasien datang berobat dengan keluhan neuropsikiatri, keluhan
epigastrik, diare, dan bukan oleh keluhan anemianya. Penyakit biasanya berjalan secara
perlahan. Keluhan lain biasanya rambut cepat memutih, lemah badan, penurunan berat
badan. Pada defisiensi vitamin B12, diagnosis ditegakkan rata-rata setelah 15 bulan dari
9

onset gejala, biasanya didapatkan triad : lemah badan, sore tongue, parestesi sampai
gangguan berjalan.
Pada defisiensi B12, terdapat tiga manifestasi utama:
1.

Anemia megaloblastik

2.

Glositis

3.

Neuropati
Gangguan neurologis terutama mengenai substantia alba kolumna dorsalis dan lateral

medulla spinalis, korteks serebri, dan degenerasi saraf perifer sehingga disebut subacute
combine degeneration / combined system disease.
Klasifikasi

Gejala

Ringan

Parestesi

Pemeriksaan Fisik

Lesi

Normal atau

Saraf perifer,

terdapat gangguan

kolumna dorsalis

rasa raba dan suhu


Kelemahan,
unsteady gait,

Sedang

Berat

clumsiness

Gangguan rasa
vibrasi dan posisi
Hiperrefleksia,

Kelemahan
berat, spastisitas

klonus, refleks
Babinski

Kolumna dorsalis

Kolumna dorsalis
dan lateralis

Pada defisiensi vitamin B12 dapat ditemukan gangguan mental, depresi, gangguan
memori, gangguan kesadaran, delusi, halusinasi, paranoid, skizopren. Gejala beurologis
lainnya adalah: oftalmoplegia, atoni kandung kemih, impotensi, hipotensi ortostatik
(neuropati otonom), dan neuritis retrobulbar.
2.9 Pemeriksaan laboratorium
2.9.1 Anemia defisiensi zat besi (Fe)
Seseorang dikatakan mengalami anemia defisiensi zat besi bila hasil pemeriksaan
laboratoriumnya menunjukan data sebagai berikut:
a. Apus darah tepi

Eritrosit

: hipokrom mikrositer
10

Leukosit

: jumlahnya normal, granulositopenia ringan dan terdapat mielosit

Trombosit : biasanya meningkat sampai dua kali trombosit normal


b. Apus sumsum tulang

Hyperplasia eritropoiesis dengan kelompok-kelompok normoblas basofil. Bentuk


pronormoblas, normoblas kecil-kecil dengan sitoplasma ireguler, sideroblas negatif.
c. Nilai absolute menurun
d. Retikulosit menurun
e. Fe serum rendah
f.

TIBC (Total Iron Binding Capasity) meningkat

g. Feritin menurun

2.9.2 Anemia defisiensi vitamin B12

Anemia makrositer dengan peningkatan MCV

Neutropenia dengan neutrofil berukuran besar dan mengalami hipersegmentasi dengan

granula kasar (giant stab-cell)

Trombositopenia ringan ( rata-rata 100-150 x 103 /mm3 )

Sumsum tulang hiperseluler dengan gambaran megaloblastik

serum cobalamin rendah (100 pg/ml)

serum folat normal / tinggi

antibodi faktor intrinsic

Schilling test : radiolabeled B12 absorption test akan menunjukkan absorpsi cobalamin

yang rendah yang menjadi normal dengan pemberian faktor intrinsik lambung

Cairan lambung : sekresi berkurang, rata-rata 15 ml/jam (kira-kira 10% normal),

aklorhidira, pH>6

Masa hidup eritrosit berkurang, rata-rata 20 - 75 hari

LDH meningkat karena peningkatan destruksi eritrosit akibat eritropoiesis yang tidak

efektif di dalam sumsum tulang

11

MCV : pada anemia berkisar antara 100-110 fl, pada anemia berat berkisar antara 110-

130 fl
2.10 Pengobatan
2.10.1

Anemia defisiensi zat besi (Fe)


