Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable diseases)
terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik,
sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan
masyarakat utama.
Rahardjo (1996) mengatakan bahwa jumlah penderita CRF atau gagal ginjal kronik
terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10% setiap tahun.Saat ini belum
ada penelitian epidemiologi tentang prevalensi penyakit ginjal kronik di Indonesia. Dari data
di beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan insidens dan prevalensi penyakit ginjal
kronik masing-masing berkisar 100-150/ 1 juta penduduk dan 200-250/ 1 juta penduduk.
Berdasarkan hasil studi dokumentasi dari bagian pencatatan dan pelaporan di Ruang
Melati Lantai 2 Rumah Sakit Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung, tercatat selama kurun waktu
bulan Januari sampai dengan April 2008, klien yang dirawat dengangagalginjal kronik
mencapai
22
orang
dengan
persentase
27,5%.
(http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/02/tugas-akhir-tentang-gagal-ginjal-kronik.html)
Pada manusia, ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fingsi vital yang
berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh, mengatur konsentrasi garam dalam
darah dan keseimbangan asam-basa darah, serta sekresi bahan buangan dan kelebihan garam
(Pearce, 1999: 987). Keadaan dimana fungsi ginjal mengalami penurunan yang progresif
secara perlahan tapi pasti, yang dapat mencapai 60 % dari kondisi normal menuju
ketidakmampuan ginjal ditandai tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lain dalam darah) disebut dengan gagal ginjal kronik (Pearce, 1999: 989). Pasien dengan
penyakit gagal ginjal kronik dapat mempertahankanhidupnya lebih lama dan berkualitas
denganhemodialisa (cuci darah), hemodialisa merupakan pilihan utama saat ini dengan teknik
menggunakan mesin dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terampil serta profesional.
Penatalaksanaan yang tidak baik pada klien dengan gagal ginjal kronik akan mengarah
pada komplikasi pada sistem tubuh lain yaitu gagal jantung, hipertensi, anemia, ulserasi
lambung, asidosis metabolik, gangguan pernapasan sampai akhirnya menyebabkan
kematian. Perawat sebagai tenaga kesehatan profesional mempunyaikesempatan paling besar
untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan/asuhan keperawatan yang
komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual.
Dengan melihat permasalahan diatas,penulis tertarik untuk mengangkat kasus tersebut
sebagai judul makalah yaitu Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gagal Ginjal
Kronik.
B. Tujuan Penulisan Makalah
1. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengerti dan mengimplementasikan asuhan keperawatan pada klien dengan
gagal ginjal kronis.
2. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan mejelaskan:
a. Pengertian dari gagal ginjal kronis
b. Anatomi dan fisiologi dari ginjal manusia
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
C. Ruang Lingkup
Pembahasan makalah ini di batasi oleh tinjauan teori mengenai asuhan keperawatan pada
pasien dengan gagal ginjal kronis.
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari dua BAB, yaitu:
BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan makalah, ruang lingkup,
sistematika penulisan, dan metode penulisan.
BAB II Tinjauan teori terdiri dari pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda
dan gejala, pemeriksaan diagnostik, penatalaksaan medis, kompliksai dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronis.
BAB III Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis melakukan studi kepustakaan yang menggambarkan
tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronis, dan menggunakan
beberapa sumber buku keperawatan sebagai referensi serta menggunakan media internet.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau
melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya di eliminasi di urine menumpuk
dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi
endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa (Toto Suharyanto, dkk., 2009:
183).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir atau (ESRD/ end stage renal disease)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Suzanne C.
Smeltzer, dkk., 2002: 1448).
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat
fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam
darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam.
2006: 47).
Gagal ginjal kronik (chronic renal failure, CRF) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak
mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup,
kerusakan pada kedua ginjal ini irreversible (Mary Baradero,dkk., 2009: 124).
Gagal ginjal kronis (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara
bertahap (Marilynn E. Doenges, dkk., 2000: 626).
