Professional Documents
Culture Documents
Neuropathic Pain
PEMBIMBING:
dr. Ananda Setiabudi Sp.S
DISUSUN OLEH:
Andriany Chairunnisa
NIM: 030.11.026
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Referat ini disusun guna
memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Saraf di RSUD Budhi Asih.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Ananda Setiabudi Sp.S, yang telah membimbing penulis dalam mengerjakan
referat ini. Tak lupa juga ucapan terima kasih penulis haturkan kepada rekanrekan seperjuangan di kepaniteraan ini, serta kepada semua pihak yang telah
memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Dengan penuh kesadaran dari penulis, meskipun telah berupaya
semaksimal mungkin untuk menyelesaikan referat ini, namun masih terdapat
kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga referat ini
dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua.
Penulis
LEMBAR PERSETUJUAN REFERAT
Judul
: Neuropathic Pain
Penyusun
NIM
: 030.11.026
Universitas
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan
klinik Ilmu Penyakit Syaraf Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih.
KATA PENGANTAR... 2
BAB I
PENDAHULUAN
mungkin menyerang 3% dari populasi umum. Dari 6000 sampel keluarga yang
tinggal di tiga kota di Inggris, didapatkan prevalensi nyeri kronis adalah 48% dan
prevalensi nyeri neuropatik adalah 8%. Responden dengan nyeri neuropatik kronis
lebih banyak perempuan, dengan usia yang cukup tua, belum menikah, tidak
memiliki kualifikasi pendidikan, dan merupakan perokok. (4)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Nyeri merupakan gangguan sensorik positif yang dianggap sebagai
ungkapan suatu proses patologik di tubuh. Perangsangan nyeri menghasilkan
nyeri bersifat destruktif terhadap jaringan yang dilengkapi dengan serabut saraf
penghantar impuls nyeri. Jaringan itu dinamakan secara singkat dengan jaringan
peka nyeri. Contoh dari jaringan peka nyeri adalah jaringan subkutan, otot,
tendon, dan lain-lain. Jaringan atau bangunan yang tidak dilengkapi dengan
serabut nyeri tidak menghasilkan nyeri bilamana dirangsang, disebut dengan
jaringan tak peka nyeri. Misalnya diskus intervertebralis dan kartilago persendian.
(5)
Nyeri neuropatik juga disebut sebagai nyer kronik berbeda dengan nyeri
akut atau nosiseptif dalam hal etiologi, patofisiologi, diagnosis dan terapi. Nyeri
akut adalah nyeri yang sifatnya self-limitting dan dianggap sebagai proteksi
biologik melalui signal nyeri pada proses kerusakan jaringan. Nyeri pada tipe akut
merupkan simptom akibat kerusakan jaringan itu sendiri dan berlokasi di sekitar
kerusakan jaringan dan mempunyai efek psikologis saat minimal dibanding
dengan nyeri kronik. Nyeri ini dipicu oleh keberadaan neurotrasmiter sebagai
reaksi stimulasi terhadap reseptor serabut Alfa-delta dn C polimodal yang
berlokasi di kulit, tulang, jaringan ikat otot dan organ visera. Stimulus ini bisa
berupa mekanik, kimia, termis, demikian juga infeksidan tumor. Reaksi stimulus
ini berkibat pada sekresi neurotransmiter seperti prostaglandin, histamin,
serotonin,
somatostatin,
cholecystokinin,
vasoaktif
interstinal
peptida,
penyembuhan.
Nyeri kronik adalah nyeri yang masih berlanjut walaupun pasien diberi
pengobatan atau penyakit tampak sembuh dan nyeri tidak memiliki
makna biologik.
b. Berdasakan lokasi nyeri, nyeri dapat dibagi menjadi:
- Nyeri somatik superfisial adalah nyeri kulit yang berasal dari struktur
struktur superfisial kulit dan jaringan subkutis
- Nyeri somatik adalah dalam adalah nyeri yang berasal dari otot, tendon,
ligamentum, tulang, sendi, dan arteri.
- Nyeri viscera adalah nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh seperi
hepar, dan pankreas.(6)
c. Berdasarkan penyebabnya, nyeri dapat dibagi menjadi:
-
Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat
adanya stimulus mekanis terhadap nosiseptor. Contoh nyeri nosiseptif
adalah nyeri otot, nyeri akibat fraktur, luka bakar, luka terbuka pada kulit.
