You are on page 1of 26

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat hidayah
dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ASUHAN KEBIDANAN
V (KOMUNITAS).
Penyusun berharap tulisan ini bisa memberikan wawasan luas untuk memahami
tentang ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS. Selain itu
penyusun berharap tulisan ini dapat menjadi dasar pengantar dan pemenuhan materi
perkuliahan asuhan kebidanan v (komunitas)
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat sangat membangun, penulis mengharapkan demi kesempurnaan makalah ini dan
semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
penyusunan tulisan ini. Semoga Allah SWT memberkati kita semua.

Pamulang

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak
adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam
mendampingi dan menolong ibu yang melahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat
sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat,
membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat
merawat bayinya dengan baik.
Sejak zaman pra sejarah, dalam naskah kuno sudah tercatat bidan dari Mesir yang
berani ambil resiko membela keselamatan bayi-bayi laki-laki bangsa Yahudi yang
diperintahkan oleh Firaun untuk di bunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap etika moral
yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang berada dalam
posisi yang lemah, yang pada zaman modern ini, kita sebut peran advokasi. Bidan
sebagai pekerja profesional dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja
berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik
pelayanan serta kode etik yang dimilikinya
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah
mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Pada tahun
1993 WHO merekomendasikan agar bidan di bekali pengetahuan dan ketrampilan
penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996
Depkes telah menerbitkan Permenkes No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan
wewenang dan perlindungan bagi bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan
jiwa ibu dan bayi baru lahir.
Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di
wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan
diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak

lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian


diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan dasar,
sebagai acuan pelayanan di tingkatmasyarakat.
Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa kepercayaan yang
lebih baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan lebih efektif apabila dapat
diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan dibutuhkan. Pelayanan kebidanan
merupakan pelayanan profesional yang menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan
sehingga standar pelayanan kebidanan dapat pula digunakan untuk menentukan
1.2 Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup pembahasan yang akan dibahas yaitu mengenai Spek hukum
dalam praktek kebidanan.
1.3 Tujuan dan Maksud Penulisan
1. Mahasiswa mampu mempelajari dan melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi lahir
dengan trauma lahir.
2. Untuk mengingatkan kita kembali, untuk semaksimal mungkin melakukan
penatalaksanaan perioperatif pada obstuksi usus untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas pada bayi dan anak
1.4 Metodologi Penulisan
Metodologi penulisan merupakan cara untuk memperoleh kebenaran ilmu
pengetahuan atau pemecahan suatu masalah yang pada dasarnya menggunakan metode
ilmiah, dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode studi pustaka melalui
referensi-referensi yang ada di perpustakaan kampus maupun internet.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bidan
Dalam bahasa inggris, kata Midwife (Bidan) berarti with woman(bersama
wanita, mid = together, wife = a woman. Dalam bahasa Perancis, sage femme (Bidan)
berarti wanita bijaksana,sedangkan dalam bahasa latin, cum-mater (Bidan) bearti
berkaitan dengan wanita.
Menurut churchill, bidan adalah a health worker who may or may not
formally trained and is a physician, that delivers babies and provides associated maternal
care (seorang petugas kesehatan yang terlatih secara formal ataupun tidak dan bukan
seorang dokter, yang membantu pelahiran bayi serta memberi perawatan maternal
terkait).
Definisi Bidan (ICM) : bidan adalah seorang yang telah menjalani program
pendidikan bidan yang diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil
menyelesaikan studi terkait serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan atau
memiliki izin formal untuk praktek bidan. Bidan merupakan salah satu profesi tertua
didunia sejak adanya peradaban umat manusia.
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan, yang
terakreditasi, memenuhi kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah
mendapat lisensi untuk praktek kebidanan. Yang diakui sebagai seorang profesional yang
bertanggungjawab, bermitra dengan perempuan dalam memberikan dukungan, asuhan
dan nasehat yang diperlukan selama kehamilan, persalinan dan nifas, memfasilitasi
kelahiran atas tanggung jawabnya sendiri serta memberikan asuhan kepada bayi baru
lahir dan anak.
KEPMENKES NOMOR 900/ MENKES/SK/ VII/2002 bab I pasal 1: Bidan
adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian
sesuai persyaratan yang berlaku
Menurut WHO bidan adalah seseorang yang telah diakui secara regular dalam
program pendidikan kebidanan sebagaimana yang telah diakui skala yuridis, dimana ia