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
C. Etiologi
Menurut Kowalak, dkk., 2011: 561 gagal ginjal kronis dapat disebabkan oleh:
1. Penyakit glomerulus yang kronis (glomerulonefritis)
2. Infeksi kronis (seperti pielonefritis kronis dan tuberkulosis)
3. Anomali kongenital (penyakit polikistik ginjal)
4. Penyakit vaskuler (hipertensi, nefroskerosis)
5. Obstruksi renal (batu ginjal)
6. Penyakit kolagen (lupus eritematosus)
7. Preparat nefrotoksik (terapi aminoglikosid yang lama)
8. Penyakit endokrin (nefropati diabetik)
1.
a.
b.
2.
D. Patofisiologi
Kerusakan nefron berlangsung progresif, nefron yang sudah rusak tidak dapat berfungsi dan
tidak bias pulih kembali. Nefron yang masih hidup akan mengalami hipertrofi dan
meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, serta sekresi. Ekskresi kompensasi terus
berlanjut ketika laju glomerulus semakin menurun.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya di ekskresikan
kedalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system
tubuh. Kulit akan berwarna kuning kelabu ketika pigmen urine (urokrom) menumpuk
didalamnya dan menimbulkan pruritus. Asam urat dan substansi lain dalam keringat akan
mengkristal dan tertimbun pada kulit sebagai uremic frost. Kadar kalsium plasma yang tinggi
juga akan disertai dengan keluhan pruritus.
Urine dapat mengandung protein, sel darah merah, dan sel darah putih atau sedimen
(endapan) dalam jumlah abnormal. Karena terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus, kadar
kreatinin plasma meninggi secara proporsional jika tidak dilakukan penyesuaian untuk
mengaturnya. Ketika pengangkutan natrium kedalam nefron meningkat maka lebih sedikit
natrium yang direabsorpsi sehingga terjadi kekurangan natrium dan deplesi volume. Ginjal
tidak mampu lagi memekatkan dan mengencerkan urine.
Pada glomerulusklerosis terjadi distorsi lubang filtrasi dan erosisel epitel glomerulus yang
meningkatkan transportsi cairan melalui dinding glomerulus. Protein berukuran besar
melintasi lubang tersebut kemudian terperangkap dalam membrane basalis glomerulus
dan menyumbat kapiler glomerulus. Cedera epitel dan endotel menyebabkan proteinuria.
Pada insufisiensi ginjal yang dini terjadi peningkatan ekskresi asam dan reabsorpsi fosfat
untuk mempertahankan pH normal. Ketika lajufiltrasi glomerulus menurun hingga 30-40%
maka terjadi asidosis metabolik yang progresif dan sekresi kalium dalam tubulus renal
meningkat..Kadar kalium total tubuh dapat meningkat hingga taraf yang dapat menyebakan
kematian dan memerlukan dialysis. Dengan manifestasi, mukosa GI mengalami inflamasi
serta ulserasi, dan gusi dapat terjadi ulserasi serta perdarahan. Pernafasan kusmaul, stomatitis,
uremic fetor (napas berbau amonia), singulus, ulkusp eptikum, dan pankreatitis. Malnutrisi
dapat terjadi sekunder karena anoreksia, keadaan mudah lelah, dan penurunan asupan protein
dari makanan.
Konsekuensi ekstrarenal. Perubahan fisiologis mempengaruhi lebih dari satu sistem. Pada
beberapa ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, ginjal tidak dapat menyimpan garam dan
terjadi hiponatremia. Mulut yang kering, mudah lelah, mual, hipotensi, kehilangan turgor
kulit dan gejala gelisah dapat berlanjut menjadi somnolensia dan konfusi. Selanjutnya, ketika
jumlah nefron yang masih berfungsi semakin berkurang, kapasitas ginjal untuk mengekskresi
natrium dan kalium juga semakin menurun. Retensi natrium menyebabkan kelebihan muatan
cairan dan edema; kelebihan muatan kalium menyebabkan iritabilitas otot serta kelemahan
otot dan aritmia jantung yang mengancam jiwa pasien.
1.
2.
3.
