Professional Documents
Culture Documents
Temmy
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
temmywijaya3@gmail.com
Pendahuluan
Low back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah adalah perasaan nyeri di daerah
lumbosacral dan sakroiliakal. Nyeri ini sering disertai penjalaran ke tungkai sampai ke kaki. 1
Tidak ada pengukuran objektif terhadap nyeri dan hanya dapat diukur secara subjektif melalui
keluhan yang disampaikan. Low back pain (LBP) merupakan masalah yang sangat umum dan
cukup menggangu, yang mempengaruhi sekitar dua pertiga populasi dewasa dan juga merupakan
permasalahan yang sangat mahal. Di Amerika Serikat, jumlah biaya dari penatalaksanaan LBP
daapt mencapai 50 miliar US dollar per tahun.2
Anamnesis
Anamnesis nyeri punggung bawah mmepunyai kerangka acuan tertentu, minimal harus
meliputi hal-hal berikut,
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Langkah pertama dalam anamnesis adalah menentukan lokasi nyeri. Pola dan sifat nyeri
juga dapat diketahui bersama dengan lokasi dengan bantuan gambar lokasi nyeri yang dirasakan
pasien. Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi lokasi nyeri primer. Karakter dari gejala saat
onset penting untuk mengidentifikasi penyebab nyeri. Selanjutnya perlu ditanyakan mengenai
kegiatan yang dapat menyebabkan nyeri untuk muncul. Nyeri akut yang diakibatkan trauma
seperti jatuh dari ketinggian atau motor menginformasikan kemungkinan fraktur spinal. Cedera
saat melakukan pengangkatan mungkin diakibatkan herniasi disc atau tekanan pada lumbal.
Posisi membungkuk yang terus menerus atau posisi menyetir yang lama dapat menyebabkan
1
onset nyeri yang bertahap dengan sindrom nyeri yang disebabkan perubahan degeneratif pada
spinal. Pada pasien dengan artropati spinal nyeri yang timbul dapat tersembunyi dengan onset
bertahun-tahun. Nteri mendadak pada lansia mungkin mengindikasikan metastase spinal. 3
Langkah selanjutnya dalam menentukan penyebab nyeri setelah onset diketahui adalah lokasi
nyeri sekarang dan bagaimana perkembangannya dari awal terjadinya. Ini membantu untuk
menentukan apakah nyeri yang dirasakan episode insial atau rekuren. Herniasi disc
menyebabkan sciatica (nyeri dan kesemutan pada daerah kaki) dapat diawali dengan nyeri
punggung bawah yang intermiten diikuti onset nyeri predominan kaki dengan nyeri punggung
bawah yang lebih ringan.2,3
Posisi yang meringankan dan memberatkan juga merupakan petunjuk penting untuk
diagnosis. Pasien dengan herniasi disc kesulitan dalam duduk dan merasa lebih baik jika dalam
posisi berdiri atau berbaring. Pasien dengan artritis, sprains, dan strains merasa lebih baik pada
posisi duduk dan berbaring. Riwayat operasi terutama operasi pada daerah spinal perlu
ditanyakan dikarenakan dapat menyediakan data penting mengenai asal keluhan. Riwayat yang
relevan antara lain, (1) apakah pasien merasa lebih baik setelah menjalani operasi?, (2) apakah
ada perubahan gejala setelah operasi?, (3) jika rasa nyeri sebelum operasi kembali muncul,
berapa lama setelah operasi nyeri tersebut muncul?, (4) berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk pulih setelah operasi?, (5) dan sebagai tambahan perlu dipahami jenis tindakan yang
dilakukan dalam operasi. Pasien yang tidak membaik setelah operasi mungkin mendapatkan
operasi yang tidak sesuai. Sementara pasien yang membaik untuk beberapa waktu setelah
discectomi dan mengalami nyeri kembali kemungkinan mengalami komplikasi seperti herniasi
disc yang rekuren atau infeksi. Kemudian perlu ditelusuri riwayat okupasi. Pasien dengan
pekerjaan yang menuntut fisik seperti mengangkut barang dapat meningkatkan risiko untuk LBP.
Mengangkut barang yang berat dengan posisi membungkuk merupakan risiko terjadinya LBP.
