You are on page 1of 12

Program BANDS 2.

0 adalah salah satu perangkat lunak analisis bitumen dan aspal


yang termasuk dalam paket software desain yang dikeluarkan oleh Shell Pavement
Design bersama dengan program lainnya yaitu BISAR 3.0 dan SPDM 3,0. Program
BANDS (Bitumen and Asphalt Nomograph) terdiri atas seperangkat alat bantu bagi
perencana dalam mengestimasi properti material yang relevan dari bituminous
binder dan asphaltic mix. Program ini digunakan dalam perhitungan desain tebal
perkerasan, program ini harus digunakan bersama dengan SPDM (Shell Pavement
Design Method) yang memang didedikasikan untuk perhitungan desain tebal
perkerasan tersebut. Adapun output yang dihasilkan oleh perangkat lunak ini adalah
bitumen stiffness, percentage of voids, mix stiffness, fatigue life, dan fatigue strain.
http://lareangon-mixyblog.blogspot.com/2011/07/sekilas-tentang-program-spdm-30bisar.html
Gie Yogie on Feb 11, 2014
Alasan penggunaan modified bitumen adalah untuk meningkatkan ketahanan aspal
terhadap deformasi permanen pada saat temperatur tinggi tanpa mempengaruhi
sifat lain dari bitumen pada temperatur yang berbeda. Meningkatkan stiffness pada
bitumen sama halnya meningkatkan dynamic stiffness pada campuran aspal, hal ini
dapat meningkatkan kemampuan penyaluran beban pada material dan
meningkatkan kekuatan struktur serta umur rencana yang diharapkan dari suatu
perkerasan jalan. Dengan kata lain memungkinkan untuk dapat menghasilkan
kekuatan struktur yang sama tetapi dengan tebal lapisan yang lebih tipis. Dengan
meningkatkan elastisitas komponen dari bitumen dapat meningkatkan fleksibilitas
dari aspal terhadap beban tarik yang bekerja (Whiteoak, 1990).

Penggunaan polymer modified bitumen dapat meningkatkan stabilitas, menurunkan


porositas dan menurunkan koefisien permeabilitas dari perkerasan asphalt cement
sehingga perkerasan lebih durable dan lebih kedap air maupun udara, namun
mempunyai nilai ITS dan flow yang lebih kecil sehingga perkerasan mempunyai
fleksibilitas yang kurang baik. (Hardiansyah,2008)

Aspal Polymer plastomer, seperti halnya dengan aspal Polymer


elastomer, penambahan bahan Polymer plastomer pada aspal keras dimaksudkan
untuk meningkatkan sifat rheologi baik pada aspal keras dan sifat fisik
campuran beraspal. Jenis Polymer plastomer yang telah banyak digunakan
adalah EVA (Ethylene Vinyl Acetate), polypropilene dan polythilene. Persentase
penambahan Polymer ini ke dalam aspal keras juga harus ditentukan
berdasarkan pengujian laboratorium karena sampai dengan batas tertentu
penambahan ini dapat memperbaiki sifut sifat rheologi aspal dan campuran,
tetapi penambahn yang berlebihan justru akan memberikan pengaruh yang
negatif.

Modifikasi polimer semakin meningkat penggunaannya untuk campuran asphalt


concrete,terutama untuk mengontrol terjadinya deformasi permanen (rutting)
(Bouldin and Collins, 1992; Lu and Isacsson,1999). Pada saat yang sama modifikasi
polimer dapat meningkatkan daktilitas dari binder sehingga dapat diperoleh daya
ikat yang lebih tahan lama terhadap tekanan dan deformasi misalnya pada suhu
yang rendah atau beban lalu lintas termasuk efek dari fatigue (Glover et al, 2005).
Dan modifikasi polimer dapat memperbaiki karakteristik penuaan dari binder
sehingga efek dari oksidasi dapat ditunda sehingga perkerasan dapat bertahan
lebih lama (Glover et al, 2005) (Woo dkk, 2007)