Jika penyebab GGK adalah penyakit interstisial tubulus, maka kerusakan primer pada tubulus
renal, yaitu nefron pada medula renal, gejalanya deplesi garam dan gangguan pengenceran
serta pemekatan urine. Jika penyebab primernya adalah kerusakanva vaskuler atau
glomerulus, maka gejala proteinuria, hematuria, dan sindrom nefrotik lebih menonjol.
Perubahan keseimbangan asam-basa akan mempengaruhi keseimbangan kalsium dan
fosfor. Eksresi fosfat melalui ginjal dan sintesis vitamin D oleh ginjal akan berkurang.
Hipokalsemia mengakibatkan hipoparatiroidisme sekunder, penurunan laju filtrasi
glomerulus, hiperfosfatemia yang progresif, hipokalsemia, dan disolusitulang..
Cedera tubulointerstisial terjadi karena toksin atau kerusakan iskemik pada tubulus renal.
Debris dan endapan kalsium menyumbat tubulus. Defek transportasi tubulusadalahedema
interstisial, infiltrasi leukosit, dan nekrosis tubuler. Cedera vaskuler menyebabkan iskemia
difus atau lokal pada parenkim renal yang disertai penebalan, fibrosis, atau lesi lokal
pembuluh darah ginjal. Kemudian penurunan aliran darah menimbulkan atrofi tubulus,
fibrosis interstisial dan disrupsi fungsional pada filtrasi glomerulus, dan pemekatan.
Pada akhirnya, glomerulus yang sehat menanggung beban kerja yang berlebihan sehingga
organ ini mengalami sklerosis, menjadi kaku, dan nekrosis. Zat-zat toksik menumpuk dan
perubahan yang potensial membawa kematian terjadi pada semua organ penting.
Anemia normokromik normositik dan gangguan trombositketika terjadi penurunan sekresi
eritropoietin, yang menyebabkan penurunan produksi sel darah merah di dalam sumsum
tulang. Zat-zat toksik uremik yang menyertai gagal ginjal kronis akan memperpendek
kelangsungan hidup sel darah merah. Pasien akan mengalami letargi dan rasa pening.
Demineralisasi tulang (ostiodistrofi renal), yang bermanifestasi nyeri tulang dan fraktur
patologis, disebabkan oleh beberapa faktor:
Penurunan aktivasi vitamin D oleh ginjal, yang mengurangi absorpsi kalsium dari makanan.
Retensi fosfat yang meningkatkan ekskresi kalsium ke dalam urine
Peningkatan kadar hormon paratiroid di dalam peredaran darah akibat penurunan eksresi
hormon tersebut dalam urine.
Gagal ginjal kronis meningkatkan risiko kematian akibat infeksi. Keadaan ini berhubungan
dengan supresi imunitas diantara sel dan penurunan jumlah serta fungsi limfosit dan sel-sel
fagosit.
2.
3.
4.
5.
6.
a.
b.
c.
d.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada gagl ginjal kronis menurut Kowalak dkk, 2011: 564,
meliputi:
1. Anemia
Pada GGK, anemia terjadi karena berkurangnya produksi hormon eritropoeitin (EPO) akibat
berkurangnya massa sel-sel tubulus ginjal. Hormon ini diperlukan oleh sumsum tulang untuk
merangsang pembentukan sel-sel darah merah dalam jumlah yang cukup untuk mengangkut
oksigen ke seluruh tubuh. Jika eritropoietin berkurang, maka sel-sel darah merah yang
terbentuk
pun
akan
berkurang,
sehingga
timbullah
anemia.