Supir truk dan/atau bis akan mengalami stress vibrasi pada spinal. Vibrasi dapat meningkatkan
risiko herniasi lumbal disc. Supir truk yang juga melakukan pengangkutan barang-barang berat
akan meningkatkan risiko untuk cedera lumbal. Duduk dalam yang waktu yang lama, obesitas
dan merokok juga berkaitan dengan peningkatan insidens LBP. Psikososial juga perlu
diperhatikan dalam memeriksa faktor risiko okupasi. Pekerja yang mengalami ketidakpuasan
atau ketidaksenangan dengan pekerjaan, atasan atau kompensasi mungkin dapat meningkatkan
risiko untuk LBP. Tahap selanjutnya adalah menyingkirkan kemungkinan lain yang terburuk,
seperti tumor, infeksi, fraktur, dan sindrom cauda equina. Sindrom cauda equina, suatu deficit
neurologis yang progresif perlu disingkirkan terlebih dahulu, karena merupakan emergensi untuk
operasi, meskipun jarang. Keluhan pasien meliputi retensi urin dengan inkontinensia overflow,
sciatica bilateral, saddle anesthesia, kesulitan berjalan dan hilangnya kendali ekstremitas
bawah. Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk mengkonfirmasi atau
menyingkirkan diagnosis. Kemungkinan untuk tumor harus selalu dipikirkan. Nyeri yang timbul
tidak membaik dengan perubahan posisi, atau istirahat. Pasien dengan riwayat kanker payudara,
paru-paru, atau prostat merupakan risiko metastase spinal. Gejala demam, menggigil atau
keringat malam hari mengindikasikan infeksi. Perlu ditelusuri riwayat infeksi yang dialami
sebelumnya.3
Pada kasus
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pada pasien dengan low back pain dapat dilakukan bahkan saat anamnesis.
Inspeksi dapat dimulai sebelum dan selama anamnesis dengan memperhatikan cara atau gaya
berjalan, ekspresi wajah, posisi duduk dan sikap tubuh pasien saat datang, saat akan duduk dan
cara berbicara.1,3 Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dalam tiga fase yaitu. (1) berdiri, (2) duduk,
(3) berbaring dengan posisi supine atau decubitus lateral. 3 Pada inspeksi didapatkan data tentang
gaya berjalan pasien, kesimetrisan, dan perubahan yang dirasakan terkait dengan rasa nyeri.
Palpasi dilakukan dengan hati-hati karena dapat menimbulkan nyeri. Pada palpasi tulang
vertebra, perlu dicari kemungkinan adanya deviasi ke arah lateral atau anteroposterior. Perkusi
dapat membantu menentukan vertebra yang terlibat. Palpasi dan perkusi juga dapat membantu
mengidentifikasi fraktur, tumor atau infeksi.1,3 Pada pemeriksaan posisi berdiri, pasien berdiri
dengan bagian punggung menghadap pemeriksa. Diperhatikan apakah terdapat lesi superfisial,
rash, dan.atau abnormalitas postur. Kemudian dapat dilakukan tes Schober untuk menilai
restriksi untuk gerakan fleksi vertebra. Tes Schober dilakukan dengan menempatkan ibu jari
pemeriksa pada lumbosacral dan dengan jari lainnya berada sekitar 10 cm diatas. Pasien
kemudian melakukan fleksi vertebra. Pemeriksa kemudian melihat jarak antara ibu jari dengan
jari yang berada diatasnya, jika jarak tambahan kurang dari 5 cm dapat dianggap abnormal.3
Pemeriksaan rentang gerakan dapat dilakukan dengan meminta pasien melakukan fleksiekstensi, rotasi dan gerakan kearah lateral dari sendi lumbal. Pemeriksaan ini menilai derajat
nyeri, functio lesa dan penyebaran nyeri.1 Kekuatan, refleks dan sensasi dapat diperiksa saat
pasien dalam posisi duduk. Pemeiksaan motorik, sensorik dan refleks dipakai untuk menetukan
abnormalitas cabang saraf. Yang paling umum terlibat adalah L5, S1 dan L4. Pada pemeriksaan
motoric juga diperhatikan apakah terdapat otot yang atrofi. Pemeriksaan sensorik meliputi
pemeriksaan rasa raba, rasa nyeri, suhu, dan getar. Bila ada kelainan, ditentukan batasnya dan
dipastikan dermatom mana yang terganggu. Pada pemeriksaan dalam posisi supine, dapat
dilakukan maneuver Patrick. Pasien diminta memfleksikan, abduksi, dan rotasi eksterna panggul.