Aspal modifikasi merupakan salah satu teknologi yang digunakan untuk


meningkatkan kinerja dari suatu campuran aspal. Penelitian ini menggunakan aspal
modifikasi polimer elastomer sintesis dan aspal penetrasi 60/70 dengan
menggunakan campuran Asphalt Concrete- Wearing Course (AC-WC). Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik Marshall dan nilai koefesien
permeabilitas campuran serta mengetahui tingkat kepekaan aspal terhadap
perubahan kadar aspal ditinjau dari koefisien permeabilitas dan Marshall Quotient.
Penelitian ini dilakukan dengan membuat benda uji dengan variasi kadar aspal yaitu
-1% dan +1% dari kadar aspal optimum, serta kadar aspal optimum. Pengujian yang
dilakukan yaitu pengujian Marshall dengan lama perendaman 30 menit dan suhu
60oC dan pengujian permeabilitas dengan tekanan 1 kg/cm2 dan 2 kg/cm2. Variasi
kadar aspal dilakukan untuk mengetahui kepekaan dari aspal terhadap perubahan
kadar aspal. Pengujian kepekaan menggunakan uji statistik dengan software SPSS
19 dengan tingkat signifikasi = 5%. Kadar aspal optimum untuk aspal modifikasi
polimer sebesar 6,9% sedangkan aspal pen 60/70 sebesar 6,8%, dan variasi kadar
aspal untuk aspal modifikasi polimer yaitu 5,9%, 6,9%, dan 7,9% sedangkan aspal
pen 60/70 yaitu 5,8%, 6,8%, dan 7,8%. Kadar aspal 6,8% dan 6,9% merupakan
variasi kadar aspal yang memiliki karakteristik yang lebih baik daripada variasi
kadar aspal lainnya. Penggunaan aspal modifikasi polimer elastomer sintesis
meningkatkan nilai stabilitas dan flow pada campuran dibandingkan aspal pen
60/70. Hasil pengujian permeabilitas bahwa nilai koefisien permeabilitas pada aspal
modifikasi polimer lebih rendah dibandingkan aspal pen 60/70, hal ini menunjukan
bahwa pada campuran AC-WC menggunakan aspal modifikasi polimer lebih bersifat
impermeabel daripada menggunakan aspal pen 60/70. Hasil pengujian dengan
statistik bahwa aspal modifikasi polimer dan aspal pen 60/70 tidak peka terhadap
perubahan kadar aspal sebesar 1% dari kadar aspal optimum.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Prasarana Transportasi (2003),


Pengkajian Polymer Sebagai Bahan Jalan Untuk Lalu Lintas Berat, Badan

Penelitian Dan Pengembangan Permukiman dan Prasarana Wilayah,


Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Bandung.

Plastomer adalah polymer yang bersifat kaku, apabila ditarik, diberikan


tegangan tidak akan kembali kebentuk semula. Seperti halnya dengan aspal
polymer elastomer, penambahan polymer plastomer pada aspal keras juga
dimaksudkan untuk meningkatkan sifat fisik aspal. Jenis aspal polymer elastomer
yang telah banyak digunakan antara lain adalah Ethylene Vinyl Acetate (EVA),
Polypropilene (PP) dan Polyethilene (PE). Persentase penambahan polymer jenis
ini ke dalam aspal keras juga harus ditentukan berdasarkan pengujian
laboratorium karena penambahan polymer plastomer sampai batas tertentu dapat
memperbaiki sifat-sifat aspal.

Aspal adalah bahan yang Thermoplastis, yaitu konsistensi atau


viskositasnya akan berubah sesuai dengan perubahan temperatur yang
terjadi. Semakin tinggi temperatur maka viskositasnya semakin rendah
atau aspal akan semakin encer, demikian pula sebaliknya.