Selain itu, nyeri somatik dan nyeri viseral juga termasuk dalam nyeri
nosiseptif. Nosiseptor merupakan reseptor yang akan mendeteksi adanya
kerusakan pada jaringan, dan selanjutnya akan memberikan respon dengan
cara mengirimkan sinyal ke otak. Nyeri nosiseptif biasanya bersifat
sementara yang akan hilang seiring dengan penyembuhan pada jaringan
yang mengalami kerusakan. Selain itu, karakter nyeri nosiseptif juga akan
Definisi
Sensasi abnormal, baik spontan atau dibangkitkan
Sensasi abnormal tidak menyenangkan, baik spontan atau
Hipestesia
dibangkitkan
Berkurangnya sensitivitas terhadap rangsang sensorik (taktil
Hiperetesia
maupun termal)
Meningkatnya sensitivitas terhadap rangsang sensorik (taktil
Hipoalgesia
Hiperalgesia
Allodinia
maupun termal)
Berkurangnya respon nyeri pada rangsang sensorik nyeri
Meningkatnya respon nyeri pada rangsang sensorik nyeri
Nyeri muncul pada rangsang sensorik yang seharusnya tidak
menimbulkan nyeri.
Nyeri neuropatik dapat bertahan selama berbulan-bulan atau bertahuntahun dan tidak dipengaruhi oleh penyembuhan dari jaringan yang rusak. Nyeri
bersifat kronik dan tidak respon dengan pemberian analgetik.(7)
-
akan bersinaps pada nukleus talami dengan neuron tersier, berikutnya sinyal akan
diproyeksikan melalui kapsula interna dan korona radiata untuk mencapai girus
pascasentralis korteks serebri.
Traktus Spinotalamikus
Akson dari kebanyakan neuron
kedua menyilang garis tengah
dekat dengan bagian asalnya
(komisura anterior) menuju sisi
kontralateral
dari
medula
spinotalamikus
mengirimkan
seratnya
dan
ke
putih
medula
spinalis.
traktus
lateral
dan
(neospinotalamik)
terproyeksi
pada
10
kolateral juga terproyeksi pada reticular activating system dan hipotalamus, yang
kemungkinan bertanggung jawab untuk respon membangunkan terhadap nyeri.
Neuron Pertama
Pada umumnya, ujung proksimal dari akson neuron pertama akan memasuki
medula spinalis melalui bagian dorsal pada setiap segmen servikal, torakal,
lumbal, dan sakral. Beberapa serat yang tidak bermielin masuk melalui bagian
ventral dari medula spinalis, mengingat ditemukannya pasien yang masih tetap
merasa nyeri bahkan setelah transeksi dari radiks dorsalis. Setelah memasuki
kornu dorsalis, selain bersinaps dengan neuron kedua juga bersinap dengan
interneuron, saraf simpatis, dan kornu venralis medula spinalis.
Neuron kedua
Setelah serabut aferen memasuki kornu dorsalis, serabut-serabut tersebut akan
memisahkan diri sesuai ukuran dengan serat besar bermielin terletak pada bagian
medial dan serat kecil tidak bermielin terletak pada bagian lateral. Serat saraf
nyeri akan mengirimkan cabang satu sampai tiga segmen medula spinalis ke atas
dan ke bawah sebelum bersinap dengan neuron kedua pada bagian abu-abu dari
kornu dorsalis ipsilateral. Pada beberapa bagian serat-serat ini juga berhubungan
dengan neuron kedua melalui interneuron.
Area abu-abu dari medula spinalis oleh Rexed dibagi menjadi 10 lamina.
Dimana enam lamina pertama yang membentuk kornu dorsalis menerima seluruh
aktivitas serat aferen dan juga berperan sebagai tempat modulasi nyeri. Neuron
kedua terdiri atas neuron spesifik rasa nyeri dan neuron Wide Dynamic Range
(WDR). Neuron spesifik rasa nyeri hanya menerima stimulus noksius, sedangkan
neuron WDR juga menerima stimulus non-noksius dari serat aferen A, A, dan
C. Neuron spesifik nosiseptif tersusun secara somatotopik dalam lamina I dan
11
12
suhu akan hilang pada sisi tubuh kontralateral. Bila lesi terkena pada medulla,
maka akan mengenai nukleus nervus trigeminus yang akan mengakibatkan
hilangnya persepsi nyeri dan suhu pada daerah wajah ipsilateral. Bila lesi
mengenai jaras medial lemniskus maka akan hilang persepsi raba dan
proprioseptif pada sisi kontralateral tubuh. Bila lesi terdapat di bagian atas batang
otak, dimana dibagian ini jaras spinotalamikus dan medial lemniskus berjalan
bersamaan, sehingga bila terdapat lesi akan mengakibatkan hilangnya seluruh
modalitas sensorik pada sisi tubuh kontralateral.