ditempatkan dan telah menyelesaikan pendidikan kebidanan dan memperoleh izin


melaksanakan praktek kebidanan.
INTERNATIONAL

CONFEDERATION

of

MIDWIFE

bidan

adalah

seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta
memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk melaksanakan praktek kebidanan di negara
itu.
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah
mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Pada tahun
1993 WHO merekomendasikan agar bidan di bekali pengetahuan dan ketrampilan
penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996
Depkes telah menerbitkan Permenkes No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan
wewenang dan perlindungan bagi bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan
jiwa ibu dan bayi baru lahir.
Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di
wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan
diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak
lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian
diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan dasar,
sebagai acuan pelayanan di tingkatmasyarakat.
Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa
kepercayaan yang lebih baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan lebih
efektif apabila dapat diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan dibutuhkan.
Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan profesional yang menjadi bagian integral
dari pelayanan kesehatan sehingga standar pelayanan kebidanan dapat pula digunakan
untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek seharihari. Standar ini dapat juga digunakan sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun
rencana pelatihan dan pengembangan kurikulum pendidikan serta dapat membantu
dalam penentuan kebutuhan operasional untuk penerapannya, misalnya kebutuhan

pengorganisasian, mekanisme, peralatan dan obat yang diperlukan serta ketrampilan


bidan.
Kode etik merupakan ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan
eksternal dari suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi
yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian kepada
profesinya baik yang berhubungan dengan klien, keluarga, masyarakat, teman sejawat,
profesi dan dirinya sendiri.
Secara umum tujuan menciptakan suatu kode etik adalah untuk menjunjung
tinggi martabat dan citra profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota,
serta meningkatkan mutu profesi. Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada
tahun 1986 yang disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X, petunjuk
pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991,
kemudian disempurnakan dan disahkan dalam Kongres Nasional IBI XII pada tahun
1998.
Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab yang dapat dibedakan menjadi
tujuh bagian, yaitu :
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
a. Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan
martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran,
tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat.
d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien,
menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.
e. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan
pelaksanaan

tugasnya

dengan

mendorong

partisipasi

masyarakat

untuk

meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal


2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
a. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga
dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat

b. Setiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan


dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan/atau rujukan.
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau
dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan
sehubungan dengan kepentingan klien.
3. Kewajiban bidan terhadap rekan sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk
menciptakan suasana kerja yang serasi.
b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik
terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)
a. Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi
dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan
yang bermutu kepada masyarakat
b. Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan
kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
5.

Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)

a.

Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas

profesinya dengan baik


b.

Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


c.

Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.

6.

Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2 butir)

a.

Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-

ketentuan

pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayananan Kesehatan

Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan Keluarga


b.

Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran kepada

pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan terutama


pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.

7.

Penutup (1 butir).

Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan, kode etik
merupakan pedoman dalam tata cara keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan kebidanan
profesional.

2.1

STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN

Standar I (Falsafah dan Tujuan)

Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki visi, misi, filosofi, dan tujuan pelayanan serta
organisasi pelayanan sebagai dasar untuk melaksanakan tugas pelayanan yang efektif da
efisien.
Definisi operasional
1. Pengelola pelayanan kebidanan memiliki visi, misi dan filosopi pelayanan kebidanan yang
mengacu pada visi, misi dan filosopi masing-masing.
2. Ada bagian struktur organisasi yang menggambarkan garis komando, fungsi, dan tanggung
jawab serta kewenangan dalam pelayanan kebidanan dan hubungan dengan unit lain dan
disahkan oleh pemimpin.
3. Ada uraian tertulis untuk setiap tenaga yang ada pada organisasi yang disahkan oleh
pemimpin.
4. Ada bukti tertulis tentang persyaratan tenaga kerja menduduki jabatan pada organisasi yang
disahkan oleh pimpinan.