Penuaan aspal adalah suatu parameter untuk mengetahui durabilitas campuran


aspal. Penuaan aspal disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu penguapan fraksi
minyak ringan yang terkandung dalam aspal dan oksidasi (penuaan jangka
pendek) dan oksidasi yang progresif (penuaan jangka panjang). Kedua proses
penuaan ini menyebabkan terjadinya perkerasan pada aspal dan selanjunya
meningkatkan kekakuan campuran beraspal yang dapat meningkatkan ketahanan
campuran terhadap deformasi permanen dan kemampuan menyebarkan beban
yang diterima, tetapi dilain pihak campuran aspal akan menjadi lebih getas
sehingga akan cepat retak dan akan menurunkan ketahanan terhadap beban
berulang.

Aspal modifikasi
Dengan perbaikan struktur molekul dalam aspal, artinya setelah pemakaian
bahan tambah / aditif akan dapat merubah sifat-sifat aspal antara lain :
a. Meningkatkan stabilitas.
b. Mengurangi kepekaan terhadap suhu.
c. Meningkatkan ketahanan terhadap deformasi.

Bitumen umumnya digunakan sebagai bahan pengikat pada perkerasan


lentur jalan raya
Bahan bitumen tampil cukup
memuaskan jika dirancang dan diproduksi dengan baik. Akan Tetapi,
aplikasi khusus tertentu, seperti di mana lalu lintas berat, memerlukan
bahan yang dapat meningkatkan umur kelelahan dan ketahanan
deformasi permanen paving campuran. Satu pendekatan adalah
memodifikasi aspal yang tersedia dengan aditif tertentu, seperti
belerang dan organik polimer (Deme 1974; Fromm dan Kennepohl
1979; Denning dan Carswell 1981; Jain 1988). Tidak semua
polimer yang kompatibel dengan aspal. Yang umum digunakan
polimer termasuk kopolimer stirena-butadiena-stirena, stirena
butadiene rubber, lateks, etilen vinil asetat kopolimer
(EVA), polyethylene, polypropylene dan (King et al. 1986).
Setiap polimer menawarkan keuntungan yang unik. Untuk penyelidikan ini,
EVA kopolimer digunakan untuk memodifikasi 80/100 penetrationaspal kelas. Makalah ini menjelaskan prosedur untuk
pengembangan pengikat dimodifikasi, sifat fisik dasar
dari pengikat dimodifikasi, dan sifat mekanik (seperti
Karakteristik Marshall, kuat tarik tak langsung dan stripping
nilai) paving campuran yang mengandung bahan pengikat.

