Professional Documents
Culture Documents
150.000
orang
di
Amerika
Serikat,
dengan
perkiraan10.000 Trauma baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih
dominan pada pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh Trauma.
Data dari bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
didapatkan dalam 5 bulan terakhir terhitung dari Januari sampai Juni 2003
angka kejadian angka kejadian untuk fraktur adalah berjumlah 165 orang
yang di dalamnya termasuk angka kejadian untuk Trauma medulla spinalis
yang berjumlah 20 orang (12,5%).
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada
wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi
belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor
osteoporosis
yang
di
asosiasikan
dengan
perubahan
hormonal
teratasi
dan
klien
dapat
terhindar
dari
masalah
yang
paling
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP DASAR
A. ANATOMI FISIOLOGI.
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi
melindungi medula spinalis dan menunjang berat kepala serta batang
tubuh, yang diteruskannya ke lubang-lubang paha dan tungkai bawah.
Masing-masing tulang dipisahkan oleh disitus intervertebralis.
Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :
a. Vetebrata Thoracalis (atlas).
Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus
tetapi hanya berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis) ini
memiliki dens, yang mirip dengan pasak. Veterbrata cervitalis ketujuh
disebut prominan karena mempunyai prosesus spinasus paling panjang.
b. Vertebrata Thoracalis.
Ukurannya
semakin
besar
mulai
dari
atas
kebawah.
Corpus
oleh figura anterior yang dalam, sementara bagian belakang dibelah oleh
sebuah figura sempit.
Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan
lumbal. Dari penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani
anggota
badan
atas
dan
bawah
dan
plexus
dari
daerah
thorax
- Lesi L2
paha.
- Lesi L3
- Lesi L4
- Lesi L5
E. MANIFESTASI KLINIS.
a. nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang
terkena
b. paraplegia
c. tingkat neurologik
d. paralisis sensorik motorik total
e. kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung
kemih)
f. penurunan keringat dan tonus vasomoto
g. penurunan fungsi pernafasan
h. gagal nafas
F. PEMERIKSAN DIAGNOSTIK.
a. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi), unutk
kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
b. Skan ct
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
d. Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor
putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub
anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah
mengalami luka penetrasi).
e. Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan
pada diafragma, atelektasis)
yang
tidak
tepat
dapat
menyebabkan
kerusakan
Ditempat
kecelakaan,
korban
harus
dimobilisasi
pada
papan
spinal( punggung) ,dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk
mencegah Trauma komplit.
2) Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk
mencegah fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
3)
Tangan
ditempatkan
pada
kedua
sisi
dekat
telinga
untuk
setelah
Trauma.Memindahkan
pasien,
selama
pengobatan
lain
ketika
merencanakan
pemindahan
ketempat
tidur.
Selanjutnya jika sudah terbukti bahwa ini bukan Trauma medula, pasien
dapat dipindahkan ketempat tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadangkadang tindakan ini tidak benar.Jika stryker atau kerangka pembalik lain
tidak tersedia pasien harus ditempatkan diatas matras padat dengan
papan tempat tidur dibawahnya.
b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis ( Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula
spinalis lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan
defisit neurologis. Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan
oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.
I.FARMAKOTERAPY.
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema
medulla.
Tindakan Respiratori
1) Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
2) Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi
atau eksistensi leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.
3) Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus)
untuk pasien dengan lesi servikal yang tinggi.
Reduksi dan Fraksi skeletal
1) Trauma medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi,
dan stabilisasi koluma vertebrata.
2) Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu
bentuk traksi skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
3) Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi
Intervensi bedah = Laminektomi
Dilakukan Bila :
1) Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi
2) Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
3) Trauma terjadi pada region lumbar atau torakal
4) Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur
spinal atau dislokasi atau dekompres medulla.
J. PENCEGAHAN.
Faktor faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis
meliputi usia dan jenis kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor
resiko ini dikaitkan dengan Trauma medula spinalisbertindak untuk
menekankan pentingnya pencegahan primer. Untuk mencegah kerusakan
dan bencana ini , langkah- langkah berikut perlu dilakukan :
1) Menurunkan kecepatan berkendara.
2) Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.
3) Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
4) Program pendidikaan langsung untuk mencegah berkendara sambil
mabuk.