Standar II (Administrasi dan Pengelolaan)

Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan pelayanan, standar


pelayanan, prosedur tetap, dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan yang kondusif yang
memungkinkan terjadinya peraktik pelayanan kebidanan akurat.
Definisi operasional

1. Ada pedoman pengelola pelayanan yang mencerminkan mekanisme kerja di unit pelayanan
tersebut yang disahkan oleh pemimpin.
2. Ada standar pelayanan yang dibuat mengacu pada standar ketenangan yang telah disahkan
oleh pimpinan.
3. Ada prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/tindakan kebidanan yang disahkan oleh
pimpinan.
4. Ada rencana/program kerja di setiap institusi pengelolaan yang mengacu pada institusi
induk.
5. Ada bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara teratur dilengkapi dengan
daftar hadir dan notulen rapat.
6. Ada naskah kerjasama, program praktik dari institusi yang menggunakan latihan praktik,
program, pengajaran klinik, dan penilaian klinik. Ada bukti administrasi yang meliputi buku
registrasi.

Standar III (Staf dan Pimpinan)

Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki program pengelolaan sumber daya manusia


(SDM) agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efisien.
Definisi operasional
1. Ada program kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan.
2. Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian.
3. Ada jadwal dinas yang menggambarkan kemampuan tiap-tiap perunit yang memduduki
tanggung jawab dan kemampuan bidan.
4. Ada seorang bidan pengganti dengan peran dan fungsi yang jelas dan kualifikasi minimal
selaku kepala ruangan jika kepala ruangan berhalangan hadir.
5. Ada data personil yang bertugas di ruangan tersebut.

Standar IV (Fasilitas dan Peralatan)

Tersedia sarana dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan kebidanan
sesuai dengan tugasnya dan fungsi institusi pelayanan.
Definisi operasional.
1. Tersedia peralatan yang sesuai dengan standar dan ada mekanisme keterlibatan bidan
dalam perencanaan dan pengembangan sarana dan prasarana.
2. Ada buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan kualitasn barang.
3. Ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu.
4. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.

Standar V (Kebijaksanaan dan Prosedur)

Pengelola peayanan kebidanan memiliki kebijakan dalam penyelenggaraan pelayanan dan


pembinaaan pegawai menuju pelayanan yang berkualitas.
Definisi operasional
1. Ada kebijaksanaan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang
disaahkan oleh pimpinan.
2. Ada prossedur personalia: penerimaan pegawai kontak kerja, hak dan kewajiban
personalia.
3. Ada personalia pengajuan cuti pegawai, istirahat, sakit, dan lain-lain.
4. Ada prosedur pembinaan pegawai.

Standar VI (Pengembangan Staf dan Program Pendidikan)

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan perencanaan


pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Definisi operasional
1. Ada progrm pembinaan staf dan program pendidikan secara berkesinambungan.
2. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/pegawai baru dan lama agar dapat
beradaptasi dengan pekerjaan.
3. Ada data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan.

Standar VII (Standar Asuhan)

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan/manajemen kebidanan yang


diterapkan sebagai pedoman dalam memberi pelayanan kepada pasien.
Definisi operasional
1. Ada standar manajemen kebidanan (SMK) sebagai pedoman dalam memberi pelayanan
kebidanan
2. Ada format manajemen kebidanan yang terdaftar pada catatan medik.
3. Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.
4. Ada diagnosis kebidanan.
5. Ada rencana asuhan kebidanan
6. Ada dokumentasi tertulis tentang tindakan kebidanan.
7. Ada evaluasi dalam memberi asuhan kebidanan.
8. Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan.
9. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/pegawai baru dan lama agar dapat
beradaptasi dengan pekerjaan.

Standar VIII (Evaluasi dan Pengendalian Mutu)

Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksanaan evaluasi dan


pengendalian mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Definisi operasional
1. Ada program atau rencana terulis peningkatan mutu pelayanan kebidanan
2. Ada program atau rencana terulis untuk melakukan penilaian terhadap standar pelayanan
kebidanan
3. Ada bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari kegiatan/pengendalian mutu asuhan
dan pelayanan kebidanan.
4. Ada bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana tindak lanjut.
5. Ada laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur kepada semua staf pelayanan
kebidanan.