Aspal yang digunakan sebagai bahan jalan karpet di seluruh dunia. Karena
ketersediaan pengikat biaya yang relatif rendah, jaringan jalan di Negara-negara
Teluk telah berkembang pesat lebih dari orang-orang dari banyak negara industri
lainnya (Al-Dubabe et. Al., 1998). Peningkatan lalu lintas jalan selama dua dekade
terakhir dalam kombinasi dengan gelar cukup pemeliharaan telah menyebabkan
kerusakan dipercepat struktur jalan di banyak negara (Isacsson dan Lu, 1995; Lu
dan Isacsson, 1997). Untuk meminimalkan kerusakan dan dengan demikian
meningkatkan daya tahan jangka panjang dari perkerasan lentur, lapisan aspal
harus ditingkatkan berkaitan dengan kinerja terkait properti, seperti ketahanan
terhadap deformasi permanen, suhu rendah retak, kelelahan beban terkait, pakai,
pengupasan dan penuaan. Selain itu, untuk aplikasi tertentu, seperti jembatan,
landasan pacu dan permukaan dengan tinggi beban lalu lintas, pengikat khusus
sangat dibutuhkan (Lu dan Isacsson, 1997).
Modifikasi aspal dengan bahan yang berbeda dilakukan di masa lalu (Lu dan
Isacsson, 1997;.. Zanzotto et al, 1996; Bouldin et al, 1991;.. Muncy et al, 1987;..
Goodrich 1988). Baru-baru ini, sejumlah besar penyelidikan menunjukkan bahwa
sifat-sifat aspal (misalnya, viscoelasticity dan suhu kerentanan) dapat ditingkatkan
dengan menggunakan aditif atau modifikasi kimia untuk suhu tinggi serta aplikasi
suhu rendah (Isacsson dan Zheng, 1998; Lu dan Isacsson, 2001; Lu et al, 1998;..
Fawcett et al, 2000a, 2000b, Johansson dan Isacsson, 1998;.. Nair et al, 1998;..
Collins et al, 1991;.. Bahia dan Davis, 1994; Bonemazzi et .. al, 1996; Blanko et al,
1996;.. Adedeji et al, 1996;.. Ali et al, 1999;.. Wen et al, 2002)... Di antara berbagai
jenis aditif, polimer adalah pengubah paling menjanjikan. Meskipun ada banyak
polimer, hanya sedikit
2
cocok untuk modifikasi aspal (Lu dan Isacsson, 2001). Polimer ini harus menahan
degradasi di aspal pencampuran suhu (sekitar 160oC) dan mempertahankan sifat
premium mereka selama penyimpanan dan aplikasi (Varma et al, 2002;.. Sabbagh
dan Lesser, 1998; Rozeveld et al, 1997..). Juga, polimer harus kompatibel dengan
aspal; mampu diolah dengan konvensional pencampuran / peralatan petelur, dan
biaya yang efektif (Garcia-Morales et al, 2004;.. Gao et al, 2002;.... Lu et al, 1999).
Untuk mencapai tujuan meningkatkan sifat aspal, polimer yang dipilih harus
membuat jaringan sekunder atau sistem yang seimbang baru dalam aspal oleh
interaksi molekul. Pembentukan sistem pengikat dimodifikasi fungsional didasarkan
pada pembubaran dan / atau dispersi halus polimer di aspal dan kompatibilitas
sistem polimer / aspal.
Selain pengaruh parameter molekul polimer, ada pengaruh yang signifikan dari
pencampuran waktu dan suhu pada PMA. Waktu pencampuran lama menyebabkan
kerusakan struktural aspal (Yousefi 2003; Al-Dubabe et al, 1998..). Selanjutnya,
tingkat geser tinggi hancur polimer dan mengurangi ukuran mereka untuk
mikrometer dan skala submicrometer dalam medium aspal. Hal ini akan

menghambat polimer keterikatan dengan fase aspal. Waktu pencampuran dapat


dipilih dengan mengukur titik lembek setelah interval waktu tertentu pada saat
pencampuran (Al-Dubabe et. Al., 1998).
Dalam penelitian ini, pengaruh Mw low density polyethylene (LDPE), VA isi EVA serta
jenis polimer dan konsentrasi polimer pada modifikasi aspal diselidiki. Dua polimer
yang banyak digunakan dalam modifikasi aspal yaitu polyethylene dan EVA dipilih.
Pengaruh Mw (atau Melt Flow Index, MFI) polimer diperiksa dengan menggunakan
dua sampel LDPE dengan densitas yang sama namun dari LKM yang berbeda.
Pengaruh konten VA pada modifikasi aspal
3
diselidiki dengan memilih dua resin EVA LKM yang sama dan konten VA yang
berbeda. Juga, perbandingan LDPE dan EVA (hampir mirip LKM) akan
mengungkapkan pengaruh jenis polimer. Di sini, pengaruh parameter ini, seperti
Mw (atau LKM) dan konten VA atau parameter struktural (LDPE vs EVA) dipelajari
satu parameter pada suatu waktu. Juga, sebagian besar dari pekerjaan sebelumnya
dilakukan di daerah beriklim dingin (Kanada dan Swedia) di mana peningkatan
kinerja suhu rendah dari PMA adalah perhatian besar. Untuk Arab Saudi (dan iklim
panas lain di dunia), kinerja suhu tinggi PMA penting bagi PMA. Di sini, kinerja suhu
tinggi PMA ditekankan. Penelitian ini merupakan bagian dari rencana penelitian
yang bertujuan memilih jenis yang tepat dari polimer yang dapat digunakan untuk
modifikasi polimer aspal lokal. Rencana ini melibatkan pengujian PMA campuran
beton juga. Dalam tulisan ini, PMA LDPE dan EVA dipelajari.