Mengonsumsi suplemen penambah zat besi dilakukan untuk meningkatkan kadar zat

besi dalam tubuh sebagai salah satu pengobatan anemia. Asupan zat besi melalui konsumsi
makanan juga perlu ditingkatkan demi menjaga cadangan dan tingkat zat besi yang normal.
Ada beberapa makanan sumber zat besi yang sangat bagus, contohnya:

Hati ayam dan hati sapi


Kacang-kacangan, misalnya kacang hitam, kacang hijau, dan kacang merah
Tahu dan tempe
Boga bahari atau makanan laut seperti ikan, tiram dan kerang
Sayuran berdaun hijau gelap seperti bayam dan brokoli
Daging merah tanpa lemak seperti daging sapi dan kambing
Buah-buahan kering, misalnya kismis dan apricot
Agar dapat memaksimalkan penyerapan zat besi, asupan vitamin C juga diperlukan.

Konsumsi makanan yang tinggi zat besinya bersamaan dengan sumber vitamin C seperti
jeruk, kiwi dan tomat.
a. Anemia defisiensi vitamin B12
Anemia defisiensi vitamin B12 yang terkait makanan
Resep tablet vitamin B12 diberikan untuk diminum tiap hari setelah makan. Ini
dilakukan jika defisiensi vitamin B12 disebabkan oleh kurangnya vitamin di dalam
makanan. Atau mungkin Anda disuntik hydrococobalamin dua kali dalam setahun. Bagi
pelaku gaya hidup vegetarian, akan kesulitan mendapatkan vitamin B12 dalam
makanannya. Dalam kondisi ini, mungkin harus meminum tablet vitamin B12 seumur
hidupnya.
Bagi yang kekurangan vitamin B12 karena menu makanan yang buruk dalam
jangka panjang, konsumsi vitamin B12 bisa dihentikan jika kandungan di dalam tubuh
sudah normal dan menu makanan sudah diubah.
Sumber vitamin B12 yang bagus adalah daging, telur, ikan salmon, ikan kod dan produk
olahan susu, termasuk susu itu sendiri. Bagi vegetarian atau vegan, ada produk

12

pengganti untuk daging dan produk olahan susu. Makanan yang mengandung vitamin
B12, misalnya sereal sarapan kaya zat besi dan produk kedelai. Saat berbelanja makanan,
periksalah tabel nutrisi untuk tahu berapa banyak kandugan vitamin B12 yang ada.
Anemia defisiensi vitamin B12 yang tidak terkait makanan
Untuk defisiensi vitamin B12 yang tidak disebabkan oleh pola makan yang buruk,
mungkin perlu pengobatan suntikan hydroxocobalamin empat kali setahun untuk seumur
hidup. Ada jenis vitamin suntikan lain bernama cyanocobalamin, tapi orang lebih
memilih hydroxocobalamin karena bisa bertahan lebih lama di dalam tubuh manusia.
Cyanocobalamin juga tersedia dalam bentuk tablet.
Jika memerlukan suntikan vitamin B12 secara regular, hydroxocobalamin bisa
disuntikkan tiap tiga bulan sekali, sedangkan cyanocobalamin harus diberikan sebulan
sekali.
Dokter spesialis darah bisa direkomendasikan sebagai langkah penanganan ketika
defisiensi vitamin B12 menimbulkan gejala penyakit saraf. Sebagai contoh kaki dan
tangan sering terasa kaku atau kesemutan. Anda mungkin juga perlu disuntik vitamin B12
tiap dua bulan sekali. Dokter spesialis bisa menyarankan berapa lama Anda perlu
melakukan penyuntikan vitamin.

BAB III
PENUTUP
13

3.1 Kesimpulan
Anemia adalah suatu kondisi tubuh yang terjadi ketika sel-sel darah merah (eritrosit)
dan/atau Hemoglobin (Hb) yang sehat dalam darah berada dibawah nilai normal (kurang darah).
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.

14

You might also like