5) Mengajarkan penggunaan air yang aman.
6) Mencegah jatuh.
ada
sumbatan
maka
dapat
dihilangkan
dengan
cara
bila
memungkinkan
endotrakheal.1,3,5,6,7,8.
3). Circulation.
sebaiknya
dilakukan
intubasi
ada
tidaknya
perdarahan
eksternal,
menilai
warna
serta
temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang
teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang
relatif normovolemik.
4). Disability.
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya kesadaran
pasien.
5). Exprosure,
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan
sadar (GCS 15) dengan :Simple head injury bila tanpa deficit neurology
a) Dilakukan rawat luka
b) Pemeriksaan radiology
c) Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila terjadi
penurunan kesadaran segera bawa ke rumah sakit
a.2. Pengkajian Skunder.
1). Aktifitas /Istirahat.
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi.
Kelemahan umum / kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
2). Sirkulasi.
Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
3). Eliminasi.
Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena,
emisis berwarna seperti kopi tanah /hematemesis.
4). Integritas Ego.
5). Takut, cemas, gelisah, menarik diri.
6). Makanan /cairan.
Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
7). Higiene.
Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
8). Neurosensori.
Ketidak
kelemahan
efektifan
pola
/paralisis
pernapasan
otot-otot
yang
abdomen
berhubungan
dan
dengan
intertiostal
dan
Hilangnya
kemampuan
motorik
otot
intercosta
dan
abdomen
Lingkungan
yang
lembab
dan
kotor
mempermudah
terjadinya
kerusakan kulit
6). Lakukan pemijatan khusus / lembut diatas daerah tulang yang
menonjol setiap 2 jam dengan gerakan memutar.
R/ Meningkatkan sirkulasi darah
7). Kaji status nutrisi pasien dan berikan makanan dengan tinggi protein
R/ Mempertahankan integritas kulit dan proses penyembuhan
8). Lakukan perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak setiap hari
R/ Mempercepat proses penyembuhan
d. Tujuan : Peningkatan eliminasi urine
Kriteria Hasil : Pasien dpat mempertahankan pengosongan blodder tanpa
residu dan distensi, keadaan urine jernih, kultur urine negatif, intake dan
output cairan seimbang
H. Rencana tindakan 4.
1). Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih
R/ Efek dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi saluran kemih
2). Kaji intake dan output cairan
R/ Mengetahui adekuatnya gunsi gnjal dan efektifnya blodder.
3). Lakukan pemasangan kateter sesuai program
R/ Efek trauma medulla spinalis adlah adanya gangguan refleks berkemih
sehingga perlu bantuan dalam pengeluaran urine
4). Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter setiap hari
R/ Mencegah urine lebih pekat yang berakibat timbulnya ..
5). Cek bladder pasien setiap 2 jam
R/ Mengetahui adanya residu sebagai akibat autonomic hyperrefleksia
cara-cara
untuk
mengatasi
nyeri,
J. Rencana tindakan 6.
1). Kaji terhadap adanya nyeri, bantu pasien mengidentifikasi dan
menghitung nyeri, misalnya lokasi, tipe nyeri, intensitas pada skala 0 1R/ Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat Trauma misalnya dada
/ punggung atau kemungkinan sakit kepala dari alat stabilizer
2). Berikan tindakan kenyamanan, misalnya, perubahan posisi, masase,
kompres hangat / dingin sesuai indikasi.
R/ Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk keuntungan
emosionlan, selain menurunkan kebutuhan otot nyeri / efek tak diinginkan
pada fungsi pernafasan.
3). Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya, pedoman imajinasi
visualisasi, latihan nafas dalam.
R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping
4). Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, relaksasi otot, misalnya
dontren (dantrium); analgetik; antiansietis.misalnya diazepam (valium)
R/ Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme /nyeri otot atau untuk
menghilangkan-ansietas dan meningkatkan istrirahat.
K. Evalusi.
a. Klien dapat meningkatkan pernafasan yang adekuat
b. Klien dapat memperbaiki mobilitas
c. Klien dapat mempertahankan integritas kulit
d. klien mengalami peningkatan eliminasi urine
e. Klien mengalami perbaikan usus / tidak mengalami konstipasi
f. Klien menyatakan rasa nyaman