1.1.1. Sifat-sifat fisik aspal


Aspal sebagai bahan pengikat sering dikarakterisasi sesuai dengan sifat-sifat fisiknya. Sifat-sifat
fisik aspal secara langsung menggambarkan bagaimana aspal tersebut berkontribusi terhadap
kualitas perkerasan aspal campuran panas. Pengujian fisik aspal yang paling awal adalah
pengujian yang diturunkan secara empiris seperti pengujian penetrasi, pengujian viskositas aspal
yang merupakan cara untuk menggambarkan sifat-sifat fisik aspal sebagai bahan pengikat.
Bentuk lain dari sifat-sifat fisik aspal adalah keawetan aspal dalam hubungannya dengan usia
atau masa layan perkerasan. Aspal secara umum, seiring dengan bertambahnya waktu aspal akan
mengalami peningkatan viskositas yang membuat aspal cenderung keras dan rapuh.

Pada penelitian ini polimer yang digunakan adalah polimer plastomer jenis EVA (Ethyil Vinyl Acetate).
Tipe polimer ini mudah digunakan serta mempunyai kemampuan yang baik untuk bersatu dengan

bitumen, suhunya yang stabil pada normal mixing serta temperaturnya yang mudah dkendalikan
(Whiteoak, 1991).
properties
Nilai
Tabel 2.
Propertis
Polimer
EVA
No
1
2
3
4

Berat Jenis
Titik Lelah
Titik Lembek
Temperatur
mulai
mengeras/
Brittleness

0,925 Gr/cm3
96 Co
70 Co
<76 Co

Polimer secara umum dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu


plastomer, elastomer, fibres dan additives/coatings seperti diperlihatkan pada Tabel
1 berikut ini:
Tipe Modifikasi Polimer
Plastomers

Contoh Jenis Polimer

a. Thermoplastics

Polyethylene (PE),
Polypropylene (PP),
Polivinyl Chloride (PVC),
Polystyrene (PS), Ethylene
Vinyl Acetate (EVA)

b. Thermosets

Epoxy resins

Elastomers
a. Natural Rubbers

b. Synthetic
Elastomers

Styrene-butadiene
copolymer (SBR), Styrenebutadiene-styrene
copolymer (SBS),
Ethylene-propylene-dieneterpolymer (EPDM),
Isobutene-isoprene
copolymer (IIR)

Reclaimed Rubbers
Fibres/Serat

Polyester fibres,
Polypropylene fibres

Cara
basah (wet process) yaitu
suatu cara pencampuran dimana
plastik dimasukkan kedalam aspal
panas dan diaduk dengan
kecepatan tinggi sampai homogen.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium


dengan menggunakan aspal konvensional
(pen 60), plastik LDPE (Low
Density Polietilen) mutu rendah dengan
cara basah dimana plastik dengan
kadar 3%, 3,5% dan 4% terhadap
berat aspal dimasukkan kedalam aspal
panas diaduk hingga homogen
selanjutnya dilakukan pengujian sifat
rheologi aspal, Pengujian mutu aspal plus plastik
meliputi pengaruh temperatur
campuran aspal plus plastik, pengaruh
penambahan plastik terhadap penetrasi
dan titik lembek aspal.