2.2

KODE ETIK BIDAN


Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan

eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang
bertuntutan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
Kode etik bidan indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam
Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X tahun 1988. Petunjuk pelaksanaannya disahkan
dalam Rapat Kerja Nasional IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan pada
Kongres Nasional IBI XII tahun 1989. Sebagai pedoman dalam berprilaku kode etik bidan
Indonesia mengandung beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah,
tujuan, dan pasal-pasalnya.
Secara umum, kode etik tersebut berisis 7 BAB. Bab-bab tersebut dapat dibedakan 7
bagian, yaitu sebagai berikut.

1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat.


2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya
3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya.
4. Kewajiban bidan terhadap profesinya.
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri.
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air.
7. Penutup.
Beberapa kewajiban bidan yang diatur dalam pengabdian profesinya adalah sebagai
berikut :
1. Kewajiban terhadap klien dan masyarakat
a. Setiap bidan senantiasa menjujung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya
b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinnya menjujung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan
c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan
tanggung jawab sesuai degan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati
hak klien, dan menghormati nilai nilai yang berlaku di masyarakat
e. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien,
keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan bedasarkan
kemampuan yang dimilikinya
f. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan
tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat masyarakat untuk meningkatkan derajt
kesehatannya secara optimal.
2. Kewajiban tehadap tugas

a. Setiap bidan senantiasa memberi pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan
masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya bedasarkan kebutuhan klien,
keluarga dan masyarakat
b. Setiap bidan berhak member pertolongan dan mempunyai wewenang dalam mengambil
keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi atau rujukan
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan atas keterangan yang dapat dan/atau
dipercayakan kepadanya, kecuali jika dimintai oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan
kepentingan klien.
3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja
yang serasi
b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap
sejawat maupun tenaga kesehatan lainnya.
4. Kewajiban bidan terhadap profesi
a. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjujung tinggi citra profesinya dengan
menampilkan kepribadian yang tinggi dan member pelayanan yang bermutu kepada
masyarakat
b. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan
profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya
yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
a. Setiap bidan harus memelihara kesejahteraannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya
dengan baik
b. Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangasa dan tanah air


a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa melaksanakan ketentuan pemerintah
dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB, kesehatan keluarga dan
masyarakat
b. Setiap bidan melaui profesinya berpatisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada
pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan
KIA/KB dan kesehatan keluarga.
7. Penutup. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari hari senantiasa menghayati
dan mengamalkan kode etik bidan Indonesia.

2.3 STANDAR ASUHAN KEBIDANAN


Standar asuhan kebidanan dapat dilihat dari ruang lingkup standar pelayanan
kebidanan yang meliputi 25 standar dan dikelompokan sebagai standar pelayanan umum,
standar pelayanan antenatal, standar pertolongan persalinan, standar pelayanan nifas, dan
standar penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatus.

Standar Pelayanan Umum

Standar 1 (persiapan untuk kehidupan keluarga sehat)


Bidan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan, keluarga dan masyarakat
terhadap segala hal yang berkaitan dengan kehamilan, termasuk penyuluhan kesehatan
umum, gizi, keluarga berencana, kesiapan dalam menghadapi kehamilan dan menjadi calon
orang tua, menghindari kebiasaan yang tidak baik dan mendukung kebiasaan yang baik.
Standar 2 (pencatatan dan pelaporan)
Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukannya yaitu registrasi semua ibu
hamil di wilayah kerja, rincian pelayanan yang diberikan kepada setiap ibu
hamil/bersalin/nifas dan bayi baru lahir, semua kunjungan rumah dan penyuluhan kepada
masyarakat. Di samping itu, bidan hendaknya mengikutsertakan kader untuk mencatat ibu
hamil dan meninjau upaya masyarkat yang berkaitan dengan ibu dan bayi baru lahir.

