Professional Documents
Culture Documents
Aspal modifikasi
Dengan perbaikan struktur molekul dalam aspal, artinya setelah pemakaian
bahan tambah / aditif akan dapat merubah sifat-sifat aspal antara lain :
a. Meningkatkan stabilitas.
b. Mengurangi kepekaan terhadap suhu.
c. Meningkatkan ketahanan terhadap deformasi.
Aspal yang digunakan sebagai bahan jalan karpet di seluruh dunia. Karena
ketersediaan pengikat biaya yang relatif rendah, jaringan jalan di Negara-negara
Teluk telah berkembang pesat lebih dari orang-orang dari banyak negara industri
lainnya (Al-Dubabe et. Al., 1998). Peningkatan lalu lintas jalan selama dua dekade
terakhir dalam kombinasi dengan gelar cukup pemeliharaan telah menyebabkan
kerusakan dipercepat struktur jalan di banyak negara (Isacsson dan Lu, 1995; Lu
dan Isacsson, 1997). Untuk meminimalkan kerusakan dan dengan demikian
meningkatkan daya tahan jangka panjang dari perkerasan lentur, lapisan aspal
harus ditingkatkan berkaitan dengan kinerja terkait properti, seperti ketahanan
terhadap deformasi permanen, suhu rendah retak, kelelahan beban terkait, pakai,
pengupasan dan penuaan. Selain itu, untuk aplikasi tertentu, seperti jembatan,
landasan pacu dan permukaan dengan tinggi beban lalu lintas, pengikat khusus
sangat dibutuhkan (Lu dan Isacsson, 1997).
Modifikasi aspal dengan bahan yang berbeda dilakukan di masa lalu (Lu dan
Isacsson, 1997;.. Zanzotto et al, 1996; Bouldin et al, 1991;.. Muncy et al, 1987;..
Goodrich 1988). Baru-baru ini, sejumlah besar penyelidikan menunjukkan bahwa
sifat-sifat aspal (misalnya, viscoelasticity dan suhu kerentanan) dapat ditingkatkan
dengan menggunakan aditif atau modifikasi kimia untuk suhu tinggi serta aplikasi
suhu rendah (Isacsson dan Zheng, 1998; Lu dan Isacsson, 2001; Lu et al, 1998;..
Fawcett et al, 2000a, 2000b, Johansson dan Isacsson, 1998;.. Nair et al, 1998;..
Collins et al, 1991;.. Bahia dan Davis, 1994; Bonemazzi et .. al, 1996; Blanko et al,
1996;.. Adedeji et al, 1996;.. Ali et al, 1999;.. Wen et al, 2002)... Di antara berbagai
jenis aditif, polimer adalah pengubah paling menjanjikan. Meskipun ada banyak
polimer, hanya sedikit
2
cocok untuk modifikasi aspal (Lu dan Isacsson, 2001). Polimer ini harus menahan
degradasi di aspal pencampuran suhu (sekitar 160oC) dan mempertahankan sifat
premium mereka selama penyimpanan dan aplikasi (Varma et al, 2002;.. Sabbagh
dan Lesser, 1998; Rozeveld et al, 1997..). Juga, polimer harus kompatibel dengan
aspal; mampu diolah dengan konvensional pencampuran / peralatan petelur, dan
biaya yang efektif (Garcia-Morales et al, 2004;.. Gao et al, 2002;.... Lu et al, 1999).
Untuk mencapai tujuan meningkatkan sifat aspal, polimer yang dipilih harus
membuat jaringan sekunder atau sistem yang seimbang baru dalam aspal oleh
interaksi molekul. Pembentukan sistem pengikat dimodifikasi fungsional didasarkan
pada pembubaran dan / atau dispersi halus polimer di aspal dan kompatibilitas
sistem polimer / aspal.
Selain pengaruh parameter molekul polimer, ada pengaruh yang signifikan dari
pencampuran waktu dan suhu pada PMA. Waktu pencampuran lama menyebabkan
kerusakan struktural aspal (Yousefi 2003; Al-Dubabe et al, 1998..). Selanjutnya,
tingkat geser tinggi hancur polimer dan mengurangi ukuran mereka untuk
mikrometer dan skala submicrometer dalam medium aspal. Hal ini akan
Pada penelitian ini polimer yang digunakan adalah polimer plastomer jenis EVA (Ethyil Vinyl Acetate).
Tipe polimer ini mudah digunakan serta mempunyai kemampuan yang baik untuk bersatu dengan
bitumen, suhunya yang stabil pada normal mixing serta temperaturnya yang mudah dkendalikan
(Whiteoak, 1991).
properties
Nilai
Tabel 2.