Lesi di Thalamus
Pada lesi di thalamus akan menyebabkan hilangnya seluruh modalitas sensorik
pada sisi kontralateral tubuh. Pasien biasa mengeluhkan seperti rasa terbakar,
tertusuk, atau terkadang sifat nyeri sulit dideskripsikan.
Lesi subkortikal atau kortikal
Lesi di area somatosensorik yang sesuai pada lengan dan tungkai akan
menyebabkan parestesia dan kebas pada ekstremitas kontralateral, yang lebih jelas
di bagian distaldaripada bagian proksimal. Lesi iritatif pada lokasi ini dapat
menimbulkan kejang fokal sensorik, karena korteks motorik terletak tepat di
sebelahnya, umumnya sering didapatkan cetusan motorik juga (kejang
jacksonian). (11)
B. Lesi Perifer
a. Lesi pada radiks posterior
Lesi radiks akan menyebabkan nyeri radikular dan parastesia, serta kerusakan atau
hilangnya semua modalitas sensorik di area tubuh yang terkena, selain itu
didapatkan hipotonia atau atonia, arefleksia dan ataksia jika radiks tersebut
mempersarafi ekstremitas atas atau bawah. Arefleksia dapat terjadi tergantung dari
letak lesi. Lesi pada C5-6 akan menghilangkan refleks tendon biceps, C7-8 pada
triceps, L3-4 menghilangkan refleks patella, dan lesi pada S1 akan menghilangkan
14
refleks tendon achilles. Sedangkan penurunan tonus dan atrofi otot dapat terjadi
bila lesi juga mengenai radiks anterior.(12)
Nyeri radikular yang disebabkan oleh karena iritasi di radiks posterior.
Baik iritasi pada serabut sensorik di bagian radiks posterior maupun di bagian
saraf spinal itu akan menyebabkan nyeri radikular. Segala sesuatu yang
merangsang serabut sensorik di tingkat radiks dan foramen intervertebrale dapat
menimbulkan nyeri radikular, yaitu nyeri yang terasa berpangkal pada tingkat
tulang belakang tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatomal radiks
posterior yang bersangkutan. Contohnya ialah
HNP pada
tingkat
lumbosakral
ialah
tekanan
pada
diskus
yang
kronik
dikenal
dengan
Chronic
Inflammatory
15
16
Sensitisasi Perifer
Sensitisasi dan aktivitas ektopik pada primary afferent nociceptor.
Sensasi nyeri normalnya diawali oleh aktivitas pada saraf afferent
unmyelinated (C-) dan thinly myelinated (A-). Nosiseptor ini biasanya tidak akan
tereksitasi tanpa adanya stimulasi dari luar. Akan tetapi, ketika terjadi lesi pada
saraf perifer, neurons ini bisa menjadi sensitive yang abnormal dan
mengembangkan aktivitas neurologi spontan yang patologis.
Aktivitas ektopik spontan yang terjadi pada sel saraf yang rusak juga
menunjukkan adanya peningkatan ekspresi m-RNA untuk voltage-gated sodium
channels. Kelompok sodium channel ini pada situs ektopik ini bertanggung jawab
atas rendahnya ambang batas dari aksi potensial dan hiperaktivitas. Rendahnya
ambang batas dari potensial aksi ini dapat menyebabkan sensitivitas terhadap
rangsangan sehingga ketika ada rangsangan yang normalnya belum menyebabkan
nyeri, bisa langsung menyebabkan nyeri yang berlebihan.
Lesi pada sel saraf akan menyebabkan regenerasi sel saraf dan tumbuhnya
neuroma pada bagian proksimal sel saraf. Eksitasi abnormal dan discharge
abnormal bisa muncul pada neuroma ini. Hal ini dapat menyebabkan nyeri
abnormal yang spontan pada pasien neuropati.(14)
Inflamasi pada nyeri neuropati
Setelah terjadi lesi pada sel saraf, makrofag yang telah aktif akan masuk dari
endoneural blood vessel kedalam saraf dan DRG dan mengeluarkan sitokin.