Standar Pelayanan Antenatal

Standar 3 (identifikasi ibu hamil)


Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk
memberi penyuluhan dan motivasi ibu, suami dan anggota keluarga agar mendorong ibu
untuk memeriksakan kehamilannya sejak dinji dan secara teratur.
Standar 4 (pemeriksaan dan pemantauan antenatal)
Bidan memberi sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal dan pemantauan ibu dan janin secara
seksama untuk menilai apakah perkembngan janin berlangsung normal. Bidan juga harus
mengenal kehamilan resiko tinggi atau kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi,
penyakit menular seksual (PMS) atau HIV. Bidan memberi pelyanan imunisasi, nasehat dan
penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.mereka
harus mencatat data yang tepat saat kunjungan. Jilka ditemukan kelainan, mereka harus
mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk indakan selanjutnya.
Standar 5 (palpasi abdomen)
Bidan melakukan pemeriksaan abdomen secara seksama dan melakukkan palpasi untuk
memperkirakan usia kehamilan. Jika usia kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian
terendah janin, dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul untuk mencari kelainan
serta melakukan rujukan tepat waktu.
Standar 6 (pengelolaan anemia pada kehamilan)
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan atau rujukan semua
kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Standar 7 (pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan)
Bidan menemukan secara dini setiap kenaiakan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali
tanda serta gejala pre-eklampsia lainnya serta mengambil tindakan yang tepat dan
merujuknya.
Standar 8 (persiapan persalinan)

Bidan memberi saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluargnya pada trimester ke3 untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang
menyenangkan akan direncanakan dengan baik. Persiapan transportasi dan biaya untuk
merujuk jika terjadi keadaan kegawat-darurat. Bidan hendaknya melakukan kunjungan rumah
untuk persiapan persalinan.

Standar Pertolongan Persalinan

Standar 9 (asuhan saat persalinan)


Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah dimulai, kemudian memberikan asuhan
dan pemantauan yang memadai, ddengan memperhatikan kebutuhan klien selama proses
persalinan berlangsung.
Standar 10 (persalinan yang aman)
Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman, dengan sikap sopan dan penghargaan
terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat.
Standar 11 (pengeluaran plsenta dan peregagan tali pusat)
Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pegeluaran plasenta
dan selaput ketuban secara lengkap.
Standar 12 (penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi)
Bidan mengenali secara tepat tanda tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan segera
melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti dengan
penjahitan perineum.

Standar Pelayanan Nifas

Standar 13 (perawatan bayi baru lahir)

Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan spontan,
mencegah hipoksia sekunder, menentukan kelainan dan melakukan tindakan atau merujuk
sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus mencegah atau menangani hipotermia.
Standar 14 (penanganan 2 jam pertama setlah melahirkan)
Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam 2 jam
setelah melahirkan, serta melakukan tindakan yang diperlukan. Disamping itu, bidan
memberikan penjelasan tentang hal-hal yang mempercepat proses pemulihan kesehatan ibu
dan membantu ibu untuk memulai pemberian asi.
Standar 15 (pelayanan bagi ibu dan bayipada masa nifas)
Bidan memberikan pelayanan masa nifas melalui kunjungan rumah pada minggu ke-2 dan
minggu ke-6 setelah persalinan, untuk membantu pemulihan ibu ddan bayi melalui
penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini, penanganan atau rujukan komplikasi yang
mungkin terjadi pada masa nifas, serta membari penjelasan tentang kesehatan secara umum,
kebersihan perorangan, makanan bergizi, perwatan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi,
dan KB.

Standar Penanganan Kegawat Obstetri dan Neonatus

Standar 16 (penanganan perdarahan pada kehamilan)


Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta melakukan
pertolongan pertama dan merujuknya.
Standar 17 (penanganan kegawatan pada eklamsia)
Bidan mengenali scara tepat tanda dan gejala eklamsia yang mengancam, serta merujuk atau
member pertolongan pertama.
Standar 18 (penangan kegawatan pada partus lama atau macet)
Bidan mengenali secara tepat tanda gejala partus lama /macet serta melakukan penanganan
yang memadai dan tepat wakktu rujukannya.