Lalu diberikan tekanan pada sisi kontralateral pelvis. Manuver Patrick biasanya dilakukan untuk
menilai disfungsi sendi sakroiliaka. Pemeriksaan rentang gerakan sendi panggul, lutut, dan
pergelangan kaki diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sendi yang mirip
sciatica. Manuver Lasegue juga dapat dilakukan. Pada posisi supine ini dapat pula dilakukan
pemeriksaan straight leg raise. Pada tes ini salah satu tungkai diangkat beberapa derajat sampai
timbul rasa nyeri yang menyebar dari punggung bawah, hingga ke lutut yang menandakan tes
positif. Tes ini dapat pula dilakukan pada tungkai kontralateral. Tes positif jika timbul rasa nyeri
3
pada tungkai yang simtomatik.3 Teknik/maneuver lain yang dapat digunakan dalam pemeriksaan
adalah maneuver valsava dan Kernig.1
Pada kasus
cedera saraf spinal, seperti herniasi diskus atau stenosis foraminal. Sekitar 75-85% individu akan
mengalami LBP pada kehidupannya.5 Prevalensi tahunan LBP di Amerika Serikat berada pada
rentang 15-20% dan 25-45% di Eropa. Walaupun mayoritas kasus LBP tidak diketahui
etiologinya, insidens nyeri, cedera, tidak bekerja, dan disabilitas yang dilaporkan lebih tinggi
pada pekerja yang menerima pajanan beban fisik yang tinggi. Faktor ergonomic juga merupakan
dasar dari biomekanik yang berkaitan dengan LBP.5,6 Data epidemiologi mengenai LBP di
Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa Tengah berusia diatas 65
tahun pernah menderita nyeri punggung bawah, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita
13,6%. Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar
antara 3-17%.7
Vertebra manusia berada dalam posisi vertical pada mayoritas jam kerja. Beban pada
vertebra pada posisi tegak akan diterima regio lumbosacral dan beban ini menimbulkan respon
mekanik, fisiologi, dan psikologi, seperti deformasi jaringan, metabolism yang terganggu, dan
sirkulasi yang terganggu. Rasa tidak nyaman dan kinerja yang terganggu merupakan respon yang
bergantung pada durasi dan intensitas dari beban yang diterima. Oleh karena itu, LBP dapat
timbul dari ligamen, otot, fasciae, sendi atau diskus vertebra lumbal. Tumor dan infeksi dapat
mempengaruhi jaringan spinal dan paraspinal. Namun, tumor dan infeksi jarang ditemukan
sebagai penyebab LBP pada pelayanan primer. Prevalensi tumor 0,7% dan infeksi kurang dari
0,01%. Fraktur juga jarang menjadi penyebab LBP. Mayoritas pasien dengan LBP tidak
mengalami red flag disorders. Dinamakan red flag disorders karena terdapat risiko terhadap
kesehatan pasien secara umum dan harus didiagnosis sedini mungkin. Kebanyakan pasien
dengan gangguan ini memiliki gangguan lain yang mendasari rasa nyeri. Sprain pada jaringan
ikat merupakan penjelasan yang menarik untuk LBP akut akibat tenaga atau usaha yang
berlebihan. Tetapi, kriteria diagnosis berdasarkan International Association for the Study of Pain
(IASP) membutuhkan keterangan jaringan ikat yang terkena secara spesifik. Palpasi tidak
spesifik untuk sprain dan tidak pemeriksaan gerak aktif dan pasif yang dapat digunakan untuk
menentukan ligamen sprain pada vertebra lumbal. Sprain otot dan spasme otot juga dapat
menjadi penyebab timbulnya rasa nyeri punggung bawah. Tetapi tidak ada gejala klinis dari
kondisi ini yang terpercaya dan valid untuk diagnosis. Spondilolisis kemungkinan merupakan
penyebab LBP, walaupun seringkali asimtomatik (7% penderita). Spondilolisis merupakan defek
yang didapat dan mengenai pars interartikularis, biasanya mengenai vertebra L5 atau L4.