Mediator inflamasi ini akan menginduksi aktivitas ektopik pada sel saraf yang
terluka dan juga sel saraf normal didekatnya. Pada pasien yang dengan
inflammatory neuropathies akan mengalami nyeri yang sangat dalam.(14)
Sentral sensitisasi
Sensititasi pada spinal cord
Sebagai konsekuensi terhadap hiperaktivitas nosiseptor perifer, perubahan
sekunder yang dramatis terjadi pada cornu dorsal dari medulla spinalis. Lesi pada
saraf perifer akan meningkatkan kemampuan eksitasi pada multiresepsi pada
neuron medulla spinalis (wide-dinamic-range neuron). Hipereksitasi ini
18
19
20
21
cedera saraf siatik parsial pada tikus dimana lysophosphatidic acid (LPA) terlibat
dalam penyebab nyeri neuropatik.(15)
22
hiperalgesia. LPA dan reseptor LPA ekspresi reseptor gen mengaktifkan Rho
dalam saraf perifer, yang menunjukkan bahwa patofisiologi reseptor LPA
mungkin mengaktifkan Rho di nyeri neuropatik cedera saraf perifer. Sebuah studi
yang menarik digambarkan bahwa LPA menghambat filopodia dari kerucut
pertumbuhan. LPA dapat terlibat dalam C-serat retraksi, yang merupakan
pendukung hipotesis perubahan fungsional disebabkan oleh nyeri neuropatik.
Bersama-sama, temuan ini menyajikan LPA sebagai molekul sinyal yang menarik
dalam pengembangan nyeri neuropatik.(15)
23
2.8 Terapi
Nyeri neuropatik merupakan sindroma nyeri kronik yang sangat
mempengaruhi segala aspek dari kehidupan pasien. Pada kondisi nyeri neuropatik,
etiologi biasanya sudah berlalu, tetapi nyeri tetap mengganggu. Berdasarkan 2
fakta tersebut di atas, maka pengobatan terhadap fenomenologi dan mekanisme
lebih penting daripada pengobatan etiologi.
24
Tahap I
Tahap II
25
Tahap III
Nilai kembali nyeri dan kualitas hidup terkait nyeri secara frekuen
Jika perbaikan nyeri terjadi substansial (rerata penurunan nyeri 3/10) dan
efek samping dapat ditolerir, teruskan terapi
Jika tidak ada respon terapi setelah pemberian dosis adekuat, ganti dengan
obat lini pertama alternatif
Tahap IV
Bila terapi lini pertama gagal, meski dengan kombinasi atau penambahan
dengan obat alternatif, rujuk ke spesialis.
Banyak jenis obat obat yang telah digunakan dalam mengobati nyeri
26
sepenuhnya
dipahami.
Hal
ini
mungkin
berhubungan
dengan
28
pada hari yang ketiga (dibagi dalam 3 dosis). Dosis ini dapat dititrasi sesuai
kebutuhan untuk mengurangi nyeri sampai dosis maksimum 1800 hingga 3600
mg (dibagi dalam 3 dosis). Pada penderita gangguan fungsi ginjal dan usia lanjut
dosisnya dikurangi.(17)
Pregabalin
Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik untuk diabetic
peripheral neuropathy (DPN) dan juga postherpetic neuralgia (PHN). Mekanisme
kerja dari pregabalin sejauh ini belum dimengerti, namun diyakini sama dengan
gabapentin. Pregabalin mengikat reseptor 2 subunits dari voltage activated
calsium channels, memblok ca2+ masuk pada ujung saraf dan mengurangi
pelepasan neurotransmitter. Pada penderita DPN yang nyeri, dosis maksimum
yang direkomendasikan dari pregabalin adalah 100 mg tiga kali sehari
(300mg/hari). Pada pasien dengan creatinin clearance 60 ml/min, dosis
seharusnya mulai pada 50 mg tiga kali sehari (150 mg/hari) dan dapat
ditingkatkan hingga 300 mg/hari dalam 1 minggu berdasarkan keampuhan dan
daya toleransi dari penderita. Dosis pregabalin sebaiknya diatur pada pasien
dengan
gangguan
fungsi
ginjal.
Pada
penderita
PHN,
dosis
yang
29
BAB III
KESIMPULAN
30
ber-regenerasi. Sel saraf tidak bisa digantikan jika mati namun mempunyai
kemampuan untuk pulih dari kerusakan. Kemampuan pemulihan tergantung
kerusakan dan umur seseorang dan keadaan kesehatan orang tersebut.
Pasien yang mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang
kurang baik terhadap analgesik opioid. Hal ini menyebabkan beberapa neuropati
perifer membutuhkan waktu lama untuk sembuh. Pada kasus-kasus tersebut,
monitoring jangka panjang dan perawatan suportif perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem. 2nd edition. Jakarta:
EGC; 2001. p156-159
2. Nicholson B. Differential Diagnosis: Nociceptive and Neuropathic Pain. The
American Journal of Managed Care. Juni 2006.p.256-61.
31
32