Propertis
Polimer
EVA
No
1
2
3
4
Berat Jenis
Titik Lelah
Titik Lembek
Temperatur
mulai
mengeras/
Brittleness
0,925 Gr/cm3
96 Co
70 Co
<76 Co
a. Thermoplastics
Polyethylene (PE),
Polypropylene (PP),
Polivinyl Chloride (PVC),
Polystyrene (PS), Ethylene
Vinyl Acetate (EVA)
b. Thermosets
Epoxy resins
Elastomers
a. Natural Rubbers
b. Synthetic
Elastomers
Styrene-butadiene
copolymer (SBR), Styrenebutadiene-styrene
copolymer (SBS),
Ethylene-propylene-dieneterpolymer (EPDM),
Isobutene-isoprene
copolymer (IIR)
Reclaimed Rubbers
Fibres/Serat
Polyester fibres,
Polypropylene fibres
Cara
basah (wet process) yaitu
suatu cara pencampuran dimana
plastik dimasukkan kedalam aspal
panas dan diaduk dengan
kecepatan tinggi sampai homogen.
Pengaruh temperatur
pencampuran
Pengujian ini dimaksudkan untuk
mengetahui pada temperatur berapa
pencampuran antara plastik dan aspal
agar plastik bercampur sempurna pada
temperatur yang tidak terlampau tinggi,
sehingga faktor biaya dapat diperkecil
tanpa mengurangi mutu yang
dihasilkan. Percobaan ini dilakukan
pada temperatur 180C dan 200C.
Hasil pengujian penambahan plastik
kedalam aspal (cara basah) dengan
temperatur berbeda untuk menentukan
temperatur pencampuran tertera pada
Gambar 2.
Dari hasil tersebut pada Gambar 2
maka diambil kesimpulan bahwa
pencampuran plastik kedalam aspal
dilakukan pada temperatur 180C
karena nilai penetrasi pada temperatur
180C berbeda sangat kecil dengan
nilai penetrasi pada temperature 200 C
(4 poin), perbedaan nilai titik lembek
aspal hanya berbeda 0,6C (<2C)
Aspal atau bitumen adalah suatu cairan kental yang merupakan senyawa hydrocarbon dengan
sedikit mengandung sulfur, oksigen, dan klor. Bitumen sebagai bahan pengikat dalam perkerasan
lentur mempunyai sifat viskoelastis. Aspal akan bersifat padat pada suhu ruang dan bersifat cair
bila dipanaskan.
Aspal merupakan bahan yang sangat kompleks dan secara kimia belum dikarakterisasi dengan
baik. Kandungan utama aspal adalah senyawa karbon jenuh dan tak jenuh, alifatik, dan aromatic
yang mempunyai atom karbon sampai 150 per molekul. Atom-atom selain hidrogen, dan karbon
yang juga menyusun aspal adalah nitrogen, oksigen, belerang, dan beberapa atom lain. Secara
kuantitatif, biasanya 80% massa aspal adalah karbon, 10% hidrogen, 6% belerang, dan sisanya
oksigen, dan nitrogen, serta sejumlah renik besi, nikel, dan vanadium. Senyawa-senyawa ini
sering dikelaskan atas aspalten (yang massa molekulnya kecil), dan malten (yang massa
molekulnya besar). Biasanya aspal mengandung 5 sampai 25% aspalten. Sebagian besar senyawa
di aspal adalah senyawa polar. (http://id.wikipedia.org, 2015)
2.1 Komponen Larutan
Larutan adalah campuran homogen (komposisinya sama), serba sama (ukuran
partikelnya), tidak ada bidang batas antara zat pelarut dengan zat terlarut (tidak
dapat dibedakan secara langsung antara zat pelarut dengan zat terlarut), partikelpartikel penyusunnya berukuran sama (baik ion, atom, maupun molekul) dari dua
zat atau lebih. Dalam larutan fase cair, pelarutnya (solvent) adalah cairan, dan zat
yang terlarut di dalamnya disebut zat terlarut (solute), bisa berwujud padat, cair,
atau gas. Dengan demikian, larutan = pelarut (solvent) + zat terlarut (solute).
Khusus untuk larutan cair, maka pelarutnya adalah volume terbesar.