(http://fajarcihapit.wordpress.com/2010/04/25/komplikasi-gagal-ginjal-kronik)
Faktor lain yang juga berperan dalam terjadinya anemia adalah :
kekurangan zat besi, asam folat, vitamin B12, karnitin
penghambat eritropoietin (peradangan, hiperparatiroidisme)
perdarahan
umur sel darah merah yang memendek (misalnya pada anemia hemolitik, anemia sickle
cell/anemia bulan sabit)
2. Neoropati perifer (kerusakan saraf)
Beberapa penyakit metabolik lainnya mempunyai kaitan yang erat dengan neuropati
perifer. Uremia atau gagal ginjal kronik, mempunyai resiko 10-90% mengembangkan
gejalaneuropati, dan mungkin terdapat kaitan antara gagal hati dan neuropati
perifer.Terakumulasinya lemak di dalam pembuluh darah (aterosklerosis) dapat memutus
suplai darah kepada saraf perifer tertentu. Tanpa oksigen dan nutrisi, saraf tersebut perlahan
akan mati.(http://www.scribd.com/doc/73486383/Neuropati-Perifer)
3. Komplikasi kardiopulmoner
Penderita GGK juga berisiko mengalami gagal jantung atau penyakit jantung
iskemik. Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat memompa darah
dalam jumlah yang memadai ke seluruh tubuh. Jantung tetap bekerja tetapi
kekuatan memompa atau daya tampungnya berkurang. Gagal jantung bisa menyerang jantung
bagian kiri, bagian kanan atau keduanya.
Gagal jantung pada GGK biasanya didahului oleh anemia. Jika tidak diobati, anemia
pada GGK bisa menimbulkan masalah yang serius. Jumlah sel darah merah yang rendah akan
memicu jantung sehingga jantung bekerja lebih keras. Hal ini menyebabkan pelebaran bilik
jantung kiri yang disebut LVH (left ventricular hypertrophy). Lama kelamaan, otot jantung
akan melemah dan tidak mampu memompa darah sebagaimana mestinya sehingga terjadilah
gagal jantung. Hal ini dikenal dengan nama sindrom kardiorenal.
4. Komplikasi GI: Dapat berupa anoreksia, nausea, muntah yang dihubungkan dengan
terbentuknya zat toksik (amoniak, metal guanidin) akibat metabolisme protein yang
terganggu oleh bakteri usus sering pula faktor uremikum akibat bau amoniak dari
mulut. Sehingga terkristalisasi dari keringat dan membentuk serbuk putih di kulit (bekuan
uremik). Beberapa penderita merasakan gatal di seluruh tubuh. Disamping itu sering timbul
stomatitis. Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90% kasus GGK, bahkan kemungkinan
terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
5. Disfungsi seksual
Gangguan sistem endokrin yang terjadi pada GGK menyebabkan berkurangnya produksi
hormon testosteron. Hormon ini diperlukan untuk menghasilkan sperma (spermatogenesis),
merangsang libido dan untuk fungsi seksual yang normal. Selain itu, secara emosional
penderita GGK juga mengalami perubahan emosi. Perasaan cemas, khawatir dan depresi
dapat menyebabkan terkurasnya energi, berkurangnya kemampuan dan hilangnya keinginan
untuk
melakukan
berbagai
aktivitas,
termasuk
aktivitas
seksual.
(http://fajarcihapit.wordpress.com/2010/04/25/komplikasi-gagal-ginjal-kronik)
6. Defek skeletal
Kelainan tulang pada GGK yang terjadi akibat gangguan metabolisme mineral disebut
sebagaiosteodistrofi renal. Pada keadaan ini, ginjal gagal mempertahankan keseimbangan
kadar kalsium dan fosfat dalam darah. Jika kadar fosfat dan kalsium dalam darah sangat
tinggi (hasil kali kadar kalsium dan fosfat mencapai > 70 mg/dL) maka selain demineralisasi
tulang, pada GGK akan terjadi pengendapan garam kalsium fosfat di berbagai jaringan lunak
(kalsifikasi metastatik).
Mineral yang membangun dan memperkuat tulang adalah kalsium. Jika kadar kalsium
di dalam darah terlalu rendah, maka 4 kelenjar kecil di daerah leher yaitu kelenjar paratiroid
akan melepaskan hormon paratiroid. Hormon ini akan menarik kalsium dari tulang supaya
kadar kalsium dalam darah meningkat. Jika jumlah hormon paratiroid dalam darah terus
meningkat, maka akan semakin banyak kalsium yang diambil dari tulang sehingga akhirnya
tulang mengalami demineralisasi dan menjadi rapuh.