Pengaruh temperatur
pencampuran
Pengujian ini dimaksudkan untuk
mengetahui pada temperatur berapa
pencampuran antara plastik dan aspal
agar plastik bercampur sempurna pada
temperatur yang tidak terlampau tinggi,
sehingga faktor biaya dapat diperkecil
tanpa mengurangi mutu yang
dihasilkan. Percobaan ini dilakukan
pada temperatur 180C dan 200C.
Hasil pengujian penambahan plastik
kedalam aspal (cara basah) dengan
temperatur berbeda untuk menentukan
temperatur pencampuran tertera pada
Gambar 2.
Dari hasil tersebut pada Gambar 2
maka diambil kesimpulan bahwa
pencampuran plastik kedalam aspal
dilakukan pada temperatur 180C
karena nilai penetrasi pada temperatur
180C berbeda sangat kecil dengan
nilai penetrasi pada temperature 200 C
(4 poin), perbedaan nilai titik lembek
aspal hanya berbeda 0,6C (<2C)

Aspal atau bitumen adalah suatu cairan kental yang merupakan senyawa hydrocarbon dengan
sedikit mengandung sulfur, oksigen, dan klor. Bitumen sebagai bahan pengikat dalam perkerasan
lentur mempunyai sifat viskoelastis. Aspal akan bersifat padat pada suhu ruang dan bersifat cair
bila dipanaskan.
Aspal merupakan bahan yang sangat kompleks dan secara kimia belum dikarakterisasi dengan
baik. Kandungan utama aspal adalah senyawa karbon jenuh dan tak jenuh, alifatik, dan aromatic
yang mempunyai atom karbon sampai 150 per molekul. Atom-atom selain hidrogen, dan karbon
yang juga menyusun aspal adalah nitrogen, oksigen, belerang, dan beberapa atom lain. Secara
kuantitatif, biasanya 80% massa aspal adalah karbon, 10% hidrogen, 6% belerang, dan sisanya
oksigen, dan nitrogen, serta sejumlah renik besi, nikel, dan vanadium. Senyawa-senyawa ini
sering dikelaskan atas aspalten (yang massa molekulnya kecil), dan malten (yang massa
molekulnya besar). Biasanya aspal mengandung 5 sampai 25% aspalten. Sebagian besar senyawa
di aspal adalah senyawa polar. (http://id.wikipedia.org, 2015)
2.1 Komponen Larutan
Larutan adalah campuran homogen (komposisinya sama), serba sama (ukuran
partikelnya), tidak ada bidang batas antara zat pelarut dengan zat terlarut (tidak
dapat dibedakan secara langsung antara zat pelarut dengan zat terlarut), partikelpartikel penyusunnya berukuran sama (baik ion, atom, maupun molekul) dari dua
zat atau lebih. Dalam larutan fase cair, pelarutnya (solvent) adalah cairan, dan zat
yang terlarut di dalamnya disebut zat terlarut (solute), bisa berwujud padat, cair,
atau gas. Dengan demikian, larutan = pelarut (solvent) + zat terlarut (solute).
Khusus untuk larutan cair, maka pelarutnya adalah volume terbesar.
2.2 Konsentrasi Larutan
Konsentrasi larutan dapat dibedakan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara
kualitatif, larutan dapat dibedakan menjadi larutan pekat dan larutan encer. Dalam
larutan encer, massa larutan sama dengan massa pelarutnya karena massa jenis
larutan sama dengan massa jenis pelarutnya. Secara kuantitatif, larutan dibedakan
berdasarkan satuan konsentrasinya. Ada beberapa proses melarut (prinsip
kelarutan), yaitu:
a) Cairan- cairan

Kelarutan zat cair dalam zat cair sering dinyatakan Like dissolver like maknanya
zat- zat cair yang memiliki struktur serupa akan saling melarutkan satu sama lain
dalam segala perbandingan.
Perbedaan kepolaran antara zat terlarut dan zat pelarut pengaruhnya tidak besar
terhadap kelarutan. Larutan ini terjadi karena terjadinya gaya antar aksi, melalui
gaya dispersi (peristiwa menyebarnya zat terlarut di dalam zat pelarut) yang kuat.
Di sini terjadi peristiwa soluasi, yaitu peristiwa partikel- partikel pelarut menyelimuti
(mengurung) partikel terlarut. Untuk kelarutan cairan- cairan dipengaruhi juga oleh
ikatan Hydrogen.