Standar 19 (persalinann dengan forsep rendah)


Bidan mengenali kapan diperlukan ekstrasi forsep rendah, menggunakan forsep dengan benar
dan menolong persalinan secara aman bagi ibu dan bayinya.
Standar 20 (persalinan dengan menggunakan vakum ekstraktor)
Bidan mengenali kapan dilakukan ekstrasi vakum, melakukannya secara benar dalam
memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamanannya bagi ibu dan
janin/bayi.
Standar 21 (penanganan retensio plasenta)
Bidan mampu mengenali retensio plasenta dan memberika pertolongan pertama, termasuk
plasenta manual dan penanganan perdarahan sesuai kebutuhan.
Standar 22 (penanganan perdarahan pasca partum primer)
Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah
persalinan (perdarahan pasca partum primer) dan segera melakukan pertolongan pertama
untuk mengendalikan perdarahan.
Standar 23 (penenganan perdarahan pascapartum sekunder)
Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan pascapartum
sekunder dan melakukan pertolongan pertama untuk menyelamatkan ibu dan/merujuknya.
Standar 24 (penanganan sepsis puerperium)
Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperium, serta melakukan
pertolongan pertama serta merujuknya.
Standar 25 (penanganan asfiksia)
Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta melakukan
resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan dan member perawatan
lanjutan.
2.3

REGISTRASI PRAKTIK BIDAN

Registrasi praktik bidan berpedoman pada permenkes No. 900/SK/VII/2002 yang terkandung
dalam beberapa pasal diantaranya:
Pasal 2
(1) Pimpinan penyelenggara pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan secara tertulis
kepada dinas kesehatan propinsi mengenai peserta didik yang baru luluis, selambatlambatnya 1 bulan setelah dinyatakan lulus.
(2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada formulir
terlampir.
Pasal 3
(1) Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi
kepada kepala dinas kesehatan propinsi dimana institusi pendidikan berada guna
mendapatkan SIB selambat-lambatnya 1 bulan setelah menerima ijasah bidan.
(2) Kelengkapan registrasi sebagai mana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi:
a. Fotokopi ijasah bidan;
b. Fotokopi nilai akademik;
c. Surat keterangan sehat dari dokter;
d. Pas foto ukuran 4x6 sebanyak 2 lembar.
(3) Bentuk permohonan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam formulir
2 terlampir.
Pasal 4
(1) Kepala Dinas kesehatan propinsi atas nama mentri kesehatan melakukan registrasi
berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal (3) untuk menerbitkan SIB.
(2) SIB sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi atas nama menteri kesehatan, dalam waktu selambat-lambatnya 1 bulan sejak
permohonan diterima dan berlaku secara nasional.

(3) Bentuk dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam formulir 3 terlampir.
Pasal 5
(1) Kepala Dinas Kesehatan propinsi harus membuat pembukuan regestrasi mengenai SIB
yang telah diterbitkan.
(2) Kepala Dinas Propinsi menyampaikan laporan secara berkala kepada Menteri Kesehatan
melalui Sekretariat Jendral c.q.
Kepala Biro Kepegawaian Departemen Kehutanan dengan tembusan kepala organisasi
profesi mengenai SIB yang telah diterbitkan untuk kemudian secara berkala akan ditrbitkan
delam buku registrasi nasional.
Pasal 6
(1) Bidan lulusan luarnegeri wajib melakukan addaptasi untuk melengkapi persyaratan
mendapatkan SIB.
(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan yang
telah terakreditasi yang ditunjuk pemerintah.
(3) Bidan yang telah yang telah menyelesaikan adaptasi diberikan surat keterangan sesuai
adaptasi oleh pimpinan sarana pendidikan.
(4) Untuk melakukan adaptasi bidan mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehatan
provinsi.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melampirkan:
a. Fotokopi ijasah yang telah dilegalisir oleh Direktur Jendral Pendidikan Tinggi.
b. Fotokopi transkip nilai akademik yang bersangkutan.
(6) Kepada Dinas Kesehatan Provinsi berdasarkan permohonan sebagai mana dimaksud pada
ayat (4) menerbitkan rekomendasi untuk melakukan adaptasi.
(7) Bidan yang telah melaksanakan adaptasi, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalm
pasal 3 dan pasal 4.