Spondilolisis umumnya terjadi akibat kelelahan yang diakibatkan dari ekstensi atau fleksi yang
berulang atau dalam gerakan memutar dari lumbal.4 Bone scan merupakan cara satu-satunya
untuk mendiagnosis kondisi ini. Nyeri sendi sakroiliaka terdapat pada sekitar 20% penderita LBP
kronik (di bawah L5-S1). Penyebab lain dapat berupa herniasi diskus.4
Pajanan yang Diterima
Berbagai faktor dikaitkan sebagai penyebab nyeri pinggang, yaitu faktor
pekerjaan dan faktor bukan pekerjaan. Pada faktor pekerjaan, faktor beban fisik dan
5
posisi kerja merupakan hal yang penting. Persentase nyeri pinggang pada orang dengan
beban kerja fisik berat 45% dan dengan posisi kerja buruk 20%. Pekerjaan dengan beban
kerja fisik perlu dipertimbangkan bagi yang dengan riwayat nyeri punggung bawah
sebelumnya. Risiko faktor fisik di tempat kerja dapat diukur secara adekuat jika
pajanannya (intensitas) jelas dapat diukur juga. Aktivitas yang berisiko tinggi antara lain
seperti mengangkat barang berat ketika berada pada posisi memutar (seperti pada
prolapse diskus), membungkuk dan memutar tubuh secara cepat, dan sangat (ekstrim)
membungkuk ke depan (pada herniasi diskus lumbal).4 Posisi kerja juga mempengaruhi
risiko LBP. Sikap tubuh yang cenderung membungkuk atau miring selama bekerja
memiliki risiko untuk terjadinya LBP 2,58 kali lebih besar dibandingkan sikap tubuh
tegak. Sikap tubuh yang cenderung kombinasi antara membungkuk, miring, memutar dan
tegak memiliki risiko untuk terjadinya LBP 2,68 kali. Pekerja yang tidak mengerti sikap
dan cara kerja yang benar memiliki risiko 2,13 kali lebih besar dibandingkan pekerja
yang mengerti. Pada profesi perawat, ditinjau dari lokasi kerja, walaupun secara statistik
tidak berbeda, persentase nyeri punggung bawah didapatkan relatif lebih tinggi pada
responden yang bekerja di bagian operasi, diikuti bagian saraf, dan bagian perinatologi.
Sedangkan yang paling rendah adalah yang bekerja di bagian ICU/ICCU. Hal ini dapat
diterangkan sebagai berikut, kemungkinan adanya perbedaan dari responden yang
ditangani pada bagian-bagian tersebut dapat menimbulkan perbedaan besarnya nyeri
pinggang yang terjadi. Pada umumnya di bagian saraf, pasien yang ditangani adalah
pasien stroke dan pada bagian operasi adalah pasien yang dalam keadaan dibawah
pengaruh anestesi. Adanya faktor pasien yang lebih pasif kemungkinan dapat
mempengaruhi perbedaan besarnya persentase nyeri punggung bawah. Untuk
membuktikannya diperlukan suatu penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar
yang dapat mewakili per bagian. Pada bagian perinatologi yang merupakan bagian yang
termasuk dengan persentase nyeri pumggung bawah relatif tinggi dibandingkan dengan
bagian lainnya. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut, pada bagian ini, walaupun
pasien yang ditangani adalah bayi baru lahir yang dengan berat badan ringan, namun
pada bagian ini responden bekerja dengan posisi kerja yang buruk, yaitu dengan posisi
kerja yang kebanyakan dilakukan dengan cara membungkukkan badan. Posisi kerja yang
buruk inilah kemungkinan berhubungan dengan lebih tingginya persentase nyeri
pinggang pada bagian ini. Ditinjau dari lama kerja, nyeri pinggang lebih tinggi secara
bermakna pada responden yang lebih 15 tahun dibandingkan yang 15 tahun kebawah. 8
Faktor kimia dan biologi tidak diketahui. Faktor psikososial lebih dikaitkan dengan stress
pekerjaan atau kepuasan dalam bekerja dibandingkan tuntutan pekerjaan dan dukungan
social. Faktor psikososial lain yang berkaitan dengan kerja adalah kerja yang terlalu
cepat, monoton.4
Besarnya Pajanan
Pajanan yang diterima oleh pasien cukup besar
6
itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat
penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya LBP.9 Tetapi pada
penelitian lain, didapatkan hasil tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan LBP.7
Berat Badan
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan cara sederhana untuk melihat status gizi
orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Overweight menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) adalah jika
kelebihan berat badan pada laki-laki dengan IMT 23-27 kg/m2 dan perempuan 25-27
kg/m2, sedangkan obesitas diklasifikasikan sama pada laki-laki dan perempuan dengan
IMT >27 kg/m2. Peningkatan IMT dapat menyebabkan terjadinya risiko beragam
penyakit serius pada orang dewasa. Risiko terjadinya penyakit akibat meningkatnya IMT
ini berupa penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes melitus, penyakit kandung
empedu, sleep apnea dan gangguan penyakit muskuloskeletal khususnya yang berkaitan
dengan Nyeri Punggung Bawah (NPB).9 Dari penelitian yang dilakukan di RSUD
Purwokerto, didapatkan adanya hubungan antara kelebihan berat badan dengan LBP. Dari
hasil analisis, seseorang yang overweight lebih berisiko 5 kali menderita LBP
dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan ideal. Ketika seseorang kelebihan
berat biasanya kelebihan berat badan akan disalurkan pada daerah perut yang berarti
menampah kerja tulang lumbal. Ketika berat badan bertambah, tulang belakang akan
tertekan untuk menerima beban yang membebani tersebut sehingga mengakibatkan
mudahnya terjadi kerusakan dan bahaya pada stuktur tulang belakang. Salah satu daerah
pada tulang belakang yang paling beresiko akibat efek dari obesitas adalah verterba
lumbal.7
Faktor Lain yang Dapat Mempengaruhi
Faktor lain yang dapat berperan dalam menyebabkan low back pain adalah merokok.