Pengertian
SEM (Scanning Electron Microscope) adalah salah satu jenis mikroscop electron
yang menggunakan berkas electron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari
material yang dianalisis. Prinsip kerja dari SEM ini adalah dengan menggambarkan
permukaan benda atau material dengan berkas electron yang dipantulkan dengan
energy tinggi. Permukaan material yang disinari atau terkena berkar electron akan
memantulkan kembali berkas electron atau dinamakan berkas electron sekunder ke
segala arah. Tetapi dari semua berkas electron yang dipantulkan terdapat satu
berkas electron yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detector yang
terdapat di dalam SEM akan mendeteksi berkas electron berintensitas tertinggi
yang dipantulkan oleh benda atau material yang dianalisis. Selain itu juga dapat
menentukan lokasi berkas electron yang berintensitas tertinggi itu.
Kombinasiperbesaranyanglebihtinggi,darkfield,resolusi yang lebih
besar,dankomposisi serta informasi kristallografi membuat SEM merupakan satu
dari peralatan yang paling banyak digunakan dalam penelitian, R& D industri
khususnya industri semikonductor
Pada sebuah mikroskop elektron (SEM) terdapat beberapa peralatan utama antara
lain:
1.
Pistol elektron, biasanya berupa filamen yang terbuat dari unsur yang mudah
melepas elektron misal tungsten.
2.
Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena elektron yang bermuatan
negatif dapat dibelokkan oleh medan magnet.
3.
Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan maka jika ada molekul
udara yang lain elektron yang berjalan menuju sasaran akan terpencar oleh
tumbukan sebelum mengenai sasaran sehingga menghilangkan molekul udara
menjadi sangat penting.

Prinsip Kerja Alat


Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:
1.
Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan
anoda.
2.

Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel.

3.
Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan
diarahkan oleh koil pemindai.
4.
Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron
baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (CRT).
Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari pantulan inelastis
didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X sedangkan dari
pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered electron. Sinyal -sinyal tersebut
dijelaskan pada gambar dibawah ini.
Aplikasi dari teknik SEM EDS dirangkum sebagai berikut:
1.Topografi: Menganalisa permukaan dan teksture (kekerasan, reflektivitas dsb)
2. Morfologi: Menganalisa bentuk dan ukuran dari benda sampel
3. Komposisi: Menganalisa komposisi dari permukaan benda secara kuantitatif dan
kualitatif.
Sedangkan kelemahan dari teknik SEM antara lain:
1. Memerlukan kondisi vakum
2. Hanya menganalisa permukaan
3. Resolusi lebih rendah dari TEM
4. Sampel harus bahan yang konduktif, jika tidak konduktor maka perlu dilapis
logam seperti emas.
(sumber:iastate.edu)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penambahan EVA pada sifat-sifat aspal
yang meliputi penetrasi, titik lembek, titik nyala, titik bakar, berat jenis, dan kelekatan pada
agregat. Dari hasil pengujian penetrasi dan titik lembek dapat ditentukan nilai penetration index,

dan stiffness bitumen yang secara teoritis dapat diprediksi dengan menggunakan program
komputer yaitu BANDS 2.0 Bitumen and Asphalt Nomographs for Windows.
Persentase penambahan EVA ke dalam aspal juga harus ditentukan berdasarkan pengujian
laboratorium. Hal ini disebabkan penambahan bahan tambah ini dapat memberikan pengaruh
yang negatif terhadap sifat aspal apabila dilakukan secara berlebihan, sehingga diperlukan
penambahan yang tepat agar dapat memperbaiki sifat-sifat aspal.

You might also like