(8) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum dalam
formulir IV terlampir.
Pasal 7
(1) SIB berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk
menerbitkan SIB.
(2) Pembahasan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada kepala dinas
kesehatan provinsi dimana bidan praktik dengan melampirkan:
a. SIB yang telah habis masa berlakunya
b. Surat keterangan sehat dari dokter
c. Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 lembar.

2.5

KEWENANGAN BIDAN KOMUNITAS

Wewenang bidan dalam memberi pelayanan di komunitas.


1. Meliputi pelayanan kepada wanita, pada masa pernikahan termasuk remaja putri, prahamil,
kehamilan, persalinan, nifas, dan menyusui.
2. Pelayanan kesehatan pada anak, yaitu pada masa bayi, balita,dan anak prasekolah meliputi
hal-hal berikut.
a)
b)
c)
d)

Pemberian obat yang bersifat sementara pada penyakit ringan.


Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir.
Penyuluhan kepada ibu tentang pemberian ASI eksklusif
Pemantauan tentang balita.

3. Beberapa tindakan yang termasuk dalam kewenangn bidan antara lain sebagai berikut ,
a) Memberi imunisasi pada wanita usia subur termasuk remaja putrid, calon pengantin
dan bayi

b) Memberi suntikan pada penyulit kehamilan, meliputi oktitosin sebagai pertolongan


pertama sebelum dirujuk.
c) Melakukan tindakan amniotomi pada kala aktif dengan letak belakang kepala dan
d)
e)
f)
g)

diyakini bayi dapat lahir per vagina.


KBI dan KBE untuk menyelamatkan jiwa ibu.
Ekstraksi vakum pada bayi denagan kepala didasar panggul.
Mencegah hipotermia pada bayi baru lahir
Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia.

4. Memberi pelayanan KB
5. Pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian
6. Kewajiban bidan dalam menjalankan kewenanganannya , seperti:
a) Meminta persetujuan yang akan dilakukan
b) Memberi informasi
c) Melakukan rekam medis
7. Pemberian uterotonika saat melakukan pertolongan persalinan
8. Pelayanan dan pengobatan kelainan ginekologi ringan

9. Penyediaan dan penyerahan obat-obatan


a) Bidan menyediakan obat maupun obat suntik sesuai dengan ketentuan yang sudah
ditetapkan
b) Bidan diperkenankan menyerahkan obat kepada pasien sepanjang untuk keperluan
darurat2.

BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Bidan adalah seorang yang telah menjalani program pendidikan bidan yang diakui
oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait serta memenuhi
persyaratan untuk terdaftar dan atau memiliki izin formal untuk praktek bidan.Sebagai
anggota profesi, bidan mempunyai ciri khas yangkhusus. Sebagai pelayan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan.
Kebidanan sebagai profesi merupakan komponen yang paling penting dalam
meningkatkan kesehatan perempuan.
3.2.Saran

Agar pemerintah terus berupaya mendukung profesi bidan dengan cara meningkatkan
kwalitas SDM bidan melalui penyediaan fasilitas pendidikan bagi bidan.
Bagi organisasi diharapkan agar terus berupaya mengembangkan pelayanan dan
pengetahuan bagi semua bidan secara adil dan merata.
Bidan sebagai tenaga profesional diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif dalam
organisasi dan mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan etika profesi
Dari ciri-ciri tsb dapat disimpulkan pelayanan kesehatan memberikan pelayanan,
dengan sifat ikhtiar, pasien/klien dengan penuh kepercayaan dan keyakinan, pasrah akan
penderitaanya. Dan itu adalah syarat mutlak untuk memperoleh hasil yang terbaik. Jujur
profesi medis penuh dengan resiko, dalam berikhtiar dapat timbul kelalaian/kesalahan
menimbulkan cacat, kerugian, bahkan kematian. Resiko ini oleh orang-orang/pihak-pihak lain
diartikan sebagai kesalahan profesi dan tudingan adl: MALPRA

DAFTAR PUSTAKA
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of Pediatrics).
EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan Desa
Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Pusat
Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan Anak,
Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWSKIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.
Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.
Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.
Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta

You might also like