Penghentian merokok dianggap dapat memperbaiki LBP dikarenakan mengurangi efek merusak
rokok terhadap lumbal. Sebagai contoh, merokok dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan
mikrotrauma dari batuk yang kronis yang dapat menyebabkan cedera atau herniasi dari diskus
secara bertahap. Merokok juga dianggap mengurangi aliran darah menuju diskus. Efek ini dapat
mempercepat degenerasi dari kapasitas penyembuhan yang insufisien dan penurunan densitas
mineral tulang.2,4
Diagnosis Okupasi
Diagnosis okupasinya adalah low back pain diperberat kerja.
Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan pasien dapat diberikan medika mentosa, analgesic (parasetamol,
kodein, dehidrokodein), analgesic kuat (meptazinol, tramadol, morfin), NSAID (ibuprofen,
8
Prognosis
LBP akut biasanya 90% sembuh spontan atau membaik dalam waktu 6 minggu. Sisanya
berkembang menjadi kronik.1
Kesimpulan
Low back pain (LBP) merupakan perasaan nyeri di daerah lumbosacral dan sakroiliakal.
Nyeri ini sering disertai penjalaran ke tungkai sampai ke kaki yang disebut sciatica. LBP dapat
dialami semua orang pada waktu hidupnya. Risiko LBP makin meningkat sesuai pertambahan
usia. Faktor genetic, jenis kelamin, dan berat badan juga mempengaruhi risiko terjadinya LBP.
Daftar Pustaka
1. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Diagnosis dan tatalaksana penyakit saraf.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. Hal 126-9.
2. I
3. K
4. K
5. K
6. K
7. K
8. K
9. K
10. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009. Hal 214.
Occupational low back pain (3)
https://books.google.co.id/books?
id=pIlvQmX5LvUC&printsec=frontcover&dq=low+back+pain&hl=en&sa=X&redir_esc=
y#v=onepage&q=low%20back%20pain&f=false
physical terapi
https://books.google.co.id/books?
id=mTeBVkmdMZwC&printsec=frontcover&dq=low+back+pain&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v
=onepage&q=low%20back%20pain&f=false
from acute to chronic
https://books.google.co.id/books?
id=9ryup5LsVLcC&printsec=frontcover&dq=low+back+pain&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=on
epage&q=low%20back%20pain&f=false
intervensi (2)
10
https://books.google.co.id/books?id=vRDNBQAAQBAJ&pg=SA24PA1&dq=occupational+low+back+pain&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=occupationa
l%20low%20back%20pain&f=false
at a glance
https://books.google.co.id/books?
id=wzIGJflmD4gC&pg=PA114&dq=nyeri+punggung+bawah+adalah&hl=en&sa=X&redir_esc=
y#v=onepage&q=nyeri%20punggung%20bawah%20adalah&f=false
kauda equine
https://books.google.co.id/books?id=8fn_73yc6cC&pg=PA140&dq=nyeri+punggung+bawah+adalah&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=
onepage&q=nyeri%20punggung%20bawah%20adalah&f=false
4. bio
https://books.google.co.id/books?
id=SKAuZkQ10z0C&pg=PA225&dq=occupational+low+back+pain&hl=en&sa=X&redir_esc=
y#v=onepage&q=occupational%20low%20back%20pain&f=false
5. lbd
https://books.google.co.id/books?id=j0R4fzBwPIC&pg=PA133&dq=occupational+low+back+pain&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepag
e&q=occupational%20low%20back%20pain&f=false
int
https://books.google.co.id/books?
id=qFBAv_ib0VYC&pg=PA432&dq=low+back+pain+epidemioi&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v
=onepage&q=low%20back%20pain%20epidemioi&f=false
6. spinal
https://books.google.co.id/books?
id=kFhZGjFwjVYC&pg=PA169&dq=low+back+pain+epidemiology&hl=en&sa=X&redir_esc=
y#v=onepage&q=low%20back%20pain%20epidemiology&f=false
ergo
https://books.google.co.id/books?
id=Jr4FIRQnVqQC&pg=PA46&dq=low+back+pain+ergonomics&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v
=onepage&q=low%20back%20pain%20ergonomics&f=false
8. http://bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/3059/3028
11
9. Pontianak
7. overwewight
12