2.2 Konsentrasi Larutan
Konsentrasi larutan dapat dibedakan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara
kualitatif, larutan dapat dibedakan menjadi larutan pekat dan larutan encer. Dalam
larutan encer, massa larutan sama dengan massa pelarutnya karena massa jenis
larutan sama dengan massa jenis pelarutnya. Secara kuantitatif, larutan dibedakan
berdasarkan satuan konsentrasinya. Ada beberapa proses melarut (prinsip
kelarutan), yaitu:
a) Cairan- cairan
Kelarutan zat cair dalam zat cair sering dinyatakan Like dissolver like maknanya
zat- zat cair yang memiliki struktur serupa akan saling melarutkan satu sama lain
dalam segala perbandingan.
Perbedaan kepolaran antara zat terlarut dan zat pelarut pengaruhnya tidak besar
terhadap kelarutan. Larutan ini terjadi karena terjadinya gaya antar aksi, melalui
gaya dispersi (peristiwa menyebarnya zat terlarut di dalam zat pelarut) yang kuat.
Di sini terjadi peristiwa soluasi, yaitu peristiwa partikel- partikel pelarut menyelimuti
(mengurung) partikel terlarut. Untuk kelarutan cairan- cairan dipengaruhi juga oleh
ikatan Hydrogen.
Pengertian
SEM (Scanning Electron Microscope) adalah salah satu jenis mikroscop electron
yang menggunakan berkas electron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari
material yang dianalisis. Prinsip kerja dari SEM ini adalah dengan menggambarkan
permukaan benda atau material dengan berkas electron yang dipantulkan dengan
energy tinggi. Permukaan material yang disinari atau terkena berkar electron akan
memantulkan kembali berkas electron atau dinamakan berkas electron sekunder ke
segala arah. Tetapi dari semua berkas electron yang dipantulkan terdapat satu
berkas electron yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detector yang
terdapat di dalam SEM akan mendeteksi berkas electron berintensitas tertinggi
yang dipantulkan oleh benda atau material yang dianalisis. Selain itu juga dapat
menentukan lokasi berkas electron yang berintensitas tertinggi itu.
Kombinasiperbesaranyanglebihtinggi,darkfield,resolusi yang lebih
besar,dankomposisi serta informasi kristallografi membuat SEM merupakan satu
dari peralatan yang paling banyak digunakan dalam penelitian, R& D industri
khususnya industri semikonductor
Pada sebuah mikroskop elektron (SEM) terdapat beberapa peralatan utama antara
lain:
1.
Pistol elektron, biasanya berupa filamen yang terbuat dari unsur yang mudah
melepas elektron misal tungsten.
2.
Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena elektron yang bermuatan
negatif dapat dibelokkan oleh medan magnet.
3.
Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan maka jika ada molekul
udara yang lain elektron yang berjalan menuju sasaran akan terpencar oleh
tumbukan sebelum mengenai sasaran sehingga menghilangkan molekul udara
menjadi sangat penting.
3.
Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan
diarahkan oleh koil pemindai.
4.
Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron
baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (CRT).
Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari pantulan inelastis
didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X sedangkan dari
pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered electron. Sinyal -sinyal tersebut
dijelaskan pada gambar dibawah ini.
Aplikasi dari teknik SEM EDS dirangkum sebagai berikut:
1.Topografi: Menganalisa permukaan dan teksture (kekerasan, reflektivitas dsb)
2. Morfologi: Menganalisa bentuk dan ukuran dari benda sampel
3. Komposisi: Menganalisa komposisi dari permukaan benda secara kuantitatif dan
kualitatif.
Sedangkan kelemahan dari teknik SEM antara lain:
1. Memerlukan kondisi vakum
2. Hanya menganalisa permukaan
3. Resolusi lebih rendah dari TEM
4. Sampel harus bahan yang konduktif, jika tidak konduktor maka perlu dilapis
logam seperti emas.
(sumber:iastate.edu)
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penambahan EVA pada sifat-sifat aspal
yang meliputi penetrasi, titik lembek, titik nyala, titik bakar, berat jenis, dan kelekatan pada
agregat. Dari hasil pengujian penetrasi dan titik lembek dapat ditentukan nilai penetration index,
dan stiffness bitumen yang secara teoritis dapat diprediksi dengan menggunakan program
komputer yaitu BANDS 2.0 Bitumen and Asphalt Nomographs for Windows.
Persentase penambahan EVA ke dalam aspal juga harus ditentukan berdasarkan pengujian
laboratorium. Hal ini disebabkan penambahan bahan tambah ini dapat memberikan pengaruh
yang negatif terhadap sifat aspal apabila dilakukan secara berlebihan, sehingga diperlukan
penambahan yang tepat agar dapat memperbaiki sifat-sifat aspal.