Kadar kalsium dalam darah juga ditentukan oleh fosfat. Ginjal yang sehat bertugas
membuang kelebihan fosfat dari darah. Jika ginjal gagal berfungsi, maka kadar fosfat dalam
darah dapat meningkat dan menyebabkan kadar kalsium dalam darah menurun sehingga
semakin banyak kalsium yang diambil dari tulang untuk mengkompensasi kadar fosfat yang
tinggi dan tulang menjadi rapuh.
Ginjal yang sehat menghasilkan kalsitriol, suatu bentuk aktif vitamin D, yang
bertugas membantu menyerap kalsium dari makanan ke dalam tulang dan darah. Jika kadar
kalsitriol turun sangat rendah maka penyerapan kalsium dari makanan juga terganggu,
akibatnya kadar hormon paratiroid akan meningkat dan merangsang pengambilan kalsium
dari tulang. Kalsitriol dan hormon paratiroid bekerja sama untuk menjaga keseimbangan
kalsium dan kesehatan tulang.
7. Parestesia
8. Disfungsi saraf motorik, seperti foot dropdan paralisis flasid
9. Fraktur patologis
J. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gagal Ginjal Kronis
1. Pengkajian
Menurut Marilynn E. Doengoes, data dasar pengkajian pada pasien dengan GGK yaitu:
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: Keletihan, kelemahan, malaise.
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus.
b. Sirkulasi
Tanda: Hipotensi atau Hipertensi (eklampsi), distritmia jantung, nadi lemah/halus,
hipovolemia, DVJ, nadi kuat (hipervolemia), edema jaringan umum, pucat, kecenderungan
perdarahan.
c. Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih biasanya: peningkatan frekuensi, poliuri (kegagalan dini),
atau penurunan frekuensi/oliguri, (fase akhir) disuria ragu-ragu, dorongan dan retensi,
(inflamasi/obstruksi, infeksi), dan abdomen kembung, diare atau konstipasi, riwayat HPB,
batu/kalkuli.
Tanda: Perubahan warna urin. Contoh: kuning pekat, merah, coklat, berawan, oliguria
(biasanya 12-21 hari), poliuri (2-6 L/ hari).
d. Makanan/Cairan
Gejala: Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan (dehidrasi) Mual, muntah,
anoreksia, nyeri ulu hati. Penggunaan diuretik.
Tanda: Perubahan turgor kulit/kelembaban dan edema (umum, bagian bawah).
e. Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur, dan kram otot/kejang sindrom kaki gelisah.
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidak mampuan
berkonsentrasi, hilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia,
ketidakseimbangan elektrolit/asam basa), kejang, fasikulasi otot, dan aktivitas kejang.
f. Nyeri/keamanan
Gejala: Nyeri tubuh, sakit kepala.
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
g. Pernapasan
Gejala: Napas pendek.
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalamaman (pernapasan
kussmaul), napas ammonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda (edema paru).
h. Keamanan
Gejala: Adanya reaksi transfuse (kulit gatal, ada/berulangnya infeksi)
Tanda: Demam (sepsis, dehidrasi), petekie (area kulit ekimosis), dan pruritus (kulit kering).
i.
Seksualitas
Gejala: Penurunan libido, amenorea, infertilitas
j. Interaksi sosial
Gejala: Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran biasanya dalam keluarga
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis
herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun
lingkungan.Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Diagnosa keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan
retensi cairan dan natrium.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut.
Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialisis.
Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra
tubuh, dan fungsi seksual (Suzanne C. Smeltzer, dkk., 2002: 1452).
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan
mempengaruhi volume sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskular sistemik.
Resiko tinggi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan penekanan
produksi/sekresi eritropoietin; penurunan produksi dan SDM hidupnya; gangguan faktor
pembekuan; peningkatan kerapuhan kapiler.
Perubahan proses berfikir berhubungan dengan perubahan fisiologis: akumulasi toksin
(contoh urea, ammonia), asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit,asam
basa, dan kalsifikasi metastatik pada otak.
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik,
sirkulasi (anemia dengan iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati perifer) (Marilynn E
Doenges, dkk., 2000: 626).
Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan interupsi aliran darah:gangguan
oklusi, hemoragi, vasospasme serebral, dan edema serebral.